Anda di halaman 1dari 63

MATERI E-LEARNING

ISU – ISU KEBANGSAAN

Badan Kepegawaian dan Diklat Pemkot Surabaya


2019
PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
BAB II ISU-ISU MASALAH KEBANGSAAN
2.1. KRISIS KARAKTER BANGSA
2. 2. INTOLERANSI, RADIKALISME DAN
TERORISME
2.3. HOAX DAN UJARAN KEBENCIAN
2.4 KORUPSI

BAB III PENUTUP


DAFTAR PUSTAKA
CAPAIAN PEMBELAJARAN
1) Peserta mampu menemukenali problem kebangsaan
actual sebagai acuan dalam memposisikan diri sebagai
ASN
2) Peserta mampu menganalisis masalah kontekstual
kebangsaan, dengan mengembangkan sikap positif dan
menampilkan perilaku sebagai cerminan: (i) semangat
kebangsaan dan cinta tanah air, (ii) demokrasi
berkeadaban, dan (iii) kesadaran hukum dan keragaman
PENDAHULUAN
REALITAS KEINDONESIAAN
Adanya fakta dua realitas kebangsaan Indonesia, yakni
realitas ruang (sebagai negara kepulauan) dan realitas isi
(sebagai negara yang majemuk dengan keragaman SARA);
Bahwa kebangsaan Indonesia terbentuk dalam proses sejarah
yang panjang dengan berbagai keunikan dan kekhasan:
Kebangsaan Indonesia tidak berdasar pada etnisitas atau
agama tertentu, tetapi mengatasi keragaman SARA
Indonesia, 260 Juta penduduk, > 500 grup etnik, 17.000
pulau, 1.127 SUKU, keanekaragaman budaya, kekayaan
alami
SUKU BANGSA DI INDONESIA

WILAYAH SUKU BANGSA


JAWA SUKU JAWA [termasuk suku bawean, suku tengger, suku osingdan lain-
lain],SUKU SUNDA [termasuksuku Baduy],Suku Banten,Suku Betai

MADURA SUKU MADURA


SUMATERA SUKU MELAYU, SUKU BATAK terdiri 8 suku bangsa, Suku Minangkabau,
Suku Aceh, Suku Lampung dan Suku Kubu

KALIMANTAN Suku Dayak yang terdiri 268 suku bangsa, Suku Banjar, Suku Kutai, Suku Berau,
Suku Bajau
SULAWESI Suku Makasasar, Suku Bugis, Suku Mandar, Suku Tolaki, Suku Minahasa yang
terdiri dari 8 suku,Suku Gorontalo, dan Suku Toraja

MALUKU Suku Ambon, Suku Nuaulu, Suku Manusela, Suku Wemale


BAL DAN LOMBOK Suku Bali, Suku Sasak
NATION STATE dan KERAGAMAN SARA

Keragaman SARA dan kepulauan


menentukan pilihan konsep negara; yakni
NATION STATE
NKRI sebagai NATION STATE
melampui konsep etnic state dan religion
state, apalagi citizen state
KONSEP NEGARA BANGA
Istilah Bangsa bukanlah didasarkan pada
kesamaan asal, persamaan bahasa, dan
persamaan agama:
Menjadi sebuah bangsa ditentukan oleh
sebuah keinsyafan sebagai suatu
persekutuan
Jadi, bangsa Indonesia adalah sebuah
komitmen dan kesepakatan politik dari
pendirinya (foundhing fathers) yang terdiri
atas berbagai etnik dan pemeluk agama.
yang tersusun jadi satu;
lanjutan..bangsa?
Bangsa adalah sekelompok manusia yang:
1. Memiliki cita-cita bersama yang mengikat mereka menjadi
kesatuan
2. Memiliki sejarah hidup bersama sehingga tercipta rasa
senasib
3. Memiliki adat budaya dan kebiasaan yang sama sebagai
akibat pengalaman hidup bersama
4. Memiliki karakter yang sama yang menjadi pribadi dan jati
diri
5. Menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan
wilayah
6. Terorganisir dalam suatu pemerintah berdaulat sehingga
mereka terikat dalam suatu masyarakat hukum
Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan
1. Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai
mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa
2. Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas,
merdeka dan bersatu
3. Cinta akan Tanah Air dan Bangsa
4. Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat
5. Kesetiakawanan Sosial
6. Masyarakat adil makmur.
POSISI MASYARAKAT WARGA DALAM NEGARA BANGSA

 Masyarakat Warga (civil society) merupakan suatu model


masyarakat yang tercipta berkat (1) partisipasi positif, (2)
yang penuh kebebasan, (3) berkesamaan derajat, (4)
berkomitmen untuk membangun bersama suatu komunitas
politik yang disebut NEGARA;
 Masyarakat warga itu bersifat SEJAJAR-EGALITER satu
sama lain dan berkedudukan yang sama dihadapan negara
 Masyarakat Warga –yang demikian- menjadi prasyarat bagi
tegaknya NEGARA-BANGSA yang melampui batas-batas
kota, etnisitas, dan identitas agama;
 Itulah sebabnya, setiap warga dalam negara bangsa
diharuskan memiliki Civic Values; nilai keutamaan warga
sipili
NILAI UTAMA SEBAGAI WARGA SIPIL
(CVIC VIRTUE)

1. kesanggupan untuk hidup dalam keragaman pendapat,


2. Kesanggupan untuk mengakui adanya perbedaan pandangan
dan sikap,
3. kematangan untuk menguasai mengendalikan egoisme dan
fanatisme sendiri,
4. kemampuanmengungkapkan diri dan menyatakan pendapat
sendiri secara bebas,
5. kesediaan untuk melakukan kompromi dengan cara yang
rasional
REALITAS KEINDONESIAAN
MUTAKHIR
Munculnya berbagai fenomena atau peristiwa yang bertolak
belakang dengan ide dasar semangat wawasan kebangsaan
Nilai-nilai kebangsaan mendapatkan ujian dari munculnya
fenomena : (1) krisis karakter bangsa, (2) intoleransi,
radikalisme, dan terorisme, (3) menguatnya hoaks dan ujaran
kebencian di media social, (4) korupsi, dan (5) primordialisme
Kebangsaan Indonesia yang majemuk mendapatkan tantangan
dari perilaku individu atau komunal yang bertentangan dengan
kondisi alamiah bangsa Indonesia
PROBLEM KEBANGSAAN 1

KRISIS KARAKTER BANGSA


Karakter Bangsa

 Istilah karakter memiliki dua pengertian tentang karakter. Pertama, ia menunjukkan bagaimana
seseorang bertingkah laku, Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan ‘personality’. Seseorang
baru bisa disebut ‘orang yang berkarakter’ (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai
kaidah moral.
 Karakter berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi ‘positif’, bukan netral. Jadi, ‘orang
berkarakter’ adalah orang yang mempunyai kualitas moral (tertentu) positif.
 Inti dari karakter adalah kebajikan (goodness) dalam arti berpikir baik (thinking good), berperasaan
baik (feeling goog), dan berperilaku baik (behavioring good). Dalam konteks bangsa, maka inti dari
karakter bangsa adalah berpikir baik, berperasaan baik, dan berperilaku baik untuk kepentingan
bangsa.
 Mengapa nilai karakter menjadi penting dalam membentuk kemajuan peradaban kebangsaan?
Lawrence E. Harrison and Samuel P. Hutington (2000) dalam Culture Matter: How Values Shape
Human Progress mengatakan bahwa nilai dalam setiap budaya memiliki andil yang menentukan
keberhasilan perubahan yang hendak ditentukan
 Ada banyak program pembangunan itu gagal oleh problem kebudayaan, yang didalamnya terdapat
nilai karakter yang membentuknya.
Unsur Pembentuk Karakter Bangsa
FAKTOR FISIK
Lingkungan Alam dan Iklim
KARAKTER BANGSA:
Moral, kebiasaan berpikir dan berperilaku

FAKTOR NON FISIK


Agama
Hukum
Kebijakan Pemerintah
Adat istiadat WARISAN BUDAYA
Nilai dan Tatakrama sosial Upacara/tradisi/seistem nilai/wujud budaya
Jepang memiliki Restorasi Meiji 1854 dalam rangka
membangun karakter:
1) penekanan sistem belajar seumur hidup, dengan jalan
membantu anak sejak usia Sekola Dasar untuk mencintai
ipteks, mengembangkan bakat ketrampilan sampai usia
dewasa kelak,
2) membuat suatu struktur pendidikan yang dapat mengikuti
perubahan kontemporer, seperti internasionalisasi, dan
pembangunan masyarakat yang berorientasi informasi dan
teknologi, dan
3) mengembangkan individu dengan nilai positif seperti; suka
bekerja keras, rajin, loyal, ulet kreatif, bertanggungjawab,
jujur, dan sebagainya
Fungsi Karakter Bangsa
1. sebagai identitas bangsa
2. sebagai kepribadian bangsa yang membedakan antara
‘kita’ dengan ‘mereka’, antara bangsa Indonesia
dengan bangsa lainnya
3. sebagai pendorong proses-proses kemajuan bangsa
Fenomena Krisis Kebangsaan
1. Disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila.
2. Bergesernya nilai kehidupan, dari relijius menjadi liberal, dari
komunalitas menjadi individualitas
3. Memudaranya nilai-nilai budaya bangsa
4. Ancaman disintegrasi bangsa
5. Melemahnya kemandirian bangsa
6. Rasa kedaerahan yang berlebihan
7. Pudarnya rasa nasionalisme dan rasa bangsa sebagai bangsa Indonesia
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
1. Melemahnya penghayatan terhadap nilai-nilai
Pancasila
2. Krisis keteladan berkehidupan berkebangsaan
3. Disorientasi tujuan hidup
4. Globalisasi yang membawa serta nilai-nilai baru
Fenomena Riil Melemahnya Karakter
1. Fenomena Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
2. Fenomena kekerasan atau tawuran antara golongan dan
masyarakat
3. Menguatnya politik identitas berdasar golongan dalam ruang
public
4. Indikasi mengerasnya konflik antar suku bangsa
5. Menguatnya politik kebencian dalam dunia nyata maupun
dunia maya
Solusi
1. Pembiasaan dan pencitpaan perilaku berkarakter sejak dini
2. Internalisasi nilai-nilai karakter dalam setipa proses
pembelajaran
3. Komitmen negara, melalui kebijakan yang mengarusutamakan
pembentukan karakter setiap warga negara
4. Meletakkan pendidikan sebagai garda terdepan penanaman
nilai-nilai karakter bangsa
PROBLEM KEBANGSAAN 2

INTOLERANSI SOSIAL,
RADIKALISME DAN TERORISME
Intoleransi Sosial
Berdasarkan definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konsep
toleransi/to·le·ran·si/ n didefinisikan (
1) sifat atau sikap toleran: dua kelompok yang berbeda kebudayaan itu saling
berhubungan dengan penuh --;
(2) batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan;
(3) penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja
TOLERANSI merupakan sifat atau sikap toleran seseorang untuk menerima
perbedaan (budaya) meskipun mungkin tidak setuju atau menyetujuinya.
Perspektif Toleransi:
Toleransi adalah menahan sesuatu yang tidak melukai’ (Vogt, 1997:1).
Toleransi antar manusia yang berbeda dimaksudkan untuk mengatasi,
mengurangi atau menghindari konflik. Seorang individu perlu
mentoleransi hal-hal yang dibenci, tidak disetujui, tidak disukai atau
tidak disukai (Gibson, 2006; Sullivan dan Transue, 1999; Sullivan et al.,
1982; Vogt, 1997).
Toleransi menjadi salah satu unsur yang berkaitan dengan demokrasi,
perdamaian dan HAM, untuk mewujudkan masyarakat dunia yang
memiliki budaya damai.
Oleh karena itu, berkaitan dengan konteks Indonesia sebagai negara
demokrasi, sudah sepatutnya jika toleransi, perdamaian dan HAM
dijunjung tinggi
Gejala-Gejala Intoleransi
(1) penggunaan bahasa (language) yang eksklusif, bertendensi merendahkan, mengandung fitnah yang
bertujuan merendahkan dan mendehumanisasi kelompok budaya, ras, nasional atau seks.
(2) stereotip (stereotyping), yang berarti penggambaran individu maupun kelompok yang diberi
penyematan negatif serupa.
(3) mengolok-olok (teasing), artinya penggunaan panggilan terhadap tindakan, karakter yang cenderung
mengejek atau menghina.
(4) buruk sangka (prejudice), berarti penilaian berdasarkan generalisasi negatif dan stereotip daripada
berdasar fakta tentang kasus atau tindakan spesifik yang dilakukan oleh individu atau kelompok tersebut
(5) pengambinghitaman (scapegoating), yaitu menyalahkan kelompok tertentu atas peristiwa traumatis
atau masalah sosial yang tengah terjadi di masyarakat.
(6) diskriminasi (discrimination), artinya pengecualian manfaat sosial dan aktivitas, terutama karena
mendasarkan pada buruk sangka.
(7) pengabaian (ostracism), yaitu perilaku yang menganggap seolah-olah orang lain tidak hadir atau tidak
ada. Hal ini termasuk penolakan untuk berbicara atau mengakui kelompok lain serta budaya mereka
(termasuk juga ethnocide).
(8) pelecehan (harassment), yaitu perilaku disengaja untuk mengintimidasi dan merendahkan orang lain,
seringnya hal itu bertujuan sebagai sarana memaksa keluar dari organisasi, komunitas atau kelompok
tertentu.
(9) perisakan (bullying), suatu penggunaan superioritas kapasitas fisik atau angka yang lebih besar untuk
mempermalukan orang lain atau menghalangi mereka dari properti atau status.
(10) pengusiran (expulsion) secara resmi atau paksa, dengan mengusir atau menolak hak masuk atau
hadir di suatu tempat, kelompok sosial, profesi atau tempat kegiatan kelompok tertentu. Pengusiran
menjadi masalah sebab kelangsungan hidup korban bergantung kepada tempat kerja, tempat tinggal, dll.
(11) pengecualian (exclusion), dilakukan dengan cara menyangkal kemungkinan untuk memenuhi
kebutuhan dasar dan atau berpartisipasi penuh dalam kegiatan komunal tertentu di masyarakat.
(12) segregasi (segregation), artinya pemisahan paksa orang dari ras, agama atau jenis kelamin berbeda
untuk merugikan suatu kelompok tertentu (termasuk apartheid).
(13) , penindasan (repression), merupakan pencegahan atas penikmatan HAM. Terakhir,
(14) penumpasan (destruction), berarti mengurung, melakukan kekerasan fisik, menghapus orang atau
kelompok dari daerah mata pencahariannya, melakukan penyerangan bersenjata dan pembunuhan
(termasuk genosida) UNESCO dalam The Wahid Institute (2014:16).
UNESCO (1994:15) menyebut bahwa “intoleransi bukanlah sebuah (hasil) akhir
melainkan cara”. Maksudnya, intoleransi justru menjadi gejala awal yang mampu
memicu masalah sosial lain di masyarakat, yakni berupa kekerasan yang melanggar
kebebasan HAM. Kekerasan merupakan salah satu efek negatif intoleransi, yang
mengarahkan kepada hal lebih buruk seperti pencabutan nyawa seseorang atau
bahkan pemusnahan kelompok masyarakat. Di Indonesia, hal ini pernah terjadi di
beberapa tempat seperti Ambon, Poso dan Sampit
Radikalisme
PAHAM atau aliran yang menginginkan perubahan
atau pembaruan social dan politik dengan cara
kekerasan atau drastic (KBBI)

PEMIKIRAN atau sikap keagamaan yang ditandai dengan


beberapa hal: sikap intoleran, tidak menghargai agama lain,
dan sikap revolusioner yang cenderung menggunakan cara
kekerasan untuk mencapai tujuan (Sinaga dkk, 20180

Dokumentasi Alvara Institute, 2019


Jenis-Jenis Kelompok Radikal
NO TIPE TUJUAN CONTOH

1 Kelompok Separatis Merebut dan menguasai suatu wilayah ETA (Spanyol), Macan Tamil
(Srilanka), ISIS (Syria dan
Irak)
2 Kelompok Sayap Kanan Melindungi supremasi ‘kulit putih’ dan Klu Klux Klan (USA), Pegida
Ekstrim ancaman imigran (Jerman)

3 Kelompok Sayap Kiri Ekstrim Persamaan distribusi kekayaan FARC (Kolombia), Red
Brgade (Italia)

4 Kelompok Fokus pada satu Isu Memperjuangakan isu tertentu, sepertii Army Of Gdd (USA), Eart
lingkungan, aborsi, dst Liberation Front (UK)

5 Kelompok Keagamaan Menjustifikasi kekerasan atas nama agama ISIS, Al Qaeda


kepada kelompok yang berbeda

Doosje, Moghaddam, Kruglanski, de Wolf & Freddes, 2016)


Dokumentasi Alvara Institute, 2019
Tingkat paparan Radikalisme
Tingkatan Radikalisme:
1. INTOLERAN : awal masuk dari tingkatan teroris paparan
ajaran intoleran. Tidak menghargai perbedaan dan cenderung
menyalahkan orang lain (terpapar dari ISIS
PIKIRAN/Pemahaman)
2. RADIKAL : mulai aktif membid’ahkan dan mulai bersikap
kepada aliran yang berbeda (terpapar dari sisi SIKAP)
3. TERORIS : menyikapi perbedaan dengan tindakan
pemusnahan, terutama dengan tindakan kekerasan yang
melampui batas (terpapar dari Sisi TINDAKAN)
Dokumentasi Alvara Institute, 2019
Potensi Sikap Intoleransi Sosial Menguat
(Setara Institue,2016)
Suka/Setuju Tidak
Suka/Tidak
setuju

Tetangga beda suku 59,42 % 39, 75 %

Tetangga Beda agama 54,5% 44, 08%

Rumah ibadah agama lain di 45% 49,50%


lingkungan
TREND INTOLERANSI SARA MENINGKAT
TAHUN JUMLAH PELANGGARAN KETERANGAN

2009 135 kasus Penyerangan tempat ibadah, intimidasi, konflik etnis

2010 265 kasus Penyerangan tempat ibadah, intimidasi, konflik etnis

2011 200 kasus Penyerangan tempat ibadah, intimidasi, konflik etnis

2012 216 kasus Penyerangan tempat ibadah, intimidasi, konflik etnis

2013 244 kasus Penyerangan tempat ibadah, intimidasi, konflik etnis

2014 264 kasus Penyerangan tempat ibadah, intimidasi, konflik etnis

Sumber: Setara Institue, 2016


Sikap Pelajar terhadap Fundamentalisme
Agama
10.00%

39.20%

setuju
tidak setuju
Tidak tahu

50.80%

Saat ini, ada sekitar 10 juta warga Indonesia setuju dengan


konsep negara agama survey LAKiP, 2016)
Radikalisme SARA

Radikalisme SARA;
muncul dari pemahaman
yang tertutup (fanatic)
dan tekstual (kaku) dan
merasa dirinya dan
kelompoknya paling
benar

Dokumentasi Alvara Institute, 2019


Contoh Framing Radikalisme Agama di
Indonesia
01 POLITISASI AGAMA 02 MENGHILANGKAN
Melalui dakwah politik dan KEPERCAYAAN
aksis demonstrasi KEPADA PEMERINATAH
Melalui hinaan, fitnah, dan
hoaks

04 MERUNTUHKAN
03 MEMBUNUH SISTEM DAN
KARAKTER UALAMA PELAKSANA NEGARA
MODERAT
Memproduksi Isu negara
Menuduh sebagai ulama kafir, thogut, ganti dengan
libera, syiah sistem khilafagh

Dokumentasi Alvara Institute, 2019


a. Klaim kebenaran dalam ruang publik
b. Tafsiran teks agama yang dogmatis dan puritan
RADIKALISME AGAMA c. Kesenjangan sosial ekonmi akibat dam[ak pembangunan
SEBAGAI PROBLEM
KEBANGSAAN yang tidak merata
d. Tekanan jumlah penduduk
e. Ancaman segregasi sosial dalam masyarakat

Muncul radikalisasi individual / kelompok

- Ideologi perubahan atau keyakinan teokratis,


- dengan tafsir sempit, miopik, dan sepihak.
- yang secara radikal dan brutal justru disalahgunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan
radikal dan ekstrim.

Perbuatan radikal dan ekstrim inilah yang akhir-akhir ini dinamai dengan teror /
terorisme.
Apa yang harus dilakukan

Politik kebijakan
Pembentukan negara yang
Menghidupkan
kesadaran toleransi memberikan ruang Ketegasan negara
kembali rumah-rumah
dan kerukunan gerak bagi tumbuh dalam menjalankan
‘kebudayaan’ sebagai
melalui sektor kembangnya amanat konstitusi;
rumah dialogis
PENDIDIKAN , kehidupan yang
toleran;
PROBLEM KEBANGSAAN (3)

HOAKS
KONDISI SOSIAL POLITIK KITA DAN
TSUNAMI PERADABAN
Hoaks di tengah suasana kontraproduktif
dalam realitas social politik kita’
Demam kabar burung dan kabar palsu
membuat perpecahan terjadi sampai di
tingkat keluarga, dengan tingkat emosi
yang sangat tinggi (Alissa Wahid, 2019)
Ruang public keindonesiaan kita
didominasi oleh berita bohong (hoaks),
intoleransi social, kekerasan dan politik
kebencian
PARADOKS MASYARAKAT DIGITAL:
Kelimpahanruahan informasi yang tidak
berbanding lurus dengan kedewasaan
masyarakat dalam mengambilo keputusan
(Thomas M Nichols, 2017)
Masyarakat mengalami EPIDEMI
RASIONALITAS : hilangnya penalaran
yang rasional dan pudarnya kesadaran
melakukan verifikasi setiap informasi
Hoaks di Tahun Politik
 Sebanyak 1.731 hoax diidentifikasi oleh Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo)
 Tren penyebaran hoax memang meningkat sejak Agustus
2018 dari 25 konten hoax, tetapi naik menjadi 27 konten
hoax pada September 2018, dan terus naik di angka 75
konten bulan desember 2018 terus meningkat hinggal
April 2019
 Kategori konten hoax yang berhasil diindetifikasi
Kominfo sepanjang Agustus 2018-April 2019
1. Kategori politik: 620 hoax
2. Kategori pemerintahan: 210 hoax
3. Kategori kesehatan: 200 hoax
4. Kategori fitnah: 159 hoax
5. Kategori kejahatan: 113 hoax
6. Isu lainnya : -
 Berasal dari kata ‘hocus’ yang berarti penipu
(Robert Naris, filsuf Inggris)
 Malicous Deception atau Kebohongan yang
dibuat dengan tujuan jahat (Oxford English
Dictionary)
 Berita bohong, sumber tak terpercaya (KBBI)
 Tahun 2006 muncul film berjudul The Hoaxs
yang dibintangi Ricard Gere diambil dari novel
Clifford Irving
 Alan Sokal dalam paper berjudul Transgressing
the Boundaries: Towards a Transformative
Hermeneutics of Quantum Gravity yang dimuat
pada Social Text edisi ke-46/47 Spring-Summer
1996, jurnal ternama di Amerika Serikat Alan
Sokal seorang profesor fisika di New York
University dan profesor matematika di
University College London.
Ciri-Ciri Hoaks
1) Menciptakan kecemasan kebencian dan permusuhan
2) Sumber tidak jelas, tidak ada yang dapat dimintai pertanggungjawaban, dan klarifikasi
3) pesan sepihak, menyerang dan tidak netral, berat sebelah
4) mencatut tokoh berpengaruh
5) memanfaatkan fanatisme atas nama ideology, agama dan suara rakyat
6) judulnya provokatif dan tidak sesuai dengan isinya
7) Minta supaya di share atau diviralkan
8) Menggunakan data dan argument yang teknis agar terlihat ilmiah
9) Menyembuyikan data dan fakta sesungguhnya, dan memanipulasi keduanya
10) Memanipulasi foto dan keterangan
Beberapa faktor pelaku penyebaran hoaks diantaranya:
(1) artikel berita menarik akan menjadi viral di media termasuk media sosial. Hal ini
akan menarik bagi iklan dan penyedia berita sehingga mendatangkan keuntungan dari
situs asalnya.
(2) Penyedia berita hoaks berusaha untuk mendukung ideologi dan menyerang
kelompok rival.
Tujuannya:
(1) mencipta distrust
(2) menciptakan kebencian satu sama lain;
(3) menciptakan situasi konflik dan permusuhan
Sementara itu, faktor kemunculan hoaks melalui media sosial didasarkan pada
beberapa faktor (Ruri Rosmalinda 2017) yakni:
1. Kemudahan bagi masayarakat dalam memiliki alat komunikasi yang modern dan
murah, dalam hal ini adalah penggunaan smartphone sebagai media pencarian
informasi.
2. Masyarakat mudah terpengaruh oleh isu-isu yang belum jelas tanpa melakukan
verifikasi atau konfirmasi kebenaran informasi/berita tersebut, sehingga langsung
melakukan tindakan share informasi yang belum jelas kebenarannya
3. Kurangnya minat membaca, sehingga ada kecenderungan membahas berita tidak
berdasarkan data akurat, hanya mengandalkan daya ingat atau sumber yang tidak
jelas.
Dampak negative hoaks dan ujaran kebencian diantaranya:
1. Merugikan masyarakat, karena berita-berita hoaks berisi
kebohongan besar dan fitnah.
2. Memecah belah publik, baik mengatasnamakan kepentingan
politik maupun organisasi agama tertentu.
3. Memengaruhi opini publik karena hoaks merupakan provokasi.
4. Berita-berita hoaks sengaja dibuat untuk kepentingan
mendiskreditkan salah satu pihak sehingga bisa mengakibatkan
adu domba terhadap sesama umat maupun dengan kelompok
yang lain.
Hoaks dalam Kondisi Masyarakat kita
 Efek post-truth di era Disrupsi Teknologi Informasi; suatu ‘kebenaran era zaman now”
yang disuling tidak dari fakta empiris, rasional, tetapi dari ‘imajinasi’ dan ‘fantasi’
yang mengendalikan perasaan dan emosi public (Kemal Pasha, Kompas, 25/6/2019)
 Kemampuan Berpikiri KRITIS dan tingkat LITERASI yang rendah;
 Masyarakat Indonesia yang socio-centric (Haidt, 2012), dimana konformitas kelompok
dan struktur social menjaid hal yang penting;
 Secara kultural, masyarakat Indonesia suka hidup berkelompok dan berkomunikasi
melalui luring maupun daring. IMPLIKASINYA: gagasan dan apapun mudah tersebar,
apalagi kabar menyesatkan akan lebih mudah menyebar daripada kebenaran (Alissa
Wahid, Kompas, 16/6/2019)
 TRAGISNYA: era ini membuat masyarakat dalam kelompok itu mudah terhubung satu
sama lain, sehingga mudah menjadi SEKUTU sekaligus SETERU dalam pilihan
informasi yang dihasilkan.
Hoaks dan Krisis Kewargaan Kita
 Polarisasi dalam masyarakat akibat hoaks –
menjadi SEKUTU atau SETERU- cerminan dari
gagalnya politik kewargaan kita,
 POLITIK KEWARGAAN adalah suatu aktivitas
politik yang menginisiasikan terbentuknya
masyarakat sipil yang memiliki komitmen
bersama membangun suatu nation-state yang
bernama Indonesia
 POLITIK KEWARGAAN diarahkan pada
kemampuan membentuk masyarakat warga
dengan berbagai kompleksitas Keindonesiaan
yang plural
Solusi
1. Melek literasi, utamanya literasi teks, literasi digital
2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan rasional
3. Menggunakan prinsip berpikir yang mengedepankan ASAS
KEBENARAN, ASAS KEBAIKAN dan ASAS
KEMANFAATAN
Prinsipnya: sebuah informasi harus dilihat aspek kebenarannya,
kebaikan dari informasi tersebut, sekaligus juga aspek kemanfaatan.
Jika salah satu hilang, maka jangan tergesa untuk disebarluasakan
PROBLEM KEBANGSAAN 4
KORUPSI
Korupsi
• Menurut UU NO.31/1999 jo UU No.20/2001, istilah Korupsi mengacu pada:
(1) Perbuatan Melawan hukum, memperkaya diri
orang/badan lain yang merugikan keuangan atau perekonomian negara (pasal 2)
(2) Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan
keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 3)
(3) Kelompok delik penyuapan (pasal 5,6, dan 11)
(4) Delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8,9, 10)
(5) Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12)
6) Delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal (7) Delik gratifikasi (pasal 12B dan
12C)
Perspektif Sosial Kebudayaan:

• Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) dengan dampak buruk
yang luar biasa pula.

• Korupsi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk pada


hampir seluruh sendi kehidupan.
PENDIDIKAN ANTI-KORUPSI

Dampak Korupsi

perbedaan yang ada


di depan mata & tanpa jarak

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
Korupsi berdampak bagi kian sulitnya anak-anak mendapatkan fasilitas pendidikan
memadai
Korupsi memberikan dampak bagi masyarakat terpencil mendapatkan akses
infrastruktur yang berkeadilan, seperti jalan yang layak dan jembatan penyeberangan
yang baik
Haryatmoko (2003:125-140) aspek-aspek yang membuat korupsi kian masif;

1. Banalitas Korupsi, karena banyak orang


melakukannya, seakan menjadi wajar dan biasa;
2. Mekanisme ‘silih’, ketika sebagian hasil korupsi
tidak dinikmati sendiri, bisa juga disumbangkan
ke lembaga-lembaga agama, lalu merasa bersih;
3. Mekanisme ‘mantra politik’ (Baudrillard)
4. Momen reformasi tidak dipakai sebagai
kesempatan ‘menghujat’ koruptor
Indikasi Negara Gagal
Survey dari
The Fund for
Peace yang • (Banalitas) Korupsi,
menempatkan • Kekerasan terhadap
peringkat ke-
minoritas, dan
64 dari 177
negara sebagai • ketidakmampuan mengelola
negara yang wilayah Indonesia secara
potensial berkeadilan.
gagal.
Indikatornya :
Faktor-Faktor Penyebab Korupsi
1. Lemahnya pengawasan negara
2. Pergeseran orientasi hidup elit kekuasaan
3. Krisis keteladanan gaya hidup
4. Lemahnya sanksi hukum maupun social kepada
pelaku korupsi
Solusi
1. Penegakan kepastian hukum
2. Penguatkan karakter tanggungjawab kepada warga negara
3. Peningkatkan kepedulian warga terhadap fenomena korupsi
di lingkungan sekitar
4. Pendidikan anti korupsi sejak dini melalui penanaman nilai-
nilai karakter sejak kecil
Terima Kasih
foto: anakbersinar.com

Anda mungkin juga menyukai