Anda di halaman 1dari 4

Materi : Kontrol Sosial

Kontrol Sosial Formal : Konsep Vago cenderung memilah solidaritas ke dalam dua partisi. Ia menjelaskan bahwa kontrol sosial formal biasanya merupakan karakteristik dari masyarakat yang lebih kompleks dengan pembagian tingkat pekerjaan yang lebih besar, heterogenitas populasi, dan sub-grup dengan nilai-nilai terkompetensi dengan bentuk berbeda dalam adat-istiadat dan ideologi. Kontrol yang bersifat formal muncul ketika kontrol informal tidak lagi sesuai diterapkan untuk memelihara kenyamanan pada norma-norma tertentu dan dicirikan dengan sistem yang mengenal spesialisasi agen-agen sosialnya dan dengan teknik-teknik yang standar. Dengan penjelasan bahwa pengertian formal adalah saat yang informal tidak lagi mampu hadir dan memberikan fungsi kontrolnya. Maka formal selalu timbul dari kebutuhan akan keteraturan dan kontrol yang membuat segalanya kepada keadaan sebagaimana kondisi informal. Seperti menjelaskan bagaimana Durkheim berupaya mengganti secara perlahan solidaritas mekanis sederhana dengan solidaritas organik yang lebih kompleks, yakni solidaritas komplementer, berkat semakin tegasnya pembagian kerja dalam masyarakat. Jika Durkheim berusaha menjaga tetap adanya solidaritas, maka demikian pula peran sosial kontrol selalu diupayakan tetap ada, karena eksistensinya yang menjadi urgensi dan kebutuhan sosial. Formal dijelaskan sebagai kebutuhan yang tumbuh sebagai karena ketiadaan informal. Begitu pula hukum, informal mengenal formulasi kontrol pada hukum tak tertulis, sedangkan format formal adalah mulai dikenalnya konsep standarisasi atau dalam hukum dikenallah hukum yang mengenal prinsip legalitas atau ketertulisan. Sehingga logika kebenaran dan kesalahan, kebaikan dan kejahatan, yang sesuai definisi bersama, dituangkan ke dalam perundang-undangan untuk dijadikan sebagai alat kontrol sosial. Kontrol Sosial Formal merupakan pengawasan terhadap sikap atau perilaku sosial yang terjadi di masyarakat yang dirancang untuk resosialisasi individu yang melanggar aturan formal yang ditetapkan. Contoh : Seorang yang dengan sengaja membunuh kekasihnya dikarenakan kekasihnya ingin melaporkan pelaku kepada polisi karena telah memperkosa. Pihak keluarga si korban melaporkan kepada pihak berwajib dan ia pun tertangkap dan di penjara, serta di hukum sesuai pasal yang telah di tentukan. Kontrol Sosial Informal : Kontrol sosial informal dilakukan oleh masyarakat tanpa

secara eksplisit menyatakan aturan-aturan ini dan dinyatakan melalui adat, norma, dan adat istiadat. Individu disosialisasikan baik secara sadar atau tidak sadar. Selama sanksi informal, cemoohan atau pengucilan dapat menyebabkan menyimpang terhadap normanorma. Orang menginternalisasi ini adat istiadat dan norma-norma. Masyarakat tradisional menggunakan kontrol sosial informal yang sebagian besar tertanam dalam budaya adat yang bergantung pada sosialisasi anggotanya Sanksi informal mungkin termasuk rasa malu, cemoohan, sarkasme, kritik dan ketidaksetujuan. Dalam kasus ekstrim sanksi mungkin termasuk diskriminasi sosial dan eksklusi. Kontrol ini biasanya memiliki sosial yang tersirat efek yang lebih pada individu karena mereka menjadi diinternalisasi dan dengan demikian aspek kepribadian. Sanksi informal memeriksa 'menyimpang' perilaku. Contoh : Seorang anak, yang ragu-ragu untuk melompat dari loncatan tinggi, adalah mungkin untuk mengatakan, bahwa dia banci. Dengan kenyataan, bahwa ia akhirnya melompat, dia lolos dari denotasi perilakunya dengan bersyarat dikendalikan oleh rasa malu, yang tidak menyenangkan. Deterrence : Deterrence secara harfiah adalah sebuah penangkisan, penolakan atau pencegahan, dalam hal ini maksud Deterrence adalah merupakan suatu strategi untuk mencegah terjadinya perang dengan cara mengecilkan hati lawan (misal : negara lain) yang mencoba menyerang. Tujuan utama defender disini adalah meyakinkan kepada negara lain bahwa kerugian yang ditimbulkan karena perang akan jauh melebihi keuntungan yang diharapkan. Hal ini biasanya diselesaikan dengan ancaman balas dendam secara militer atau membalas inisiator jika melakukan sesuatu yang tidak diinginkan. Lebih tepatnya defender harus menunjukkan komitmennya untuk menghukum atau membalas dan kemampuannya untuk melakukan hal tersebut untuk mendemonstrasikan credibility of the deterrence. Konsep deterrence biasa diasosiasikan dengan kekuatan nuklir, tetapi penerapannya diperluas dalam berbagai situasi dimana salah satu pihak mencoba untuk mencegah pihak lain untuk melakukan tindakan yang belum dilakukan. Deterrence dapat pula digunakan dengan kekuatan untuk mencegah kelemahan dari percobaan penggulingan suatu negara. Para ahli strategi mengidentifikasikan 4 macam deterrence. Dua jenis pertama yaitu General dan Immediate, dilakukan sesuai dengan kerangka waktu strategi. General deterrence adalah strategi jangka panjang yang dimaksudkan untuk mengecilkan hati dengan pertimbangan yang serius atas segala bentuk ancaman kepentingan negara lain. General deterrence berjalan setiap waktu, berusaha untuk

mencegah negara lain yang mencoba menyerang dengan berbagai cara militer karena konsekuensi yang diinginkan. Immediate deterrence adalah suatu tanggapan terhadap yang ancaman yang jelas dan tegas atas kepentingan negara. Ketika aggressor mulai menyerang general deterrence dinyatakan gagal, immediate deterrence mungkin masih dapat dilakukan untuk meyakinkan aggressor untuk menghentikan dan tidak melanjutkan serangan. Dua jenis deterrence yang lain berhubungan dengan lingkup geografis dari strategi yang dimaksud. Primary deterrence dimaksudkan untuk meminta negara lain untuk tidak menyerang wilayah suatu negara, selain itu extended deterrence adalah mengecilkan hati negara lain untuk tidak menyerang partner atau sekutu suatu negara. Terdapat tiga syarat atau kondisi yang harus dipenuhi dalam konsep deterrence, yaitu : Commitment, merupakan langkah pertama dalam pelaksanaan deterrence, defending state harus memiliki komitmen untuk membalas aggressor atau challenger ketika melakukan tindakan. Dalam kata lain defender harus membuat batas dan memperingatkan aggressor bahwa dia akan menderita bila melewati atau melintasi batas tersebut. Komitmen tersebut harus jelas, tidak ambigu dan harus dinyatakan sebelum aggressor melakukan agresi. Komitmen yang ambigu dapat mendatangkan kerugian dari kepentingan aggressor dalam percobaan pemecahaan pertahanan. Deterrence seringkali gagal karena defender tidak menunjukkan dengan baik komitmen untuk membalas atau gagal dalam menetapkan tindakan pembalasan yang tepat dalam suatu kasus penyerangan. Capability, komitmen yang jelas tidak akan berguna apabila negara tidak mempunyai cara atau sarana untuk menunjukkannya, ketika deterrence berputar sekitar menyakinkan aggressor bahwa kerugian dari tindakan tidak sebanding dengan keuntungannya, defender harus menyakinkan pula bahwa dia juga memiliki kemampuan untuk membalas. Sekalipun bila kemampuan deterrent negara lemah, dia tetap mencoba meyakinkan bahwa kemampuan untuk membalas yang dimiliki lebih kuat. Credibility, suatu negara harus menyakinkan aggressor tentang keputusan dan keinginannya untuk menunjukkan komitmennya untuk menghukum atau membalas. Walaupun defender telah menyatakan komitmen dan menunjukkan kemampuannya untuk membalas, deterrence masih mungkin mengalami kegagalan jika aggressor meragukan keinginan defender mengambil resiko perang. Jelasnya, komitmen untuk membalas harus persuasive supaya tidak terdengar gertak sambal. Pada bagian lain keberhasilan defender bergantung pada reputasi perilaku dan image suatu negara. Singkatnya, deterrence dapat mengalami kegagalan karena aggresor meragukan komitmen, kemampuan dan kredibilitas defender untuk membalas aggressor. Bagaimanapun, teori

deterrence mengakui bahwa, defender harus dengan jelas menunjukkan komitmen serta kredibilitasnya untuk mempertahankan kepentingan negaranya, di sisi lain aggressor harus mengkalkulasikan juga keuntungan atau kerugian dari pembalasan (punishment), dalam hal ini masih sangat rational bagi aggressor untuk menyerang. Contoh : Seorang koruptor yang korupsi sehingga merugikan negara di vonis hukuman penjara seumur hidup, ini akan menimbulkan kekuatan hukum yang akan membuat orang lain takut jika melakukan korupsi .

Nama Ghassani NIM Jurusan

Adlia

Nindya

: F1C011066 : Ilmu Komunikasi

Anda mungkin juga menyukai