Anda di halaman 1dari 17

TRIPLE ELIMINASI

PENDAHULUAN

 Infeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B pada anak lebih


dari 90% tertular dari ibunya.
 Risiko penularan dari ibu ke anak untuk HIV adalah
20%-45%, untuk Sifilis adalah 69-80%, dan untuk
Hepatitis B adalah lebih dari 90%.
Triple Eliminasi
Tujuan

 untuk memastikan bahwa sekalipun ibu terinfeksi


HIV, Sifilis, dan/atau Hepatitis B sedapat mungkin
tidak menular ke anaknya
Kebijakan

1. Eliminasi penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari ibu ke anak dilaksanakan
di seluruh kabupaten/kota Indonesia dengan pendekatan standar pelayanan
minimal bidang kesehatan
2. Pelayanan Antenatal di setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus terpadu
‘triple’ Eliminasi
3. Penerapan Standar Prosedur Operasional Pelayanan Antenatal Terpadu untuk
Eliminasi sebagai MAKLUMAT PELAYANAN
4. Daerah menetapkan penugasan, pelimpahan wewenang dan task shifting
5. Ketersediaan sumber daya, sistem informasi dan logistik dalam sistem
kesehatan
6. Layanan Komprehensif Berkesinambungan berkualitas bagi perempuan, bayi
baru lahir, anak dan keluarganya
7. Peran serta masyarakat, tidak terbatas pada swasta, LSM, warga peduli dan
kelompok dukungan
Strategi

1. Meningkatkan akses dan kualitas layanan bagi ibu


hamil,ibu menyusui dan bayi/anak sesuai sandar.
2. Meningkatkan peran fasiltas pelayanan kesehatan dalam
penatalaksanaan yang diperlukan untuk Eliminasi
Penularan.
3. Meningkatkan penyediaan sumber daya di bidang
kesehatan
4. Meningkatkan jejaring kerja dan kemitraan, serta
kerjasama lintaas program dan lintas sektor.
5. Meningkatkan peran serta masyarakat
Target

a. Menurunkan hingga meniadakan infeksi baru HIV, Sifilis dan


Hepatitis B dari ibu ke anaknya
b. Menurunkan hingga meniadakan masalah kesehatan terkait
HIV, Sifilis dan Hepatitis B;
c. Mendorong perilaku hidup bersih dan sehat bebas risiko
kesehatan
d. Meningkatkan kualitas pengetahuan, kebiasaan dan praktik
petugas pelaksana, institusi, dan manajemen pelayanan
kesehatan berorientasi pada standar prosedur
e. Menghilangkan dampak sosial ekonomi pada individu,
keluarga dan masyarakat.
Sasaran

a. Setiap ibu hamil dan bayi yang dikandungnya terpenuhi hak


kesehatannya, terlindungi dan tidak seorangpun terlewatkan
untuk menghentikan penularan dari ibu ke anak
b. Mengimplementasikan program eliminasi sejak dari
perencanaan, pelaksanaan, pencatatan-pelaporan,
diseminasi informasi, advokasi, pemantauan, evaluasi,
pembinaan dan pengawasan.
c. Menjadi tim teaching pelatihan di jenjang di provinsi
masing-masing bersama tim berikutnya.
d. Memperkuat berbagai subsistem kesehatan nasional dan
daerah yang terintegrasi
Skrening Ibu Hamil
Deteksi dini HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dilaksanakan
dengan tes cepat (rapid diagnostic test).
Setiap hasil yang reaktif pada deteksi dini wajib
dirujuk kepada dokter di Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) untuk penegakan diagnosis.
 Deteksi dini pada kehamilan ini dapat diulang pada
ibu hamil dan pasangan seksualnya minimal 3 bulan
kemudian atau menjelang persalinan, atau apabila
ditemukan indikasi atau kecurigaan
Hasil HBsAg reaktif:

Tatalaksana Ibu :
Ibu hamil dirujuk ke FKRTL
Pemeriksaan HBsAg 6 bulan kemudian
Diberikan terapi Tenofovir/Telbivudin untuk ibu
dengan HBeAg (+) dan atau HBV DNA
>2x106/mL
Mulai diberikan pada minggu 28-36 (trimester 3)
hingga 3 bulan pasca melahirkan.
Tatalaksana Bayi :
Diberikan HBO dan HBIg pada saat kelahiran
sampai bayi berusia <72 jam
ASI tetap boleh diberikan
Imunisasi lain sesuai jadwal dan evaluasi Hep B
pada usia 9 bulan dst
VDRL dan TPHA Reaktif:

Tatalaksana pada ibu:


Lakukan pengecekan RPR Titer:
Apabila hasil Titer ½ - ¼ : artinya sifilis laten
Apabila hasil Titer > 1/8 : artinya sifilis dini
Tatalaksana pada sifilis laten: diberikan Suntikan
Penicilin Benzatin 1x2.4 juta unit IM, 3 minggu berturut-
turut. Interval penyuntikan maksimal 14 hari
Tatalaksana pada sifilis dini: diberikan Suntikan Penicilin
Benzatin 1x2.4 juta unit IM, dosis tunggal.
Lakukan pemantauan dan evaluasi di bulan ke-3, 6, 12, 24
Tatalaksana pada bayi
HIV positif

Tatalaksana pada Ibu


Berikan informasi dan edukasi rencana pemberian
ARV pada Ibu dan manfaatnya jika patuh
meminumnya, pilihan persalinan antara lahir per
vaginam atau Sectio Caesaria (SC), pilihan menyusui
untuk bayinya, ASI atau PASI, rencana tatalaksana
pada bayi dan konsul ke FKRTL
Jangan tunda pemberian ARV dan terapi IO serta
profilaksis sesuai dengan pedoman nasional
Lakukan pencegahan penularan
Notifikasi pasangan
Pemantauan dan evaluasi secara rutin dan
berkesinambungan
Tatalaksana pada bayi
1. Konsultasikan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan ke FKRTL
2. Lakukan perawatan neonatus sesuai SoP pada umumnya
3. Berikan ARV profilaksis segera setelah lahir sampai dengan usia enam
(6) minggu.
4. Saat usia enam- delapan minggu segera dilakukan pemeriksaan Early Infant
Diagnosis (PCR DNA- kualitatif)
5. Dilanjutkan dengan pemberian kotrimoksasol profilaksis sampai dengan
“tersingkirkan” diagnosis HIV-nya.
6. Apabila hasil EID positif maka dilakukan konfirmasi (sesuai dengan bagan alur
diagnosis HIV pada bayi- anak)
7. Jika hasil negative maka profilaksis kotrimoksasol dapat dihentikan, BCG
dapat diberikan dan tidak perlu mendapatkan ARV. Sebaliknya jika hasilnya
positif, maka profilaksis kotrimoksasol dilanjutkan, diberikan ARV terapi
dan BCG tidak diberikan sementara imunisasi lain tetap diberikan
sesuai jadwal. Untuk polio diberikan yang IVP
8. Dilakukan konfirmasi dengan tes antibody pada saat usia delapan belas (18) bulan
bagi bayi yang hasil EID nya posititf.
9. Untuk selanjutnya dilakukan pemantauan dan evaluasi secara rutin dan
berkelanjutan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai