Anda di halaman 1dari 4

TEKNIK PEMBENTUKAN SEMANGKA TETRAPLOID UNTUK PERAKITAN VARlETAS SEMANGKA TANP A BIJI Farihul Ihsan1, Anang Wahyudi2, dan

Sukarmin3

anaman semangka (Citrullus vulgaris Schrad) berasal dari Afrika, dan dalam perkembangannya telah menjadi tanaman penting di daerah tropis maupun subtropis (Whitaker dan Davis 1962; Mohr 1986). Buah semangka banyak digemari orang terutama karena rasanya manis, konsistensinya remah, daging buah berwarna merah atau kuning menarik, serta banyak mengandung air (93%). Tujuh persen lainnya berupa vitamin, mineral, dan karbohidrat dalam bentuk gula (Kalie 1991). Usaha tani semangka memberikan keuntungan bagi petani karena umurnya pendek, hasilnya tinggi, dan pemasarannya mudah. Sampai saat ini, kebutuhan benih semangka masih disuplai oleh industri benih dari luar negeri. Karena kebergantungan ini maka agribisnis semangka harus membayar biaya benih yang tinggi. Industri benih domestik belum tertarik menanamkan investasinya pada benih semangka karena belum menguasai teknologi hibrida yang produknya laku dijual bagi konsumen Indonesia. Untuk manghasilkan buah semangka tanpa biji diperlukan adanya sifat partenokarpi, dan sifat tersebut secara alami tidak terdapat pada semangka (Mohr 1986). Partenokarpi pada squash, mentimun, dan tomat dapat dihasilkan melalui pemberian hormon auksin, tetapi cara ini kurang berhasil pada semangka (Shinohara 1981). Aplikasi di lapangan untuk mendapatkan buah semangka tanpa biji dilakukan dengan cara menyerbuki tanaman tetraploid dengan tanaman diploid, sehingga dihasilkan tanaman triploid. Tepung sari diploid diperlukan untuk menstimulasi partenokarpi, tetapi ovum tidak berkembang karena sterilitas tanaman triploid (Lower dan Johnson 1969). Salah satu usaha untuk mendapatkan hibrida semangka tanpa biji adalah dengan perakitan hibrida semangka triploid dari kultivar unggul yang tersedia. Menurut Fehr (1987), tingkat keberhasilan penggandaan kromosom akan lebih tinggi bila induksi dilakukan pada kultivar-kultivar unggul. Hibrida triploid (2n = 3x) dapat diperoleh dari persilangan tanaman tetraploid (2n = 4x) dengan tanaman diploid
dan 2 masing-masing Teknisi Nonkelas, 3 Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Jalan Raya Solok-Aripan km 8, Kotak Pos 5, Solok 27301, Telp. (0755) 20137, Faks. (0755) 20592

(2n = 2x), dan melalui induksi endosperma. Langkah pertama pada persilangan untuk mendapatkan benih triploid ialah melakukan penyediaan tetua tetraploid melalui penggandaan kromosom tanaman diploid dengan kolkhisin. Efektivitas kolkhisin meningkat bila dicampur dengan dimetil sulfoksida (DMSO) (Currah dan Okkendon 1997). Lower dan Johnson (1969) menyatakan bahwa induksi ploidi dengan kolkhisin yang lebih efektif ialah melalui perendaman benih. Percobaan bertujuan untuk memperoleh informasi tentang teknik pembentukan semangka tetraploid dalam rangka perakitan varietas semangka tanpa biji.

BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu Tropika), Solok, Sumatera Barat pada bulan April sampai Juli 2003. Bahan yang digunakan adalah biji semangka kultivar R11 (koleksi Balitbu Tropika), kolkhisin, akuades steril, IAA, DMSO, alkohol 70%, dan kertas tisu. Alat yang diperlukan adalah erlenmeyer, batang pengaduk, dan pipet mikro. Perlakuan perendaman biji menggunakan tiga tingkat konsentrasi kolkhisin, yaitu 0,4% (K1), 0,5% (K2), dan 0,6% (K3) dengan lama perendaman benih juga tiga tingkat, yaitu 25 jam (T1), 30 jam (T2), dan 35 jam (T3). Dengan demikian, seluruh perlakuan berjumlah sembilan kombinasi, yaitu: K1T1 K1T2 K1T3 K2T1 K2T2 K2T3 K3T1 K3T2 K3T3 = 0,4% kolkhisin dengan 25 jam perendaman; = 0,4% kolkhisin dengan 30 jam perendaman; = 0,4% kolkhisin dengan 35 jam perendaman; = 0,5% kolkhisin dengan 25 jam perendaman; = 0,5% kolkhisin dengan 30 jam perendaman; = 0,5% kolkhisin dengan 35 jam perendaman; = 0,6% kolkhisin dengan 25 jam perendaman; = 0,6% kolkhisin dengan 30 jam perendaman; = 0,6% kolkhisin dengan 35 jam perendaman. Pembuatan Larutan Perendam

Sebelum digunakan, larutan perendam dibuat larutan stoknya. Kolkhisin juga perlu diencerkan dengan menggunakan alkohol 70%. Caranya, kolkhisin ditimbang 100 mg, kemudian 75

Buletin Teknik Pertanian Vol. 13 No. 2, 2008

dilarutkan dengan 100 ml alkohol 70% dalam tabung erlenmeyer. IAA ditimbang 100 mg kemudian dilarutkan dalam 100 ml akuades steril dalam tabung erlenmeyer. Larutan stok DMSO juga dilarutkan dengan akuades steril. Cara pelarutannya adalah DMSO diambil 0,1 ml dengan menggunakan pipet mikro kemudian dilarutkan dalam 100 ml akuades steril dalam tabung erlenmeyer. Untuk membuat 100 ml larutan perendaman pada masingmasing tingkat konsentrasi kolkhisin dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Kolkhisin 0,4%, yaitu 0,4 ml larutan stok kolkhisin + 0,1 ml


larutan stok IAA + 2 ml larutan stok DMSO dilarutkan dalam 100 ml akuades steril.

Kolkhisin 0,5%, yaitu 0,5 ml larutan stok kolkhisin + 0,1 ml


larutan stok IAA + 2 ml larutan stok DMSO dilarutkan dalam 100 ml akuades steril.

Gambar 1. Perendaman biji semangka, Balitbu Tropika, Solok, 2003

Kolkhisin 0,6%, yaitu 0,6 ml larutan stok kolkhisin + 0,1 ml


larutan stok IAA + 2 ml larutan stok DMSO dilarutkan dalam 100 ml akuades steril. Perendaman Biji Biji semangka yang akan digunakan dipilih yang sehat dan bernas. Biji yang kisut atau cacat dibuang. Biji kemudian dicuci dengan akuades steril dan dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer. Jumlah biji untuk setiap perlakuan masing-masing 90 biji. Selanjutnya larutan perendam dituangkan seperlunya ke dalam tabung erlenmeyer sesuai dengan masing-masing perlakuan. Biji direndam sesuai dengan waktu yang ditetapkan, yaitu 25 jam, 30 jam, dan 35 jam (Gambar 1). Perkecambahan Biji yang telah direndam dikeluarkan dari tabung erlenmeyer, lalu diletakkan di atas tisu setengah basah kemudian ditutup lagi dengan tisu setengah basah. Tisu diusahakan tidak terlalu basah agar biji tidak busuk. Biji dikecambahkan maksimal 2 hari dalam kotak inkubator dengan suhu 30-35C dan kelembapan 80-85%. Pembibitan dan Penanaman Setelah 2 hari pengecambahan, biji yang telah tumbuh akarnya (Gambar 2) ditanam dalam polybag 10 x 15 dengan media tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1 (Gambar 3). Bibit semangka siap ditanam di lapangan pada umur 24 hari setelah pengecambahan. 76

Gambar 2. Biji semangka yang telah berkecambah, Balitbu Tropika, Solok, 2003

Gambar 3. Pembibitan tanaman semangka, Balitbu Tropika, Solok, 2003

Buletin Teknik Pertanian Vol. 13 No. 2, 2008

Penyiapan tanam di lapangan dimulai dengan pembersihan lahan dan pembuatan guludan. Guludan berukuran panjang 10 m, lebar 3 m, tinggi 80 cm, dan jarak antarguludan 80 cm. Guludan diberi pupuk kandang 1 m 3 per guludan. Selanjutnya dilakukan penyiapan lubang tanam dengan jarak 2,5 m x 0,5 m. Bibit ditanam satu semaian per lubang tanam. Pemupukan dengan 450 kg N, 375 kg P2O5, dan 375 kg K2O/ha dilakukan 5-7 kali. Pemupukan pertama dilakukan pada saat penanaman sebagai pupuk dasar. Pemupukan susulan dilaukan seminggu sekali hingga menjelang panen. Selain itu, setiap 3 hari sekali tanaman diberi pupuk cair. Untuk menekan pertumbuhan gulma digunakan mulsa plastik hitam perak dan jerami. Pengendalian hama dan penyakit disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Insektisida yang digunakan ialah traizofos konsentrasi 0,5% dan kelthane konsentrasi 0,1%, sedangkan fungisidanya ialah mankozeb dengan konsentrasi 0,16%. Pengamatan Pengamatan dan pengukuran dilakukan terhadap jumlah kromosom atau perubahan jaringan menjadi tetraploid. Parameter yang diamati dan diukur adalah panjang stomata daun (L1), diameter tepung sari (L2), dan jumlah kromosom ujung akar (L3). Panjang stomata daun diukur secara mikroskopis terhadap stomata pada permukaan bagian bawah daun melalui sayatan epidermis. Stomata diambil dari bagian pangkal, tengah, dan ujung daun. Dari setiap bagian diukur 10 stomata yang diambil dari dua bidang. Tanaman dianggap tetraploid bila ukuran stomatanya 10 lebih panjang dari diploidnya, seperti yang digunakan oleh Peck dan Arisumi (1968) dalam Murdaningsih (1982) untuk membedakan tetraploid dengan diploidnya. Diameter tepung sari diamati secara mikroskopis pada tepung sari tanaman dewasa. Tepung sari diambil dari tiga bunga setiap tanaman, kemudian dicampur dengan akuades. Sebanyak 30 butir tepung sari diambil dari enam bidang pandang dan diukur secara mikroskopis. Tepung sari tetraploid dibedakan dari diploidnya seperti yang digunakan oleh Lindstrom dan Koos (1930) dalam Kallo (1980), yaitu bila berukuran 10 lebih besar dibanding tepung sari diploid. Pengamatan dan penghitungan jumlah kromosom dilakukan dengan melumat ujung akar dengan metode baku asetokarmin. Ujung akar diamati dan difiksasi dalam larutan Farmers (3 etil alkohol anhidrida : 1 asam asetat glasial). Tanaman dinyatakan tetraploid bila jumlah kromosom 2n = 4x. Buletin Teknik Pertanian Vol. 13 No. 2, 2008

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan pada stomata daun (L1), tepung sari (L2), dan ujung akar (L3) pada tanaman yang hidup menunjukkan bahwa jumlah tanaman yang mempunyai jaringan L3 tetraploid (4x) lebih sedikit (rata-rata 8,30%) dibanding tanaman yang mempunyai jaringan Ll-4x (rata-rata 17,11%) dan L2-4x (17,12%) (Tabel 1). Secara anatomi, jaringan L3 terletak di sebelah dalam L1 dan L2. Hal tersebut kemungkinan merupakan faktor yang menyebabkan jumlah jaringan L34x lebih sedikit dibanding jaringan Ll-4x dan L2-4x, karena penetrasi larutan kolkhisin berawal dari jaringan bagian luar, kemudian baru ke bagian lebih dalam. Hagberg dan Akerberg (1961), Simmonds (1979), serta Gardner dan Snustad (1981) menyatakan bahwa perubahan jaringan atau sel tanaman karena perlakuan kolkhisin bervariasi. Perubahan jaringan atau sel tanaman dapat terjadi pada semua tanaman atau pada bagian tanaman dan bahkan pada beberapa sel saja. Dari sembilan kombinasi perlakuan konsentrasi kolkhisin dan lama perendaman biji, perlakuan konsentrasi kolkhisin 0,5% dengan lama perendaman 35 jam memberikan persentase perubahan tanaman diploid menjadi tetraploid tertinggi (rata-rata 8,33%). Persentase perubahan jaringan terkecil terjadi pada perlakuan konsentrasi kolkhisin 0,4% dengan lama perendaman 25 jam yaitu rata-rata 1,85% (Tabel 1). Data ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi
Tabel 1. Persentase tanaman yang mengalami perubahan jaringan pada beberapa konsentrasi kolkhisin dan lama perendaman pada semangka kultivar R11, Balitbu Tropika, Solok, 2003 Tipe jaringan Perlakuan K1T1 K 1T2 K 1T3 K2T1 K 2T2 K 2T3 K3T1 K 3T2 K 3T3 Rata-rata Stomata daun (L1) 8,33 12,50 12,50 12,50 29,20 29,20 12,50 20,80 16,50 17,11 Tepung sari (L2) 8,33 12,50 12,50 8,33 29,20 29,20 12,50 20,80 20,80 17,12 Ujung akar (L3) 0,00 4,16 8,33 4,16 12,50 16,60 0,00 12,50 16,50 8,30 Rata-rata 1,85 3,24 3,70 2,77 7,87 8,33 2,77 16,01 5,97

K1T1 = 0,4% kolkhisin dengan 25 jam perendaman; K1T2 = 0,4% kolkhisin dengan 30 jam perendaman; K1T3 = 0,4% kolkhisin dengan 35 jam perendaman; K2T1 = 0,5% kolkhisin dengan 25 jam perendaman; K2T2 = 0,5% kolkhisin dengan 30 jam perendaman; K2T3 = 0,5% kolkhisin dengan 35 jam perendaman; K3T1 = 0,6% kolkhisin dengan 25 jam perendaman; K3T2 = 0,6% kolkhisin dengan 30 jam perendaman; K3T3 = 0,6% kolkhisin dengan 35 jam perendaman.

77

kolkhisin hingga 0,5% dengan lama perendaman 35 jam menghasilkan perubahan jaringan menjadi tetraploid yang lebih baik. Peningkatan konsentrasi kolkhisin menjadi 0,6% justru memberikan hasil yang kuarng baik..

DAFTAR PUSTAKA
Currah, I. and D.J. Okkendon. 1997. Crommosome doubling of mature haploid Bruessels-sprout plants by colchicine treatment. Kuphytica 36: 167-173. Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development. Theory and technique. Vo1. l. Macmillan Publishing Company, New York, Collier Macmillan Publisher, London. Gardner, E.J. and P. Snustad. 1981. Principles of Genetics. 6th ed. John Wiley and Sons, New York. Hagberg, A. and E. Akerberg. 1961. Mutations and Polyploidy in Plant Breeding. Svenska Bokforlaget, Bonniers, Stockholm. Kalie, M.B. 1991. Bertanam Semangka. Penebar Swadaya, Jakarta. Kalloo. 1980. Vegetable Breeding. Vol. 1. CRC Press Inc. Boca Raton, Florida. Lower, R.L. and K.W. Johnson. 1969. Observation on sterility of induced autotetraploid watermelon. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 94(4): 367-369. Mohr, H.C. 1986. Watermelon breeding. p. 7-66. In M.J. Bassett (Ed.). Breeding Vegetable Crops. Avi Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Murdaningsih, H. 1982. Polyploids from Colchicine Treated Callus of an Interspecific Hybrid Lilium. Thesis. Faculty of the Graduate School, oUniversity of Minnesota. Shinohara, S. 1981. Principles of Vegetables Seed Production. Seibundo Shinkosha Ltd., Tokyo. Simmonds, N.W. 1979. Principles of Crop Improvement. Longman, London and New York. p. 281-282. Whitaker, T.W. and G.N. Davis. 1962. Cucurbits. Interscience Publichers, Inc., New York.

KESIMPULAN DAN SARAN Salah satu upaya untuk mendapatkan hibrida semangka tanpa biji dapat dilakukan dengan perakitan semangka triploid dari kultivar unggul yang tersedia. Hibrida triploid (2n = 3x) dapat diperoleh dari persilangan tanaman tetraploid (2n = 4x) dan tanaman diploid (2n = 2x), dan melalui induksi endosperma. Langkah pertama pada persilangan untuk mendapatkan benih triploid ialah menyediakan tetua tetraploid melalui penggandaan kromosom tanaman diploid dengan kokhisin. Induksi ploidi dengan kolkhisin yang lebih efektif ialah melalui perendaman benih. Penggandaan kromosom semangka dengan perendaman biji pada beberapa tingkat konsentrasi kolkhisin dan waktu perendaman menunjukkan bahwa perendaman biji semangka kultivar R11 dengan konsentrasi kolkhisin 0,5% selama 35 jam menghasilkan persentase perubahan jaringan diploid menjadi tetraploid paling tinggi (rata-rata 8,33%). Perendaman dengan konsentrasi kolkhisin 0,4% dengan lama perendaman 25 jam menunjukkan hasil yang terendah (ratarata 1,85%).

78

Buletin Teknik Pertanian Vol. 13 No. 2, 2008

Anda mungkin juga menyukai