Anda di halaman 1dari 22

IDENTIFIKASI KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN
Pasien Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Suku Alamat Masuk RS Jam masuk RS : Ny. S : 26 th : SD : Ibu Rumah Tangga : Islam : Sunda : tulang bawang : 17 Maret 2012 : 21.15 WIB

II.

ANAMNESIS (SUBYEKTIF)
A. Keluhan utama : Kejang-kejang B. Anamnesa khusus : P2A0 telah melahirkan seorang bayi laki-laki 1 hari SMRS ditolong oleh bidan datang dengan keluhan kejang-kejang segera setelah melahirkan. Menurut suami pasien, pasien mengalami kejang-kejang sebanyak kurang lebih 3 kali, setiap kali kejang kurang lebih selama 3 menit, selama kejang ibu tidak sadar. Riwayat tekanan darah tinggi diakui ibu sejak hamil 8 bulan saat kontrol ke Posyandu, selama hamil ibu tidak kontrol teratur. Karena keluhannya itu ibu dibawa ke RSAM.

C. Riwayat Obstetri Anak 1 : Bidan, 9 bulan, spontan, perempuan, 8 tahun, hidup. Anak 2 : Bidan, 9 Bulan, Spontan, laki-laki, 1 hari, hidup. D. Riwayat Perkawinan : Status Case Report : Menikah untuk pertama kali Page 1

Usia saat menikah

: Perempuan : 16 tahun, SD, Ibu Rumah Tangga Laki-laki : 22 tahun, SD, Petani

E. Haid Siklus haid Lama haid : teratur : 3-4 hari

Banyaknya darah : Banyak Nyeri haid Menarche usia H.P.H.T : (- ) : Lupa : Lupa

F. Riwayat kontrasepsi Suntik 3 bulan, sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2010 Alasan berhenti Kb : banyak keluhan G. Prenatal Care Bidan, Puskesmas, Posyandu H. Keluhan Selama Kehamilan Tekanan darah tinggi I. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit Liver, Penyakit Hipertensi

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran Tekanan Darah Nadi Suhu Pernafasan Kepala : Compos Mentis : 180/110 mmHg : 110 x/menit : 38,5 C : 24 x/menit : Konjungtiva anemis : -/Sklera ikterik : -/ Cor Pulmo Abdomen : Bunyi Jantung I II murni dan reguler : Sonor, Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/ : Datar, lembut Page 2

Case Report

Hepar dan lien Ekstremitas

: Sulit dinilai : Edema +/+, Varises -/-

STATUS OBSTETRIK Pemeriksaan luar: Tinggi Fundus Uteri / Lingkar Perut : 2 jari dibawah pusat / ( - ) Kontraksi : Baik Letak Anak : ( - ) His : ( - ) Djj: ( - ) Pemeriksaan dalam: Tidak dilakukan

DIAGNOSIS (ASSESMENT) :

P2A0 dengan Eklampsia Post Partum


RENCANA PENGELOLAAN: Infus RL jaga Drip MgSO4 20% 4 gram ( Habis dalam 15 menit ) Drip MgSO4 20% 10 gram ( Maintenance ) Inj.vicellin Nifedipin 2X10 mg R/ EKG, Konsul IPD Observasi KU, Input-Output

Case Report

Page 3

LABORATORIUM TANGGAL 17 MARET 2012

1. HEMATOLOGI Darah rutin Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit 2. KIMIA KLINIK AST (SGOT) ALT (SGPT) Ureum Kreatinin Glukosa Darah Sewaktu 3. URINE Urine Rutin Kimia Urine Berat Jenis Urine pH Urine Nitrit Urine Protein Urine Glukosa Urine Keton Urine Urobilinogen Urine Bilirubin Urine 1,025 5,5 Negatif POS (++++) Negatif Negatif NORMAL Negatif 159 80 27 0,93 110 11,2 gr / dl 32 % 26,700 / mm3 116,000 / mm3 5,71 juta / mm3

Case Report

Page 4

LABORATORIUM TANGGAL 20 MARET 2012

URINE Urine Rutin Kimia Urin Berat jenis urine pH urine Nitrit urine Protein urine Glukosa urine Keton urine Urobilinogen urine Bilirubin urine Mikroskopis Urine Eritrosit Lekosit Sel Epitel Bakteri Kristal Silinder 50 3-4 10-15 Negatif Negatif Negatif Negatif 1,025 6,5 Negatif POS (++) Negatif Negatif Normal

Case Report

Page 5

LABORATORIUM TANGGAL 21 MARET 2012

URINE Urine Rutin Kimia Urin Berat jenis urine pH urine Nitrit urine Protein urine Glukosa urine Keton urine Urobilinogen urine Bilirubin urine Negatif 1,015 7,0 Negatif POS (++) Negatif Negatif Normal

FOLLOW UP DOKTER Tanggal/ Jam 17/03/12 CATATAN INSTRUKSI

S = Tidak ada keluhan O = - KU : Somnolen T : 180/110 mmHg N : 102 /menit R : 20 /menit S : 37 oC Mata : Konjungtiva

P= - Infus MgSO4 20% 10 gr / 500 cc RL 20 gtt/menit - Inj. vicellin - Nifedipin 3 x 10 gr - Konsul IPD, dan Neurologi - Observasi KU, Input - Output

anemis :-/Sklera ikterik : -/Case Report Abdomen : datar,

Page 6

Tanggal/ Jam

CATATAN lembut TFU : 2 jari di bawah pusat NT (-), DM (-) Kontraksi : baik Lochia : rubra BAK/BAB: DC/(diuresis 200 cc / 3 jam)

INSTRUKSI

A = P2A0 post partum 1 hari dgn eklampsia

18/03/12

S = Tidak ada keluhan O = - KU : Compos Mentis T : 127/80 mmHg N : 87 /menit R : 16 /menit S : 37 oC Mata : Konjungtiva

P= - Infus MgSO4 20% 10 gr / 500 cc RL 20 gtt/menit - Inj. vicellin - Nifedipin 3 x 10 gr - Jawaban konsul IPD, dan Neurologi tidak ditemukan adanya kelainan - Observasi KU, datar, Input - Output

anemis :-/Sklera ikterik : -/Abdomen lembut TFU : 2 jari di bawah pusat NT (-), DM (-) Kontraksi : baik Lochia : rubra BAK/BAB: DC/(diuresis 200 cc / 3 jam) :

A = P2A0 post partum 1 hari dgn eklampsia Case Report Page 7

Tanggal/ Jam 19/03/12

CATATAN

INSTRUKSI

S = Tidak ada keluhan O = - KU : Somnolen T : 140/80 mmHg N : 80 /menit R : 20 /menit S : 37 oC Mata : Konjungtiva

P= - Cek Protein Urine - Lepas DC

anemis :-/Sklera ikterik : -/Abdomen lembut TFU : 2 jari di bawah pusat NT (-), DM (-) Kontraksi : baik Lochia : rubra BAK/BAB: DC/(diuresis 200 cc / 3 jam) : datar,

A = P2A0 post partum 1 hari dgn eklampsia 20/03/12 S = Tidak ada keluhan O = - KU : Compos Mentis T : 140/100 mmHg N : 84 /menit R : 20 /menit S : 36,5 oC Mata : Konjungtiva P= - Menunggu urine hasil protein

anemis :-/Sklera ikterik : -/-

Case Report

Page 8

Tanggal/ Jam -

CATATAN Abdomen lembut TFU : 2 jari di bawah pusat NT (-), DM (-) Kontraksi : baik Lochia : rubra BAK/BAB: -/: datar,

INSTRUKSI

A = P2A0 post partum 1 hari dgn eklampsia

Lab (20/05/10) protein urin (++) 21/03/12 S = Tidak ada keluhan O = - KU : Compos Mentis T : 150/110 mmHg N : 80 /menit R : 20 /menit S : 36,6 oC Mata : Konjungtiva P= - Nifedipin 3 x 10 gr

anemis :-/Sklera ikterik : -/Abdomen lembut TFU : 2 jari di bawah pusat NT (-), DM (-) Kontraksi : baik Lochia : rubra BAK/BAB: +/: datar,

A = P2A0 post partum 1 hari dgn eklampsia Case Report Page 9

Tanggal/ Jam

CATATAN

INSTRUKSI

PEMBAHASAN KASUS
PERMASALAHAN 1. Apakah diagnosa pasien pada kasus ini sudah benar ? 2. Apakah prosedur penanganan pada pasien ini sudah tepat? 3. Apa saja komplikasi dari eklampsia dan komplikasi apa yang mungkin terjadi pada pasien ini? 4. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

PEMBAHASAN 1. Apakah diagnosa pasien pada kasus ini sudah benar ? P2A0 Post Partum 1 hari dgn Eklampsia Ibu telah melahirkan anak yang ke dua satu hari smrs, sebelumnya telah melahirkan satu kali, dan belum pernah keguguran. 1. 2. 3. Kriteria Diagnosis Eklampsia Post Partum : Tekanan Darah Diastol 110 mmHg Proteinuri +2 g/24 jam atau 2 + dalam pemeriksaan kualitatif ( dipstick) Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat sebelumnya. Disertai oligouri ( <400 ml / 24 jam) 4. 5. 6. 7. 8. 9. Trombosit < 100.000/mm3 Angiolisis mikroangiopati (LDH meningkat) Peninggian kadar enzim hati (SGOT dan SGPT) Sakit kepala yang menetap atau gangguan visus dan serebral Nyeri epigastrium yang menetap Edema paru disertai sianosis

10. Adanya the HELLP syndrome ( H: hemolysis; EL : Elevated Liver enzime; LP; Low Platelet count) Case Report Page 10

Pada pasien ini di diagnosa dengan eklampsia karena pada anamnesa kita lihat beberapa tanda eklampsia, antara lain riwayat kejang yang kemudian diikuti dengan penurunan kesadaran dan tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi sebelum kehamilan namun pada pemeriksaan fisik dan Laboratorium ditemukan : TD : 180 / 110 mmHg sejak usia kehamilan 8 bulan Proteinuri +4 Kreatinin serum 0,93 mg/dl Edema pada kedua ekstremitas bawah Adanya the HELLP syndrome ( H: hemolysis; EL : Elevated Liver enzime; LP; Low Platelet count) Meningkatnya kadar SGOT menjadi 159 U/L dan SGPT menjadi 80 U/L Trombosit 116.000/ mm3

2. Apakah prosedur penanganan pada pasien ini sudah tepat? Rawat bersama di unit perawatan intensif dengan bagian-bagian yang terkait (Penyakit dalam, Penyakit saraf)

Pengobatan medisinal : 1. Obat anti kejang a. Pemberian MgSO4 melalui intravena secara kontinyu sesuai dengan pengelolaan preeklamsi berat (menggunakan infusion pump). Dosis awal : 4 gram ( 20 cc MgSO4 20% dilarutkan dalam 100 cc ringer laktat, diberikan selama 15-20 menit).

Dosis pemeliharaan : 10 gram ( 50 cc MgSO4 20% ) dalam 500 cc cairan RL. Diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per menit).

b. Pemberian melalui intramuskuler secara berkala Case Report Page 11

Dosis awal: 4 gram MgSO4 (20cc MgSO4 20 %) diberikan secara i.v dengan kecepatan 1 gram/menit. Dosis pemeliharaan: selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram ( 10 cc MgSO4 40%) i.m untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas. 2. Obat-obat suportif : a. Diuretikum, tidak diberikan kecuali bila ada : Edema paru Payah jantung kongestif Edema anasarka b. Obat-obat Antihipertensi diberikan bila Tekanan darah sistolik 180 mmHg, diastolik 110mmHg. Obat antihipertensi yang diberikan : Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg i.v. pelan-pelan selama 5 menit. Dosis dapat diulang dalam waktu 15-20 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, yaitu penurunan MAP ( Mean Arterial Pressure ) sebanyak 20% dari awal. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setiap 10 menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, kemudian setiap jam sampai tekanan darah stabil. Apabila hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan : - Nifedipin : 10 mg, dan dapat diulangi setiap 30 menit ( maksimal 120 mg/24jam ) sampai terjadi penurunan tekanan darah. c. Kardiotonika Indikasi : bila ada tanda-tanda payah jantung. d. Lain-lain : Antipiretik Antibiotika Antinyeri 3. Perawatan pasien dengan serangan kejang : a. Dirawat di kamar isolasi yang cukup terang. b. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut pasien. c. Kepala direndahkan, daerah orofaring dihisap. d. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendur guna menghindari fraktur. e. Pasien yang mengalami kejang-kejang secara berturutan (status konvulsivus), diberikan pengobatan sebagai berikut : Case Report Page 12

Suntikan Benzodiazepin 1 ampul (10 mg) i.v. perlahan-lahan. Bila pasien masih tetap kejang, diberikan suntikan ulang. Benzodiazepin i.v. setiap jam sampai 3 kali berturut-turut. Selain Benzodiazepin, diberikan juga Phenitoin (untuk mencegah kejang ulangan) dengan dosis 3 x 300 mg (3 kapsul) hari pertama, 3 x 200 mg (2 kapsul) pada hari kedua, dan 3 x 100 mg (1 kapsul) pada hari ketiga dan seterusnya. Apabila setelah pemberian Benzodiazepin i.v. 3 kali berturut-turut pasien masih tetap kejang, maka diberikan tetes valium (Diazepam 50 mg/5 ampul di dalam 250 cc NaCl 0.9 %) dengan kecepatan 20-25 tetes/menit selama 2 hari. f. Atas anjuran Bagian Saraf, dapat dilakukan : Pemeriksaan CT scan untuk menentukan ada tidaknya perdarahan otak. Punksi lumbal, bila ada indikasi. Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N, Kreatinin, SGOT, SGPT, analisis gas darah, dll untuk mencari penyebab kejang yang lain. 4. Perawatan pasien dengan koma : a. Rawat bersama dengan Bagian Saraf : Diberikan infus cairan Manitol 20 % dengan cara : 200 cc (diguyur), 6 jam kemudian diberikan 150 cc (diguyur), 6 jam kemudian 150 cc lagi (diguyur). Total pemberian 500 cc sehari. Pemberian dilakukan selama 5 hari. Dapat juga diberikan cairan gliserol 10 % dengan kecepatan 30 tetes/menit selama 5 hari. Dapat juga diberikan Dexamethason i.v. 4 x 8 mg sehari, yang kemudian di tappering off. b. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai GlasgowPittsburgh-Coma Scale. c. Pada perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus. d. Pada koma yang lama, pemberian nutrisi melalui NGT (Naso Gastric Tube).

Case Report

Page 13

Pengelolaan pada pasien ini telah sesuai dengan pedoman terapi eklampsia, yaitu atasi kejang dan diberikan pengobatan suportif : Infus RL jaga Drip MgSO4 20% 4 gram ( Habis dalam 15 menit ) Drip MgSO4 20% 10 gram ( Maintenance ) Inj. vicellin Nifedipin 2X10 mg R/ EKG, Konsul IPD Observasi KU, Input-Output

3.

Apa saja komplikasi dari eklampsia dan komplikasi apa yang mungkin terjadi pada pasien ini? Komplikasi Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada preeklampsia berat dan eklampsia : 1. Solutio Plasenta. Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeklampsia. 2. Hipofibrinogemia. Kadar fibrin dalam darah yang menurun. 3. Hemolisis. Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah. 4. Perdarahan Otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia 5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama seminggu. 6. Edema paru. Pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung. 7. Nekrosis hati.

Case Report

Page 14

Nekrosis periportal pada preeklampsia, eklapmsia merupakan akibat vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia. 8. Sindrome Hellp. Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete. 9. Kelainan ginjal. Kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakkan sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal. 10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang-kejang preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation) 11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.

Tidak terdapat komplikasi yang cukup berarti pada pasien ini dikarenakan penatalaksanaan yang tepat di RSAM.

4.

Bagaimana prognosis pasien ini? Eklampsia adalah suatu keadaan yang sangat berbahaya. Oleh karena itu, prognosisnya kurang baik untuk ibu maupun anak. Bila pada pasien ini prognosisnya cukup baik karena prognosis eklampsia dipengaruhi oleh paritas dan umur ibu, artinya multipara mempunyai prognosis yang lebih buruk, terutama jika umurnya melebihi 35 tahun dan juga oleh keadaan pada waktu pasien masuk rumah sakit. Diuresis juga mempengaruhi prognosisnya. Jika produksi urin lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam, prognosisnya akan lebih baik. Sebaliknya, oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk. Gejala-gejala lain yang memperberatkan prognosis telah dikemukakan oleh Eden, yaitu : 1. Koma yang lama 2. Nadi diatas 120x/menit 3. Suhu diatas 39C 4. Tensi diatas 200mmHg 5. Kejang yang lebih dari 10 kali serangan

Case Report

Page 15

6. Proteinuri 10 gram sehari atau lebih 7. Tidak adanya edema Edema paru dan apopleksi merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian.

Pada pasien ini : 1. Umur masih 26 tahun. 2. Anak ke 2 3. Tidak disertai koma 4. Nadi 84x/mnt 5. Suhu 36,5oC 6. Tensi 180/110mmHg, dan menurun seiring pemberian obat suportif. 7. Proteinuria menurun dari awal masuk RS, Proteinuri +4 menjadi +2 setelah perawatan. 8. Tidak terdapat edema paru

Sehingga prognosis pada pasien ini dubia ad bonam.

EKLAMPSIA
1.Definisi Eklampsia Preeklampsia-eklampsia adalah penyakit pada orang hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai dengan proteinuri akibat kehamilan setelah kehamilan 20 minggu atau segera setelah melahirkan, sedangkan eklampsia merupakan preaklampsia yang disertai kejang dan disusul koma yang timbul bukan akibat dari kelainan neruologi.

2. Etiologi Sebab eklampsia belum diketahui pasti, tapi ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain: Case Report Page 16

1.

Peran Prostasiklin dan Tromboksan Pada preeklampsia dan eklampsia terdapat kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal meningkat. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

2.

Peran Faktor Immunologis Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.

3.

Peran Faktor Genetik/Familial Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada kejadian PE-E antara lain: a. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.

b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E. c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka. 4. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS).

3. Patofisiologi Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan

peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu, adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel. Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif. Pada PE-E serum anti oksidan Case Report Page 17

kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain a) Adhesi dan agregasi trombosit. b) Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma. c) Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit. d) Produksi prostasiklin terhenti. e) Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan. f) Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak

4. Kriteria Diagnosis I) Preeklampsia berat Apabila pada kehamilan >20 minggu didapatkan satu/ lebih gejala/tanda di bawah ini: 1.Tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi (pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his. 2. Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif. 3. Oliguria, produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin plasma. 4. Gangguan visus dan serebral. 5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan. 6. Edema paru dan sianosis. 7. Gangguan pertumbuhan janin intrauteri. 8. Adanya Hellp Syndrome (hemolysis, Elevated liver enzyme, Low Platelet count). Apabila pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah sering merupakan petunjuk terjadinya impending eklampsia. Jika keadaan ini tidak segera ditanggulangi maka akan timbul kejang. Kejang pada eklampsia dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu: 1. Tingkat awal atau aura

Case Report

Page 18

Keadaan ini berlangsung sekitar 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar kekanan atau kekiri. 2. Tingkat kejangan tonik Berlangsung 30 detik. Pada tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajah kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki bengkok ke dalam. Pernafasan berhenti, wajah menjadi sianotik dan lidah dapat tergigit. Stadium ini akan disusul oleh tingkat kejangan klonik. 3. Tingkat kejangan klonik Berlangsung antara 1-2 menit. Spasme tonik menghilang, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar lidah yang berbusa, wajah menunjukkan kongesti dan sianotis. Setelah kejang terhenti, pasien bernafas dengan mendengkur. 4. Tingkat koma Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama. Secara perlahan penderita biasa menjadi sadar lagi.

5. Komplikasi Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut adalah beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada preeklampsia berat dan eklampsia : 12. Solutio Plasenta, Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeklampsia. 13. Hipofibrinogemia, Kadar fibrin dalam darah yang menurun. 14. Hemolisis, Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah. 15. Perdarahan Otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia 16. Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung selama seminggu. 17. Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung. 18. Nekrosis hati, nekrosis periportan pada preeklampsia, eklamsi merupakan akibat vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia. Case Report Page 19

19. Sindrome Hellp, Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete. 20. Kelainan ginjal, kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakkan sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal. 21. Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang-kejang preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation) 22. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.

6. Penatalaksanaan a. Tujuan Terapi Eklampsia - Menghentikan berulangnya serangan kejang - Menurunkan tensi, dengan vasosporus. - Menawarkan hasmokonsentrasi dan memperbaiki diveres dengan pemberian glucose 5%-10%. - Mengusahakan supaya O2 cukup dengan mempertahankan kebebasan jalan nafas. b. Penanganan Kejang - Beri obat anti konvulsan - Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan, masker O2 dan tabung O2 ). - Lindungi pasien dari trauma. - Aspirasi mulut dan tonggorokkan. - Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi. - Beri oksigen 4-6 liter / menit. c. Penanganan Umum - Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg. - Pasang infuse RL dengan jarum besar (18 gauge atau lebih). - Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload. - Kateterisasi urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuri. - Jika jumlah urine kurang dari 30 ml / jam. - Infus cairan dipertahankan 1 1/8 ml/jam - Pantau kemungkinan oedema paru. - Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin. Case Report Page 20

- Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam - Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema paru hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik - Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside - Pemberian antikejang dengan dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV sebagai larutan 20%, selama 5 menit. - Dosis pemeliharaan : MgSO4 (50%) 5 gr setiap 4 jam kemudian dilanjutkan sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir. - Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal 16x /menit. Refleks Patella (+), urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir. - Stop pemberian MgSO4, jika : frekuensi pernafasan < 16x/menit. - Siapkan antidotum jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri kalsium glukonas 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan lahan sampai pernafasan mulai lagi. Sebenarnya, pada pasien dengan preeklampsia atau eklampsia terapi cairan yang diberikan adalah rumatan, karena pasien tidak berada dalam keadaan syok. Volume plasma berkurang pada pasien preeklampsia. Mungkin pasien mendapat manfaat dari ekspansi volume jika tujuannya meningkatkan sirkulasi ke ibu dan janin. Namun, metaanalisis tidak memperlihatkan manfaat ekspansi volume untuk wanita preeklampsia. Restriksi cairan dianjurkan untuk mengurangi kelebihan beban cairan selama persalinan dan postpartum. Biasanya, jumlah cairan dibatas 80 ml/jam atau 1 ml/kg/jam. Terapi cairan sebaiknya dibatasi dengan kristaloid rumatan

Case Report

Page 21

DAFTAR PUSTAKA

Cuningham G. Norman F. Et all. Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan. Obstertri Williams. Ed 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. 624-681

Krisnadi. Rifayani S. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSU Dr. Hasan Sadikin. Bag pertama (Obstetrik). 2005; 60-70

Mose J. Gestosis. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Ed 2. Penerbit Buku Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung. 2005. 68-82

Norwitz E. Schorge J. Gangguan hipertensi dalam kehamilan. At a glance Obstetri dan Ginekologi. Ed 2. Erlangga Medical Series. Jakarta. 2007. 88-9

Supriyadi, T., Gunawan. J. Hipertensi Selama Kehamilan. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGC. 2001. 235-346

Tjandra O. Rambulangi J. Preeklamsia dan Eklamsia. Pedoman Diagnostik dan Terapi. Bagian/ SMF Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin: Perdarahan Uterus Disfungsional. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo. Ujung Pandang. 1999 ; 153-166

Wiknjosastro H. Pre-eklamsi dan Eklamsi. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pistaka Sarwono Prawirohardjo. 2006. 281-301

Case Report

Page 22

Anda mungkin juga menyukai