Anda di halaman 1dari 18

EKONOMI PEMBANGUNAN II

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN


PENDAPATAN
OLEH
Novrianus Kofi, S.E.,M.E.
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan


untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan
oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan
masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral
dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan.
Dalam arti proper kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang
untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, kemiskinan merupakan suatu
fenomena multiface atau multidimensional.

Chambers (dalam Nasikun:2001) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated


concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan
(powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4)
ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis
maupun sosiologis.
Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat
pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan
rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal,
ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan
hidupnya sendiri (Nasikun, 2001).
Menurut Nasikun (2001) Kemiskinan dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu :
1. Kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup
untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang
diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
2.Kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang
belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada
pendapatan.
3.Kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat
yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
4.Kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses
terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial
politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali
menyebabkan suburnya kemiskinan. Perkembangan terakhir, menurut Jarnasy (2004)
kemiskinan struktural lebih banyak menjadi sorotan sebagai penyebab tumbuh dan
berkembangnya ketiga kemiskinan yang lain.
Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu kemiskinan alamiah dan
kemiskinan buatan/artificial (Masoed, 1997) :
5. Kemiskinan alamiah berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan prasarana
umum, serta keadaan tanah yang tandus.
6. Kemiskinan buatan lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau
pembangunan yang membuat masyarakat tidak dapat menguasai sumber daya,
sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata.
Penyebab Kemiskinan menurut Emil Salim dalam Nasikun (2001) :
1. Policy Induces Process
2. Socio economic Dualism
3. Population Growth
4. Resource Management and Environment
5. Natural Cycles and Process
6. The Marginalization of Women
7. Cultural and ethnic Factors
8. Explotative intermediation
9. Internal Political Fragmentation and Civil stratfe
10. International Process
Kemiskinan Multidimensional :
1. Kemiskinan dalam Dimensi Ekonomi
2. Kemiskinan dalam Dimensi Kesehatan
3. Kemiskinan dalam Dimensi Sosial dan Budaya
4. Kemiskinan dalam Dimensi Sosial dan Politik
5. Kemiskinan dalam Dimensi Pendidikan, Agama dan Budi Pekerti
6. Kemiskinan dalam Dimensi Perdamaian Dunia
LINGKARAN KEMISKINAN

Investasi Fisik
Rendah

Penganggurn Tingkat
Tenaga Kerja Investasi
Rendah

Investasi SDM
Rendah

Kekurangn Tingkat Tingkat


Tenaga kerja Teknologi Tabungan
terampil rendah Produktivitas SDM Rendah
Rendah

Produksi PendapatnR
rendah Permintaan per endah
kapita Rendah

Sumber : Malasis, Agricultural and Development


Process, The Unesco Press, 1975.p.93
7
 Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
* Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam
arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
* Gambaran tentang kurangnya pemenuhan kebutuhan sosial, termasuk
keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi
dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan
sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-
masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
* Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan
ekonomi di seluruh dunia.
GAMBARAN KEMISKINAN di INDONESIA

Salah satu prasyarat keberhasilan program program pembangunan sangat

tergantung pada ketepatan pengidentifikasian target group dan target area. Dalam

program pengentasan nasib orang miskin, keberhasilannya tergantung pada

langkah awal dari formulasi kebijakan, yaitu mengidentifikasikan siapa

sebenarnya “si miskin” tersebut dan di mana si miskin itu berada. Kedua,

pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melihat profil kemiskinan. Profil

kemiskinan dapat dilihat dari karakteristik karakteristik ekonominya seperti sumber

pendapatan, pola konsumsi/pengeluaran, tingkat beban tanggungan dan lain lain.

Juga perlu diperhatikan profil kemiskinan dari karakteristik sosial-budaya dan

karakteristik demografinya seperti tingkat pendidikan, cara memperoleh fasilitas

kesehatan, jumlah anggouta keluarga, cara memperoleh air bersih dan sebagainya.
Namun pemerintah Indonesia menggabungkan model Rostow dengan pendekatan

kesejahteraan. Pendekatan ini langsung dilakukan tanpa melalui Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) tetapi langsung oleh presiden melalui Instruksi Presiden (inpres). Ada beberapa inpres

yang dilakukan dengan pola pendekatan kesejahteraan, yaitu :

1. Inpres Desa Tertinggal, tujuannya adalah menciptakan kesetaraan desa dan menciptakan

lapangan kerja di pesedaan

2. Inpres kesehatan, tujuannya adalah memberikan layanan kesehatan yang mudah dan murah

untuk penduduk pedesaan.

3. Inpres pendidikan, tujuannya adalah memberikan layanan pendidikan yang gratis untuk

pendidikan dasar sampai menengah.

4. Inpres obat obatan, tujuannya adalah untuk memberikan obat obatan yang murah kepada

masyarakat miskin

5. Inpres inpres lainnya, yang prinsipnya adalah meningkatkan kesejahteraan penduduk

pedesaan.
Di samping inpres inpres tersebut, pemerintah juga
mengeluarkan kebijakan kebijakan yang tujuannya adalah meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan penduduk pedesaan, misalkan :

1. Ketentuan mengenai Kredit Usaha Tani, untuk memudahkan petani


mendapatkan modal untuk mengolah tanah

2. Ketentuan mengenai kredit perbankan

3. Pembebasan pajak untuk hasil pertanian.

4. Subsidi atas pupuk dan obat obatan pertanian

5. Penetapan harga dasar gabah, untuk menjamin nilai tukar petani (padi)
tidak turun, bahkan meningkat terhadap hasil produk industri lainnya.

7. dan lain lain.


KESENJANGAN PENDAPATAN

Masalah ketimpangan dalam distribusi pendapatan dapat ditinjau dari tiga segi, yaitu:
1. Ketimpangan Pendapatan Antar Golongan.
Pendapatan jika dilihat dengan menggunakan koefisien gini, maka akan terlihat bahwa
distribusi pendapatan di daerah perkotaan lebih buruk daripada daerah di luar Kota
2. Ketimpangan Pendapatan Antara Daerah Perkotaan dan Pedesaan.
Pola pembangunan Indonesia memperlihatkan suatu urban bias, yaitu pembangunan yang
berorientasi ke daerah perkotaan, dengan tekanan yang berat pada sektor industri yang
terorganisir, yang merupakan sebab terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan yang lebih
parah lagi di kemudian hari. Kembali kita perhatikan penjelasan teori ekonomi yang dualistik
tentang terjadi kesenjangan pembagian pendapatan di negara-negara sedang berkembang,
maka pertama-tama relavansinya terlihat dalam pola kesenjangan yang berbeda antara
wilayah perkotaan dan pedesaan.
3. Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah
Ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antar berbagai daerah di Indonesia serta
penyebaran sumber daya yang tidak merata menjadi penyebab tidak meratanya distribusi
pendapatan antar daerah di Indonesia khususnya
Pada umumnya ada 3 macam indikator distribusi pendapatan yang sering digunakan dalam
pendapatan nasional (Todaro, 1998) :
Pertama, indikator distribusi pendapatan perorangan. Kedua, kurva Lorenz. Ketiga,
koefisien gini.
Masing-masing indikator tersebut mempunyai relasi satu sama lainnya. Semakin jauh kurva
Lorenz dari garis diagonal maka semakin besar ketimpangan distribusi pendapatannya.
Begitu juga sebaliknya, semakin berimpit kurva Lorenz dengan garis diagonal, semakin
merata distribusi pendapatan. Sedangkan untuk koefisien gini, semakin kecil nilainya,
menunjukkan distribusi yang lebih merata. Demikian juga sebaliknya. Kuznets dalam
penelitiannya di negaranegara maju berpendapat bahwa pada tahap-tahap pertumbuhan
awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk,namun pada tahap-tahap berikutnya hal
itu akan membaik. Penelitian inilah yang kemudian dikenal secara luas sebagai konsep
kurva Kuznets U terbalik. Sementara itu menurut Oshima bahwa negara-negara Asia
nampaknya mengikuti kurva Kuznets dalam kesejahteraan pendapatan.Ardani
mengemukakan bahwa kesenjangan/ketimpangan antar daerah merupakan konsekuensi
logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri
Kurva Lorenz
KRITERIA KOEFISIEN GINI
Kriteria Bank Dunia mendasarkan penilaian distribusi
pendapatan atas pendapatan yang diterima oleh 40%
penduduk berpendapatan terendah. Kesenjangan
distribusi pendapatan dikategorikan:
1. Tinggi, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah
menerima kurang dari 12% bagian pendapatan.
2. Sedang, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah
menerima 12 hingga 17% bagian pendapatan
3. Rendah, bila 40%, penduduk berpenghasilan terendah
menerima lebih dari 17% bagian pendapatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nasikun. Diktat Mata Kuliah. Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan.


Magister Administrasi Publik. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 2001.
2. Jarnasy, Owin. Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan.
Belantika. Jakarta. 2004.
3. Mas’oed, M. Politik, Birokrasi dan Pembangunan. Pustaka Pelajar
Offset.Yogyakarta.1997.
4. JMPK Vol. 08/No.03/September/2005. Memahami Kemisikinan secara
multidimensional
5. Ahmad Erani Yustika. Pembangunan dan Krisis: Memetakan Perekonomian
Indonesia. (Jakarta: Grasindo, 2012), h. 91-150

Anda mungkin juga menyukai