Anda di halaman 1dari 15

PUNCAK

BAWAKARAENG
GEOWISATA
B EKSPLORASI
BAWAKARAENG
BAWAKARAENG

SEJARAH
Bawakaraeng adalah suatu nama / istilah dari bahasa Makassar ,
yakni ; Bawa memiliki arti : ucapan (mulut) dan Karaeng
menunjukkan arti : suatu predikat yang dihormati / yang
dihargai (raja); atau secara harfiah berarti mulut raja; sehingga
istilah Bawakaraeng secara maknawiah menjelaskan bahwa
kehormatan seseorang atau nilai diri (harga diri) seseorang
terletak pada ucapannya (mulutnya).
Hingga saat ini belum ditemukan suatu catatan yang
menjelaskan (sejak kapan dan latar belakang) mengenai
penempatan nama Bawakaraeng pada sebuah Gunung (yang ada
saat ini), meskipun dapat dimengerti bahwa kebiasaan
pemberian nama pada suatu tempat, umumnya berdasarkan
riwayat kejadiannya.
BAWAKARAENG

Tahapan rute Pendakian


Pendakian dimulai dari Desa Lembanna,
medannya berupa perkebunan penduduk lalu
mulai masuk pintu Hutan Pinus dan untuk
mencapai Pos I dibutuhkan waktu kurang lebih 1
jam perjalanan.
Dari Pos I yang ketinggian mencapai 1650 mdpl,
pendakian terus landai hingga mencapai Pos II,
diperlukan waktu tak lebih dari 1 jam perjalanan,
disini tersedia mata air yg mengalir. Perjalanan
belum terlalu mendaki, masih landai dan mulai
masuk vegetasi hutan khas sulawesi, waktu
tempuh tak berbeda dengan dari Pos I ke Pos II,
di pos III juga tersedia mata air dan bisa
mendirikan Tenda.
BAWAKARAENG
Pos IV dapat ditempuh dalam waktu lebih dari 1
Jam perjalanan dan perjalanan di lanjut hingga
Pos V, di pos ini terdapat mata air, hanya saja
lumayan jauh. Biasanya Pos V digunakan untuk
camp.
Dari Pos V, perjalanan mulai mendaki dan
sepanjang perjalanan akan melewati Pohon-pohon
yg tumbang karena dari Pos V - VI, hutannya habis
terbakar, kalau mendaki malam hari sebaiknya
berhati-hati, karena disini biasanya pendaki sering
tersasar, karena jalur tak begitu terlihat.
Ketika tiba di Pos VI, perjalanan masih melalui
hutan yang lumayan lebat, perjalanan terus
melandai dan mulai mendaki dan hutan mulai
menghilang berganti vegetasi hutan yg berbeda
dan setelah 2 jam perjalanan, akan tiba di Pos VII,
yg punya ketinggian 2710 mdpl. Di Pos VII
pemandangan sangat indah dan lumayan terbuka.
Di pos VII inilah yang sering terjadi badai.
BAWAKARAENG
Dari Pos VII menuju Pos VIII, jalur mulai
naik turun, setelah melewati 2 bukit yg
punya ketinggian rata-rata 2700 mdpl, jalur
akan menurun dan Tiba di Pos VIII, disini
tersedia mata air, dan biasanya pendaki
bermalam disini baru keesokan paginya
menuju puncak Bawakaraeng.
Pemandangan rumput savana dan puncak
bawakaraeng terlihat dari pos VIII ini, suhu
pada malam hari dapat mencapai antara 8-
10 derajat celcius.
Dari Pos VIII menuju Pos IX, rute yang
dilalui berupa jalan menanjak melewati
vegetasi hutan basah dan lebat. Ditengah
perjalanan menuju Pos IX kita dapat melihat
daerah pasca longsor tahun 2004 silam.
BAWAKARAENG

Pos IX merupakan daerah yang


cukup luas dapat menampung
sekitar 3 - 4 tenda dan terdapat
sumber mata air sehingga cocok
dijadikan tempat istirahat/camp
sebelum menuju puncak pada
keesokan paginya.
Pos X merupakan pos terakhir
sebelum menuju puncak Gunung
Bawakaraeng. Rute yang dilalui
cukup menanjak. Di Pos ini juga
terdapat lokasi camp tetapi tidak
terdapat sumber mata air yang
mengalir, hanya terdapat berupa
sumur kecil yang menampung air
hujan. Sebaiknya sebelum menuju
puncak perhatikan kondisi alam di
puncak, terkadang angin bertiup
lumayan kencang.
BAWAKARAENG
PROSES GEOLOGI
Secara geologis bermula dari terbentuknya formasi gunung api
Lompobattang yang pecah (meletus) dan membentuk sejumlah
kawah (saat ini lebih dikenal dengan Lembah Ramma,
Lembahlowe dan Lembah Anjayya) lalu terjadinya proses
pengangkatan (gunung Bawakaraeng) dan membentuk kesatuan
jajaran pegunungan Lompobattang.
Gunung Bawakaraeng tidak terlalu tepat untuk disebut sebagai
gunung oleh karena gunung Bawakaraeng terletak atau bagian
dari jajaran pegunungan Lompobattang serta salah satu puncak
dan puncak tertinggi dari jajaran pegunungan Lompobattang.
Beberapa puncak di jajaran pegunungan Lompobattang, antara
lain : puncak Van Bonthain (umumnya disebut puncak
Lompobattang), puncak Bulu Assuempolong, puncak Bulu Kaca,
puncak Ko’bang, puncak Bulu Baria, puncak Bulu Porong,
Puncak Bawakaraeng dan puncak Sarobaiyya.
BAWAKARAENG
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Perkembangan tektonik Gunung Bawakaraeng erat kaitannya dengan pengaruh
tektonik regional. Menurut Sukamto dan Supriatna (1982), terjadinya
permulaan terban Walanae akibat tektonik yang mengikuti akhir kegiatan
gunungapi Miosen Awal. Terban ini kemudian menjadi cekungan dimana
Formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak
awal Miosen Tengah dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai kala
Pliosen. Menurunnya cekungan Walanae diikuti oleh kegiatan gunungapi yang
terjadi secara luas di sebelah baratnya dan mungkin terjadi secara lokal di
sebelah timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen.
Semula Gunung apinya terjadi di bawah muka laut dan kemungkinan sebagian
muncul di permukaan pada kala Pliosen. Kegiatan gunungapi selama Miosen
menghasilkan Formasi Camba dan selama Pliosen menghasilkan batuan
gunungapi Baturape-Cindako. Kegiatan gunungapi di daerah ini masih
berlangsung sampai dengan kala Plistosen, menghasilkan batuan gunungapi
Lompobattang. Kondisi geologi di lereng gunung Bawakaraeng didominasi oleh
endapan vulkanik Lompobattang dan batuan vulkanik. Vulkanik Lompobattang
merupakan endapan yang Tersebar luas Di lereng Gunung Bawakaraeng dan
terdiri dari perselingan endapan lahar/lava dan tufa yang belum terkompaksi
dengan baik
BAWAKARAENG
Peta geologi sekitar puncak Gunung
Bawakaraeng Dan Lompobattang (Sukamto
dan Supriatna,1982) memperlihatkan adanya
sebaran sesar acak dari arah Utara ke Selatan.
Sebaran ini terlihat mengelompok mulai di
sekitar Gunung Ranring di bagian Utara,
Gunung Bawakaraeng, Gunung Lompobatang
dibagian tengah hingga ke arah pantai
Bantaeng di bagian selatan. Di bagian utara
Gunung Bawakaraeng, dekat Gunung Sarobaiya
dan Gunung Sarongan di mana longsor saat ini
terjadi, terdapat sesar berarah barat laut-
tenggara yang berpotongan dengan sesar lain
berarah hampir utara-selatan. Pada wilayah
bagian hulu DAS Jeneberang memiliki struktur
geologi kekar buka dan kekar geruk, berbentuk
retakan-retakan baik horisontal maupun
vertikal yang sistematis dan acak dengan
klasifikasi sedang hingga lebar.
BAWAKARAENG
KONDISI GEOLOGI DAN KALDERA

Geologi di sekitar G. Bawakaraeng dibangun oleh


Endapan Vulkanik Gunung Lompobatang yang
terdiridari Lava, tufa Lahar dan breksi vulkanik yang
telah mengalami pelapukan pada bagian
permukaannya menjadilempung lanauan hingga
pasir lanauan berwarna kuning kecoklatan hingga
coklat kehitaman, bersifat gembur,dengan ketebalan
antara 0,5 – 3 meter. Batuan lainnya yang terdapat di
sekitar lokasi bencana antara lain EndapanAluvium,
Endapan Sumbat, Endapan Erupsi Parasitik, Anggota
Breksi, Endapan Vulkanik Baturepe dan
FormasiCamba. Struktur Geologi yang terdapat
berupa sesar normal dengan arah relatif utara -
selatan dan baratlaut -tenggara. Gerakan tanah jika
dilihat dari arah gawir yang sejajar dengan arah sesar
dan luasnya areal yang longsordiduga ada kaitannya
dengan struktur sesar yang merupakan bidang lemah
dan bertindak sebagai bidang gelincir.
BAWAKARAENG
Runtuhnya dinding kaldera Gunung Bawakaraeng pada Maret 2004 yang
diikuti oleh banjir bandang yang menewaskan danmencederai puluhan
orang, serta hancurnya puluhan rumah telah mengakibatkan ancaman
bencana yang berkelanjutan bagipenduduk setempat. Hal ini terbukti
ketika banjir bandang kembali melanda daerah yang sama pada Februari
2007 yangmenyebabkan terisolirnya ribuan penduduk. Hal ini terulang
kembali akibat kurang optimalnya penanganan manajemen
mitigasibencana di daerah tersebut.
Banyak faktor yang menyebabkan daerah Kec. Tinggimoncong dan
sekitarnya di mana G. Bawakaraeng terletak ini rentanterhadap bencana
geologi berupa gerakan tanah dan banjir bandang. Mulai dari
kondisi geologi, perbedaan sifat fisik antara tanahpelapukan yang
meluluskan air dengan batuan dasar yang kurang meluluskan air yang
menjadi bidang gelincir longsoran, danstruktur sesar yang melalui
daerah tersebut. Lalu morfologi yang curam, curah hujan yang tinggi,
serta tata lahan yang tidaksesuai fungsi memperparah kerentanan
daerah ini terhadap bencana.
BAWAKARAENG

Penyebab terjadinya bencana di lokasi ini disebabkan oleh beberapa


faktor diantaranya adalah :

 Curah hujan yang tinggi sebelum dan saat kejadian bencana.


 Batuan yang menyusun daerah ini merupakan endapan vulkanik
Lompobatang yang bagian atas merupakanendapan lahar yang
gembur dan meresapkan air sedangkan pada bagian bawahnya berupa
lava yang kerasdan kompak bersifat kedap air
 Kemiringan lereng yang terjal menyebabkan material mudah bergerak.
 Kurangnya vegetasi penutup yang dapat mengikat tanah
 Daerah sekitar kaldera (mahkota longsoran) dilalui oleh struktur
geologi berupa sesar, sehingga merupakanbidang lemah yang dapat
bertindak sebagai bidang longsoran.
 Pada dinding sebelah tenggara Gunung Bawakaraeng tidak stabil,
ditandai dengan adanya retakan danrekahan sebelum terjadinya
gerakan tanah.
NAMA KELOMPOK

14 31 2 171
1. SHINDY JUNIYUDAWAN
14 31 2 208
2. RIFKI ABDULLAH
14 31 2 212
3. ASKARUDDIN
14 31 2 190
4. MUH ADNAN
14 31 2 211
5. ARY HARYADI
14 31 2 176
6. PREDERIKUS PURNAMA M
14 31 2 204
7. SRI SUARTIN
14 31 2 224
8. SINTIKE
14 31 2 157
9. NURHASTIN A
14 31 2 092
10. ISRAWAT SANGAJI
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai