Anda di halaman 1dari 45

SESI 1 ~

DASAR-DASAR PERPAJAKAN
Titik Purwaningtyas, S.Pd., M.M.
DEFINISI PAJAK
 Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr.
Rochmat Soemitro, S.H.; Pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat
jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
 Definisi tersebut kemudian disempurnakan menjadi;
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran
rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public
saving yang merupakan sumber utama untuk
membiayai public investment.
 Definisi Pajak yang dikemukakan oleh S.I.
Djajadiningrat: Pajak sebagai suatu kewajiban
menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas
negara yang disebabkan suatu keadaan,
kejadian, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai
hukuman, menurut peraturan yang
ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik
dari negara secara langsung untuk
memelihara kesejahteraan secara umum.
 Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Dr.
N.J. Feldmann: Pajak adalah prestasi yang
dipaksakan sepihak oleh dan terutang
kepada penguasa (menurut norma-norma
yang ditetapkan secara umum), tanpa
adanya kontraprestasi, dan semata-mata
digunakan untuk menutup pengeluaran-
pengeluaran umum.
 Definisi Pajak menurut UU Nomor 28 Tahun
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan; Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
CIRI-CIRI YANG MELEKAT PADA
DEFINISI PAJAK
1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan
undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan
adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-
pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukkannya masih terdapat surplus,digunakan
untuk membiaya public investment.
PUNGUTAN SELAIN PAJAK
1. Bea Meterai, yaitu pungutan yang dikenakan atas
dokumen dengan menggunakan benda meterai
ataupun benda lain.
2. Bea Masuk dan Bea Keluar. Bea Masuk adalah
pungutan atas barang-barang yang
dimasukkan ke dalam daerah pabean
berdasarkan harga/nilai barang itu atau
berdasarkan tarif yang sudah ditentukan. Bea
Keluar adalah pungutan yang dilakukan atas
barang yang dikeluarkan dari daerah pabean
berdasarkan tarif yang sudah ditentukan bagi
masing-masing golongan barang.
3. Cukai, yaitu pungutan yang dikenakan atas
barang-barang tertentu yang sudah ditetapkan
untuk masing-masing jenis barang tertentu.
4. Retribusi, yaitu pungutan yang dikenakan
sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas
yang diberikan oleh pemerintah secara langsung
dan nyata kepada pembayar.
5. Iuran, yaitu pungutan yang dikenakan
sehubungan dengan suatu jasa atau fasilitas
yang diberikan pemerintah secara langsung dan
nyata kepada kelompok atau golongan
pembayar.
6. Pungutan lain yang sah/legal berupa sumbangan
wajib.
FUNGSI PAJAK
 Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara),
artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai
pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan.
Upaya yang ditempuh dengan cara
ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan
pajak melalui penyempurnaan peraturan
berbagai jenis pajak, seperti Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), dan sebagainya.
 Fungsi Regularend (Pengatur), artinya pajak sebagai
alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta
mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang
keuangan. Berikut beberapa contoh penerapan
pajak sebagai fungsi pengatur;
1. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli
barang tergolong mewah. Semakin mewah suatu
barang, tarif pajaknya semakin tinggi sehingga
barang tersebut harganya semakin mahal. Hal ini
dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba
untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi
haya hidup mewah).
2. Tarif Pajak Progresif dikenakan atas
penghasilan, dimaksudkan agar pihak yang
memperoleh penghasilan tinggi
memberikan kontribusi (membayar pajak)
yang tinggi pula sehingga terjadi
pemerataan pendapatan.
3. Tarif pajak ekspor sebesar 0%, dimaksudkan
agar para pengusaha terdorong
mengekspor hasil produksinya di pasar
dunia sehingga memperbesar devisa
negara.
4. Pajak Penghasilan Dikenakan atas penyerahan
barang hasil industri tertentu, seperti industri
semen, industri kertas, industri baja dan lainnya,
dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi
terhadap industri tersebut karena dapat
mengganggu lingkungan atau polusi
(membahayakan kesehatan).
5. Pengenaan pajak 1% bersifat final untuk kegiatan
usaha dan batasan peredaran usaha tertentu,
dimaksudkan untuk penyederhanaan
penghitungan pajak.
6. Pemberlakuan Tax Holiday, dimaksudkan untuk
menarik investor asing agar menanamkan
modalnya di Indonesia.
KEDUDUKAN HUKUM PAJAK
 R. Santoso Brotodiharjo menyatakan bahwa hukum
pajak termasuk HUKUM PUBLIK. Hukum Publik
merupakan bagian dari tata tertib hukum yang
mengatur hubungan antara penguasa dan
warganya. Hukum publik memuat cara-cara untuk
mengatur pemerintahan Menurutnya, yang
termasuk hukum publik antara lain hukum tata
negara, hukum pidana, dan hukum
administratif,sedangkan hukum pajak merupakan
bagian HUKUM ADMINISTRATIF. Namun, tidak
berarti bahwa hukum pajak berdiri sendiri dan
terlepas dari hukum pajak yang lain (seperti
hukum perdata dan hukum pidana).
R. Santoso Brotodiharjo juga menyatakan
bahwa hukum pajak berkaitan erat dengan
HUKUM PERDATA. Hukum perdata merupakan
bagian dari keseluruhan hukum yang
mengatur hubungan antara orang-orang
pribadi. Kebanyakan hukum pajak mencari
dasar kemungkinan pemungutannya atas
kejadian-kejadian, keadaan-keadaan, dan
perbuatan-perbuatan hukum yang tercakup
dalam lingkungan perdata, seperti
pendapatan, kekayaan, perjanjian penyerahan,
pemindahan hak warisan, dan lain sebagainya.
Hukum Pajak juga berkaitan dengan HUKUM
PIDANA. Hukum pidana, seperti yang telah
tercantum dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), merupakan suatu
keseluruhan sistematis yang juga berlaku
untuk peristiwa-peristiwa pidana yang
diuraikan di luar KUHP.
PEMBAGIAN HUKUM PAJAK
1. Hukum Pajak Materiil, merupakan norma-
norma yang menjelaskan keadaan,
perbuatan, dan peristiwa hukum yang harus
dikenakan pajak, siapa yang harus
dikenakan pajak, dan berapa besar
pajaknya. Dengan kata lain, hukum pajak
materiil mengatur tentang timbulnya,
besarnya, dan hapusnya utang pajak
beserta hubungan hukum antara
pemerintah dan Wajib Pajak.
2. Hukum Pajak Formil, merupakan peraturan-
peraturan mengenai berbagai cara untuk
mewujudkan hukum materiil menjadi suatu
kenyataan. Bagian hukum ini memuat cara-
cara penyelenggaraan mengenai penetapan
suatu utang pajak, kontrol oleh pemerintah
terhadap penyelenggaranya, kewajiban para
Wajib Pajak (sebelum dan sesudah menerima
surat ketetapan pajak), kewajiban pihak ketiga,
dan prosedur dalam pemungutannya.
Hukum pajak formil dimaksudkan untuk
melindungi fiskus dan Wajib Pajak serta memberi
jaminan bahwa hukum materiilnya dapat
diselenggarakan setepat mungkin.
TEORI YANG MENDUKUNG
PEMUNGUTAN PAJAK
1. Teori Asuransi, teori ini menyatakan bahwa
negara bertugas untuk melindungi orang
dan segala kepentingannya, meliputi
keselamatan dan keamanan jiwa dan harta
bendanya. Dalam hubungannya dengan
negara dengan rakyatnya, pajak inilah yang
dianggap sebagai premi yang sewaktu-
waktu harus dibayar oleh masing-masing
individu.
2. Teori Kepentingan, teori ini awalnya hanya
memperhatikan pembagian beban pajak yang
harus dipungut dari seluruh penduduk.
Pembagian beban ini harus didasarkan atas
kepentingan masing-masing orang dalam tugas-
tugas pemerintah, termasuk perlindungan atas
jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya.
3. Teori Gaya Pikul, teori ini menyatakan bahwa
dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada
jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada
warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta
bendanya. Maka diperlukan biaya-biaya yang
harus dipikul oleh segenap orang yang menikmati
perlindungan yaitu dalam bentuk PAJAK.
4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti),
berlawanan dengan ke-3 teori sebelumnya,
teori ini mendasarkan pada paham
Organische Staatsleer. Paham ini mengajarkan
bahwa karena sifat suatu negara, timbul hak
mutlak untuk memungut pajak.
5. Teori Asas Gaya Beli, teori ini tidak
mempersoalkan asal mula negara memungut
pajak, tetapi hanya melihat pada efeknya dan
memandang efek yang baik itu sebagai dasar
keadilannya.
Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak
disamakan dengan pompa, yaitu mengambil
gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat
untuk rumah tangga negara dan kemudian
menyalurkannya kembali ke masyarakat
dengan maksud untuk memelihara hidup
masyarakat dan membawanya ke arah tertentu.
JENIS PAJAK
1. Menurut Golongan, Pajak dikelompokkan
menjadi 2;
a. Pajak Langsung, pajak yang harus dipikul
atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak
dan tidak dapat dilimpahkan/dibebankan
kepada orang lain/pihak lain.
b. Pajak Tidak Langsung, Pajak yang pada
akhirnya dapat dibebankan /dilimpahkan
kepada orang lain atau pihak ketiga.
Cara menentukan apakah suatu pajak termasuk
pajak langsung atau pajak tidak langsung dalam
arti ekonomis, yaitu dengan cara melihat ke-3
unsur yang terdapat dalam kewajiban
pemenuhan perpajakannya, sbb:
1) Penanggung jawab pajak adalah orang yang
secara formal yuridis diharuskan melunasi
pajak.
2) Penanggung Pajak adalah orang yang dalam
faktanya memikul terlebih dahulu beban
pajaknya.
3) Pemikul Pajak adalah orang yang menurut
undang-undang harus dibebani pajak.
2. Menurut Sifatnya, Pajak dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu;
a. Pajak Subjektif, pajak yang pengenaannya
memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak
atau pengenaan pajak yang memperhatikan
keadaan subjeknya. Contoh. PPh
b. Pajak Objektif, pajak yang pengenaannya
memperhatikan objeknya, baik berupa benda,
keadaan, perbuatan, maupun peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, tanpa memperhatikan
keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak)
dan tempat tinggal. Contoh. PPN, PPnBM, PPB
3. Menurut Lembaga Pemungut, pajak
dikelompokkan menjadi 2;
a. Pajak Negara (Pajak Pusat), pajak yang
dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga
negara pada umumnya.
b. Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah baik daerah tingkat I (Pajak
provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak
kabupaten/kota), dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah masing-
masing .
TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
1. Stelsel Pajak, dapat dilakukan dengan 3
stelsel, antara lain;
a. Stelsel Nyata (Riil). Stelsel ini menyatakan
bahwa pengenaan pajak didasarkan pada
objek yang sesungguhnya terjadi(untuk
PPh,objeknya adalah penghasilan). Oleh
karena itu, pemungutan pajaknya baru
dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yaitu setelah semua penghasilan yang
sesungguhnya dalam suatu tahun pajak
diketahui.
Kelebihan stelsel nyata adalah penghitungan
pajak didasarkan pada penghasilan yang
sesungguhnya sehingga lebih akurat dan
realistis. Kekurangan stelsel nyata adalah pajak
baru dapat diketahui pada akhir priode
sehingga:
1) Wajib Pajak akan dibebani jumlah
pembayaran pajak yang tinggi pada akhir
tahun, sementara pada waktu tersebut belum
tentu tersedia jumlah kas yang memadai, dan
2) Semua Wajib Pajak akan membayar pajak
akhir tahun sehingga jumlah uang beredar
secara makro akan terpengaruh.
b. Stensel Anggaran (Fiktif). Stelsel ini menyatakan
bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan yang diatur oleh undang-undang.
Dengan stelsel ini, berarti besarnya pajak yang
terutang pada tahun berjalan sudah dapat
ditetapkan/diketahui pada awal tahun yang
bersangkutan.
Kelebihan Stelsel Fiktif: Pajak dapat dibayar selama
tahun berjalan tanpa harus menunggu sampai akhir
suatu tahun.
Kekurangannya: Pajak yang dibayar tidak
berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya,
sehingga penentuan pajak menjadi tidak akurat.
c. Stelsel Campuran. Stelsel ini menyatakan
bahwa pengenaan pajak didasarkan pada
kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak
dihitung berdasarkan anggapan (estimasi) .
Kemudian, pada akhir tahun, besarnya
pajak dihitung berdasarkan keadaan yang
sesungguhnya.
2. Asas Pemungutan Pajak. Terdapat 3 asas
pemungutan pajak, antara lain:
a. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal), asas ini
menyatakan bahwa negara berhak mengenakan
pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang
bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan
yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
b. Asas Sumber, asas ini menyatakan bahwa negara
mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan
tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas Kebangsaan. Asas ini menyatakan bahwa
pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu negara.
3. Sistem Pemungutan Pajak. Dalam
memungut pajak dikenal beberapa sistem
pemungutan, yaitu;
a. Official Assessment System. Sistem
pemungutan pajak yang memberikan
kewenangan aparatur perpajakan untuk
menentukan sendiri jumlah pajak yang
terutang setiap tahunnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
b. Self Assessment System. Sistem pemungutan
pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak
dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang
terutang setiap tahunnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk;
1) Menghitung sendiri pajak yang terutang
2) Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang
3) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang
4) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang,
5) Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang
c. With Holding System. Sistem pemungutan
pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga yang ditunjuk untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang
berlaku.
TIMBULNYA UTANG PAJAK
Saat timbulnya utang pajak mempunyai peranan
yang sangat penting karena berkaitan dengan:
1. Pembayaran Pajak
2. Memasukkan surat keberatan
3. Menentukan saat dimulai dan berakhirnya
jangka waktu kedaluwarsa
4. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan sebagainya.
5. Menetukan besarnya denda maupun sanksi
administrasi lainnya.
TIMBULNYA UTANG PAJAK
Terdapat 2 Ajaran yang mengatur timbulnya
Utang Pajak, yaitu ajaran materiil dan ajaran
formil.
1. Ajaran Materiil. Menyatakan bahwa utang
pajak timbul karena diberlakukannya
undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini,
seseorang akan secara aktif menentukan
apakah dirinya dikenakan pajak atau tidak,
sesuai dengan peraturan perpajakan yang
berlaku. Ajaran konsisten dengan penerapan
Self Assessment System.
2. Ajaran Formil. Menyatakan bahwa utang
pajak timbul dikeluarkannya surat
ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah),
Untuk menentukan apakah seseorang
dikenakan pajak atau tidak, berapa jumlah
pajak yang harus dibayar, dan kapan jangka
waktu pembayarannya dapat diketahui
dalam surat ketetapan pajak. Ajaran ini
konsisten dengan penerapan Official
Assessment System.
BERAKHIRNYA UTANG PAJAK
Utang Pajak akan berakhir atau terhapus jika terjadi
hal-hal sbb:
1. Pembayaran/Pelunasan
2. Kompensasi, dapat diartikan sebagai kompensasi
kerugian maupun kompensasi karena kelebihan
pembayaran pajak.
3. Kedaluwarsa. Berarti telah lewat batas waktu
tertentu. Utang pajak akan kedaluwarsa setelah
melewati waktu 10 tahun, terhitung sejak saat
terutangnya pajak/berakhirnya Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajakn atau Tahun Pajak yang bersangkutan.
4. Pembebasan / Penghapusan
TARIF PAJAK
1. Tarif Tetap , adalah tarif berupa jumlah atau
angka yang tetap, berapa pun besarnya dasar
pengenaan pajak.
Contoh:

Di Indonesia, tarif tetap diterapkan pada bea meterai.


Pembayaran dengan menggunakan cek/bilyet giro untuk
berapapun jumlah dikenakan pajak sebesar Rp6.000. Bea
meterai juga dikenakan atas dokumen atau surat perjanjian
tertentu yang ditetapkan dalam peraturan tentang Bea Materai.
2. Tarif Proporsional (Sebanding) adalah tarif
berupa persentase tertentu yang sifatnya tetap
terhadap berapapun dasar pengenaan
pajaknya. Makin besar dasar pengenaan pajak,
makin besar pula jumlah pajak yang terutang
dengan kenaikan secara proporsional atau
sebanding.
Contoh:
3. Tarif Progresif (Meningkat) adalah tarif berupa
persentase tertentu yang semakin meningkat
dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan
pajak. Tarif progresif dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Tarif Progresif-Proporsional, tarif berupa
persentase tertentu yang makin meningkat
dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak
dan kenaikan persentase tersebut adalah tetap.
Contoh;
b. Tarif Progresif-Progresif, tarif berupa persentase
tertentu yang makin meningkat dengan
meningkatnya dasar pengenaan pajak dan
kenaikan persentase tersebut juga makin
meningkat.
Contoh:

Tarif progresif-progresif pernah diterapkan di Indonesia


untuk menghitung Pajak Penghasilan, Tarif ini
diberlakukan sejak tahun 1995 sampai dengan tahun
2000 dan diatur dalam Pasal 17 UU No.10 Tahun 1994.
Mulai tahun 2001, jenis tarif ini masih
diberlakukan sampai dengan akhir tahun 2008,
tetapi hanya untuk Wajib Pajak badan dan
bentuk usaha tetap dengan perubahan pada
dasar pengenaan pajak sbb:
3. Tarif Progresif-Degresif, tarif berupa
persentase tertentu yang makin meningkat
dengan meningkatnya dasar pengenaan
pajak, tetapi kenaikan persentase tersebut
makin menurun.
Contoh.
4. Tarif Degresif (Menurun), tarif berupa
persentase tertentu yang makin menurun
dengan makin meningkatnya dasar
pengenaan pajak.
Contoh:
Thank You

Anda mungkin juga menyukai