Anda di halaman 1dari 49

Keperawatan

Kritis
Syok Hipovolemik
Dosen Pembimbing :
Dr. Padoli, SKp., M.Kes.
Kelompok 3
1. Aura Lintang Pembayun (P27820720008) Reguler A
2. Emillia Chandra Lestari (P27820720015) Reguler A
3. Khoirun Nisa’ Habiballah (P27820720024) Reguler A
4. Mochammad Wildanil Ulya (P27820720028) Reguler A
5. Vinianggraini Rizkia Khasanah (P27820720044) Reguler A
6. Amelia Nur Indah Sari (P27820720051) Reguler B
7. Dwi Eny Aprilia (P27820720059) Reguler B
8. Faisal Zainuddin Zaki (P27820720063) Reguler B
9. Nada Bulan Pertiwi (P27820720075) Reguler B
10. Viona Putri Trisnawati (P27820720089) Reguler B
01
Cairan
Dalam Tubuh
Air merupakan komponen terbesar dari tubuh manusia.
Persentase cairan tubuh tergantung pada usia, jenis
kelamin, dan derajat status gizi seseorang. Fungsi dari Distribusi Laki-Laki Perempuan Bayi
cairan antara lain : Cairan Dewasa Dewasa
1. Sarana untuk mengangkut zat-zat makanan ke sel-sel Total air tubuh 60 50 75
2. Mengeluarkan buangan-buangan sel (metabolit) (%)
3. Membantu dalam metabolisme sel
4. Sebagai pelarut untuk elektrolit dan non elektrolit Intraseluler 40 30 40
5. Membantu memelihara suhu tubuh
Ekstraseluler 20 20 35
6. Membantu pencernaan
• Plasma 5 5 5
7. Mempermudah eliminasi • Interstisial 15 15 30
8. Mengangkut zat-zat seperti hormone, enzim.

Distribusi dan komposisi cairan dalam tubuh


Seluruh cairan tubuh tersebut secara garis besar terbagi ke dalam 2 kompartemen, yaitu
1. Cairan intraselular
Pada orang dewasa, sekitar 2/3 dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular.
Sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.
2. Cairan ekstraselular
Jumlah relatif cairan ekstraselular menurun seiring dengan bertambahnya usia, yaitu sampai
sekitar sepertiga dari volume total pada dewasa. Cairan ekstraselular terbagi menjadi :

Cairan interstitial

Cairan intravascular (plasma)


Secara garis besar, cairan intravena dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Cairan Kristaloid
Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida). Kristaloid tidak
mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas dalam ruang intravascular dengan
waktu paruh kristaloid di intravascular adalah 20-30 menit. Beberapa peneliti
merekomendasikan untuk setiap 1 liter darah, diberikan 3 liter kristaloid isotonik. Kristaloid
murah, mudah dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi imun (Butterworth JF, Mackey DC, 2013)
Ada 3 jenis tonisitas kritaloid, diantaranya :
Isotonis : Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah elektrolit plasma, disebut sebagai
“isotonik” (iso, sama; tonik, konsentrasi). Keuntungan dari cairan kristaloid adalah murah, mudah
didapat, mudah penyimpanannya, bebas reaksi, dapat segera dipakai untuk mengatasi deficit volume
sirkulasi, menurunkan viskositas darah. Efek sampingnya adalah terjadinya edema perifer dan
edema paru pada jumlah pemberian yang besar.

Contoh larutan kristaloid isotonis : Ringer Laktat,


Normal Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% in ¼NS.
(Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, 2015)2)
Hipertonis : Jika kristaloid berisi lebih elektrolit dari plasma tubuh, itu lebih terkonsentrasi dan disebut sebagai
“hipertonik” (hiper, tinggi, tonik, konsentrasi). Administrasi dari kristaloid hipertonik menyebabkan cairan
tersebut akan menarik cairan dari sel ke ruang intravascular. Efek larutan garam hipertonik lain adalah
meningkatkan curah jantung bukan hanya karena perbaikan preload. Efek sampingnya adalah hypernatremia dan
hiperkloremia. Contoh larutan kristaloid hipertonis: Dextrose 5% dalam ½ Normal Saline, Dextrose 5% dalam
Normal Saline, Saline 3%, Saline 5%, dan Dextrose 5% dalam RL.(Hans, 2012)

Hipotonis : Ketika kristaloid mengandung elektrolit lebih sedikit dari plasma dan kurang
terkonsentrasi, disebut sebagai “hipotonik” (hipo, rendah; tonik, konsentrasi). Ketika cairan hipotonis
diberikan, cairan dengan cepat akan berpindah dari intravascular kesel. Contoh larutan kristaloid
hipotonis: Dextrose 5% dalam air, ½ Normal Saline. (Butterworth JF, Mackey DC, 2013)
Pengelompokan cairan kristaloid
TONISITAS NAMA CAIRAN KOMPOSISI INDIKASI CATATAN

Isotonis Normal saline (NaCl Na+ = 154 Resusitasi cairan, diare, luka bakar, gagal ginjal akut, Risiko terjadinya oedema paru (dalam jumlah besar)
0,9%) Cl = 154
-
asidosis diabetikum
Ringer laktat Na+ = 130-140, K+ = 4-5, Ca2+ = 2-3, Cl- Dehidrasi, syok hipovolemik, syok perdarahan, asidosis Hanya di metabolisme di hepar. Dapat menyebabkan
=109-110, BE = 28-30, Laktat = 28 metabolic, suplai ion bikarbonat hiperkloremia dan asidosis metabolic akibat
akumulasi laktat

Glucose 5% Glukosa = 50 gr/L Hidrasi selama dan sesudah operasi, rumatan perioperative, Kontraindikasi untuk hiperglikemia
restriksi natrium
Ringerfundin Na = 145, K = 4, Ca = 5, Mg = 2, Dehidrasi
+ + 2+ 2+
isotonis, DHF, kasus braintrauma, syok
Cl = 109, Acetat = 24, Maleat = 5
-
hemoragik
Hipotonis Ringer Asetat Na = 130, K = 4, Ca = 2, Cl = 108, Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi Dapat memperburuk edema serebral
+ + 2+ -

Acetat = 28 diare, DHF, luka bakar, syok hemoragik, trauma

NaCl 0,45% Na+ = 77, Cl- = 77 Pasien dengan retraksi natrium Rawan oedema anasarka
Hipertonis Glukosa 10% Glukosa = 100 gr/l Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita Risiko hiperglikemia
diabetic, kanker, sepsis, dan defisiensi protein

NaCl 3% Na+ = 513, Cl- = 513 Koreksi natrium


Mannitol 20% Glukosa = 200 gr/l Diuretic sistemik pada kasus serebral edema (menurun
TIK), sindrom TURP, menurunkan TIO pada glaukoma
2. Cairan Koloid
Cairan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik
yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler. Koloid
digunakan untuk resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan berat seperti pada syok
hipovolemik/hermorhagik sebelum diberikan transfusi darah, pada penderita dengan
hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein jumlah besar (misalnya pada luka bakar). Kerugian
dari plasma expander’ ini yaitu harganya yang mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match. (Stoelting RK, Rathmell JP,
Flood P, 2015)
02
Definisi
Syok
Hipovolemik
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolic dengan ditandai kegagalan system
sirkulasi untuk mempertahankan perfusi dan oksigenasi yang adekuat
ke organ-organ vital tubuh akibat gangguan hemostatis tubuh yang
serius (Hardisman, 2014)
Hypovolemic shock atau syok hipovolemik adalah kondisi gawat darurat akibat hilangnya darah
atau cairan tubuh dalam jumlah besar, sehingga jantung tidak bisa memompa cukup darah ke
seluruh tubuh. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma yang
menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan dehidrasi
berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok hipovolemik yang
paling sering ditemukan disebabkan oleh perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga
dengan syok hemoragik.
03
Epidemiologi
Syok Hipovolemik
Epidemiologi Syok Hipovolemik

Angka insidensi syok hipovolemik secara global termasuk tinggi sekitar


50.000 kasus pertahun. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Nasional tahun 2018 di Indonesia angka kematian penderita hypovolemic
shock akibat Demam Berdarah dengan ranjatan (dengue shock syndrome)
yang disertai dengan perdarahan yaitu berkisar 56 sampai 66 jiwa.
Epidemiologi Syok Hipovolemik
Menurut WHO, penyebab syok hipovolemik tertinggi pada anak-
anak di negara berkembang adalah diare.

11
2,4%
%
Angka diare pada balita di Angka diare pada balita di
Indonesia tahun 2018 Indonesia tahun 2018
04
Etiologi
Syok
Hipovolemik
Perdarahan Trauma hebat pada organ
Penyebab
hebat tubuh atau fraktur yang Perpindahan cairan
(hemoragik) yang disertai dengan luka Akibat (ekstravasasi) ke
ataupun luka langsung ruang tubuh non
pada pembuluh arteri fungsional.
utama.
Syok
hipovolemik

Luka bakar dan diare berat, Pengiriman


Dehidrasi Penyebab peningkatan kebutuhan oksigen dan
Akibat
berat cairan tubuh (demam, suhu nutrisi ke sel
(non hemoragik) lingkungan yang tinggi, dan tidak
aktivitas ekstrim). adekuat.
05
Patofisologi
Syok Hipovolemik
Syok Hypovolemik
adanya kehilangan cairan baik
dari internal maupun eksternal
dengan ketidakadekuatan
intake cairan ke tubuh (tanpa
ya adanya perdarahan).
n
ab
y eb
P en

hipertermi, muntah atau diare persisten, masalah pada ginjal.


Penyerapan sejumlah besar cairan ke dalam abdomen dapat menjadi
penyebab utama berkurangnya sirkulasi volume plasma.
• Terjadi karena adanya perdarahan pada pembuluh darah besar seperti perdarahan
Syok gastrointestinal, aneurisma aorta, atonia uteri, perdarahan pada telinga, hidung,
Hemoragik tenggorokan.

• Biasanya terjadi karena ada cedera seperti kecelakaan dan jatuh dari ketinggian.
Syok Perdarahan difus, hipotermia (< 340C) dan asidosis merupakan tanda yang
Hypovolemia mengancam jiwa (Gänsslen et al., 2016).
Traumatic • Cedera pada jaringan lunak menyebabkan peradangan post akut, sehingga
semakin menguatkan proses dari terjadinya syok (Standl et al., 2018).

• Terjadi karena luka bakar yang luas, luka bakar kimiawi, dan luka pada kulit bagian
dalam.
Syok • Trauma yang terjadi juga mengaktivasi koagulasi dan sistem imun, dan memungkinkan
Hemoragik perburukan pada makro-mikro sirkulasi.
Traumatic • Reaksi peradangan menyebabkan kerusakan pada endothelium, meningkatkan sindrom
kebocoran kapiler, dan beberapa karena koagulopati (Standl et al., 2018).
Secara patologis peningkatan hematokrit,
leukosit dan trombosit dapat merusak
sifat reologi darah dan dapat merusak
organ secara persisten walaupun pasien
telah mendapatkan terapi untuk syok.
06
Fase
Syok
Dalam sirkulasi darah terdapat :
• Cardiac output (CO), yaitu volume darah yang dipompa jantung dalam 1 menit.
• Stroke volume (SV), adalah volume darah yang dipompa jantung tiap 1 kali pompaan.
• Heart rate (HR), yaitu denyut jantung per menit.

Contoh :
CO = HR x SV 5000 = 60 x 85
• Bila SV turun, maka HR harus ditingkatkan agar capaian CO yang CO = HR x SV
didapatkan sama (fase kompensasi)

CO = HR x SV 5000 = 100 x 50
• HR hanya mampu berkompensasi naik hingga 3x lipat. SV hanya bisa naik 20-
30% (fase progresif).

• Bila tidak ditangani dengan baik maka akan masuk ke fase irreversible ditandai
dengan kerusakan sel yang luas dan anoksia jaringan. Jika di jantung dapat
mengakibatkan cardiac arrest
07
Klasifikasi
Syok
Hipovolemik
Berdasarkan Tingkat Keparahan Perdarahan
DERAJAT SYOK KLAS I KLAS II KLAS III KLAS IV

< 750 750. - 1500 1500.– 2000 > 2000


Kehilangan darah/cc

< 15 15 - 30 30 - 40 > 40
Darah hilang/%EBV

Nadi < 100 > 100 > 120 > 140


Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan darah

Normal; meningkat Menurun Menurun Menurun


Tekanan nadi

Respirasi 14 - 20 20 - 30 30 - 40 > 35
> 30 20 - 30 5 - 15 Tidak ada
Produksi urine (cc/jam)

Agak gelisah Gelisah Gelisah dan bingung Bingng dan latergi


Kesadaran

Cairan pengganti
Kristaloid Kristaloid Kristaloid + darah Kristaloid + darah
(Rumus 3 : 1)
Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15% atau < 750 cc)

• Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.


• Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.
• Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%

Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30% atau 750-1500 cc)

• Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan


tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan.
• Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan
darah diastolik.
Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40% atau 1500-2000 cc)

• Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan
perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.
• Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan darah
yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.
• Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah
seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.

Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40% atau >2000 cc)

• Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi


menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang
keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
08
Klasifikasi
Syok Hipovolemik
Berdasarkan Tingkat Dehidrasi
Simptom Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berat
% kehilangan air 3-5 % dari BB 6-9 % dari BB >10 % dari BB
Kesadaran Baik Normal, lelah Apatis, letargi, tidak sadar

Denyut jantung Normal Normal-meningkat Takikardi, bradikardi pada


kasus berat
Kekuatan nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tidak teraba

Pernafasan Normal Normal-cepat Dalam


Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Turgor kulit CRT < 2 detik CRT 2-4 detik CRT > 2 detik
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Output urine Normal Berkurang Minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, sianosis
Identifikasi
Luas
Luka Bakar
09
Prognosis
Syok Hipovolemik
Pada umunya syok hipovolemik dapat menyebabkan kematian meskipun sudah
diberikan penanganan medis. Factor usia juga merupakan factor yang
memengaruhi syok hipovolemik, biasanya orang-orang yang sudah lanjut usia jika
mengalami syok hipovolemik akan sulit untuk ditangani dan disembuhkan.

Syok hipovolemik dapat disembuhkan jika segera 1. Banyaknya darah yang


hilang
diberikan penanganan atau tindakan meskipun tidak 2. Kecepatan penggantian
menutup kemungkinan dapat menyebabkan kematian cairan tubuh
3. Kondisi kesehatannya
terhadap orang tersebut. Syok hipovolemik biasanya 4. Penyakit atau luka yang
tergantung dari hal-hal berikut : menyebabkan perdarahan
10
Komplikasi
Syok
Hipovolemik
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
01

02 Nekrosis tubuler
akut 03 Koagulasi
intravaskuler
diseminata (DIC)

04 Hipoksia serebral
05 Kematian
11
Pemeriksaan
Diagnostik
Syok Hipovolemik
Pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosis syok
(Kowalak, 2011) yaitu :

01 03

Pemeriksaan
Nilai hematokrit 02 04
laboratorium
Pemeriksaan Analisis gas
koagulasi darah arteri
a. Nilai hematokrit dapat menurun pada perdarahan atau meninggi pada jenis syok lain yang
disebabkan hypovolemia.

b. Pemeriksaan koagulasi dapat mendeteksi koagulopati akibat DIC (Diseminata Intravascular


Coagulation).

c. Pemeriksaan laboratorium dapat mengungkapkan kenaikan jumlah sel darah putih dan laju
endap darah yang disebabkan cedera dan inflamasi, kenaikan kadar ureum dan kreatinin akibat
penurunan perfusi renal, peningkatan serum laktat yang terjadi sekunder karena metabolism
anaerob.

d. Analisis gas darah arteri dapat mengungkapkan alkalosis respiratorik pada syok dalam stadium
dini yang berkaitan dengan takipnea, asidosis respiratorik pada stadium selanjutnya yang
berkaitan dengan depresi pernapasan, dan asidosis metabolic.
12
Penanganan
Syok Hipovolemik
Berdasarkan Algoritma
Penatalaksanaan syok hipovolemik tidak terlepas dari penerapan
algoritma ABC, dimana perawat gawat darurat berperan untuk menangani
gangguan airway, breathing dan circulation segera.

Masalah paling mendasar pada syok hipovolemik adalah gangguan


sirkulasi yang akan menyebabkan kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga
metabolisme sel akan terganggu. Dalam keadaan volume intravaskuler yang
berkurang, tubuh berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung
dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit.

Pemberian resusitasi cairan dengan jenis dan jumlah yang tepat dan cepat
diharapkan dapat meningkatkan status sirkulasi. Dikarenakan terapi cairan dapat
meningkatkan aliran pembuluh darah dan meningkatkan cardiac output yang merupakan
bagian terpenting dalam penanganan syok.
Penatalaksanaan terapi cairan karena perdarahan. Terdapat 2 versi penangan yaitu :
A. High Volume Fluid Resuscitation (3 : 1)
Maksud dari 3 : 1 yaitu 1 cc darah yang hilang sebanding dengan penggantian cairan
kristaloid 3 cc. Langkah-langkahnya :
1) Tentukan Estimated Blood Volume (EBV)
EBV = 70 ml x BB (kg)
2) Tentukan kelas syok berdasarkan tanda/gejala untuk mengetahui persentase kehilangan darah
3) Tentukan Estimated Blood Loss (EBL)
EBL = Persentase x EBV
Resusitasi yang diberikan : 2-4 x EBL atau 3 x EBL
4) Lanjutkan pemberian maintenance yaitu 40 cc/BB
B. Terapi cairan pada perdarahan dengan permissive hypotensive
1) Lakukan pemberian cairan infus secara cepat jika nadi radialis tidak teraba. Pemberian awal
500 – 1000 cc hingga nadi radialis teraba atau TDS > 80 mmHg
2) Lanjutkan pemberian cairan infus maintenance yaitu 40 cc/kgBB
Penatalaksanaan terapi cairan karena dehidrasi yaitu :
1) Nilai status rehidrasi, banyak cairan yang diberikan yaitu
D = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
2) Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (pada dewasa 40 cc/kgBB/24 jam)
3) Pemberian cairan menurut Guillot :
 6 jam I = ½ D + ½ M
 18 jam II = ½ D + ½ M
Contoh kasus :
Pria usia 20 tahun dengan BB 50 kg mengalami GEA + VOMITING, pasien mengeluh agak
lemas, vital sign masih dalam batas normal (dehidrasi sedang). Berapa cairan yang
diperlukan ?
Jawab :
Defisit (D) = 8% x 50 x 1000 = 4000 ml
Maintenance (M) = 40 x 50 = 2000 ml
Sehingga untuk 6 jam I dilakukan pemberian cairan sebanyak 3000 ml, dilanjut 18 jam II
diberikan cairan sebanyak 3000 ml.
Penatalaksanaan terapi cairan karena luka bakar yaitu :
Luas luka bakar x BB x 4
Rumus diatas dicetuskan oleh Baxter. Cairan diberikan setengah terlebih dahulu dalam 8
jam pertama, setelah itu dilanjutkan setengah cairan lagi pada 16 jam berikutnya.
Contoh kasus :
Pria usia 35 tahun dengan BB 50 kg terkena luka bakar di daerah lengan kiri depan dan
belakang, dada dan perut pada jam 03.00 WIB. Sampai di rumah sakit pada pukul 06.00
WIB. Bagaimana dan berapa cairan yang diberikan ?
Jawab :
Luas luka bakar = 4,5 + 4,5 + 9 + 9 = 27%
Jumlah cairan yang dibutuhkan : 27 x 50 x 4 = 5400 ml
Cara pemberian :
8 jam pertama (03.00 – 11.00) diberikan cairan infus 2700 ml
 16 jam berikutnya diberikan cairan infus 2700 ml
Terdapat beberapa tambahan dalam pemberian cairan, yaitu :

1) Jangan memberikan minum kepada


penderita yang tidak sadar, mual-mual,
muntah, atau kejang karena bahaya
3) Buat pasien merasa nyaman dan
terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
hangat, hal ini dilakulan agar mencegah
hipotermia pada pasien.
2) Penderita hanya boleh minum bila
penderita sadar betul dan tidak ada
4) Bila ditemukan adanya cedera pada
indikasi kontra. Pemberian minum
kepala, leher atau punggung jangan
harus dihentikan bila penderita menjadi
memindahkan posisinya.
mual atau muntah.
Lanjutan

5) Apabila tampak adanya perdarahan eksternal maka segera lakukan penekanan pada lokasi
perdarahan dengan menggunakan kain atau handuk, hal ini dilakukan untuk meminimalisir
volume darah yang terbuang. Jika dirasa perlu kain atau handuk dapat diikatkan
6) Jika ditemukan benda tajam masih menancap pada tubuh penderita jangan dicabut hal ini
ditakutkan akan menyebabkan perdarahan hebat
7) Jika adanya cedera pada kepala atau leher saat akana dinaikan menuju ambulan berulah
penyangga khusus terlebih dahulu.
Respon Resusitasi Cairan
Minimal or No
Rapid Response Transient Response
Response
Vital signs Return to normal Transient improvement, recurrence Remain abnormal
of decreased blood pressure and
increased heart rate

Estimated blood Minimal (10-20%) Moderate and ongoing (20-40%) Secere (>40%)
loss
Need for more Low Low to moderate Moderate as a bridge to
crystalloid transfusion
Need for blood Low Moderate to high Immediate
Blood preparation Type and Type-specific Emergency blood release
crossmatch
Need for operative Possibly Likely Highly likely
intervention
Daftar Pustaka

Antara, I Wayan Susa. 2021. Analisa Asuhan Keperawatan dengan Terapi Posisi Passive Leg Raising
(PLR) dalam Meningkatkan Tekanan Darah pada Tn.S yang Mengalami Syok Hipovolemik di
Ruang IGD RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun 2021. Diploma Thesis, Poltekkes Kemenkes
Denpasar.
Sari, Dina. 2019. Pengelolaan Pasien Syok Hipovolemik dengan Pemberian Resusitasi Cairan di IGD
RSUD Tugurejo Semarang. Skripsi. Program Studi Profesi Ners. Poltekkes Kemenkes Semarang.
Ganesha, I, Ketut, I. 2016. Hypovolemic Shock. Faculty of Medicine. Udayana University.
Leksana, Ery. 2015. Dehidrasi dan Syok. CDK, 42 (5), 391-394.
Khrisna, I. 2017. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Fakultas Kedokteran. Universitas Udayana.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai