Anda di halaman 1dari 109

TOKSIKOLOGI REPRODUKSI

OLEH :
SRI DAMAYANTY, SKM., M. KES
URGENSI TOKSIKOLOGI
 Dapat mengevaluasi derajat bahayanya suatu zat kimia
sehingga dapat ditentukan batas keamanannya
 Penting untuk perkembangan produksi obat, pestisida,
zat tambahan makanan, dll
PERKEMBANGAN AWAL
TOKSIKOLOGI
PERKEMBANGAN AWAL TOKSIKOLOGI
 Kata racun ”toxic” berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari
akar kata tox, dimana dalam bahasa Yunani berarti panah.
Dimana panah pada saat itu digunakan sebagai senjata
dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya terdapat
racun.
 Di dalam ”Papyrus Ebers (1552 B.C.) “ orang Mesir kuno
memuat informasi lengkap tentang pengobatan dan
obat. Di Papyrus ini juga memuat ramuan untuk racun,
seperti antimon (Sb), tembaga, timbal, hiosiamus, opium,
terpentine, dan verdigris (kerak hijau pada permukaan
tembaga).
PERKEMBANGAN AWAL
TOKSIKOLOGI
 Sedangkan di India (500-600 SM) di dalam Charaka Samhita
disebutkan, bahwa tembaga, besi, emas, timbal, perak, seng,
bersifat sebagai racun, dan di dalam Susrata Samhita
banyak menulis racun dari makanan, tanaman, hewan, dan
penangkal racun gigitan ular.
 Hippocrates (460-370 SM), dikenal sebagai bapak
kedokteran, disamping itu dia juga dikenal sebagai
toksikolog di jamannya. Dia banyak menulis racun bisa ular
dan di dalam bukunya juga menggambarkan, bahwa orang
Mesir kuno telah memiliki pengetahuan penangkal racun,
yaitu dengan menghambat laju penyerapan racun dari saluran
pencernaan
PERKEMBANGAN AWAL TOKSIKOLOGI

 Disamping banyak lagi nama besar toksikolog pada


jaman ini, terdapat satu nama yang perlu mendapat
catatan disini, yaitu pada jaman Mesir dan Romawi
kuno adalah Pendacious Dioscorides (A.D. 50), dikenal
sebagai bapak Materia Medika, adalah seorang dokter
tentara. Di dalam bukunya dia mengelompokkan racun
dari tanaman, hewan, dan mineral.
PERKEMBANGAN AWAL TOKSIKOLOGI

 Efek berbahaya (toksik) yang ditimbulkan oleh zat racun


(tokson) telah dikenal oleh manusia sejak awal
perkembangan beradaban manusia. Oleh manusia efek
toksik ini banyak dimanfaatkan untuk tujuan seperti
membunuh atau bunuh diri.
 Untuk mencegah keracunan, orang senantiasa berusaha
menemukan dan mengembangkan upaya pencegahan atau
menawarkan racun. Usaha ini seiring dengan perkembangan
toksikologi itu sendiri.
 Namun, evaluasi yang lebih kritis terhadap usaha ini baru
dimulai oleh Maimonides (1135 - 1204) dalam bukunya yang
terkenal Racun dan Andotumnya.
PERKEMBANGAN AWAL
TOKSIKOLOGI
 Sumbangan yang lebih penting bagi kemajuan
toksikologi terjadi dalam abad ke-16 dan sesudahnya.
 Paracelcius adalah nama samaran dari Philippus
Aureolus Theophratus Bombast von Hohenheim (1493-
1541), toksikolog besar, yang pertama kali meletakkan
konsep dasar dari toksikologi.
 Dalam postulatnya menyatakan: “Semua zat adalah
racun dan tidak ada zat yang tidak beracun, hanya dosis
yang membuatnya menjadi tidak beracun”. Pernyataan
ini menjadi dasar bagi konsep hubungan dosis reseptor
dan indeks terapi yang berkembang dikemudian hari.

PERKEMBANGAN AWAL
TOKSIKOLOGI
 Matthieu Joseph Bonaventura Orfila dikenal sebagai bapak
toksikologi modern. Ia adalah orang Spayol yang terlahir di
pulau Minorca, yang hidup antara tahun 1787 sampai tahun
1853. Pada awal karirnya ia mempelajari kimia dan
matematika, dan selanjutnya mempelajari ilmu kedokteran di
Paris.
 Dalam tulisannya (1814-1815) mengembangkan hubungan
sistematik antara suatu informasi kimia dan biologi tentang
racun. Dia adalah orang pertama, yang menjelaskan nilai
pentingnya analisis kimia guna membuktikan bahwa
simtomatologi yang ada berkaitan dengan adanya zat kimia
tertentu di dalam badan.
PERKEMBANGAN AWAL
TOKSIKOLOGI
 Orfila juga merancang berbagai metode untuk mendeteksi
racun dan menunjukkan pentingnya analisis kimia sebagai
bukti hukum pada kasus kematian akibat keracunan.
 Orfila bekerja sebagai ahli medikolegal di Sorbonne di Paris.
Orfila memainkan peranan penting pada kasus La Farge
(kasus pembunuhan dengan arsen) di Paris, dengan metode
analisis arsen, ia membuktikan kematian diakibatkan oleh
keracuanan arsen.
PERKEMBANGAN AWAL
TOKSIKOLOGI
 M.J.B. Orfila dikenal sebagai bapak toksikologi modern
karena minatnya terpusat pada efek tokson, selain itu
karena ia memperkenalkan metodologi kuantitatif ke
dalam studi aksi tokson pada hewan, pendekatan ini
melahirkan suatu bidang toksikologi modern, yaitu
toksikologi forensik.
PENGERTIAN TOKSIKOLOGI
DAN RACUN
PENGERTIAN TOKSIKOLOGI DAN
RACUN

 Toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang


hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik)
berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan
sistem biologik lainnya.
 Toksisitas juga membahas penilaian kuantitatif tentang
berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan
terpejannya (exposed) makhluk hidup.
PENGERTIAN TOKSIKOLOGI DAN
RACUN

 Apabila zat kimia dikatakan beracun (toksik), maka


kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial
memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme
biologi tertentu pada suatu organisme.
 Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis,
konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat
tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme,
paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang
ditimbulkan.
PENGERTIAN TOKSIKOLOGI DAN
RACUN

 Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat


kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek
berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada
suatu organisme.
 Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa
dipergunakan dalam memperbandingkan satu zat kimia
dengan lainnya.
PENGERTIAN TOKSIKOLOGI DAN
RACUN

 Pada umumnya efek berbahaya / efek farmakologik


timbul apabila terjadi interaksi antara zat kimia (tokson
atau zat aktif biologis) dengan reseptor.
 Terdapat dua aspek yang harus diperhatikan dalam
mempelajari interakasi antara zat kimia dengan
organisme hidup, yaitu kerja farmakon pada suatu
organisme (aspek farmakodinamik / toksodinamik) dan
pengaruh organisme terhadap zat aktif (aspek
farmakokinetik / toksokinetik) aspek ini akan lebih detail
dibahas pada sub bahasan kerja toksik.
PENGERTIAN TOKSIKOLOGI DAN
RACUN

 Telah dipostulatkan oleh Paracelcius, bahwa sifat toksik


suatu tokson sangat ditentukan oleh dosis (konsentrasi
tokson pada reseptornya). Artinya kehadiran suatu zat
yang berpotensial toksik di dalam suatu organisme
belum tentu menghasilkan juga keracunan.
 Misal insektisida rumah tangga (DDT) dalam dosis
tertentu tidak akan menimbulkan efek yang berbahaya
bagi manusia, namun pada dosis tersebut memberikan
efek yang mematikan bagi serangga. Hal ini disebabkan
karena konsentrasi tersebut berada jauh dibawah
konsentrasi minimal efek pada manusia.
PENGERTIAN TOKSIKOLOGI DAN
RACUN

 Namun sebaliknya apabila kita terpejan oleh DDT dalam


waktu yang relatif lama, dimana telah diketahui bahwa sifat
DDT yang sangat sukar terurai dilingkungan dan sangat
lipofil, akan terjadi penyerapan DDT dari lingkungan ke
dalam tubuh dalam waktu relatif lama.
 Karena sifat fisiko kimia dari DDT, mengakibatkan DDT
akan terakumulasi (tertimbun) dalam waktu yang lama di
jaringan lemak. Sehingga apabila batas konsentrasi toksiknya
terlampaui, barulah akan muncul efek toksik. Efek atau kerja
toksik seperti ini lebih dikenal dengan efek toksik yang
bersifat kronis.
PENGERTIAN TOKSIKOLOGI DAN
RACUN

 Toksin Clostridium botulinum, adalah salah satu contoh


tokson, dimana dalam konsentrasi yang sangat rendah (10-9
mg/kg berat badan), sudah dapat mengakibatkan efek
kematian.
 Berbeda dengan metanol, baru bekerja toksik pada dosis
yang melebihi 10 g.
 Pengobatan parasetamol yang direkomendasikan dalam
satu periode 24 jam adalah 4 g untuk orang dewasa dan 90
mg/kg untuk anak-anak. Namun pada penggunaan lebih dari
7 g pada orang dewasa dan 150 mg/kg pada anak-anak akan
menimbulkan efek toksik.
PENGERTIAN TOKSIKOLOGI DAN
RACUN

 Dengan demikian, resiko keracunan tidak hanya tergantung


pada sifat zatnya sendiri, tetapi juga pada kemungkinan
untuk berkontak dengannya dan pada jumlah yang masuk
dan diabsorpsi. Dengan lain kata tergantung dengan cara
kerja, frekuensi kerja dan waktu kerja.
 Antara kerja (atau mekanisme kerja) sesuatu obat dan
sesuatu tokson tidak terdapat perbedaan yang prinsipil, ia
hanya relatif. Semua kerja dari suatu obat yang tidak
mempunyai sangkut paut dengan indikasi obat yang
sebenarnya, dapat dinyatakan sebagai kerja toksik.
TOKSIKOLOGI REPRODUKSI

Toksikologi Reproduksi mencakup efek-efek yang


merugikan fungsi seksual dan fertilitas laki-laki dan
perempuan sekaligus efek yang mengganggu
perkembangan normal
KLASIFIKASI BAHAN TOKSIK
Bahan toksik dapat diklasifikasikan berdasarkan :
 Organ tujuan : ginjal, hati, system hematopoitik, dll

 Penggunaan : peptisida, pelarut, food additive, dll

 Sumber : bahan kimia, tumbuhan dan hewan

 Efek yang ditimbulkan : kanker, mutasi, dll

 Bentuk fisik : gas, cair, debu, dll

 Susunan kimia : amino aromatis, halogen, hidrokarbon, dll

 Potensi racun : organofosfat, lebih toksik daripada karbamat


HUBUNGAN ILMU DASAR DAN
TERAPAN DENGAN CABANG
TOKSIKOLOGI
 Bidang ilmu biokimia diperlukan guna mengetahui informasi
penyimpangan reaksi kimia pada organisme yang diakibatkan
oleh xenobiotika.
 Perubahan biologis yang diakibatkan oleh xenobiotika dapat
diungkap melalui bantuan ilmu patologi, immonologi, dan
fisiologi.
 Untuk mengetahui efek berbahaya dari suatu zat kimia pada
suatu sel, jaringan atau organisme memerlukan dukungan
ilmu patologi, yaitu dalam menunjukan wujud perubahan /
penyimpangan kasar, mikroskopi, atau penyimpangan
submikroskopi dari normalnya.
 Perubahan biologi akibat paparan tokson dapat
termanisfestasi dalam bentuk perubahan sistem
kekebakan (immun) tubuh, untuk itu diperlukan bidang
ilmu immunologi guna lebih dalam mengungkap efek
toksik pada sistem kekebalan organisme.
 Farmakologi pada umumnya menelaah efek toksik,
mekanisme kerja toksik, hubungan dosis respon, dari
suatu tokson.
CAKUPAN DAN SUBDISIPLIN
TOKSIKOLOGI

 bidang kedokteran untuk tujuan diagnostik,


pencegahan, dan terapeutik,
 dalam industri makanan sebagai zat tambahan baik
langsung maupun tidak langsung,
 dalam pertanian sebagai pestisida zat pengatur
pertumbuhan, peyerbuk bantuan, dan zat tambahan pada
makanan hewan,
 dalam bidang industri kimia sebagai pelarut,
komponen, dan bahan antara bagi plstik serta banyak
jenis bahan kimia lainnya.
CAKUPAN DAN SUBDISIPLIN
TOKSIKOLOGI

LOOMIS (1979) berdasarkan aplikasinya toksikologi


dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yakni:
Toksikologi lingkungan,

Toksikologi ekonomi

Toksikologi forensik.
CAKUPAN DAN SUBDISIPLIN
TOKSIKOLOGI

LOOMIS (1979) berdasarkan


aplikasinya toksikologi dikelompokkan
dalam tiga kelompok besar, yakni:
Toksikologi lingkungan
Toksikologi ekonomi
Toksikologi forensik.
CAKUPAN DAN SUBDISIPLIN
TOKSIKOLOGI

 Toksikologi lingkungan lebih memfokuskan telaah


racun pada lingkungan, seperti pencemaran lingkungan,
dampak negatif dari akumulasi residu senyawa kimia
pada lingkungan, kesehatan lingkungan kerja.
 Toksikologi ekonomi membahas segi manfaat dan nilai
ekonomis dari xenobiotika.
 Tosikologi forensik menekunkan diri pada aplikasi ilmu
toksikologi untuk kepentingan peradilan. Kerja
utama dari toksikologi forensik adalah analisis racun
baik kualitatif maupun kuantitatif sebagai bukti dalam
tindak kriminal (forensik) di pengadilan.
KERJA DAN EFEK TOKSIK
 Suatu kerja toksik pada umumnya merupakan hasil
dari sederetan proses fisika, biokimia, dan biologik yang
sangat rumit dan komplek.
 Proses ini umumnya dikelompokkan ke dalam tiga fase
yaitu: fase eksposisi, fase toksokinetik dan fase
toksodinamik.
 Dalam menelaah interaksi xenobiotika/tokson dengan
organisme hidup terdapat dua aspek yang perlu
diperhatikan, yaitu: kerja xenobiotika pada organisme
dan pengaruh organisme terhadap xenobiotika.
DERETAN RANTAI PROSES PADA FASE KERJA
TOKSIK DALAM ORGANISME SECARA
BIOLOGIK
FASE EKSPOSISI
 Fase eksposisi merupakan kontak suatu organisme dengan
xenobiotika.
 Umumnya hanya tokson yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi
molekular dapat terabsorpsi menuju sistem sistemik.
 Dalam konteks pembahasan efek obat, fase ini umumnya dikenal
dengan fase farmaseutika.
 Fase farmaseutika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat, kemudian
zat aktif melarut, terdispersi molekular di tempat kontaknya. Sehingga
zat aktif berada dalam keadaan siap terabsorpsi menuju sistem
sistemik. Fase ini sangat ditentukan oleh faktor-faktor farmseutika dari
sediaan farmasi.
FASE EKSPOSISI
 Dalam fase ini terjadi kotak antara xenobiotika dengan
organisme atau dengan lain kata, terjadi paparan
xenobiotika pada organisme. Paparan ini dapat terjadi
melalui kulit, oral, saluran pernafasan (inhalasi) atau
penyampaian xenobiotika langsung ke dalam tubuh
organisme (injeksi).
 Jika suatu objek biologik terpapar oleh sesuatu
xenobiotika, maka, kecuali senyawa radioaktif, efek
biologik atau toksik akan muncul, jika xenobiotika
tersebut telah terabsorpsi menuju sistem sistemik.
FASE EKSPOSISI
 Umumnya hanya xenobiotika yang terlarut, terdistribusi
molekular, yang dapat diabsorpsi. Dalam hal ini akan terjadi
pelepasan xenobiotika dari bentuk farmaseutikanya.
 Misalnya paparan xenobiotika melalui oral (misal sediaan
dalam bentuk padat: tablet, kapsul, atau serbuk), maka
terlebih dahulu kapsul/tablet akan terdistegrasi (hancur),
sehingga xenobiotika akan telarut di dalam cairan saluran
pencernaan.
 Xenobiotika yang terlarut akan siap terabsorpsi secara
normal dalam duodenal dari usus halus dan ditranspor
melalui pembuluh kapiler mesenterika menuju vena porta
hepatika menuju hati sebelum ke sirkulasi sistemik.
FASE EKSPOSISI
 Penyerapan xenobiotika sangat tergantung pada konsentrasi
dan lamanya kontak antara xenobiotika dengan
permukaan organisme yang berkemampuan untuk
mengaborpsi xenobiotika tersebut.
 Dalam hal ini laju absorpsi dan jumlah xenobitika yang
terabsorpsi akan menentukan potensi efek biologik/toksik.
 Pada pemakaian obat, fase ini dikenal dengan fase
farmaseutika, yaitu semua proses yang berkaitan dengan
pelepasan senyawa obat dari bentuk farmasetikanya (tablet,
kapsul, salep, dll).
EKSPOSISI MELALUI KULIT
 Eksposisi (pemejanan) yang paling mudah dan paling lazim terhadap
manusia atau hewan dengan segala xenobiotika, seperti misalnya
kosmetik, produk rumah tangga, obat topikal, cemaran lingkungan, atau
cemaran industri di tempat kerja, ialah pemejanan sengaja atau tidak
sengaja pada kulit.
 Kulit terdiri atas epidermis (bagian paling luar) dan dermis, yang
terletak di atas jaringan subkutan.
 Tebal lapisan epidermis adalah relatif tipis, yaitu rata-rata sekitar 0,1-
0,2 mm, sedangkan dermis sekitar 2 mm. Dua lapisan ini dipisahkan
oleh suatu membran basal.
 Pejanan kulit terhadap tokson sering mengakibatkan berbagai lesi
(luka), namun tidak jarang tokson dapat juga terabsorpsi dari permukaan
kulit menuju sistem sistemik.
EKSPOSISI MELALUI JALUR INHALASI
 Pemejanan xenobiotika yang berada di udara dapat terjadi
melalui penghirupan xenobiotika tersebut.
 Tokson yang terdapat di udara berada dalam bentuk gas, uap,
butiran cair, dan partikel padat dengan ukuran yang berbeda-
beda.
EKSPOSISI MELALUI JALUR SALURAN
CERNA

 Pemejanan tokson melalui saluran cerna dapat terjadi


bersama makanan, minuman, atau secara sendiri baik
sebagai obat maupun zat kimia murni.
 Pada jalur ini mungkin tokson terserap dari rongga
mulut (sub lingual), dari lambung sampai usus halus,
atau eksposisi tokson dengan sengaja melalui jalur
rektal.
FASE TOKSOKINETIK
 Proses biologik yang terjadi pada fase toksokinetik umumnya
dikelompokkan ke dalam proses invasi dan evesi.
 Proses invasi terdiri dari absorpsi, transpor, dan distribusi,
sedangkkan evesi juga dikenal dengan eleminasi.
 Absorpsi suatu xenobiotika adalah pengambilan xenobiotika
dari permukaan tubuh (disini termasuk juga mukosa saluran
cerna) atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman ke
aliran darah atau sistem pembuluh limfe.
 Apabila xenobiotika mencapai sistem sirkulasi sistemik,
xenobiotika akan ditranspor bersama aliran darah dalam sistem
sirkulasi.
 Sederetan proses tersebut sering disingkat dengan ADME,
yaitu: adsorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi.
 Proses absorpsi akan menentukan jumlah xenobiotika (dalam
bentuk aktifnya) yang dapat masuk ke sistem sistemik atau
mencapai tempat kerjanya.
 Jumlah xenobiotika yang dapat masuk ke sistem sistemik dikenal
sebagai ketersediaan biologi / hayati.
 Keseluruhan proses pada fase toksokinetik ini akan
menentukan menentukan efficacy (kemampuan xenobiotika
mengasilkan efek), efektifitas dari xenobiotika, konsentrasi
xenobiotika di reseptor, dan durasi dari efek farmakodinamiknya.
 Secara umum toksokinetik menelaah tentang laju
absorpsi xenobiotika dari tempat paparan ke sistem
peredaran darah, distribusi di dalam tubuh, bagaimana
enzim tubuh memetabolismenya, dari mana dan
bagaimana tokson atau metabolitnya dieliminasi dari
dalam tubuh.
ABSORPSI

 Absorpsi ditandai oleh masuknya xenobiotika/tokson dari tempat


kontak (paparan) menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh
limfe. Absorpsi didefinisikan sebagai jumlah xenobiotika yang
mencapai sistem sirkulasi sistemik dalam bentuk tidak berubah.
 Jalur utama absorpsi tokson adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit.
 Pada pemasukan tokson langsung ke sistem sirkulasi sistemik
(pemakaian secara injeksi), dapat dikatakan bahwa tokson tidak
mengalami proses absorpsi.
 Jalur utama absorpsi tokson adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit.
Pada pemasukan tokson langsung ke sistem sirkulasi sistemik
(pemakaian secara injeksi), dapat dikatakan bahwa tokson tidak
mengalami proses absorpsi.
DISTRIBUSI
 Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahan darah, ia bersama
darah akan diedarkan/ didistribusikan ke seluruh tubuh.
 Dari sistem sirkulasi sistemik ia akan terdistribusi lebih jauh
melewati membran sel menuju sitem organ atau ke jaringan-jaringan
tubuh.
 Distribusi suatu xenobiotika di dalam tubuh dipengaruhi oleh:
tercampurnya xenobiotika di dalam darah, laju aliran darah, dan laju
transpor transmembran.
 Sirkulasi sistemik sangat memegang peranan penting dalam
transpor xenobiotika antar organ dan jaringan di dalam tubuh.
Sebelum mencapai kesetimbangan distribusi, distribusi sebagian
besar ditentukan oleh pasokan darah dari organ dan jaringan.
 Organ tubuh seperti ginjal, hati, otak, paru- paru, jantung, lambung
dan usus, adalah organ- organ yang memiliki laju aliran darah
(perfusi) yang baik.
 Akibat aliran darah yang cepat dan dengan demikian jangka
waktu kontaknya yang sangat singkat dalam kapiler (sekitas 2
detik) maka mula-mula xenobiotika akan terdistribusi dengan cepat
pada organ atau jaringan dengan perfusi yang baik.
 Ini berarti organ atau jaringan yang mempunyai banyak kapiler
darah pada awal proses distribusi (sebelum kesetimbangan distribusi
tercapai) akan mengambil jumlah xenobiotika yang lebih besar
dibandingkan daerah yang pasokan darahnya kurang.
ELIMINASI
 Metabolisme dan ekskresi dapat dirangkum ke dalam
eliminasi.
 Yang dimaksud proses eliminasi adalah proses hilangnya
xenobiotika dari dalam tubuh organisme.
 Eliminasi suatu xenobiotika dapat melalui reaksi
biotransformasi (metabolisme) atau ekskresi xenobiotika
melalui ginjal, empedu, saluran pencernaan, dan jalur eksresi
lainnya (kelenjar keringan, kelenjar mamai, kelenjar ludah,
dan paru-paru).
 Jalur eliminasi yang paling penting adalah eliminasi melalui
hati (reaksi metabolisme) dan eksresi melalui ginjal.
Ekskresi
 Setelah diabsorpsi dan didistrubusikan di dalam tubuh,
xenobiotika/tokson dapat dikeluarkan dengan capat atau
perlahan.
Xenobiotika dikeluarkan baik dalam bentuk asalnya maupun
sebagai metabolitnya.
Jalur ekskresi utama adalah melalui ginjal bersama urin, tetapi
hati dan paru-paru juga merupakan alat ekskresi penting bagi
tokson tertentu.
Disamping itu ada juga jalur ekskresi lain seperti, kelenjar
keringat, kelenjar ludah, dan kelenjar mamai.
Metabolisme
 Xenobiotika yang masuk ke dalam tubuh akan diperlakukan
oleh sistem enzim tubuh, sehingga senyawa tersebut akan
mengalami perubahan struktur kimia dan pada akhirnya dapat
dieksresi dari dalam tubuh.
Proses biokimia yang dialami oleh ”xenobiotika” dikenal
dengan reaksi biotransformasi yang juga dikenal dengan reaksi
metabolisme.
Biotransformasi atau metabolisme pada umumnya berlangsung
di hati dan sebagian kecil di organ-organ lain seperti: ginjal,
paru-paru, saluran pencernaan, kelenjar susu, otot, kulit atau di
darah.
FASE TOKSODINAMIK
 Fase toksodinamik atau farmakodinamik membahas
interaksi antara molekul tokson atau obat pada
tempat kerja spesifik, yaitu reseptor dan juga proses-
proses yang terkait dimana pada akhirnya timbul efek
toksik atau terapeutik.
 Kerja sebagian besar tokson umumnya melalui
penggabungan dengan makromolekul khusus di dalam
tubuh dengan cara mengubah aktivitas biokimia dan
biofisika dari makromolekul tersebut.
 Makromolekul ini sejak seabad dikenal dengan istilah
reseptor, yaitu merupakan komponen sel atau organisme yang
berinteraksi dengan tokson dan yang mengawali mata rantai
peristiwa biokimia menuju terjadinya suatu efek toksik dari
tokson yang diamati.
 Interaksi tokson - reseptor umumnya merupakan interaksi
yang bolak-balik (reversibel). Hal ini mengakibatkan
perubahan fungsional, yang lazim hilang, bila xenobiotika
tereliminasi dari tempat kerjanya (reseptor).
 Selain interaksi reversibel, terkadang terjadi pula
interaksi tak bolak-balik (irreversibel) antara xenobiotika
dengan subtrat biologik.
 Efek irrevesibel diantaranya dapat mengakibatkan
kerusakan sistem biologi, seperti: kerusakan saraf, dan
kerusakan sel hati (serosis hati), atau juga pertumbuhan
sel yang tidak normal, seperti karsinoma, mutasi
gen.Umumnya efek irreversibel ”nirpulih” akan
menetap atau justru bertambah parah setelah pejanan
tokson dihentikan
DOSIS RESPON RELATIONSHIP
(HUBUNGAN DOSIS RESPON)
 Hubungan dosis-respon merupakan konsep dasar dalam
toksikologi
 Dengan mempelajari dan mengerti bentuk hubungan
dosis-respon akan membantu untuk mendalami studi
mengenai bahan-bahan toksik
 Pengertian dosis-respon dalam toksikologi adalah
proporsi dari sebuah populasi yang terpapar dengan
suatu bahan dan akan mengalami respon spesifik pada
dosis, interval waktu dan pemaparan tertentu.
LETHAL DOSE-50 (LD-50)
 Istilah LD-50 pertama kali diperkenalkan sebagai indeks
olzeh Trevan pada tahun 1927.
 Pengertian LD-50 secara statistik merupakan dosis
tunggal derivat suatu bahan tertentu pada uji toksisitas
yang pada kondisi tertentu pula daat menyebabkan
kematian 50% dari suatu populasi uji (hewan
percobaan).
 Contoh : ditemukan suatu senyawa kimia baru dan untuk
mengetahui efek toksiknya digunakan LD-50.
 Setiap bahan kimia mempunyai treshold dose yang tiak
sama.
 Treshold dose adalah suatu dosis minimal yang merupakan
dosis efektif dimana dengan dosis yang minimal tersebut
individu sudah dapat memberikan atau menunjukkan
responnya.
 Contoh : pemberian senyawa B pada hewan uji sebesar 4
mg/kg mengakibatkan kematian sebanyak 49% sedangkan
senyawa A dengan dosis yang sama (4 mg/kg) kematian
hewan uji hanya sebayak 30%. Dengan kata lain senyawa B
untuk mencapai dosis LD-50 hanya membutuhkan dosis
sebesar 4 mg/kg sedangkan untuk senyawa A membutuhkan
dosis 6 mg/kg.
 Senyawa B lebih toksik daripada senyawa A.
EFEK TOKSIKAN PADA TUBUH
Reaksi Alergi
 Alergi adalah reaksi merugikan yang disebabkan oleh
bahan kimia/toksikan karena peka terhadap bahan
tersebut. Kondisi alergi sering disebut “hipersensitif”.
 Manifestasi dari alergi sangat beragam. Pola respon
berbeda untuk tiap spesies dan pada manusia manifestasi
alergi pada umumnya terjadi pada kulit dan mata.
EFEK SETEMPAT (LOKAL) DAN
SISTEMIK
 Efek setempat (lokal) didasarkan pada tempat terjadinya
yaitu pada lokasi kontak yang pertama kali antara sistem
biologi dan bahan toksikan.
 Efek sistemik terjadi pada jalan masuk toksikan
kemudian bahan toksikan diserap, dan didistribusi
hingga tiba pada beberapa tempat. Target utam efek
toksisitas sistemik adalah sistem syaraf pusat, sistem
sirkulasi, sistem hematopoitik, sedangkan otot dan tulang
merupakan target yang paling belakangan.
EFEK AKUT DAN KRONIS
 Efek Akut
Pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibatnya dapat
dilihat atau dirasakan dalam waktu pendek.
Contoh:keracunan fenol menyebabkan diare dan CO
dapat menyebabkan hilang kesadaran atau kematian
dalam waktu singkat.
EFEK AKUT DAN KRONIS
 Efek Kronis
Suatu akibat keracunan bahan-bahan kimia dalam dosis
kecil tetapi terus-menerus dan efeknya baru bisa
dirasakan dalam jangka panjang (minggu,bulan dan
tahun).
Misalnya:menghirup udara benzene dan senyawa
hidrokarbon terklorinasi seperti kloroform,karbon
tetraklorida dalam kadar rendah tetapi terus menerus
akan menimbulkan penyakit pada hati (liver) setelah
beberapa tahun.
MUTAGENESIS
 Mutagenesis dapat terjadi akibat interaksi antara zat
mutagen dan zat genetik organisme.
 Mutagenesis = mutasi gen = perubahan struktur gen

 Contoh : penyakit Syndrom Down


PENYEBAB MUTAGENESIS
Mutagen Fisik
 Contoh radiasi dan suhu.

 Radiasi sebagai penyebab mutasi dibedakan menjadi radiasi


pengion (berenergi tinggi) dan radiasi bukan pengion
(berenergi rendah).
 Contoh radiasi pengion adalah radiasi sinar X, sinar gamma,
radiasi sinar kosmik. Contoh radiasi bukan pengion adalah
radiasi sinar uv.
 Radiasi pengion mampu menembus jaringan atau tubuh
makhluk hidup karena berenergi tinggi. Sementara radiasi
bukan pengion hanya dapat menembus lapisan sel-sel
permukaan karena berenergi rendah.
PENYEBAB MUTAGENESIS
Mutagen Kimia
 Contoh : Senyawa yang tergolong agen pengubah basa

 Senyawa agen pengubah basa secara langsung mengubah


struktur maupun sifat kimia dari basa dari DNA
 Yang termasuk kelompok ini adalah agen deaminasi,
agen hidroksilasi serta agen alkilasi.
KARSINOGENESIS
 Karsinogenesis biasanya didefinisikan sebagai induksi
atau peningkatan neoplasia oleh zat-zat kimia. Meskipun
secara etimologi arti tepatnya adalah induksi
karsinoma,istilah ini digunakan secara luas untuk
pembentukan tumor.dengan kata lain istilah ini
mencakup tidak hanya keganasan epithelial (karsinoma)
tetapi juga tumor ganas mesenkim (sarcoma) dan tumor-
tumor jinak.
TERATOGENESIS
 Teratogenesis merupakan pembentukan cacat bawaan pada bayi baru
lahir.
 Penyebab utama morbiditas serta mortilitas pada bayi baru lahir.
 Pada awalnya terjadinya teratogenesis dihubungkan dengan akibat
kekurangan gizi pada wanita semasa hamil. Namun penelitian pada era
baru diketahui adanya pengaruh penggunaan zat kimia terhadap
terjadinya efek teratogenik. Bermula dari penggunaan talidomid, suatu
obat hipnotik-sedatif, dalam klinik (akhir tahun 1950-an di Jerman), dan
terbukti relative toksik / mematikan hewan uji dan manusia. Obat ini
digunakan, antara lain untuk meringankan mual-mual pada hamil muda.
PENGARUH ZAT KIMIA TERHADAP
PROSES TERATOGENESIS
 Zat kimia dan obat-obat farmasi dapat mengakibatkan
kecacatan pada janin.misalnya: minuman
beralkohol(etanol), jenis psikotropik, dan narkotik
(nitrazepam atau mogadon).
 Contoh zat lainnya adalah Talidomid. Talidomid adalah
sejenis obat anti muntah dan obat tidur. Cacat yang
ditimbulkan oleh talidomid adalah tidak tebentuknya
atau kelainan yang nyata pada tulang panjang atresia
usus dan kelainan jantung.
 Alkohol . Bayi yang terkena memperlihatkan retardasi
pertumbuhan pranatal dan pasca natal,anomali wajah dan
gangguan psikomotor. Kelainan ini bersama disebut sebagai
sindrom alkohol janin (fetal alcohol syndrome).
 Nikotin yang berasal dari adap rokok belum secara
meyakinkan dibuktikan sebagai teratogen, pada para
perempuan perokok ditemukan peningkatan insiden abortus
spontan; yaitu aborsi yang terjadi secara langsung, prematur,
dan kelainan placenta; bayi yang baru lahir dari ibu perokok
sering mengalami berat badan rendah dan sering mengalami
kematian mendadak.
TOKSISITAS BAHAN-BAHAN KIMIA
TERHADAP SISTEM REPRODUKSI
MANUSIA
 Toksisitas merupakan ukuran relatif derajat racun antara
satu bahan kimia terhadap bahan kimia yang lainnya
pada organisme yang sama. Kadar racun suatu zat
dinyatakan sebagai Lethal Dose-50 yakni dosis suatu zat
yang dinyatakan dalam milligram bahan per kilogram
berat badan.
 Selain LD-50 juga dikenal dengan istilah LC-50
atau Lethal Concentration-50 yakni kadar atau
konsentrasi suatu zat yang dinyatakan dalam milligram
bahan per meter kubik udara (part per million ppm).
 Toksisitas reproduktif di dalamnya mencakup efek-efek
yang merugikan fungsi seksual dan fertilitas pria dan
wanita sekaligus efek yang dapat mengganggu
perkembangan normal baik sebelum maupun sesudah
kelahiran.
 Pada dasarnya, fisiologis sistem reproduksi pria dan
wanita berbeda namun sistem keduanya dikendalikan
oleh hormon yang merupakan zat kimia yang disekresi
oleh kelenjar dalam tubuh dan mengendalikan sel-sel
lain dalam tubuh.
 Pada wanita, peran hormon berfungsi dalam
mengendalikan organ-organ reproduksi, persiapan rahim
untuk kehamilan, dan laktasi serta siklus reproduktifnya.
Hormon juga sangat vital peranannya dalam proses
kehamilan dan perkembangan janin.
 Sedangkan pada pria, hormon berfungsi dalam
mengendalikan perkembangan organ-organ reproduksi
dan pembentukan sperma
 Adanya zat kimia (atau obat-obatan) dapat mengganggu
jalannya beberapa proses biologis dalam kedua sistem
reproduksi wanita maupun pria yang bisa menyebabkan
kemandulan, sepertiga embrio mengalami kematian dini,
dan 15% kehamilan akan mengalami abortus spontan.
Target Toksikan :
Toksikan dapat bekerja langsung di sistem saraf pusat
untuk mengubah sekresi hormon (misalnya sintesis steroid)
Menghambat kerja sel Gonad (ovarium dan testis),
kemandulan, penurunan kesuburan.
Menghambat atau mengubah spermatogenesis.
 Menurut HJ Mukono, bahan kimia yang berasal dari
lingkungan maupun industri, dapat mempengaruhi
hubungan pengendalian proses reproduksi, yakni
hypothalamus-pituitary-gonadal relationship.
 Efek toksis dari bahan kimia tersebut akan
mempengaruhi kelenjar pituitary, dan secara tidak
langsung akan menghambat proses spermatogenesis dan
steroidogenesis yang akan menyebabkan abnormalitas
dari perkembangan seksual.
Gangguan pada Laki-laki :
Sistem interaksi hipotalamo-pituitary-gonadal
Proses spermatogenesis
Kerja hormon
Fungsi organ seks
Potensi dan nafsu seks (libido) dan ejakulasi
Kelainan konginetal
Gangguan pada Perempuan :
Sistem interaksi hipotalamo- pituitary-gonadal

Proses oogenis

Ovulasi

Fungsi organ seks

Kelainan konginetal (bawaan)


Akibat buruk yang mampu ditimbulkan oleh toksik antara
lain :
Kemandulan

Meningkatnya kematian janin

Menurunkan tingkat kesuburan

Meningkatnya tingkat kematian bayi

Meningkatnya angka cacat


 Efek buruk perkembangan pada organisme muncul
akibat adanya pemaparan sebelum pembuahan, selama
kehamilan, atau dari lahir sampai saatnya maturasi
seksual. Adanya pemaparan zat kimia selama masa
kehamilan bisa menyebabkan perkembangan defektif
atau menuju pada kecacatan.
 Di waktu-waktu tertentu, janin yang sedang mengalami
pertumbuhan dan berkembang menjadi sangat sensitif
terhadap adanya pemaparan zat kimia toksik. Misalnya
saja, saat perkembangan sistem organ atau
perkembangan sel-sel jenis tertentu.
Berikut merupakan efek toksik lingkungan dan juga efek
buruknya terhadap sistem reproduksi:
Arsenik: Abortus yang spontan dan berat badan lahir rendah.

Benzene: Abortus spontan, berat badan lahir rendah, dan


gangguan menstruasi.
Karbon disulfida: Adanya gangguan menstruasi dan efek
buruk pada sperma.
Dikloroetilen: Penyakit jantung bawaan.
 Dieldrin: Abortus spontan dan terjadinya kelahiran dini.
 Aldrin: Abortus spontan dan persalinan dini.
 Merkuri: Abortus spontan, gangguan menstruasi, buta dan tuli,
adanya keterbelakangan mental, dan terjadinya kerusakan otak.
 Timbal: Lahir mati, abortus spontan, perkembangan terhambat, dan
kerusakan otak.
 Trikloroetilen: Penyakit jantung bawaan.
 Hidrokarbon aromatik polisiklik: Penurunan kesuburan.
ZAT BERACUN
ASAP
 Gas beracun dari terbakarnya sampah yang dapat muncul antara
lain gas karbon monoksida.
 Selain itu ada juga gas dioksin yang dihasilkan dari pembakaran
yang tidak sempurna dari sampah plastik dan lain-lain. Dioksin
sendiri merupakan salah satu jenis polutan dengan presentase
terbanyak yang terdapat pada asap pembakaran.
 Dampak zat beracun dalam asap dapat memengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan sel dalam tubuh yang nantinya
menimbulkan berbagai macam efek. Di antaranya berkaitan
dengan perkembangan sistem reproduksi, sistem kekebalan
tubuh, sistem hormon, bahkan dapat menyebabkan kanker.
BAHAYA BAGI SISTEM REPRODUKSI
DI TEMPAT KERJA
Bahaya bagi sistem reproduksi adalah bahaya yang dapat
mempengaruhi kemampuan untuk mendapatkan keturunan
yang sehat. Efeknya dapat terjadi pada :
Potensi dan minat seksual.

Kemampuan untuk mengandung dan melahirkan.

Kesehatan bagi calon anak


Bahaya ini termasuk :
Bahaya kimia, seperti pelarut organik (benzena), debu
dan asap logam (timbal, air raksa, mangan, dan kadmium),
dan beberapa jenis pestisida.
Bahaya fisik, seperti panas yang berlebih, kebisingan,
stress, radiasi, mengangkat barang-barang berat, dan
berdiri sepanjang hari.
Penyakit seperti hepatitis B, sipilis, dan campak.
ROKOK
 Pria perokok secara signifikan berisiko mengalami
impotensi (disfungsi ereksi) dibandingkan pria bukan
perokok
 Rokok dapat mempengaruhi perkembangan dan kualitas
sperma, mempengaruhi jumlah sperma dan mengurngi
volume air mani
 Racun dalam asap tembakau seperti Cadmium, Nikotin,
Benzopyrene dapat merusak materi genetik dalam
sperma
 Nikotin dalam asap rokok dapat menyebabkan
vasospasme (penyempitan sementara arteri penis)
GAS ANASTESI
 Gas-gas anastesi di Rumah Sakit dalam jangka panjang
dapat memicu ketidaksuburan baik pada pria maupun
pada wanita.
 Pada ibu hamil, risikonya adalah kelainan kongenital
(pertumbuhan struktur organ pada janin)
PLASTIK
 Beberaa zat kimia termasuk plastik, pestisida dan logam
berat dikenal dengan sebutan Endocrine Disrupting
Chemicals (EDCs).
 Efek dari EDCs ini bervariasi karena sistem hormn
mempengaruhi hampir seluruh sistem dalam tubuh
manusia.
 Manusia terpapar EDCs melalui makanan yang dicerna,
debu dan air melalui pernafasan ataupun kontak kulit.
 EDCs juga dapat diturunkan pada janin melalui plasenta
ataupun ASI.
 Ibu hamil dan anak dalam pertumbuhan adalah kelompok yang
paling rentan terhadap paparan ini dan efeknya baru akan timbul
jauh di kemudian hari.
 EDCs termasuk phthalates dan bisphenol dalam plastik memiliki
efek meniru atau menghalangi reseptor penerima sensor hormon
pada sel tubuh manusia, Degan kata lain menimbulkan kekacauan
dalam sistem hormon.
 Dalam hal target organ pada sistem reproduksi yakni ovarium,
uterus, serta testis, dengan adanya kekacauan sistem hormon terus-
menerus, di kemudian hari dapat berakibat pada naik/turunya
pembelahan sel, selanjutnya terjadi percepatan pertumbuhan
jaringan atau sebaliknya perlambatan atau gagal tumbuh jaringan.
10 BAHAN BERBAHAYA YANG ADA DI
PRODUK KECANTIKAN
1. Parabens
Parabens digunakan secara luas sebagai pengawet. Zat
ini dapat mencegah pertumbuhan bakteri, jamur dan ragi
pada produk kosmetik.
Parabens yang masuk ke dalam tubuh dapat dideteksi
sebagai hormon estrogen. Karena itu, paparan parabens
secara berulang bisa meningkatkan risiko terjadinya kanker
payudara.
Parabens dapat ditemukan pada make-up, sabun mandi,
deodoran, sampo dan pembersih wajah.
2. Synthetic colors
Pewarna sintetik berasal dari minyak bumi atau sumber
tar batubara.
Bahan kimia ini diduga dapat menjadi karsinogenik alias
penyebab kanker pada manusia, menyebabkan iritasi pada
kulit, dan dikaitkan dengan kejadian ADHD pada anak-
anak.
3. Fragrance atau wewangian
Campuran wewangian telah dikaitkan dengan
meningkatnya angka kejadian alergi, dermatitis atau eksim,
gangguan pernapasan, dan efek potensial pada sistem
reproduksi.
Bahan ini sering ditemukan pada produk, seperti
parfum, cologne, kondisioner, sampo, sabun mandi, dan
pelembap.
4. Phthalates
Phthalates telah diketahui dapat mengganggu sistem endokrin, yang
bertanggung jawab terhadap produksi hormon. Bahan ini dapat diserap
melalui kulit, dan telah terbukti dapat menyebabkan kerusakan hati,
ginjal, paru dan sistem reproduksi.
Para ahli menduga bahwa phthalates juga turut meningkatkan risiko
asma dan obesitas pada anak. Bahan kimia ini pun dikaitkan dengan
kejadian kanker payudara, dan cacat lahir
Phthalatessering ditemukan pada deodoran, parfum atau cologne,
semprot rambut, cat kuku, pelembab, dan produk untuk bayi dan anak.
5. Triclosan
Triclosan secara luas digunakan sebagai antimikroba.

Bahan kimia ini telah diketahui dapat menyebabkan


gangguan sistem endokrin, terutama hormon tiroid dan
reproduksi.
Beberapa studi juga menemukan bahwa bahan ini juga
turut berperan pada terjadinya resisten antibitoik.
Triclosan dapat ditemukan pada pasta gigi, sabun
antibakteri, dan deodoran.
6. SLS / SLES
SLS (sodium lauryl sulfate) dan SLES (sodium laureth sulfate)
merupakan surfaktan yang dapat ditemukan di lebih dari 90% produk
perawatan diri dan pembersih (produk berbusa).
SLS diketahui dapat menyebabkan iritasi pada kulit, paru, dan mata.
Senyawa ini berpotensi berinteraksi dan bergabung dengan bahan kimia
lain menjadi nitrosamine yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker).
Bahkan, kombinasi antara bahan tersebut juga dapat menyebabkan
komplikasi berupa kerusakan ginjal dan pernapasan.
SLS atau SLES dapat ditemukan pada sampo, sabun mandi, maskara,
tabir surya, lipstik, produk rambut, dan perawatan jerawat.
7. Formaldehyde
Ini adalah bahan pengawet yang dapat ditemukan pada produk
kosmetik yang memiliki sifat mencegah pertumbuhan bakteri.
Bahan kimia ini dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit dan
mengganggu sistem kekebalan tubuh.
Formaldehyde juga dianggap sebagai zat karsinogenik pada
manusia, dan telah dikaitkan dengan angka terjadinya kanker yang
berhubungan dengan pekerjaan―seperti kanker hidung dan
nasofaring.
Formaldehyde dapat ditemukan pada produk perawatan diri,
seperti di cat kuku, sabun mandi, kondisioner, sampo, pembersih,
dan eye-shadow.
8. Toluene
Toluene adalah zat yang mampu melarutkan cat atau merupakan
pengencer cat.
Bahan ini dapat mempengaruhi sistem pernapasan, menyebabkan
mual, dan mengiritasi kulit.
Ibuhamil harus menghindari paparan uap toluene, karena dapat
menyebabkan kerusakan perkembangan pada janin.
Bahan kimia ini pun dihubungkan dengan toksisitas pada sistem
kekebalan tubuh.
Toluene dapat ditemukan pada cat dan produk perawatan kuku, serta
produk pewarna rambut.
9. Propylene glycol
Propylene glycol adalah alkohol organik yang biasa
digunakan sebagai kondisioner.
Bahan ini dapat meningkatkan risiko dermatitis atau
eksim, serta menimbulkan sensasi gatal pada kulit.
Propylene glycol dapat ditemukan pada pelembap, tabir
surya, produk make-up, kondisioner, sampo dan sprai
rambut.
10. Sunscreen chemicals
Bahan kimia ini berfungsi sebagai tabir surya, yang
menyerap sinar ultraviolet dari matahari.
Sunscreen chemicals dapat mengganggu sistem endokrin,
dan mudah diserap oleh tubuh.
Sunscreen chemicals diduga dapat menyebabkan
kerusakan sel dan meningkatkan risiko kanker.
DETOKSIFIKASI
UPAYA MEMINIMALISIR

 Menyeimbangkan gizi (nutrisi penting harus ada)


 Istrahat yang cukup

Istrahat penting sebab istrahat bermanfaat untuk :


1. Detoksifikasi (pengeluaran racun), mempertahankan
energi,
2. Organ/kelenjar penting (adrenal, tiroid, hati, ginjal)
hanya dapat membangun kembali saat istrahat
UPAYA MEMINIMALISIR

 Makanan.
1. Konsumsi makanan kaya sulfur (kuning telur, sayur
kubis, lobak, bawang putih
2. Konsumsi suplemen antagonis seperti rumput laut sebab
dapat mngikat logam beracun
3. Konsumsi suplemen zinc, selenium, kalsium, magnesium
dan mineral penting lainnya.
 Olahraga teratur

Mengeluarkan keringat
WAKTU-WAKTU DETOKTIFIKASI TUBUH
 Malam hari pukul 21.00 – 23,00: adalah pembuangan zat-
zat tidak berguna/beracun (de-toxin) dibagian sistem
antibodi (kelenjar getah bening). Selama durasi waktu ini
seharusnya dilalui dengan suasana tenang atau
mendengarkan musik. Bila saat itu seorang masih dalam
kondisi yang tidak santai seperti misalnya mencuci piring
atau mengawasi anak belajar, hal ini dapat berdampak
negatif bagi kesehatan.
 Malam hari pukul 23.00 – 01.00 : saat proses de-toxin di
bagian hati, harus berlangsung dalam kondisi tidur pulas.
WAKTU-WAKTU DETOKTIFIKASI TUBUH
 Pukul 01.00-03.00: proses de-toxin di bagian empedu, juga
berlangsung dalam kondisi tidur.
 Pukul 03.00-05.00 : de-toxin di bagian paru-paru. Sebab itu
akan terjadi batuk yang hebat bagi penderita batuk selama
durasi waktu ini. Karena proses pembersihan (de-toxin) telah
mencapai saluran pernafasan, maka tak perlu minum obat
batuk agar supaya tidak merintangi proses pembuangan
kotoran.
 Pukul 05.00-07.00 : de-toxin di bagian usus besar, harus
buang air di kamar kecil.
WAKTU-WAKTU DETOKTIFIKASI TUBUH
 Pukul 07.00-09.00 : waktu penyerapan gizi makanan bagi usus
kecil, harus makan pagi. Bagi orang yang sakit sebaiknya makan
lebih pagi yaitu sebelum pk 6:30. Makan pagi sebelum pk 7:30
sangat baik bagi mereka yang ingin menjaga kesehatannya. Bagi
mereka yang tidak makan pagi harap merubah kebiasaannya ini,
bahkan masih lebih baik terlambat makan pagi hingga pk 9-10
daripada tidak makan sama sekali.
 Tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang akan mengacaukan
proses pembuangan zat-zat tidak berguna. Selain itu,dari tengah
malam hingga pukul 4 dini hari adalah waktu bagi sumsum tulang
belakang untuk memproduksi darah. Sebab itu, tidurlah yang
nyenyak dan jangan terlalu sering begadang.
(Sumber :www.parkirotak.com)
Thanks

Anda mungkin juga menyukai