Anda di halaman 1dari 14

PERTEMUAN KE-8

KAIDAH-KAIDAH PEMBERDAYAAN
ZAKAT

By:
BAHRUDIN
A. Pemberdayaan Zakat vs Charity

• Pemberdayaan zakat adalah penyaluran harta


zakat untuk sektor produktif, diantaranya dalam
bentuk pemberian modal usaha untuk usaha
tertentu dengan pendampingan sampai mustahiq
mampu mengelola usaha sendiri (mandiri).
• Charity secara bahasa berarti amal, derma, atau
kemurahan hati.
• Dalam konteks zakat, charity adalah penyaluran
harta zakat kepada mustahiq untuk memenuhi
kebutuhan konsumtif, seperti sembako, pakaian,
rumah dll.
• Diantara karakteristik program charity adalah
tidak ada program lanjutan sebagai follow up,
bersifat konsumtif, dan jangka pendek.
B. Karakteristik Pemberdayaan
1. Di antara karakteristik program pemberdayaan
zakat:
a. Ada program lanjutan sebagai follow up
b. Bersifat produktif
c. Bersifat jangka panjang
2. Substansi pemberdayaan zakat adalah
pemanfaatan dana zakat untuk mendorong
mustahiq agar mampu memiliki usaha sendiri
3. Pemberdayaan dana zakat diwujudkan dalam
bentuk pengembangan modal usaha mikro yang
sudah ada atau perintisan usaha mikro baru yang
prospektif.
C. Tahapan-Tahapan Pemberdayaan

1. Pendaftaran calon penerima bantuan


2. Survey kelayakan
3. Strategi pengelompokkan
4. Pendampingan
5. Pembinaan secara berkala
6. Melibatkan mitra atau pihak ketiga
7. Pengawasan, kontrol dan evaluasi.
D. Ketentuan Fiqh Terkait Pemberdayaan
dan Charity
1. Dana zakat diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan
darurat, yakni:
a. Program-program pemberdayaan selain ekonomi, yaitu
program pendidikan, kesehatan dan dakwah
b. Program charity yang memenuhi kriteria al-hajah al-
massah
2. Dana zakat harus disalurkan segera, ini berarti dana
zakat harus disalurkan di tempat donasi dan tidak
boleh untuk investasi, kecuali ketika mustahiq tidak
ada yang membutuhkan dana zakat segera.
3. Hak fakir-miskin adalah memenuhi kebutuhan
dasarnya
4. Penggunaan dana zakat untuk pemberdayaan
ekonomi hanya dilakukan setelah kebutuhan
darurat (al- Hajjah al-Massah) terpenuhi.
5. Fakir yang tidak bisa bekerja seperti lansia
dan penyandang cacat berhak mendapatkan
zakat secara rutin.
E. Penyaluran Dana Yg Haram

 Dana Non halal adalah setiap pendapatan yang


bersumber dari usaha yang tidak halal.
 Fatwa DSN MUI ttg kegiatan usaha yang bertentangna
dg prinsip syariah sbb:
a. Usaha lembaga keuangan konvensional, spt
perbankan dan asuransi konvensional.
b. Melakukan investasi pada emiten (perusahaan) yg
pada saat transaksi tingkat (nisbah) utang
perusahaan kpd lembaga keuangan ribawi lebih
dominan dari modalnya
c. Perjudian dan permainan yg tergolong judi atau
perdagangan yg terlarang
a. Produsen, ditributor, serta pedagang
makanan dan minuman yang haram
b. Produsen, ditributor, penyedia barang-
barang atau jasa yang merusak moral atau
bersifat mudharat.
c. Jenis-jenis usaha yang umumnya terjadi di
bursa efek.
 Dana yang haram harus disalurkan untuk
kepentingan umum, bukan untuk kepentingan
pribadi.
 Ketentuan Pendapatan yg tidak sepenuhnya
halal sbb:
1. Sebagian ulama berpendapat bhw dana halal
yang tercampur dengan dana haram
hukumnya adalah haram
2. Sebagian ulama yg lain berpendapat bhw jika
dana yg halal lebih dominan daripada yg
haram mk seluruhnya menjadi halal.
3. Pendapat yg rajih: Jika dana yg halal sama
atau lebih sedikit, maka prosentasi dana yg
haram harus dikeluarkan, sedangkan dana yg
tersisa hukumnya halal
F. Pengelolaan Dana Haram Untuk
Pemberdayaan Masyarakat
Para Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini:
1. Mayoritas ulama berpendapat bhw dana haram itu
haram bagi pemiliknya dan haram bagi penerimanya.
Oleh karena itu, dana haram hanya boleh disalurkan
untuk fasilitas umum, spt pembangunan jalan dan
MCK.
2. Sebagian ulama spt Yusuf al-Qardhawi, Prof. Dr. al-
Qurrah Dagi berpendapat bhw dana haram itu haram
bagi pemiliknya dan halal bagi penerimanya. Oleh
karena itu, dana haram boleh disalurkan untuk
seluruh kebutuhan sosial, baik utk fasilitas umum
maupun utk kebutuhan konsumtif fakir dan miskin,
termasuk program pemberdayaan masyarakat.
G. Mekanisme Pembagian Zakat

 Ada 8 kelompok mustahiq zakat: Fakir, miskin, `amil,


mu’allaf, riqab, gharim, fi sabilillah, ibnu sabil (musafir)
 Para ulama berbeda pendapat “Apakah ke-8 kelompok
itu mendapatkan bagian yang sama rata ataukah dana
zakat dibagi kepada orang-orang yang paling
membutuhkan? Mengenai hal ini ada 2 pendapat:
Pertama, Sebagian ulama, diantaranya Ikrimah, Umar
bin Abdul `Aziz, Az-Zuhri, Imam al-Syafi`i, Imam
Ahmad, Abu Daud, Imam Ibnu Arabi dll. berpendapat
dana zakat harus dibagi sama rata kepada semua
ashnaf.
Kedua, Imam Malik, Abu Hanifah dan para ashhabnya,
dll. tidak mewajibkan distribusi dana zakat secara
merata kepada seluruh ashnaf, tetapi diberikan kepada
yg paling berhak, khususnya fakir-miskin
Ada sejumlah ulama yg mendukung pendapat kedua a.l:
1. Ibrahim an-Nakha’i: dana zakat diberikan kepada orang
paling membutuhkan. Akan tapi jika dana zakat itu banyak
maka boleh diberikan ke seluruh ashnaf, sedangkan kalau
terbatas mk diberikan kpd satu kelomok saja.
2. Abu `Ubaid berpendapat “Otoritas bisa memutuskan
tentang pembagian zakat, Jika daa zakat maka bisa
diberikan ke seluruh kelompok, tetapi jika sedikit maka
dana itu diberikan kepada satu atau beberapa kelompok
saja.
3. Syaikh Rasyid: Standar yang dipakai untuk menyalurkan
dana zakat adalah kemaslahatan. Ulil amri harus
menunjukkan pihak-pihak yg lebih berhak atau
membutuhkan bantuan.
 Bertolak dari perbedaan pendapat di atas, Yusuf al-
Qardhawi membuat bbp kesimpulan:
1. Dana zakat idealnya diberikan kepada seluruh
ashnaf jika dana zakatnya banyak dg syarat
semua ashnaf itu kebutuhannya sama atau relatif
sama.
2. Jika dana zakat diberikan kepada semua ashnaf
maka jumlah atau porsinya tidak harus sama,
tetapi besarannya ditentukan berdasarkan
kebutuhan, karena boleh jadi di suatu daerah
jumlah fakir-miskinnya sangat banyak sedangkan
mu’allaf, gharimin, dan ibnu sabilnya sangat
sedikit.
3. Dana zakat boleh disalurkan kepada sebagian
mustahiq jika dalam pandangan amil atau
pemegang otoritas ada maslahah dalam
pembagian seperti itu.
4. Seharusnya kelompok yg paling membutuhkan
zakat adalah fakir-miskin, krn target utama zakat
adalah untuk memenuhi kebutuhan mereka agar
tercukupi dan bisa mandiri. Bahkan otoritas tidak
boleh memberikan zakat kepada fi sabilillah kalau
sementara ada fakir-miskin yang kepalaran dan
memeiliki rumah.
5. Harusnya mengambil pendapat Imam Syafi`i dalam
menentukan batas maksimal untuk para amil, yakni
1/8 dari dana zakat yg dikumpulkan.
6. Pada saat dana zakat sedikit maka berikan zakat
kepada satu kelompok penerima, bahkan jika perlu
diberikan kepada 1 orang sebagaimana pendapat
Imam Hanafi. Krn jika diberikan kpd banyak
kelompok maka efek dana zakat tidak terasa atau
terlalu sedikit.

Anda mungkin juga menyukai