Anda di halaman 1dari 18

“SALAH OBAT,

MATA DIOPERASI”
ANALISIS KASUS ETIK

Oleh :

Maria Manungkalit
Yesiana Dwi Wahyu W
Arief Widya Prasetya
Sabinus B. Kedang
PENDAHULUAN
 Mutu pelayanan kesehatan baik bila masing2 profesi
kesehatan memberikan pelay. sesuai standar profesi, etika
& norma.
 Tujuan dari pelayanan pasien adalah untuk membantu
menyembuhkan atau mengurangi penderitaan pasien,
 Namun kadang muncul risiko yang tidak diinginkan
(kematian)
 Beberapa tahun belakangan muncul di media tuntutan2
yang dilakukan oleh pasien atau keluarga, menuduh nakes
melakukan malpraktek.
TINJAUAN PUSTAKA

Konsep
Malpraktik
Standar • Definisi
Tenaga Pelayanan Malpraktik
Kesehatan Kefarmasian • Jenis Kelalaian
• Sanksi Hukum
di Apotek • Pembuktian
ANALISIS KASUS DAN
PEMBAHASAN
Kasus
Kediri, Nasib Mariyani 57 tahun, warga desa Adan-adan, kecamatan Gurah Kediri benar-benar apes,
maksud awal mengobati matanya yang bengkak, tetapi malah harus dioperasi. Gara-garanya, Puskesmas
diduga salah memberikan obat tetes mata kepada mariyani, akibatnya dia harus dilarikan ke RSUD
Pelem, Pare untuk operasi mata.
Dugaan salah obat diungkapkan Heni, anak korban. Awalnya menurut Heni, mata ibu sakit
setelah kejatuhan jambu air, ketika diperiksakan di Puskesmas Adan-adan itulah, obat yang diterima
mariyani bukan obat tetes mata, namun obat yang terlanjur diteteskan ke mata ibunya tersebut adalah
obat tetes telinga.
Pagi itu pula Heni mengembalikan obat tersebut di Puskesmas, awalnya, petugas tak percaya,
tetapi setelah melihat resep, obat yang diberikan seharusnya memang obat tetes mata. Heni menyatakan
sudah meminta pertanggungjawaban Puskesmas, pengelola Puskemas pun memberi uang kompensasi
Rp. 300 ribu.
Pihak Puskesmas Adan-adan tidak bisa dikonfirmasi, dokter Sri Hariyati, kepala Puskesmas
Adan-adan tidak ada ditempat ketika didatangi, ada yang bilang sakit ada juga yang bilang sedang pergi.
ANALISIS DARI SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG
KESEHATAN NO 36 TAHUN 2009

“Petugas tak percaya, tetapi setelah melihat resep, obat yang diberikan seharusnya
memang obat tetes mata”. Melihat tersebut sesuai UU kesehatan Bab 2 Pasal 23
dikatakan bahwa ”Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan bidang keahlian
yang dimiliki”
Petunjuk teknis Pelayanan Puskesmas bahwa Pelaksanaan pemberian obat
dilaksanakan oleh Apoteker dan dibantu oleh Asisten Apoteker (AA), maka, jika
“Petugas pemberian layanan obat” di Puskesmas tersebut diatas telah melaksanakan
tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Permenkes no 1332 tahun 2002 tentang
Ketentuan dan tata cara pemberian izin Apotik, maka hal ini dilakukan oleh orang
yang tepat, sehingga dari aspek kewenangan maka “Petugas” tersebut memiliki
kewenangan untuk melakukan pemberian obat tersebut, tetapi tidak ada “informed
consent”.
ANALISIS DARI SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO 36 TAHUN 2009
(CON’T

”Namun obat yang terlanjur diteteskan ke mata ibunya tersebut adalah obat tetes
telinga” melihat cerita tersebut maka keluarga tidak memenuhi Pasal 56 ayat 1
“Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan
pertolongan yg akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap”, sehingga apabila keluarga
telah memberikan obat tersebut maka keluarga telah menerima penjelasan dan
melaksanakan penjelasan tersebut dengan melakukan pemberian obat. Atau bisa
juga “petugas” tidak menjelaskan kepada keluarga tentang obat yang diberikan,
artinya setelah mengambil obat petugas menyerahkan kepada keluarga tanpa ada
penjelasan.
ANALISIS DARI SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO 36 TAHUN 2009
(CON’T)

“Heni menyatakan sudah meminta pertanggungjawaban Puskesmas,


pengelola Puskemas pun memberi uang kompensasi Rp. 300 ribu”.
Tindakan yang dilakukan oleh pengelola Puskesmas dalam hal ini dirasa
kurang tepat, karena sesuai dengan undang undang kesehatan Bab 3 Ayat
29 dinyatakan bahwa “Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan
kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”, sehingga selayaknya
pengelola Puskesmas bersama keluarga korban duduk bersama untuk
mengatasi masalah yang terjadi.
ANALISIS DARI SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO 36 TAHUN 2009
(CON’T)

Akan tetapi jika dipandang dari sudut pandang keluarga sebagai korban
maka tindakan meminta pertanggung jawaban pengelola Puskesmas sudah
sesuai dengan Pasal 58 ayat 1 “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan
yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya”, sehingga pihak keluarga sudah
seharusnya menerima ganti rugi atas kelalaian tersebut, dengan catatan jika
kelalaian petugas telah terbukti.
ANALISIS DARI SUDUT PANDANG TEORI DAN PRINSIP-PRINSIP
ETIK

“Heni mengembalikan obat tersebut di Puskesmas, awalnya, petugas tak


percaya, tetapi setelah melihat resep, obat yang diberikan seharusnya
memang obat tetes mata”, cerita tersebut maka terjadi kesalahan dalam
pemberian obat dimana tidak sesuai dengan resep yang ada, so tidak sesuai
dengan prinsip etik yaitu Principle of Non Maleficence, “Primum non
nocere” (first of all do no harm), tidak melakukan tindakan yang tidak
perlu, dan mengutamakan tindakan yang tidak merugikan pasien, serta
mengupayakan supaya risiko fisik, risiko psikologik maupun risiko sosial
akibat tindakan tersebut seminimal mungkin,.
ANALISIS DARI SUDUT PANDANG TEORI DAN PRINSIP-PRINSIP ETIK
(CON’T)

“Puskesmas diduga salah memberikan obat tetes mata kepada mariyani,


akibatnya dia harus dilarikan ke RSUD Pelem untuk operasi mata”, bahwa
petugas kesehatan yang ada belum mengacu pada prinsip etik Principle of
Beneficence yang mana semua tindakan dokter yang dilakukan terhadap pasien
harus bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi penderitaan atau memperpanjang
hidupnya. Untuk ini dokter diwajibkan membuat rencana perawatan/ tindakan
yang berlandaskan pengetahuan yang sahih dan dapat berlaku secara umum,
kesejahteraan pasien perlu mendapat perhatian yang utama. Risiko yang
mungkin timbul dikurangi sampai seminimal mungkin dan memaksimalkan
manfaat bagi pasien. Bercermin pada prinsip etika tersebut maka tindakan
petugas kesehatan yang ada Puskemas tersebut telah melalaikan prinsip etik
tersebut dikarenakan tindakan yang dilakukan menimbulkan masalah kesehatan
lain bagi korban.
ANALISIS DARI SUDUT PANDANG MALPRAKTIK

• Negligence yi tindakan bukan sengaja atau tdk melakukan yg


seharusnya dilakukan, melakukan yg seharusnya tdk
Bentuk dilakukan oleh orang2 yg sekualifikasi pd situasi kondisi yg
kesalaha identik”.
n • Negligence atau kelalaian medik merupakan jenis malpraktik
yg paling sering terjadi. tapi harus memenuhi 4 kriteria yakni
4 D.

• Culpa lata atau kelalaian berat karena terdapat kekurang hati-


hatian yg menyolok, dan jika membandingkan perbuatan si
Jenis pelaku terhadap perbuatan rata-rata orang segolongan
dengannya, apakah orang-orang tersebut dalam keadaan yang
kelalaian sama akan berbuat lain atau tidak, sehingga korban kelalaian
petugas mengalami cidera berat
SANKSI HUKUM
 Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
 Pasal 360 KUHP
(1) Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan orang lain menderita luka berat,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun
(2) Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa
sehingga menderita sakit untuk sementara waktu atau tidak dapat menjalankan
jabatan atau perkejaannya selama waktu tertenu diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan enam bulan atau denda paling
tinggi empat ribu lima ratus rupiah
SANKSI HUKUM

 Pasal 1365 KUH Perdata

Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada


seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
 Pasal 1366 KUH Perdata (Kelalaian)

Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena
kelalainnnya atau kurang hati – hatinya.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
 Penilaian ada atau tdknya penyimpangan berbagai kewajiban di atas
dilakukan dgn membandingkan apa yg telah dikerjakan oleh tenaga
Puskesmas tersbt (das sein) dgn apa yg sehrsnya dilakukan (das sollen).
 Jika terjadi mediasi & penyelesaian masalah dgn cara kekeluargaan
maka pihak ptugas puskesmas sehrsnya beri ganti rugi, prinsipnya
kerugian adlh sejumlh uang trtentu yg hrs diterima oleh pasien sbgi
kompensasi agar ia dpt kembali ke keadaan semula sprt seblm terjadinya
sengketa medik.
 Tetapi hal tersebut diatas itu akan sukar dicapai pd kerugian yg
berbentuk kecideraan atau kematian seseorg. Oki kerugian tsb hrs
dihitung sedemkn rupa so tercapai jumlh yg layak (reasonable atau
fair).
PENGAMBILAN KEPUTUSAN (CON’T)

Jika kasus tersebut telah memasuki ranah hukum dengan adanya pelaporan
pada pihak yang berwenang maka petugas puskesmas dapat dikenakan
tuntutan pasal: Pasal 360 KUHP
LIABILITAS

 Manajemen Puskesmas
 Tanggung Jawab “Petugas” Profesi Yang Memberikan Obat,
 Tanggung jawab individu (personal liability).
DAFTAR PUSTAKA

 Aiken, T.D. 2004. Legal, Ethical, and Political Issues in Nursing. 2nd Ed. Philadelphia: FA. Davis
Company
 Chazawi, Adami. 2007. Malpraktik Kedokteran, Malang: Bayumedia
 Darmadipura, M. Sajid. 2008. Kajian Bioetik. Surabaya: Erlangga Press
 Guwandi. 2006. Dugaan Malpraktek Medik dan Draft RPP: Perjanjian Terapetik antara Dokter dan
Pasien. Jakarta: FKUI
 Harpwood, Vivienne. 2007. Medicine, Malpractice and Misapprehensions, New York: Routledge-
Cavendish
 Jayanti, Nusye, KI. 2009. Penyelesaian Hukum dalam Malpraktik Kedokteran, Yogyakarta : Pustaka
Yustisia
 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 679/MENKES/SK/V/2003 Tentang Registrasi dan Izin Kerja
Asisten
 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/X/2002 Tentang Kewajiban Asisten Apoteker
 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/ IX/2004 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotik
 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/MENKES/SK/ IX/2004 Tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit
 Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 Tentang Kesehatan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai