Anda di halaman 1dari 54

Oleh : Trisno Upoyo,SE.

MM
Universitas Darma Persada
PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN
NILAI–NILAI PANCASILA SEBAGAI
REVOLUSI MENTAL

Masih ingatkah dalam pikiran kita tentang P4


(Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila)
Sejak tahun 2003, berdasarkan Tap MPR
no. I/MPR/2003, 36 butir pedoman
pengamalan Pancasila telah diganti menjadi
45 butir Pancasila. Namun sayangnya tidak
ada kebijakan pemerintah untuk
memasukkanya ke dalam kurikulum
pendidikan ataupun program doktrinasi
lewat media. Sewaktu masih SD,
hampir semua murid harus hafal 36 butir
Pancasila
Setiap pegawai atau karyawan harus ditatar
P4 dengan praktek pemecahan masalah
dengan stimulasi P4dan setiap malam
disuguhkan kebanggaan pada Garuda
Pancasila lewat layar kaca.
Ketika sebuah masyarakat bernegara maka
harus ada persamaan
pikir dan sikapmasyarakat pada negara.
Harus meletakkan setiap egonya pada
prinsip yang telah disepakati bersama
dan menjunjung tinggi prinsip dasar
tersebut demi terciptanya rasa aman
bermasyarakat dan tercapainya tujuan
bernegara yaitu kemakmuran.Prinsip dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah Pancasila yang mengakomodir
dan (harusnya) juga bersifat memaksa
sebagai pandangan hidup semua orang
yang mengaku Bangsa Indonesia.
Dan menjadi sifat dasar bagi semua rakyat
Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Apalagi di era reformasi saat ini pengertian
dan pengamalan Pancasila sebagai idedan
pandangan hidup Bangsa tidak dapat
diremehkan oleh semua warga negara
Indonesia yang saat ini cenderung
memaknai Pancasila hanya sebatas
pemahaman tentang asas dari sila-sila
Pancasila secara statis.
Pengaruh dampak globalisasi dan
perkembangan IT terasa semakin
menurunkan semangat nasionalisme dan
bela negara masyarakat Indonesia.
Hal ini disebabkan oleh adanya sikap yang
makin individualis dan egois yang makin
meninggalkan budaya tradisi asli Indonesia,
ditandai dengan ketidakpekaan dalam
menyaring berbagai informasi mana yang
mencerdaskan dan mana yang
membodohkan masyarakat.
Pancasila dapat dikatakan sebagai wujud
kristalisasi dari kebudayaan bangsa
Indonesia. Ada kesepakatan dalam pendiri
NKRI, bangsa Indonesia
memproklamasikan dengan kedewasaan
yang menginginkan persatuan dan
kesatuan, untuk perdamaian, kesejahteraan
masyarakat di seluruh NKRI
Untuk itumerupakan tugas kita semua untuk
memajukan dan menjaga keutuhan
Kedaulatan NKRI dengan memahami
tentang Pancasila dalam arti Wawasan
Nusantara. Rakyat Indonesia harus saling
menghormati adanya perbedaan suku,
agama, bahasa, adat
istiadat dan budaya sebagai pemersatu
Bangsa.
Rakyat Indonesia juga harus punya harga
diri, jati diri dan jangan sampai mudah di
pecah belah karena adanya keanekaragama
atau perbedaan tersebut.Pancasila dan
UUD 1945 adalah pondasi tegak berdirinya
negara Indonesia.
Kondisi ini terjadi karena perjalanan sejarah
dan kompleksitas keberadaan bangsa
Indonesia seperti keragaman suku, agama,
bahasa daerah, pulau, adat istiadat,
kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh
berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus
dipersatukan.
Rohnya adalah jiwa seluruh rakyat
Indonesia, yang memberi kekuatan hidup
kepada bangsa Indonesia serta
membimbingnya dalam mengejar kehidupan
lahir batin yang makin baik, di dalam
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
sertaberkepribadian luhur.
Apabila pondasinya tiada maka
tamatlah NKRI.
Negara berdiri tanpa pondasi yang kuat
akan mudah ditaklukan (dijajah secara
budaya, ekonomi, ideologi dan politik).
Untuk itu, integrasi dalam kesatuan bangsa
Indonesia adalah pembauran sehingga
menjadi satu kekuatan yang bulat dan utuh
karena heterogenitasnya masyarakat dan
budaya maka perwujudan integrasi nasional
adalah bentuk NKRI dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika.
Untuk itu momentum kepemimpinan
Presiden Jokowi dan JK yang telah
mencanangkan Revolusi Mental harus
dimaknai sebagai momentum menegakkan
kedaulatan bangsa dan jatidiri bangsa
melalui falsafah dan keyakinan bangsa
Indonesia yaitu Pancasila yang diamalkan
sesuai nilai-nilai yang terkandung secara
benar dan baik.
Sudah saatnya segala momentum
keputusan maupun pelaksanaan di
negeri ini harus mengedepankan nilai-nilai
Pancasila, hal ini dikarenakan nilai-nilai
Pancasila merupakan hal yang penting.
Pondasi awal untuk membangun martabat
bangsa. 5 (lima) dasar dalam Pancasila
telah merangkum tujuan dan arah kebijakan
bangsa.
Mental Pemimpin yang Pancasilais adalah
sosok pemimpin yang selalu dengan teguh
mengamalkan sila-sila Pancasila dengan
sempurna, yaitu antara lain:
1.Pemimpin yang memiliki jiwa religi
(sesuai dengan sila pertama Pancasila).
2.Tidak menanamkan permusuhan dengan
lawan-lawannya. Berani membela
kebenaran dan keadilan bersikap toleran
dan terbuka sebagai jalan untuk
mempersatukan semua unsur perbedaan
yang ada(Sesuai dengan sila kedua
Pancasila).
3.Mampu menempatkan persatuan,
kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai
kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.(sesuai dengan sila
ketiga Pancasila).
4.Mengutamakan musyawarah dalam
mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.Bijak dalam pengambilan
keputusandandapat dipertanggung
jawabkan secara moral kepada Tuhan Yan
Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama
(sesuai dengan sila keempat Pancasila)
5.Suka bekerja keras, melakukan kegiatan
dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial tidak terlalu
berambisi mengejar jabatan dan kekayaan
demi kepentingan pribadidanselalu
menanamkan jiwa-jiwa keadilan dalam
setiap aspeknya(Sesuai dengan sila kelima
Pancasila).
Setiap pemimpin bangsa Indonesia
tentu harus memiliki dan mengamalkan
nilai dalam butir-butir pancasila tersebut
dengan baik. Karena Pancasila
bukanlah pajangan semata, pelajaran
anak-anak sekolah tanpa makna.
Tetapi Pancasila merupakan dasar negara
kita, dasar dalam membangun NKRI yang
berdaulat yang harus hidup pada jiwa setiap
rakyat dan bangsa Indonesia. Bukan pilar
yang mudah dirobohkan, Pancasila adalah roh
dan jiwa bagi setiap orang Indonesia.
Untuk itu, nilai-nilai Pancasila sangat
diharapkan mampu menyadarkan dan
mengembalikan nurani kita dan akal cerdas
kita guna secarasadar dan jujur
mengamalkan butir-butir Pancasila.
Bangsa Indonesia harus kembali berjaya
seperti cita-cita para pendiri bangsa dan
seluruh rakyat Indonesia.
Dan sekarang saatnya seluruh komponen
bangsa Indonesia harus membenahi dan
menciptakan segala norma dan peraturan
yang sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung di dalam Pancasila. Semoga para
pemimpin Indonesia berjalan pada jalur yang
benar, jujur dan bermartabat
Mari Kita tegakkan dan amalkan
Pancasila dalam setiap langkah
kehidupan kitadalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, sehingga
Program
REVOLUSI MENTAL ITU PASTI
TERWUJUD
 PERANCANGLAMBANG NEGARA
INDONESIA, GARUDA PANCASILA
“SULTAN HAMID II”
Tahukah Anda siapa yang membuat
rancangan lambang negara Indonesia,
Garuda Pancasila? Orang itu tak lain tak
bukan adalah Sultan Hamid II. Jasa
Sultan Hamid II sangat besar terhadap
bangsa dan negara ini. Dialah perancang
lambang negara Indonesia, Garuda
Pancasila. Bagaimana ceritanya?
Saat menjadi koordinator Menteri Negara
Zonder Portofolio, Presiden Soekarno
menugaskan Sultan Hamid untuk
merencanakan, merancang, dan
merumuskan gambar lambang negara.
Akhirnya, tepat pada 10 Januari 1950,
dibentuklah panitia teknis dengan nama
Panitia Lencana Negara di bawah
koordinator Menteri Negara Zonder
Portofolio Sultan Hamid II.
.
Namun, pada proses selanjutnya yang
diterima pemerintah dan DPR adalah
rancangan Sultan Hamid II. Karya M.
Yamin ditolak karena menyertakan sinar-
sinar matahari dan menampakkan pengaruh
Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog
intensif antara Sultan Hamid II, Soekarno,
dan Mohammad Hatta, terus dilakukan
untuk keperluan penyempurnaan rancangan
itu.
Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final
lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS,
Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden
Soekarno. Rancangan final lambang negara
tersebut mendapat masukan dari Partai Masyum
untuk dipertimbangkan, karena adanya
keberatan terhadap gambar burung garuda
dengan tangan dan bahu manusia yang
memegang perisai dan dianggap bersifat
mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan
gambar lambang negara yang telah
disempurnakan berdasarkan aspirasi yang
berkembang, sehingga tercipta bentuk rajawali
yang menjadi Garuda Pancasila dan disingkat
Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian
menyerahkan rancangan tersebut kepada
Kabinet RIS melalui Mohammad Hatta sebagai
perdana menteri.
AG Pringgodigdo dalam bukunya Sekitar Pancasil
terbitan Departemen Pertahanan dan Keamanan
Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan
lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya
diresmikan pemakaiannya dalam Sidang
Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala
Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan “
tidak berjambul" seperti bentuk sekarang ini.
memperkenalkan Inilah karya kebangsaan
anak-anak negeri yang diramu dari berbagai
aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang
anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS
Presiden Soekarno kemudian untuk pertama
kalinya lambang negara itu kepada khalayak
umum di Hotel Des Indes, Jakarta
pada 15 Februari 1950.
Penyempurnaan kembali lambang negara
itu terus diupayakan. Kepala burung
Rajawali Garuda Pancasila yang "gundul"
menjadi "berjambul" dilakukan. Bentuk
cakar kaki yang mencengkram pita dari
semula menghadap ke belakang menjadi
menghadap ke depan juga diperbaiki, atas
masukan Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar
lambang negara yang telah diperbaiki
mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang
kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah
untuk melukis kembali rancangan tersebut
sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara
RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara
resmi sampai saat ini.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II
menyelesaikan penyempurnaan bentuk final
gambar lambang negara, yaitu dengan
menambah skala ukuran dan tata warna
gambar lambang negara di mana lukisan
autentiknya diserahkan kepada H.
Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18
Juli 1974.
Sedangkan, lambang negara yang ada disposisi
Presiden Soekarno dan foto gambar lambang
negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno
pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan
oleh Istana Kadriyah, Pontianak.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan
Hamid II dengan Masagung (tahun 1974)
sewaktu penyerahan berkas dokumen
proses perancangan lambang negara,
disebutkan "ide perisai Pancasila"
muncul saat Sultan Hamid II sedang
merancang lambang negara.
Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa
hendaknya lambang negara mencerminkan
pandangan hidup bangsa, dasar negara
Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara,
yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang
negara.
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di
Jakarta dan dimakamkan di Pemakaman
Keluarga Kesultanan Pontianak di
Batulayang. Sultan Hamid II, lahir dengan
nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra
sulung Sultan Pontianak ke-6, Sultan Syarif
Muhammad Alkadrie (lahir di Pontianak,
Kalimantan Barat, 12 Juli 1913-meninggal di
Jakarta, 30 Maret 1978 pada umur 64 tahun).
Dalam tubuhnya mengalir darah Arab-Indonesia.
Ia beristrikan seorang perempuan Belanda
kelahiran Surabaya, yang memberikannya dua
anak yang sekarang tinggal di Negeri Belanda.
Syarif Abdul Hamid menempuh
pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak,
Yogyakarta, dan Bandung. HBS di
Bandung satu tahun, THS Bandung tidak
tamat, kemudian KMA di Breda, Belanda
hingga tamat dan meraih pangkat letnan
pada kesatuan tentara Hindia Belanda.
Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II
memperoleh jabatan penting sebagai wakil
daerah istimewa Kalimantan Barat dan selalu
turut dalam perundingan-perundingan Malino,
Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia
dan Belanda.
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan
Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN
Koningin der Nederlanden, yakni sebuah
pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan
Belanda dan orang Indonesia pertama yang
memperoleh pangkat tertinggi dalam
kemiliteran.

Anda mungkin juga menyukai