PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Sejak perkembangan peradaban manusia dalam mencari makanan, tentu
telah mencoba beragam bahan baik botani, nabati, maupun dari mineral. Melalui
pengalamannya ini ia mengenal makanan,yang aman dan berbaya. Dalam kontek
ini kata makanan dikonotasikan ke dalam bahan yang aman bagi tubuhnya jika
disantap, bermanfaat serta diperlukan oleh tubuh agar dapat hidup atau
menjalankan fungsinya. Sedangkan kata racun merupakan istilah yang digunakan
untuk menjelaskan dan mengambarkan berbagai bahan zat kimia yang dengan
jelas berbahaya bagi badan. Kata racun toxic adalah berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu dari akar kata tox, dimana dalam bahasa Yunani berarti panah. Efek
berbahaya (toksik) yang ditimbulkan oleh zat racun (tokson) telah dikenal oleh
manusia sejak awal perkembangan beradaban manusia. Oleh manusia efek toksik
ini banyak dimanfaatkan untuk tujuan seperti membunuh atau bunuh diri. Untuk
mencegah
keracunan,
orang
senantiasa
berusaha
menemukan
dan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN DAN DEFINISI TOKSIKOLOGI.
4. Ilmu yang mempelajari racun, berikut asal, efek, deteksi dan metode
pengolahannya. (Dictionary of Stientific and Technical Terms, McGraw
Hill, 1984).
5. Toksikologi adalah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pemahaman
mekanisme efek beracun yang dihasilkan bahan kimia pada jaringan hidup
atau organisme; studi tentang kondisi (termasuk dosis) di mana paparan
bahan kimia pada makhluk hidup berbahaya.
6. Toksikologi didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme
efek toksik berbagai bahan terhadap mahluk hidup dan sistem biologik
lainnya.
7. Toksikologi adalah Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sifat sifat
dan cara kerja racun.
tubuh agar dapat hidup atau menjalankan fungsinya. Sedangkan kata racun
merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan mengambarkan
berbagai bahan zat kimia yang dengan jelas berbahaya bagi badan. Kata racun
toxic adalah bersaral dari bahasa Yunani, yaitu dari akar kata tox, dimana
dalam bahasa Yunani berarti panah. Dimana panah pada saat itu digunakan
sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya terdapat
racun. Di dalam Papyrus Ebers (1552 B.C.)
informasi lengkap tentang pengobatan dan obat. Di Papyrus ini juga memuat
ramuan untuk racun, seperti antimon (Sb), tembaga, timbal, hiosiamus, opium,
terpentine, dan verdigris (kerak hijau pada permukaan tembaga). Sedangkan di
India (500 - 600 B.C.) di dalam Charaka Samhita disebutkan, bahwa tembaga,
besi, emas, timbal, perak, seng, bersifat sebagai racun, dan di dalam Susrata
Samhita banyak menulis racun dari makanan, tananaman, hewan, dan penangkal
racun gigitan ular.
Hippocrates(460-370 B.C.), dikenal sebagai bapak kedokteran, disamping itu
dia juga dikenal sebagai toksikolog dijamannya. Dia banyak menulis racun bisa
ular dan di dalam bukunya juga menggambarkan, bahwa orang Mesir kuno telah
memiliki pengetahuan penangkal racun, yaitu dengan menghambat laju
penyerapan racun dari saluran pencernaan. Disamping banyak lagi nama besar
toksikolog pada jaman ini, terdapat satu nama yang perlu mendapat catatan
disini, yaitu besar pada jaman Mesir dan Romawi kuno adalah Pendacious
Dioscorides (A.D. 50), dikenal sebagai bapak Materia Medika, adalah seorang
dokter tentara. Di dalam bukunya dia mengelompokkan racun dari tanaman,
hewan, dan mineral.
Hal ini membuktikan, bahwa efek berbahaya (toksik) yang ditimbulkan oleh
zat racun (tokson) telah dikenal oleh manusia sejak awal perkembangan
beradaban manusia. Oleh manusia efek toksik ini banyak dimanfaatkan untuk
tujuan seperti membunuh atau bunuh diri. Untuk mencegah keracunan, orang
senantiasa berusaha menemukan dan mengembangkan upaya pencegahan atau
menawarkan racun. Usaha ini seiring dengan perkembangan toksikologi itu
6
sendiri. Namun, evaluasi yang lebih kritis terhadap usaha ini baru dimulai oleh
Maimonides(1135 - 1204) dalam bukunya yang terkenal Racun dan Andotumnya.
Sumbangan yang lebih penting bagi kemajuan toksikologi terjadi dalam abad
ke-16 dan sesudahnya. Paracelcius adalah nama samaran dari Philippus Aureolus
Theophratus Bombast von Hohenheim (1493-1541), toksikolog besar, yang
pertama kali meletakkan konsep dasar dasar dari toksikologi. Dalam postulatnya
menyatakan: Semua zat adalah racun dan tidak ada zat yang tidak beracun,
hanya dosis yang membuatnya menjadi tidak beracun. Pernyataan ini menjadi
dasar bagi konsep hubungan dosis reseptor dan indeks terapi yang berkembang
dikemudian hari.
Matthieu Joseph Bonaventura Orfila dikenal sebagai bapak toksikologi
modern. Ia adalah orang Spayol yang terlahir di pulau Minorca, yang hidup
antara tahun 1787 sampai tahun 1853. Pada awak karirnya ia mempelajari kimia
dan matematika, dan selanjutnya mempelajari ilmu kedokteran di Paris. Dalam
tulisannya (1814-1815) mengembangkan hubungan sistematik antara suatu
informasi kimia dan biologi tentang racun. Dia adalah orang pertama, yang
menjelaskan nilai pentingnya analisis kimia guna membuktikan bahwa
simtomatologi yang ada berkaitan dengan adanya zat kimia tertentu di dalam
badan. Orfila juga merancang berbagai metode untuk mendeteksi racun dan
menunjukkan pentingnya analisis kimia sebagai bukti hukum pada kasus
kematian akibat keracunan. Orfila bekerja sebagai ahli medikolegal di Sorbonne
di Paris. Orfila memainkan peranan penting pada kasus La Farge (kasus
pembunuhan dengan arsen) di Paris, dengan metode analisis arsen, ia
membuktikan kematian diakibatkan oleh keracuanan arsen. M.J.B. Orfila dikenal
sebagai bapak toksikologi modern karena minatnya terpusat pada efek tokson,
selain itu karena ia memperkenalkan metodologi kuantitatif ke dalam studi aksi
tokson pada hewan, pendekatan ini melahirkan suatu bidang toksikologi modern,
yaitu toksikologi forensik. Dalam bukunya Traite des poison, terbit pada tahun
1814, dia membagi racun menjadi enam kelompok, yaitu:
corrosives,
secara
umum,
seperti
masalah
lingkungan,
ekonomi
dan
kehakiman/forensik.
a. Toksikologi Lingkungan
Merupakan cabang toksikologi yang menguraikan pemejanan yang tidak di
sengaja pada jaringan biologi (lebih khusus pada manusia) dengan senyawa
kimia yang pada dasarnya merupakan pencemaran lingkungan, makanan atau
air. Pada prinsipnya, toksikologi lingkungan mengkaji tentang keracunan yang
terjadi secara tidak sengaja seperti keracunan akibat makan ikan yang berasal
dari teluk minamata jepang dan mengakibatkan penyakit minamata keracunan
gas akibat aktifitas gunung berapi dan masih banyak contoh lainnya. Tujuan dari
pada toksikologi lingkungan adalah : mengurangi perlunya mencari substansi
yang aman, yang berarti harus mengetahui mekanisme bagaiman racun
menyerang organisme, mencegah terjadinya efek tang tidak di kehendaki dari
racun terhadap organisme dan kualitas lingkungan dapat membuat criteria dasar
untuk standarisasi kualitas lingkungan dapat memperbaiki cara pengolahan
karena mengetahui mekanisme terjadinya efek dan keracunan.
b. Toksikologi Ekonomi
Merupakan cabang toksikologi yang menguraikan pengaruh berbahaya zat kimia,
yang dengan segaja dipejankan pada jaringan biologi dengan maksud untuk
mencapai pengaruh atau efek khas, seperti : obat, zat tambahan makanan dan
peptisida. Pada bidang ini, keracunan bisa terjadi karena efek samping obat atau
8
berbagai gejala buruk yang muncul akibat adanya kandungan formalin dalam
produk mie instan dan lain sebagainya, dimana pemejanan obat atau makanan
tadi memang sengaja dilakukan untuk tujuan penyembuhan penyakit dan sebagai
bahan makanan.
c. Toksikologi Kehakiman/Forensik
Merupakan cabang toksikologi yang mengkaji aspek medis dan aspek hukum
atas pengaruh berbahaya zat kimia pada manusia. Pada bidang kajian ini,
masukknya senyawa kimia bisa terjadi karena kesengajaan untuk tujuan
pembunuhan atau secara tidak sengaja akibat kelalaian manusia. Akan tetapi,
yang jelas peristiwa keracunan yang terjadi menimbukan suatu masalah, dimana
masalah tersebut harus diselesaikan secara hukum di pengadilan. Kerja utama
dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif
dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam
ungkapan apakah ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal,
yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan.
Hasil analisis dan interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu
laporan yang sesuai dengan hukum dan perundangan-undangan. Menurut Hukum
Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut dengan Surat Keterangan
Ahli atau Surat Keterangan.
Belakangan ini berkembang di bidang ilmu lingkungan, problem pencemaran
lingkungan hidup akan berbicara aspek toksikologi, misalnya seberapa besar
kualitas dan kuantitas bahan kimia merusak ataupun terpenetrasi pada organisme
sehingga terjadi ketidakseimbangan lingkungan bahkan mematikan organisme
tertentu, sebab dengan pengetahuan ini kita dapat menentukan secara kuantitatif
toksikan bagi manusia. (Nelwan, 2010.
2.4. KLASIFIKASI BAHAN TOKSIK.
Bahan-bahan toksik dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, tergantung
dari minat dan tujuan pengelompokkannya.
Dimana pengelompokkannya
didasarkan atas :
Organ targetnya : hati ginjal, sistem hermatopotik, dan lain-lain..
mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan serta keterangan
mengenai paparan dan sasarannya. Faktor utama yang berkaitan dengan
toksisitas dan situasi paparan adalah cara atau jalan masuknya serta durasi dan
frekuensi paparan.
Jalan masuk ke dalam tubuh suatu bahan polutan yang toksik, umumnya
melalui saluran penceraan makanan, saluran pernapasan, kulit dan jalur lain.
Jalur lain tersebut diantaranya adalah intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan.
Jalan masuk yang berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas bahan polutan.
Bahan paparan yang berasal dari industri biasanya masuk ke dalam tubuh melalui
kulit dan terhirup, sedangkan kejadian keracunan biasanya melalui proses
tertelan.
Perbandingan dosis letal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari
paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan
dapat diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya
bahan polutan pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral,
maka dapat diperkirakan bahwa bahan polutan yang masuk melalui intravena,
memberi reaksi cepat dan segera. Sebaliknya bila dosis yang diberikan berbeda
maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda pula, misalnya suatu bahan masuk
melalui kulit dengan dosis lebih tinggi sedangkan lainnya melalui mulut dengan
dosis yang lebih rendah, maka dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap
racun sehingga suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan
dosis yang tinggi.
2.6 JALUR MASUK, TEMPAT, WAKTU DAN FREKUENSI PEMAPARAN
TOKSIKOLOGI.
a) Jalur Masuk dan Tempat Pemaparan
Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia
adalah melalui saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti,
paru-paru (inhalasi), kulit (topikal), dan jalur perenteral lainnya (selain
11
terlebih
lagi
apabila
dosis
yang
diberikan
hanya
menyebabkan cidera pada tempat yang kena bahan tersebut (efek lokal), bisa
juga efek sistematik setelah bahan kimia diserap dan tersebar ke bagian
organ lainnya. Efek toksik ini dapat bersifat reversibel artinya dapat hilang
dengan sendirinya atau irreversibel yaitu akan menetap atau bertambah
parah setelah pajanan toksikan dihentikan. Efek irreversibel (efek Nirpulih)
di antaranya karsinjoma, mutasi, kerusakan syaraf, dan sirosis hati.
Efek toksikan reversibel (berpulih) bila tubuh terpajan dengan kadar
yang rendah atau untuk waktu yang singkat, sedangkan efek terpulih terjadi
bila pajanan dengan kadar yang lebih tinggi dan waktu yang lama (Rukaesih
Achmad, 2004:170)
Di dalam ekotoksikologi komponen yang penting adalah integrasi antara
laboratorium dengan peneltian lapangan (Kenndall and Akerman, 1992).
Pendekatan eksperimental digunakan dalam analisis bahan berbahaya yang
berpotensi menimbulkan efek dapat dikembangkan pada beberapa tingkat
yang berbeda kompleksitasnya, tergantung pada target dari studi suatu
organisasi misalnya satu spesies, populasi, komuniats atau ekosistem. Hal ini
tergantung pada tipenya seperti panjang dan pendeknya waktu kematian,
khronis atau respon pada sub-khronis, kerusakan reproduktif. Sehingga
diperlukan kesepakatan diantara kenyataan ekologi dan kesederhanaan
13
dalam prosedur serta interpretasi hasil. Efek toksik yang timbul tidak hanya
tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi
mungkin juga tergantung pada durasi paparannya. Efek kronis dapat terjadi
apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik pada
kondisi kronis bersifat ireversibel. Hal tersebut terjadi karena sistem biologi
tidak mempunyai cukup waktu untuk mencapai kondisi menjadi pulih akibat
paparan terus menerus dari bahan toksik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
hidup atau studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat
kimia terhadap organisme hidup.
3.2 Saran.
Dengan adanya tulisan ini penulis menyararankan kepada pembaca untuk lebih
memahami ilmu toksikologi dengan tujuan agar terhindar dari adanya toksisitas
yang dapat menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh ataupun mengancam jiwa.
Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
15
16