Anda di halaman 1dari 21

K O N S E P A S U H A N K E P E R AWATA N PA D A PA S I E N G A N G G U A N

K E B U T U H A N E L I M I N A S I A K I B AT PATO L O G I S
H Y P E RT R O P I P R O S TAT
KELOMPOK 10

• Meilania Soputan

• Jingga Mouw

• Tiara Mondong

• Trivena Sambow

• Wanda Mewo
K O N S E P D A S A R P E N YA K I T

• A. Pengertian

•Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit


perbesaran atau hipertrofi dari prostat. Kata-kata hipertrofi seringkali
menimbulkan kontroversi di kalangan klinik karena sering rancu dengan
hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi
pembesaran sel namun tidak diikuti oleh jumlah (kuantitas). Namun,
hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti
oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH seringkali menyebabkan
gangguan dalam eliminasi urine karena pembesaran prostat yang
cenderung kearah depan/ menekan vesika urinaria (Baugman, 2000).
B. ETIOLOGI

• Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hiperplasia prostat, namun faktor usia dan hormonal
menjadi predisposisi terjadinya BPH. Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat sangat erat
kaitannya dengan (Purnomo, 2007):

• 1. Peningkatan DHT (dehidrotestosteron) Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.

• 2. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron Ketidakseimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada


proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini
yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat.

• 3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast
growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel,
sehingga akan terjadi BPH.

• peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

• 5. Teori stem sel

• Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu terjadi benigna prostat
C . M A N I F E S TA S I K L I N I S

• BPH merupakan yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia rata- rata lebih
dari 50 tahun. Gambaran klinis dari BPH sebenarnya sekunder dari dampak
obstruksi saluran kencing, sehingga klien kesulitan untuk miksi. Berikut ini
adalah beberapa gambaran klinis pada klien BPH (Schwartz, 2000; Grace, 2006):
• 1.Gejala prostatismus (nokturia, urgency, penurunan daya aliran urine)
• 2. Retensi urine;
• 3. Pembesaran prostat;
• 4. Inkontinesia
D. Klasifikasi

Menurut Tjahjodjati et al (2017), BPH terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan


gangguan klinisnya, yaitu:
a. Derajat I, ditemukan penonjolan prostat 1-2 cm, sisa urin kurang dari 50 cc,
pancaran lemah, nokturia, berat ± 20 gram.
b. Derajat II, keluhan miksi terasa panas, disuria, nokturia bertambah berat,
suhu badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol,
batas atas masih teraba, sisa urin 50-100 cc dan beratnya ± 20-40 gram.
c. Derajat III, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tidak teraba,
sisa urin lebih 100 cc, penonjolan prostat 3-4 cm dan beratnya 40 gram.
d. Derajat IV, inkontinensia, prostat lebih dari 4 cm, beberapa penyulit ke ginjal
seperti gagal ginjal, hidronefrosis.
E Komplikasi
Melansir dari Mayo Clinic, berikut sejumlah komplikasi yang bisa disebabkan oleh BPH,
yaitu:
1.Retensi urine.
Retensi urine ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk buang air kecil.
Pengidap BPH yang mengalami retensi urine mungkin perlu dibantu dengan kateter yang
dimasukkan ke dalam kandung kemih untuk mengeringkan urine.
2.Infeksi saluran kemih.
BPH juga bisa membuat pengidapnya tidak mampu mengosongkan kandung kemih
sepenuhnya. Kondisi ini meningkatkan risiko infeksi saluran kemih.
3.Batu kandung kemih.
Batu kandung kemih juga dapat terbentuk apabila pengidap BPH tidak mampu
mengosongkan kandung kemih sepenuhnya. Jika ukurannya semakin besar, batu bisa
menyebabkan infeksi, mengiritasi kandung kemih, dan menyumbat aliran urine .
F. Patofisiologi

Prostat sebagai kelenjar ejakulat memiliki hubungan fisiologis yang sangat erat dengn
dihidrotestosteron (DHT). Hormon ini merupakan hormon yang memacu pertumbuhan
prostat sebagai kelenjar ejakulat yang nantinya akan mengoptimalkan fungsinya. Hormon
ini di sintesis dalam kelenjar prostat dari hormon testosteron dalam darah. Proses sintesis
ini dibantu oleh enzim 50-reduktase tipe 2. Selain DHT yang sebagai prekursor, estrogen
juga memiliki pengaruh terhadap pembesaran kelenjar prostat. Seiring dengan penambahan
usia, maka prostat akan lebih sensitif dengan stimulasi androgen, sedangkan estrogen
mampu remberikan proteksi terhadap BPH.
Dengan pembesaran yang sudah melebihi normal, maka akan terjadi desakan pada
traktus urinarius. Pada tahap awal, obstruksi traktus urinarius jarang menimbulkan keluhan,
karena dengan dorongan mengejan dan kontraksi yang kuat dari m. detrusor mampu
mengeluarkan urine secara spontan. Namun, obstruksi yang sudah kronis membuat
dekompensasi dari m. detrusor untuk berkontraksi yang akhirnya menimbulkan obstruksi
saluran kemih (Mitchell, 2009).
H. Pemeriksaan penunjang
1.Urinalisis dan Kultur Urine
2. DPL (Deep Peritoneal Lavage
3. Ureum, Elektrolit dan Serum Kreatinin
4. PA (Patologi Anatomi)
5. Catatan harian berkemih
6. Uroflowmetri
7. USG Ginjal dan Vesika Urinaria
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Identitas pasien.
b. Riwayat kesehatan umum meliputi berbagai gangguan/penyakit yang lalu, berhubungan dengan atau yang dapat
mempengaruhi penyakit sekarang.
1) Riwayat kesehatan keluarga.
2) Riwayat kesehatan sekarang.
c. Riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan/gangguan yang berhubungan dengan gangguan/penyakit yang dirasakan saat
ini :
1) Bagaimana pola/frekuensi berkemih : poliuri, oliguri, BAK keluar sedikit-sedikit tetapi sering, nokturia, urine keluar secara
menetes, incontinentia urin.
2) Adakah kelainan waktu bak seperti : disuria, ada rasa panas, hematuria, dan lithuri.
3) Apakah rasa sakit terdapat pada daerah setempat atau secara umum :
a) Apakah penyakit timbul setelah adanya penyakit yang lain.
b) Apakah terdapat mual dan muntah.
c) Apakah tedapat edema
d) Bagaimana keadaan urinenya (volume, warna, bau, berat jenis, jumlah urine dalam 24 jam).
e) Adakah sekret atau darah yang keluar.
f) Adakah hambatan seksual.
g) Apakah ada rasa nyeri (lokasi, identitas, saat timbulnya nyeri)
d. Data fisik :
1) Inspeksi : Secara umum dan secara khusus pada daerah genetalia. (warna, edema)
2) Palpasi : Pada daerah abdomen, buli-buli (kandung kemih), lipat paha
3) Auskultasi : Daerah abdomen.
4) Perkusi : Daerah abdomen, ginjal.
e. Data psikologis :
1) Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit.
2) Tingkat adaptasi pasien terhadap penyakit.
3) Persepsi pasien terhadap penyakit.
f. Data sosial, budaya, spritual : Hubungan dengan orang lain, kepercayaan yang dianut dan keaktifannya, kegiatan
dan kebutuhan sehari-hari.
g. Data khusus meliputi :
1) Hasil-hasil pemeriksaan diagnostik.
2) Program medis (pengobatan, tindakan medis)
B. Diagnosa Keperawatan

1)Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur


invasi
2)Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
efek tindakan medis
3)Ansietas berhubungan dengan kurangnnya
terpapar informasi
C. Intervensi Keperawatan
1) Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat infeksi menurun, dengan kriteria
hasil:
1. Demam menurun
2. Kemerahan menurun
3. Nyeri menurun
4. Bengkak menurun
5. Kadar sel darah putih membaik
Manajemen keperawatan : Pencegahan Infeksi
Observasi:
6. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik:
7. Batasi jumlah pengunjung
8. Berikan perawatan kulit pada area edema
9. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
10. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
Edukasi:
11. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
12. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
13. Ajarkan etika batuk
14. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

1) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan efek tindakan medis diagnostik (mis. operasi ginjal, operasi saluran kem
anestesi, dan obat-obatan) dibuktikan dengan:
a) Desakan berkemih (urgensi)
b) Urin menetes (dribbling)
c) Distensi kandung kemih
d) Berkemih tidak tuntas (hesistancy)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka eliminasi urin membaik, dengan kriteria hasil:
e) Desakan berkemih (urgensi) menurun
f) Urin menetes (dribbling) menurun
g) Distensi kandung kemih menurun
h) Berkemih tidak tuntas (hesistancy) menurun
Manajemen Keperawatan : Manajemen Eliminasi Urine
Observasi:
1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urin
2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urin
3. Monitor eliminasi urin (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna)
Terapeutik:
1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
2. Batasi asupan cairan, jika perlu
3. Ambil sampel urin tengah (midstream) atau kultur
Edukasi:
4. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran berkemih
5. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
6. Ajarkan mengambil spesimen urin midstream
7. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih
8. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemihan
9. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
10.Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi:
11.Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu
3). Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan dengan merasa bingung, sulit
berkonsentrasi, tampak gelisah, tampak tegang.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam, maka tingkat ansietas menurun, dengan kriteria hasil:
1. Verbalisasi kebingungan menurun
2. Perilaku gelisah menurun
3. Perilaku tegang menurun
4. Konsentrasi membaik
Manajemen Keperawatan : Reduksi Ansietas
Observasi:
5. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis: kondisi, waktu, stresor)
6. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
7. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
Terapeutik :
8. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
9. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
10. Pahami situasi yang membuat ansietas
11. Dengarkan dengan penuh perhatian
12. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
13. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
14. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
15. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap Bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
8. Latih Teknik relaksasi
Kolaborasi:
9. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
. Implementasi Keperawatan
D

Selama tahap implementasi, perawat


melaksanakan rencana asuhan keperawatan.
Instruksi keperawatan diimplementasikan
untuk membantu klien memenuhi kebutuhan
yang telah direncanakan.
E.Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan
klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersambungan dengan
melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatannya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada psserencanaan (Sri
Wahyuni, 2016)
Teknik penulisan SOAP menurut (Zaidin Ali, 2010) adalah sebagai berikut :
1. S (Subjective) : bagian ini meliputi data subjektif atau informasi yang didapatkan dari klien
setelah mendapatkan tindakan, seperti klien menguraikan gejala sakit atau menyatakan
keinginannya untuk mengetahui tentang pengobatan.
2. O (Objective) : Informasi yang didapatkan berdasarkan hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan perawat setelah 45 tindakan.
3. A (Assesment) : Membandingkan antara informasi subjektif & objektif dengan tujuan & kriteria
hasil yang kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah teratasi sebagian,
atau masalah tidak teratasi
4. P (Planning) : Perencanaan bergantung pada pengkajian situasi yang dilakukan oleh tenaga
ksehatan. Rencana dapat meliputi instruksi untuk mengatasi masalah klien
TERIMAH KASIH

Anda mungkin juga menyukai