Anda di halaman 1dari 16

Modul 5. KB.

3
Pendekatan Kontekstual
dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia & Sastra Indonesia
Di Susun Oleh:
1) Akhmad Dedi Wahyudi (858798764)
2) Akhmad Aziz (858798829)
3) Afif Yahya Masruri (858798843)
4) Nikken Thia Ayu Savitri (858798868)
5) Qoriatul Hasanah (858798875)
A. Latar Belakang
Dalam pendidikan, sekolah haruslah mengembangkan semua potensi
yang ada di sekolah itu. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama
antara sekolah, orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Semua itu
dilakukan semata- mata agar hasil belajar siswa menjadi lebih baik, lebih
bermakna, lebih tahan lama, lebih sesuai dengan lingkungannya, dan
sebagainya.

Salah satu pembaharuan dalam pendidikan, khususnya dalam


pembelajaran bahasa adalah dikenalkannya konsep pembelajaran
kontekstual. Dalam aplikasinya, guru haruslah mengajarkan siswa-
siswanya dengan berlandaskan konteks. Selain itu, Contextual teaching
and learning (CTL) yang diadaptasi atau bahkan diadopsi dari negara-
negara maju, khususnya Amerika Serikat.
B. Landasan Teori
Terdapat dua teori atau pandangan yang melatarbelakangi munculnya pembelajaran
kontekstual, yakni (1) filsafat progresivisme, dan (2) teori kognitif.
Pembelajaran kontekstual berakar pada filsafat progresivisme John Dewey, seorang
filsuf Amerika Serikat. Pokok- pokok pandangan progresivisme, seperti dirangkum secara
sekilas oleh Nurhadi (2003:8) adalah sebagai berikut.
1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksi sendiri
pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru.
2. Anak harus bebas agar dapat berkembang wajar.
3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
5. Harus ada kerja sama antara sekolah dan masyarakat.
6.Sekolah progresif merupakan eksperimen. laboratorium untuk melakukan eksperimen.
Selain teori progresivisme, teori yang melatarbelakangi
pembelajaran kontekstual adalah teori kognitif (Nurhadi,
2003:8). Dalam pandangan teori kognitif, siswa akan belajar
dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala
kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri.
Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang mereka
ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Siswa tidak harus
menghasilkan fakta-fakta. Sebaliknya, siswa lebih diarahkan
membentuk pengetahuan atau mengkonstruksi sendiri di dalam
otak mereka sendiri.
Pengertian Pembelajaran
C. Kontekstual
Pembelajaran kontekstual menurut Jonhson (Nurhadi,2003:
12) adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu
siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka
pelajari dengan cara menghubungkannya pada kehidupan
sehari-hari. Yaitu dengan konteks lingkungan pribadi, sosial,
dan budanyanya.
Pembelajaran Kontekstual menurut The Washington State Consortium for Contextual Teaching
and Learning ( Nurhadi, 2003) dirumuskan menjadi 3 istilah yaitu :

1. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat,


memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar
sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata.
2. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan
dengan merujuk pada masalah –masalah nyata yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung
jawab mereka sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, siswa, dan selaku pekerja.
3. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan berpikir tingkat tinggi, transfer
pengetahuan melalui disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis, dan menyintesiskan
informasi dan data dar berbagai sumber dan sudut pandang.
4. Sehingga dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwasannya pengajaran dan pembelajaran
kontekstual adalah proses belajar mengajar yang erat kaitannya dengan pengalaman yang
nyata.
Komponen Pendekatan
D.
Kontekstual
Terdapat 7 komponen pendekatan utama dalam pendekatan
kontekstual, yaitu :
1. Konstruktivisme (constructivism)
2. Bertanya (questioning)
3. Inkuiri (inquiry)
4. Masyarakat Belajar (learning community)
5. Permodelan (modelling)
6. Refleksi (reflection)
7. Asesmen Autentik (Authentic Assessment )
1.Konstruktivisme(constructivism) 2. Bertanya (questioning)

Pengetahuan haruslah dibangun Bertanya dalam pembelajaran

oleh manusia sedikit demi sedikit yang dipandang sebagai kegiatan guru untuk

hasilnya diperluas melalui konteks yang mendorong, membimbing, dan menilai

terbatas dan tidak sekonyong-konyong kemampuan berpikir siswa, juga dapat

(Suyanto, 2002:5). Siswa harus membantu siswa dalam menggali

menemukan dan metransformasikan informasi, mengonfirmasikan apa yang

suatu informasi kompleks kesituasi lain, sudah diketahui, serta mengarahkan

dan apabila dikehendaki informasi itu perhatian pada aspek yang mereka belum

menjadi milik mereka sendiri. pahami.


3. Inkuiri (inquiry)
Inkuiri bisa diartikan kemampuan siswa
dalam mencari, dalam hal ini siswa
diharapkan mampu untuk menggali atau
menemukan sendiri informasi melalui 5. Permodelan (modelling)
langkah-langkah tertentu. Sebuah pembelajaran sebaiknya harus
menyediakan “apa yang dapat ditiru”.
4. Masyarakat Belajar (learning Model dapat berasal dari siswa yang
community) sudah tahu, guru, atau dari orang-orang
Belajar pada hakikatnya adalah gotong - diluar sekolah. Guru bahasa dan sastra
royong. Hasil pembelajaran diperoleh dari Indonesia harus dapat memberi contoh
Kerjasama dengan orang lain, seperti melafalkan bunyi tertentu dapat memberi
sharing antar teman, antar kelompok, contoh cara membacakan puisi, memberi
antara yang didalam kelas, diluar kelas contoh puisi yang baik dll.
dan antara yang bekum tahu dan yang
sudah tahu.
6. Refleksi (reflection) 7. Asesmen Autentik (Authentic
Refleksi bisa diratikan sebagai cara Assessment )

berpikir tentang apa yang sudah dipelajari Asesmen adalah proses pengumpulan

atau sudah dilakukan. Menurut Suyanto berbagai data yang bisa memberikan

(2002:11) melalui refleksi siswa gambaran belajar siswa. Menurut Suyanto

mengendapkan apaya yang bari (Authentic Assesment) hal-hal yang bisa

dipelajarinya sebagai struktur digunakan sebagai dasar asesmen autentik

pengetahuan yang baru yang merupakan meliputi Proyek/Kegiatan, Pekerjaan

pengayaan atau revisi dari pengetahuan rumah, Kuis, Karya siswa,

sebelumnya. Presentasi/penampilan siswa,


Demosntrasi, Laporan, Jurnal, Hasil tes,
Dan karya tulis.
E. Merancang Kelas Bahasa dan Sastra
Dengan Pendekatan Kontekstual
Bagaimanakah merancang dan melaksanakan pembelajaran
bahasa Indonesia menggunakan pendekatan kontekstual itu ?

Menurut Suyanto (2002:14) terdapat 11 kata kunci dalam


pembelajaran kontekstual, yaitu Kerjasama, saling menunjang,
gembira, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi,
menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, suasana kelas
menyenangkan, tidak membosankan, sharing/berbagi dengan teman,
siswa kritis, guru kreatif.
Dari beberapa kata kunci diatas dapat dikemukakan beberapa gambaran tentang
kelas bahasa dan sastra Indonesia dengan pendekatan kontekstual sebagai berikut.

1. Kerjasama dilakukan dengan warga 2. Guru bahasa dan sastra Indonesia harus
sekolah maupun luar sekolah seperti merancang kelas dalam suasana yang
Masyarakat sekitar. Dengan melakukan gembira, menyenangkan dan tidak ada
Kerjasama, pembelajaran akan dapat tekanan. Guru bisa menggunakan media
berjalan dengan maksimal, misalkan pembelajaran yang menarik dan juga
Kerjasama antara guru dengan orang tua dan dapat melakukan kegiatan yang
masyarakat yang ahli atau pandai dalam menyenangkan yang terkait dengan materi
bidang bahasa dan sastra Indonesia dapat pembelajaran seperti bernyanyi, menonton
didatangkan dan dijadikan sumberbelajar video, melakukan permainan dll.
bagi siswa. Hal ini dapat memperkaya
pengetahuan siswa dan juga sebagai cara
guru untuk meningkatkan kompetensinya.
3. Guru bahasa dan sastra Indonesia 4. Kelas bahasa dan sastra Indonesia tidak
selalu merancang pembelajaran secara hanya memanfaatkan sumber belajar yang
terintegrasi. Misalkan dalam Pelajaran ada dikelas, tetapi juga dapat
bahasa dan sastra Indonesia dapat memanfaatkan sumberbelajar yang ada
diintegrasikan dengan Pelajaran lainnya diluar kelas seperti pada materi tentang
seperti IPS dan juga IPA. Seperti pada berwawancara, siswa bisa diajak keluar
pembelajaran tentang menulis puisi kelas untuk mewawancarai tokoh atau
tentang keindahan alam, dapat dirancang orang yang cocok untuk dijadikan
secara integrative dengan Pelajaran IPA. narasumber, atau juga bisa tokoh atau
orang tersebut didatangkan kedalam kelas.
Hal ini dapat membuat pembelajaran
bersifat alamiah, tidak dibuat-buat, tidak
bersifat artifisial.
5. Kelas bahasa dan sastra Indonesia 6. Dalam kelas bahasa dan sastra
mengarahkan siswa untuk mencari Indonesia, guru melakukan asesmen
informasi tentang materi Pelajaran. autentik. Guru lebih fokus kepada proses
Misalnya, siswa diminta untuk mencari mencapai kompetensi daripada hasil
ciri-ciri surat pribadi, menemukan ciri-ciri pencapaiannya. Misalkan, Ketika guru
pantun secara berkelompok. Siswa akan ingi melihat kemampuan siswa dalam
lebih banyak bertanya untuk mengetahui menulis, guru akan melakukan tes menulis
apa yang mereka belum kuasai atau seperti menulis cerita pendek/pengalaman
mereka ketahui. Mereka akan menyadari mereka saat liburan, untuk melihat
bahwa tanpa bertanya mereka tidak akan kemampuan membaca, guru akan
dapat menemukan atau mengetahui melakukan tes berbicara seperti bercerita,
sesuatu. menyampaikan pendapat dll.
7. Dalam kelas bahasa dan sastra
Indonesia selalu diakhiri dengan kegiatan
refleksi untuk melihat kembali apa yang
telah dilakukan oleh guru dan siswa.
Kegiatan ini dilakukan untuk bahan
perenungan tentang apa yang sudah
dipelajari. Dengan cara ini, apa yang
sudah dipelajari anak adalah sesuatu yang
penting dalam proses konstruksinya
sehingga akan bertahan lama.
Terima
Kasih !

Anda mungkin juga menyukai