Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

Ruptur Uterus

Oleh : Edwin Fernando 201110401011041

Pembimbing dr. Henny Hendarjono, Sp.OG (K)

SMF ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI RSUD JOMBANG 2012

BAB I PENDAHULUAN

Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada kehamilan dan persalinan. Frekwensi ruptur uteri di rumah sakit- rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan. Angka-angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju (antara 1:1250 dan 1:2000 persalinan). Hal ini disebabkan karena rumah sakit rumah sakit di Indonesia menampung banyak kasus darurat dari luar. Secara klasik, ruptur uteri ditandai dengan nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam berwarna merah segar serta keadaan janin yang memburuk Faktor predisposisi yang sering ditemukan pada rupture uteri adalah riwayat operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma, seperti kuretase atau perforasi. Stimulasi uterus secara berlebihan atau kurang tepat dengan oksitosin, yaitu suatu penyebab yang sebelumnya lazim ditemukan, tampak semakin berkurang. Ruptur uteri sendiri merupakan kasus gawat darurat yang harus terdiagnosis dan ditangani segera untuk menyelamatkan ibu dan janin. Oleh karena itu diagnosis dan manajemen ruptur uteri sangatlah penting. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan yang memadai dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting.

BAB II PEMBAHASAN

Definisi Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada kehamilan dan persalinan.

Epidemiologi Terjadinya ruptur uteri pada seseorang ibu hamil atau sedang bersalin masih merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian ibu dan anak karena ruptur uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Asia dan Afrika. Angka ini dapat diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, disamping fasilitas pengangkutan yang memadai dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah yang cukup juga merupakan faktor yang penting. Frekwensi ruptur uteri di rumah sakit- rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan. Angka-angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju (antara 1:1250 dan 1:2000 persalinan). Hal ini disebabkan karena rumah sakit rumah sakit di Indonesia menampung banyak kasus darurat dari luar.

Klasifikasi 1. Menurut tingkat robekan : a. b. Ruptur uteri komplit, bila robekan terjadi pada seluruh lapisan dinding uterus. Ruptur uteri inkomplit, bila robekan hanya sampai miometrium, disebut juga dehisensi. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan eksplorasi dinding rongga uterus setelah janin dan plasenta lahir. c. Ruptur uteri imminens, bila baru ada gejala akan terjadi ruptur. Penderita merasa kesakitan terus menerus baik waktu his maupun di luar his. Teraba ligamentum rotundum menegang. Teraba cincin Bandle setinggi pusat. Segmen bawah rahim menipis. Urine kateter kemerahan. 2. Menurut etiologinya: a. Ruptur uteri spontan

Yaitu bila ruptur uteri terjadi secara spontan pada uterus tanpa parut (utuh) dan tanpa adanya manipulasi dari penolong. Faktor pokok disini ialah bahwa persalinan tidak maju karena rintangan, misalnya panggul sempit, hidrosepalus, janin dalam letak lintang dan sebagainya, sehingga segmen bawah uterus makin lama makin meregang. Faktor yang merupakan predisposisi terhadap terjadinya rupture uteri adalah multiparitas, disini ditengah tengah miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan. Oleh banyak penulis dilaporkan pula bahwa kebiasaan yang dilakukan oleh dukun dukun memudahkan timbulnya ruptur uteri. Pada persalinan yang kurang lancar, dukun dukun biasanya melakukan tekanan keras kebawah terus menerus pada fundus uteri, hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang sudah meregang dan mengakibatkan terjadinya ruptur uteri. Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlampau tinggi dan atau atas indikasi yang tidak tepat, bisa pula menyebabkan ruptur uteri b. Ruptur uteri traumatika Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan seperti tabrakan dan sebagainya. Robekan demikian itu yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi adalah ruptur uteri yang dinamakan ruptur uteri violenta. Di sini karena distosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur uteri. Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut. Kemungkinan besar yang lain ialah ketika melakukan embriotomi. Berhubung dengan itu, setelah tindakan-tindakan tersebut diatas dan juga setelah ekstraksi dengan cunam yang sukar perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui apakah terjadi ruptur uteri. Gejala-gejala ruptur uteri violenta tidak berbeda dari ruptur uteri spontan. c. Ruptur uteri pada parut uterus Ruptur uteri demikian ini terdapat paling sering pada parut bekas seksio sesarea, peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma (miomektomi) dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut karena kerokan yang terlampau dalam. Di antara parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi ssesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur 4

uteri daripada parut bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio bisa menimbulkan gejalagejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptur uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteria besar terbuka dan timbul perdarahan yang untuk sebagian berkumpul di ligamentum latum dan untuk sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteria besar luka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan syok, janin dalam uterus meninggal pula. 3. Menurut waktu terjadinya: a. Ruptur Uteri Gravidarum, terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus b. Ruptur Uteri Durante Partum, Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang terbanyak. 4. Menurut lokasi: a. Korpus uteri, biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi. b. Segmen bawah rahim (SBR), biasanya pada partus sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur. c. Servik uteri, biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forcep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap. d. Kolpoporeksis-kolporeksis, robekan-robekan diantara servik dan vagina.

Faktor Risiko Faktor risiko ruptur uteri meliputi riwayat histerotomi sebelumnya (seksio sesarea, myomektomi, reseksi cornual), trauma (kecelakaan lalu lintas, ekstraksi

forcepal), overdistensi uterus (hidramnion, gemelli, makrosomia), anomali uterus, plasenta perkreta, choriocarsinoma.

Gejala dan Tanda Gejala yang bisa didapatkan pada pasien dengan ruptur uteri adalah :

1. Penderita pucat dan perdarahan vaginal; 2. Pada saat terjadi ruptur penderita kesakitan sekali dan merasa ada robekan di perutnya; 3. gejala kolaps dan kemudian syok. Sedangkan tanda yang bisa kita dapatkan pada pemeriksaan adalah: 1. Penderita pucat; 2. Tachicardi; 3. Perdarahan vaginal; 4. Dapat diraba jelas bagian-bagian janin langsung di bawah dinding perut; 5. Perut kembung, kadang-kadang defance muscular dan pada keadaan ini janin sukar diraba; 6. Dapat ditemukan uterus sebagai benda sebesar kepala bayi di samping bagian janin; 7. Denyut jantung janin negatif; 8. His berhenti; 9. Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan teregang.

10. Tanda-tanda adanya cairan bebas dalam kavum peritonii;

11. Pada pemeriksaan vaginal bagian bawah janin tidak teraba lagi atau teraba tinggi dalam jalan lahir. Kadang robekan dapat diraba, demikian pula usus pada rongga perut melalui robekan 12. Pemeriksaan penunjang: laboratorium darah hemoglobin, hematokrit.

Ruptur Uteri Komplit dan Ruptur Uteri Imminens Ruptur uteri komplit dapat terjadi pada akhir kehamilan atau dalam persalinan yang sebelumnya terdapat riwayat seksio sesarea klasik atau pembedahan uterus yang ekstensif. Adanya riwayat pembedahan uterus sebelumnya memberikan korelasi 3:1 dibandingkan tanpa riwayat pembedahan untuk terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri imminens, gejala dan tanda-tandanya: penderita gelisah, pernapasan dan nadi menjadi cepat serta dirasakan nyeri terus menerus di perut bagian bawah baik ada his maupun di luar his, segmen bawah rahim tegang dan menipis, lingkaran retraksi (Bandle) meninggi sampai mendekati pusat, urine kateter berwarna kemerahan, terdapat tanda-tanda gawat janin.

Penatalaksanaan Untuk mencegah timbulnya ruptur uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tandatanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan. Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima. Bila sudah diagnosa dugaan ruptur uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang harus diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan ke sarana fasilitas yang lebih lengkap.

Sebagai bentuk tindakan definitif maka bila robekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia ; namun bila robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi Histerektomi dianjurkan pada pasien yang sudah cukup anak, sedangkan yang masih ingin hamil dilakukan repair uterus. Pemberian antibiotika diperlukan pada kasus risiko infeksi. Tidak disebutkan jenis antibiotika tertentu yang dianjurkan di sini. Angka kematian maternal akibat ruptur uteri mencapai 4,2%, sedangkan angka kematian perinatal mencapai 46%. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi: perdarahan, syok, infeksi postoperasi, kerusakan ureteral, tromboflebitis, emboli air ketuban, DIC (disseminated intravascular coagulation), dan kematian.

10

SKEMA PENATALAKSANAAN RUPTUR UTERI

Ruptura uteri

Imminens

Inkomplit

Komplit

Kepala belum masuk

Kepala sudah masuk

Tepi luka lurus/baik

Luka compangcamping

Janin hidup

Janin mati

Laparatomi histerorafi

Ekstraksi forsep Embriotomi

KU jelek Histerorafi

KU baik Amputasi uteri/ histerektomi total

Bedah sesarea Prognosis

Cukup anak Tubektomi

Angka mortalitas yang ditemukan dalam berbagai penelitian berkisar dari 50 hingga 75%, tetapi jika janin masih hidup pada saat terjadinya peristiwa tersebut, satusatunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin adalah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi, kalau tidak keadaan hipoksia baik sebagai keadaan terlepasnya plasenta ataupun hipovolemi maternal tidak akan terhindari, jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan spontan pernah juga ditemukan pada kasus yang luar biasa.

11

Diagnosa cepat, tindakan operasi segera, ketersediaan darah dalam jumlah besar dan terapi antibiotik sudah menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita dengan ruptur pada uterus yang hamil.

12

DAFTAR PUSTAKA

ACOG. Vaginal birth after previous cesarean delivery. ACOG practice bulletin no. 54. Washington, DC: American College of Obstetricians and Gynecologists;2004. Cuningham FG, Gary NF, 2001. Ruptur Uteri, Obstetri Williams Edisi 21. EGC. Jakarta : 716, 876 Gyamfi C, Juhasz G, Gyamfi P, Blumenfeld Y, Stone JL. Single- versus double-layer uterine incision closure and uterine rupture. J Matern Fetal Neonatal Med. Oct 2006;19(10):639-43. Kayani SI, Alfirevic Z. Uterine rupture after induction of labour in women with previous caesarean section. BJOG. Apr 2005;112(4):451-5. Klein GH. Vaginal Birth after Cesarean Delivery: An admission Scoring System. Obgyn.net journal review. Obstet Gynecol 1997;90:907-10.

http://www.obgyn.net/jr/review17.htm Lim AC, et al.Pregnancy after uterine rupture: a report of 5 cases and a review of the literature.Obstet Gynecol Surv.2005 ;60(9):613-7 Locatelli A, Regalia AL, Ghidini A, et al. Risks of induction of labour in women with a uterine scar from previous low transverse caesarean section. BJOG. Dec 2004;111(12):1394-9. Macones GA, Cahill A, Pare E, et al. Obstetric outcomes in women with two prior cesarean deliveries: is vaginal birth after cesarean delivery a viable option?. Am J Obstet Gynecol. Apr 2005;192(4):1223-8; discussion 1228-9. Prawirohardjo S, Hanifa W, 2005. Ruptur Uteri, Ilmu Kandungan, Edisi ke 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo. Jakarta. Saifudmidin A.B.,Utama H., Ruptur uteri, Standar pelayanan medik Obstetri dan Ginekologi Bagian I, POGI,Jakarta,1991;46-47. Vaginal Birth after Cesarean. Quest Diagnotics Patient Health Library 2003, mei; http://questdiagnosics.com. Walsh CA, OSullivan RJ, Foley ME (2006). Unexplained prelabor uterine rupture in a term primigravida. Obstetrics and gynecology 108 (3 Pt 2): 7257.

13

Anda mungkin juga menyukai