Anda di halaman 1dari 19

BAB II ATRESIA ANI I. DEFINISI Suatu kelainan congenital dimana menetapnya membrane anus sehingga anus tertutup.

Defek ini tidak selalu total; kadangkala sebuah lubang sempit masih memungkinkan keluarnya isi usus. Bila penutupannya total anus tampak sebagai lekukan kulit perineum; keadaan ini seringkali disertai atresia rectum bagian bawah. (Dorlan). II. ANATOMI Bagian usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 cm). Sekum dan bagian kolon transversum maupun banyak kolon sigmoideum seluruhnya di dalam peritoneum,sedangkan sepertiga bawah rektum di bawah peritoneum dan sepertiga atas ekstra peritoneum di atas permukaan posteriornya. Bagian asendens dan desendens kolon ditutup oleh peritoneum hanya pada permukaan anterior.3,4 Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan rectum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rectum ini maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya. Rektum memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya.Rectum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas rectum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri , sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rektum, sementara fissura anus

nyeri sekali. Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem orta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang v. Iliaka. Distribusi ini menjadi penting dalam upaya memahami cara penebaran keganasan dan infeksi. Sistem limfa sepanjang pembuluh hemoroidales superior ke arah kelenjar limfa paraorta melalui kelenjar limfa paraorta melalui kelenjar limfa iliaka interna, sedangkan limfa yang berasal dari kanalis analis mengalir kearah kelenjar inguinal. Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah ke ventrokranial yaitu kearah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapt membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur.dan menunjukkan batas antara sfingter intern dan sfingter ekstern (garis hilton) Cincin sfingtern anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan sfingter ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter intern, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis) dan komponen m. Sfingter eksternus. M. Sfingter internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan m. Sfingter eksternus terdiri atas serabut otot lurik.

Gambar 1. Rektum dan anus

Perdarahan arteri Arteri hemoroidales superior adalah kelanjutan langsung a. Mesenterika inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan.Arteri hemoroidales medialis merupakan percabangan anterir a.iliaka interna , sedangkan a. Hemoroidales inferior adalah cabang a. Pudenda interna. Anastomises antara arkade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang mempunyai makna penting pada tindak bedah atau sumbatan aterosklerotik di daerah percabangan aorta dan a. Iliaka. Anastomises tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid inferior dapat memjamin perdarahan di kedua ekstremitas bawah. Perdarahan di pleksus hemoroidales merupakan kolateral luas dan kaya sekali darah. Perdarahan vena Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena disalurkan dari Vena hemoridalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. Mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. Lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. V. Hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam v. Pudenda interna dan kedalam v. Iliaka interna dan vena kava. Pada batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui perdaran hemoroidal antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka Aliran darah vena disalurkan melalui v.mesenterika superior untuk kolon asendens dan kolon transversum, dan melalui v.mesenterika inferior untuk kolon desendens, sigmoid dan rektum. Keduanya bermuara ke dalam v.porta, tetapi v.mesenterika inferior melalui v.lienalis. Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v.kava inferior. Oleh karena itu, anak sebar yang berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan di paru, sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati.

Gambar 2. Vaskularisasi usus besar Penyaliran limfa Pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang menyalurkan isinya menuju ke kelenjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan limfe terus mengalir sampai ke kelenjar limfe iliaka. Pembuluh limfe dari rektum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. Hemoroidalis superior dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta. Persarafan Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan sistem parasimpatik. Serabut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Unsur simpatis pleksus ini menuju kearah struktur genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi. Persarafan parasimpatik (nervi erigantes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga dan keempat. Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan cara mengatur aliran darah kedalam jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi pada waktu operasi radikal panggul serta ekstirpasi radikal rektum atau uterus dapat menyebabkan gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan fungsi seksual. Otot volunter, yaitu levator ani, koksigeus dan sfingter eksternus, dilayani oleh saraf dari segmen sakralis keempat.

III.

ETIOLOGI Penyebab atresia ani sampai saat ini masih belum jelas, diduga genetik juga berperan dalam munculnya kelainan ini. Sebagian besar kasus atresia ani tersebar tanpa adanya riwayat keluarga dengan kelainan serupa, tetapi bebrapa keluarga mempunyai anak dengan kelainan atresia ani. Penelitian genetis mengenai hal ini masih dalam penyelidikan. Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum , sfingter dan otot dasar panggul. IV. PATOFISIOLOGI Kelainan atresia ani terjadi akibat kegagalan pembentukan septum urorectal secara komplit. Embryogenesis dari kelainan ini masih belum jelas. Anus dan rektum diketahui berasal dari bagian dorsal hindgut atau rongga cloacal ketika pertumbuhan lateral bagian mesenchyme, kloaka akan membentuk sekat di tengah yang disebut septum urorectal. Septum urogenital membagi kloaka (bagian caudal hindgut) menjadi rektum dan sinus urogenital, urogenital sinus terutama akan membentuk kandung kecing dan uretra. Penurunan perkembangan dari septum urorectal dipercaya menutup saluran ini ketika usia 7 minggu kehamilan. Selama waktu ini, bagian ventral urogenital mengalami pembukaan eksternal/keluar;bagian dorsal dari anal membuka kemudian. Anus berkembang dari fusi antara tuberculum anal dan invagination bagian luar/eksternal, yang dikenal sebagai proctodeum, yang mendalam ke arah anus.pada awalnya. Perineum memisahkan kloaka membran menjadi membran urogenital anterior dan membran anal posterior.. rektum dan bagian superior kanalis anus terpisah dari eksterior oleh membran anal. selaput pemisah ini akan menghilang saat usia kehamilan 8 minggu. Gangguan pada perkembangan struktur anorectal bermacam-macam tingkatannya dengan berbagai macam kelainan, antara lain anal stenosis, rupture selaput yang anal yang tidak komplit , atau complete failure atau anal agenesis

dari bagian atas dari kloaka sampai kebawah dan kegagalan proktoderm mengalami invaginasi. Hubungan langsung antara saluran urogenital dan bagian rectal dari kloaka menyebabkan rectourethral fistule atau rectovestibular fistule. Spincter eksternal, berasal dari mesoderm exterior, biasanya selalu ada tetapi dengan berbagai macam derajat variasi, berkisar antara otot yang kuat ( perineal atau vestibular fistule) sampai ke otot yang hampir tidak ada ( complex longcommon-channel cloaca, prostatic atau bladder-neck fistule). IV. KLASIFIKASI Kelainan bentuk anorektum dapat ditemukan dalam berbagai macam tipe yang sampai sekarang masih belum dapat diketahui secara lengkap Ladd dan Gross pada tahun 1934 mengajukan klasifikasi terdiri atas 4 tipe yang masih banyak digunakan oleh para ahli hingga saat ini(1,2) Tipe I: Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat. Tipe II: Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus. Tipe III: Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus seharusnya terbentuk (lekukan anus). Merupakan Jenis yang paling sering ditemukan Tipe IV: Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai suatu kantung buntu. Merupakan bentuk yang paling jarang dijumpai.

gambar 3. Atresia ani tanpa fistula

gambar 4. Atresia ani dengan fistula Kelainan bentuk anorektum juga dapat dikelompokkan berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rektum yang normal dengan otot puborektalis yang memiliki fungsi sangat penting dalam proses defekasi berdasarkan letak ujung atresia terhadap otot dasar panggul, yakni supralevator dan translevator, dikenal sebagai klasifikasi Melboume(3) Kelainan bentuk anorektum dikelompokkan menjadi: 1. kelainan letak rendah(infralevator) Pada kelainan letak rendah, rektum telah menembus levator sling sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.muskulus

10

sfingter ani interna dalam keadaan utuh, kelainan letak rendah lebih sering dijumpai pada bayi perempuan. Bentuk yang dapat ditemukan berupa stenosis anus, tertutupnya anus oleh suatu membran tipis yang seringkali disertai fistula anokutaneus, dan anus ektopik yang selalu terletak di anterior lokasi anus yang normal.

Gambar 5.Fistul anokutaneus(bucket handle) 2. kelainan letak tengah(intermedia)

anus ektopik

Pada kelainan letak tengah telah menembus otot puborektalis sampai sekitar satu sentimeter atau kurang dari kulit perineum. Ujung rektum mencapai tingkat m. Levator anus tetapi tidak menembusnya .Otot sfingter ani eksterna telah terbentuk sempurna dan berada dalam keadaan berkesinambungan dengan kompleks levator. Di daerah anus seharusnya terbentuk lazim terdapat lekukan anus (anal dimple) yang cukup dalam. Pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra, yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris 3. Kelainan letak tinggi(supralevator) Pada kelainan letak tinggi, rektum yang buntu terletak di atas levator sling dan juga dikenal dengan istilah agenesis rektum. Kelainan letak tinggi lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki. Pada kelainan letak tinggi acapkali terdapat fistula, yang menghubungkan antara rektum dengan perineum, saluran kemih atau vagina.

11

Gambar 6. Atresia ani letak rendah dan letak tinggi Jenis fistula yang dapat ditemukan pada perempuan adalah fistula anokutaneus, fistula rektoperineum dan fistula rektovagina. Fistula anokutaneus mencakup bentuk kelainan yang sebelumnya dikenal sebagai anus ektopik anterior atau fistula anoperineum. Pada fistula rektoperineum, fistula bermuara di sepanjang perineum mulai dari lekukan anus sampai pada baths vestibulum vagina. Sementara pada fistula rektovagina, lubang fistula bermuara pada fosa navikularis, vestibulum vagina, atau bahkan pada dinding posterior vagina. Pada laki-laki dapat dijumpai dua bentuk fistula, yaitu fistula rektourinaria dan fistula rektoperineum; jenis yang pertama lebih banyak ditemukan. Sebagian besar fistula rektourinaria berupa fistula rektouretra, muara fistula terdapat di uretra pars prostatika tepat di bawah verumontagum berdekatan dengan duktus ejakulatorius. Fistula rektourinaria juga dapat dijumpai dalam bentuk fistula rektovesika, fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Jenis fistula ini sangat jarang ditemukan. Pada fistula rektoperineum, muara fistula terdapat di perineum di sepanjang daerah antara lekukan anus sampai batas perineoskrotum. Fistula dapat berukuran sedemikian kecil sehingga sukar ditemukan dan tidak dapat dilalui mekoneum atau berukuran cukup besar sehingga memungkinkan pengeluaran melkoneum dari rektum yang buntu. Pada kasus kelainan bentuk anorektum disertai fistula dengan ukuran cukup besar,

12

manifestasi obstruksi usus akibat buntunya rektum tidak terjadi, karena mekoneum dapat keluar melalui fistula. Fistula dapat ditemukan pada sekitar tiga perempat kasus dan sebagian besar di antaranya terdapat pada kasus tipe III berdasarkan klasikfikasi ladd and gross.

Gambar 7. fistule yang muncul pada atresia ani Menurut klasifikasi Wingspread Laki laki Kelompok I Kelainan Tindakan Fistel urin Kolostomi neonatus, operasi definitif Atresia rektum pada usia 4-6 bulan Perineum datar Fistel tidak ada Invertogram udara > 1 cm dari kulit Kelompok II Kelainan Tindakan fistel perineum Operasi langsung pada neonatus membran anal stenosis anus fistel tidak ada invertogram udara < 1 cm dari kulit Perempuan

13

Kelompok I Kelainan kloaka fistel vagina fistel anovestibuler atau rektovestibuler atresia rektum fistel tidak ada invertogram udara >1 cm dari kulit Kelompok II Kelainan Tindakan fistel perineum Operasi langsung pada neonatus stenosis anus fistel tidak ada invertogram udara < 1cm dari kulit Tabel 1. klasfikasi menurut wingspread Tindakan Kolostomi neonatus

V.

GEJALA KLINIS Sebagian besar bayi diketahui mengalami kelainan atresia ani saat pemeriksaan pertama setelah bayi lahir, yakni tidak ditemukan adanya lubang pada anus yang ditunjukkan kegagalan untuk mengeluarkan mekonium. Bayi akan cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir,atau ditemukannya mekoneum di perineum karena adanya fistula pada perineum. Pada sekitar 60% kasus kelainan atresia ani dapat dijumpai kelainan bawaan pada sistem tubuh yang lain. Kelainan bawaan yang banyak dijumpai adalah penyakit jantung bawaan (75 %), atresia esofagus, hidronefrosis, kelainan vertebra, sindrom down serta kelainan jari jani tangan dan kaki. Kelainan-kelainan tersebut lebih dikenal dengan VATER atau VACTERL sindrome (vertebra, anal, cardiac, tracheooesophagaeal, Renal anomalies). Tethered cord dan kelainan vertebra lain ditemukan pada setengah pasien dengan atresia ani. Pada satu penderita dapat ditemukan lebih dari satu kelainan bawaan penyerta. Sebagian bayi dengan kelainan bentuk anorektum lahir dalam keadaan prematur. Untuk memeriksa kelainan tersebut dapat dilakukan tes sebagai berikut.

14

Potential Problem Tests Performed "V" Vertebral Abnormality (butterfly Spinal ultrasound, Spinal x-ray vertebrae, hemi-vertebrae) "C" Cardiac, Heart Abnormality Cardiac ECHO (VSD, ASD, PDA) "R" Renal, Kidney abnormality Cardiac ECHO Renal ultrasound, Voiding cysto-

(solitary kidney, horse shoe kidney) urethra-gram (VCUG) "TE" tracheoesophogeal abnormality Physical examination "L" Limb deformity Physical examination, x-rays Tabel 2. kelainan yang menyertai Atresia ani VI. DIAGNOSIS Secara klinis diagnosis atresia ani tidak sukar, selain dengan gejala klinis Kelainan bentuk anorektum biasanya sedemikian jelas sehingga diagnosis acapkali dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara cermat daerah perineum. Apakah ditemukan adanya fistul atau tidak, memeriksa ada tidaknya lubang pada daerah anal, memeriksa ada tidaknya lubang anus dan keadaan muskulus spinkter. Test preoperative bertujuan untuk mengetahui letak fistula dan lokasi tempat kebuntuan rectum dan apakah ada lesi yang berhubungan. Untuk mengetahui keberadaan dan lokasi dari fistul cutaneus, bayi diawasi selama 24-48 jam. Mekoneum yang keluar dari perineum menunjukkan fistul cutaneus dan atresia yang terjadi adalah atresia letak rendah. Bayi dengan atresi ani letak rendah yang tidak disertai fistula, atau ukuran fistula terlalu kecil untuk dilalui mekoneum, lazim akan mengalami obstruksi usus dalam waktu 48 jam segera setelah lahir. Di daerah anus seharusnya terbentuk umumnya terdapat suatu penonjolan membran tipis yang tampak lebih gelap dari kulit di sekitarnya, karena mekoneum terletak di balik membran tersebut. Jika disertai fistula anokutaneus, maka akan ditemukan fistula dari daerah lekukan anus yang berjalan ke arah anterior di dalam jaringan subkutan sepanjang raphemediana sampai jarak tertentu; mekoneum dapat keluan melalui fistula ini. Pada bayi perempuan dapat ditemukan fistula anovestibular atau rektovestibular;

15

yang pertama jauh lebih sering dijumpai. Fistula ini acapkali sukar terlihat dan untuk menemukannya maka labia perlu dipisahkan dengan spekulum hidung berukuran kecil dan kemudian dilakukan pemeriksaan secara teliti pads dinding belakang vestibulum vagina. Fistula anovestibulan acapkali sukar dibedakan dengan fistula rektovestibular. Obstruksi usus letak rendah akan mengakibatkan distensi perut, muntah,gangguan cairan dan elektrolit serta asam basa. Fistula akan menyebabkan asidosis hiperkloremik yang disebabkan absorbsi urin oleh mukosa usus. Infeksi traktus urinarius rekuren dapat terjadi sebagai akibat pasase feses lewat traktus urinarius. Pada tipe III, atau kelainan letak tinggi atau juga dikenal sebagai agenesis rektum, di tempat anus seharusnya terbentuk biasanya terdapat suatu lekukan yang berbatas tegas dan memiliki pigmen yang lebih banyak dari kulit di sekitarnya Sebagian besar tipe ini disertai adanya fistula, sehingga pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan muana lubang fistula pada dinding posterior vagina atau perineum, atau tanda-tanda adanya fistula rektourinaria. Lubang fistula rektovagina dapat ditemukan pada vestibulum atau jauh lebih tinggi pada dinding posterior vagina di dekat serviks. Fistula rektourinaria, baik berupa fistula rektouretra atau rektovesika, ditandai oleh keluarnya mekoneum serta udara dari uretra. Fistula rektouretra jauh lebih banyak ditemukan dibanding fistula rektovesika.Uretra di tempat muana lubang fistula rektourinaria membentuk suatu angulasi ke arah atas. Oleh karena itu, kateter yang dimasukkan ke dalam uretra acapkali lebih mudah masuk ke dalam rektum dibanding ke dalam kandung kemih. Jika ditemukan keadaan semacam ini, maka fistula rektourinana yang ada mungkin berupa fistula rektouretra. Pada bayi dengan atresia ani letak tinggi bayi akan cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir, tidak ditemukan adanya anus . efek patologis kelainan ini adalah adanya obstruksi usus dan fistula.dapat terlewatkan sampai beberapa hari karena bayi tampak memiliki anus yang normal, namun saluran anus pendek dan berakhir buntu. Manifestasi obstruksi usus terjadi segera setelah lahir karena bayi tidak dapat mengeluarkan mekoneum. Diagnosis biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan colok dubur.

16

VII.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI Pemeriksaan foto rontgen menurut metode Wangensteen dan Rice bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu. Foto diambil setelah 24 jam setelah lahir, jangan sampai kurang karena jika kurang usus bayi belum cukup berisis udara sehingga diagnosisnya nanti bisa kabur. Setelah berumur sekurang-kurangnya 24 jam, bayi kemudian diletakkan dalam posisi terbalik selama sekitar 3 menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit ekstensi, dan kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral, setelah suatu petanda diletakkan pada daerah lekukan anus. Penilaian foto rontgen dilakukan terhadap letak udara di dalam rektum dalam hubungannya dengan garis pubokoksigeus dan jaraknya terhadap lekukan anus. Udara di dalam rektum yang terlihat di sebelah proksimal garis pubokoksigeus menunjukkan adanya kelainan letak tinggi. Sebaliknya, udara di dalam rektum yang tampak di bawah bayangan tulang iskium dan amat dekat dengan petanda pada lekukan anus memberi kesan ke arah kelainan letak rendah. Pada kelainan letak tengah, ujung rektum yang buntu berada pada garis yang melalui bagian paling bawah tulang iskium sejajar dengan garis pubokoksigeus.

Gambar 8. gambaran radiologis atresia ani Dengan pemeriksaan voiding cystogram, dapat menentukan letak fistula rektouretra. Gambaran udara di dalam kandung kemih menunjukkan adanya

17

fistula. Tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan primer anak-anak kelainan anorectal karena kepekaannya lebih colostography Distal colostography, Ini menjadi satu-satunya test diagnostik paling utama yang digunakan untuk memperjelas anatomi pada semua anak-anak dengan kelainan yang memerlukan colostomy. Kateter dimasukkan kedalam tubuh ditempatkan ke distal stoma, dan balon dipompa. Kateter ditekan, dan kontras yang larut dalam air disuntik dengan tangan. Tekanan ini diperlukan untuk memperlemah tekanan dari levator otot dan untuk memasukkan kontras sehingga mengalir ke bagian paling rendah kolon dan mengetahui letak fistule. Semua bayi yang mengalami kelainan bentuk anorektum perlu menjalani pemeriksaan foto rontgen seluruh bagian kolumna vertebralis dan urogram intravena untuk menemukan kelainan bawaan lainnya di daerah tersebut. Apabila belum sempat dilakukan pada masa prabedah, maka kedua pemeriksaan tersebut sebaiknya dikerjakan setelah dilakukan kolostomi Sacral Radiograpi. Dilakukan Untuk melihat sakrum, posteroanterior dan lateral. Dilakukan untuk memastikan rasio sakral dan untuk melihat ada tidaknya defek pada sakral, hemivertebra dan massa presacral. Ini dilakukan sebelum operasi USG abdomen, Spesifik Untuk memeriksa saluran kemih dan untuk melihat ada tidaknya massa lain. Dilakukan sebelum operasi dan harus diulang setelah 72 jam karena USG yang lebih awal menemukan sebab awal ultrasonography mungkin tidak cukup untuk mengesampingkan hydronephrosis akibat vesicoureteral reflux USG spinal atau MRI, CT scan Banyak anak dengan atresia ani juga memiliki kelainan tethered spinal cord. lemah dibandingkan dengan distal

VIII.

KOMPLIKASI 1. konstipasi

18

feses mengeras dan tidak bisa keluar karena tidak ada lubang, atau ada lubang tetapi letaknya salah dan ukurannya kecil. 2. Kematian Biasanya diakibatkan oleh kelainan sistem organ lai yang menyertai atresia ani, sebagian besar akibat kelianan jantung dan sistem syaraf pusat 3. ileus obstruksi pada atresia ani tanpa fistula, karena gangguan pasase usus, maka akan terjadi ileus dimana bayi akan muntah, perut distende 4. 5. infeksi traktus urinarius yang rekuren kematian akibat pasase feses lewat traktus urinarius. akibat kelainan lain yang menyertai Atresi ani IX. PENANGANAN Penanganan awal pasien dengan atresia ani Penanganan Bayi dengan atresia ani harus dihentikan masukan makanan unuk mencegah mual muntah dan dehidrasi lebih lanjut. Dekompresi dilakukan dengan Pemasangan NGT Sebelum dilakukan tindakan operatif diberikan antibiotik sebagai prefilaksi terhadap infeksi sebelum dilakukan tindakan operatif. Penanganan lanjut Bentuk operasi yang diperlukan pada kelainan atresia ani letak rendah, baik tanpa atau dengan fistula, adalah anoplasti perineum, kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru selama 2-3 bulan. Tindakan ini paling baik dilakukan dengan dilator Hegar selama bayi di rumah sakit dan kemudian orang tua penderita dapat memakai jari tangan di rumah, sampai tepi anus lunak serta mudah dilebarkan. sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal. Konstipasi dapat dihindari dengan pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulose Sebelum operasi ini dikerjakan dilakukan terlebih dahulu test provokasi dengan stimulator otot untuk dapat mengidentifikasi batas spinkter ani eksternus. Pada kasus atresia letak redah yang lain, operasi diperlukan. Tujuan

19

dari operasi adalah untuk mengembalikan anus ke posisi yang normal dan membuat jarak antara lubang anus dengan vagina. Operasinya disebut cut back incision dan anal transposisi. Pada tipe atresia ani letak intermediate dan letak tinggi, apabila jarak antara ujung rektum yang buntu ke lekukan anus kurang dari 1,5 cm, pembedahan rekonstruktif dapat dilakukan melalui anoproktoplasti pada masa neonatus. Akan tetapi, pada tipe III biasanya perlu dilakukan kolostomi pada masa neonatus sebelum dilakukan pembedahan definitif pada usia 12-15 bulan Kolostomi bermanfaat untuk: 1. mengatasi obstruksi usus 2. memungkinkan pembedahan rekonstruktif dapat dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih 3. memberikan kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain, Kolostomi dapat dilakukan pada kolon transversum atau kolon sigmoideum Metode pembedahan rekonstruktif yang dapat dilakukan adalah operasi anorektoplasti sagital posterior pada umur 8-12 bulan prosedur dilakukannya operasi yakni pemotongan muskulus levator ani dan m, sfingteR eksternus pada garis tengah sehingga memudahkan mobilisasi kantong rectum proksimal dan pemotongan fistul apapun.

Gambar 7. teknik operasi PSARP

20

Gambar 9.Penanganan atresia ani pada bayi perempuan Bayi dengan fistul kutaneus, anal stenosis atau anal membran dilakukan minimal posterior sagittal anorectoplasty (PSARP) atau transposition anoplasty (Potts anoplasty).Bayi dengan flat bottom, mekonium di urine atau fistul jenis lain(i.e., urethral, vaginal, vestibular) dilakukan colostomy. Bayi wanita dengan kloaka juga dilakukan colostomy, dan jika perlu dilakukan Vaginostomy atau urinary diversion. Setelah operasi cairan pada fistul diirgasi (untuk mengeluarkn sisa-sisa mekonium yang keras)dan dilakukan pemeriksaan distal colostogram untuk melihat distal rectum dan fistula .Setelah itu bayi tersebut dipantau perkembengannya untuk memantau berat badan dan fungsi colostomy apakah adekuat atau tidak. Jika semua berjalan lancer, PSARP . akan dilakukan padausia antara 2-12 bulan. Sebelum dilakukan operasi, stimulator elektrik digunakan untuk memastikan lokasi pasti dari spincter ani externa dan memastikan tempat pembedahan tetap pada garis tengah. Penanganan pasien atresia ani dimana rektumnya terpisah >1,5 cm atau lebih dilakukan dengan kolostomi, untuk kemudian dilanjutkan dengan operasi abdominal pull-through seperti pada kasus megakolon kongenital

21

Gambar 10. Penanganan atresia ani pada bayi laki-laki Dilatasi anus baru dapat dimulai 10 hari setelah operasi dan selanjutnya dilakukan oleh orang tua di rumah, mula-mula dengan jari kelingking kemudian dengan jari telunjuk selama 2-3 bulan berikutnya disertai pengaturan diet untuk mencegah konstipasi. cukup dan pemberian obat analgesic. Penutupan kolostomi dapat dilakukan 2- 3 bulan setelah pembedahan definitif.

X.

PROGNOSIS Prognosis tergantung pada fungsi klinis, Pada atresia letak tinggi, banyak anak-anak memiliki masalah dalam mengontrol fungsi saluran cerna atau pengendalian defekasi. Sebagian besar mengalami konstipasi. Pada anak-anak dengan atresia letak rendah secara garis besar mempunyai kontrol pencernaan yang baik, tetapi dapat pula mengalami konstipasi. Prognosis dengan khusus dinilai Pengendalian defekasi, sensibilitas rektum, dan kekuatan kontraksi sfingter pada colok dubur

22

Anda mungkin juga menyukai