Anda di halaman 1dari 14

EFEKTIVITAS PENURUNAN SUHU TUBUH MENGGUNAKAN KOMPRES AIR HANGAT

DAN KOMPRES PLESTER PADA ANAK DENGAN DEMAM DI RUANG KANTHIL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS

Djuwariyah,
*
Sodikin,
**
Mustiah Yulistiani
***


ABSTRACT
Background : Fever is a condition when the body temperature is higher than normal or
above normal temperatures. Fever can be experienced by anyone wrote, from babies to the
elderly. Fever is a clinical sign of disease in children. There were several attempts to lower
body temperature during fever, among others, use the warm water compress and compress
bandage
Aim : The aim of research is to find out the effectiveres of compressing method both with
warm water and compress bandage.
Metodology : the research is a type of experimental quation with the t- paried test (in pairs).
Whit the Consecutive accidental sampling chosen to choose the sampling. This research also
involves.
Result : The result of the research is that from two variables (warm water compress and
bandage compress) shows differenc influence to the decreasing of body temperature of the
children while bandage compress only decreasing for about 0,13
0
C (p=0,0001) in average
the warm water compress decreasing until 0,71
0
C in average (p=0,0001)
Conclusion : the treatmen of giving both warm water and bandage compress are very
effective in RSUD Banyumas hospital.
Key words : Fever, Warm Water Compress and bandage Compress






PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Indonesia tahun 2001, jumlah
anak usia sekolah di Indonesia 5-14 tahun (20,76%), sedang usia 0-4 tahun (5,8%) dari
total penduduk Indonesia (202.707.418). Rasio laki-laki dengan perempuan hampir
seimbang (1,003). Dari 49,1% bayi berusia lebih dari 1 tahun dan 54,8% anak balita
berusia 1-4 tahun mengeluh sakit dalam sebulan terakhir. Di antara anak usia 0-4 tahun
tersebut ditemukan prevalens panas sebesar 33,4%, batuk 28,7%, batuk dan nafas cepat
17,0%, dan diare 11,4%. Di Indonesia 5 penyakit terbesar yang menyerang anak usia 5-
14 tahun, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, antara anak
laki-laki dan perempuan relatif sama. Lima jenis penyakit yang sering terjadi terdiri dari
Anemia (laki-laki 52,8%, dan perempuan 49,2%), periodontal (laki-laki 30,2%,
perempuan 33,6%), infeksi akut saluran nafas (laki-laki 29,2%, perempuan 29,6%),
gangguan telinga luar (laki-laki 23,3% pada perempuan 22,7%), dan tonsilitis kronik
(10,5 % pada laki-laki, 13,7 % pada perempuan (BPPN, 2004).
1

Bermacam penyakit itu biasanya makin mewabah pada musim peralihan, baik dari
musim kemarau ke penghujan maupun sebaliknya. Sebagai wilayah tropis Indonesia
merupakan tempat yang cocok bagi kuman untuk berkembang biak contohnya flu,
malaria, demam berdarah, dan diare. Terjadinya perubahan cuaca tersebut
mempengaruhi perubahan kondisi kesehatan anak. Kondisi anak dari sehat menjadi sakit
mengakibatkan tubuh bereaksi untuk meningkatkan suhu.
Demam adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi dari biasannya atau
suhu diatas normal. Umumnya terjadi ketika seseorang mengalami ganguan kesehatan.
Suhu badan normal biasanya berkisar 36
0
-37
0
C.
2
Jadi seseorang dikatakan demam
setelah suhu badan mencapai 37,5
0
C atau lebih. Demam dapat dialami oleh siapa saja,
dari bayi sampai orang lanjut usia. Demam merupakan tanda klinis suatu penyakit pada
anak. Demam dapat terjadi ketika seseorang megalami gangguan kesehatan. Secara
tradisional, demam diartikan sebagai kenaikan suhu tubuh di atas normal. Terjadinya
peningkatan suhu di atas suhu normal disebabkan karena adanya reaksi infeksi oleh
virus, bakteri, jamur atau parasit yang menyerang tubuh misalnya batuk, pilek, radang
tenggorokan dan pneumoni. Orang tua banyak yang menganggap demam berbahaya
bagi kesehatan anak karena dapat menyebabkan kejang dan kerusakan otak.
3

Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam
keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan
mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di
hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu
panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini
terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan
suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu
tubuh inti konstan pada 37C. Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap,
hipotalamus akan merangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk
mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan
pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap. Upaya-upaya yang kita
dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh yaitu mengenakan pakaian yang tipis, banyak
minum, banyak istirahat, beri kompres, beri obat penurun panas.
4
Ada beberapa teknik
dalam memberikan kompres dalam upaya menurunkan suhu tubuh antara lain kompres
hangat basah, kompres hangat kering (buli-buli), kompres dingin basah, kompres dingin
kering (kirbat es), bantal dan selimut listrik, lampu penyinaran, busur panas.
5

Kompres yaitu salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh bila anak
demam. Selama ini kompres dingin atau es menjadi kebiasaan yang diterapkan saat
anaknya demam. Namun kompres menggunakan es sudah tidak dianjurkan karena
pada kenyataannya demam tidak turun, bahkan naik dan dapat menyebabkan anak
menangis, menggigil dan kebiruan. Pada saat sekarang kompres yang dianjurkan
adakah kompres air hangat karena dianggap lebih efektif dari pada kompres dingin. Ada
juga kompres yang dianggap praktis yaitu kompres plester buatan pabrik. Kompres ini
pemakaianya dengan cara ditempelkan pada dahi anak.
Menurut data catatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas ruang Kanthil
bulan Januari sampai dengan Maret 2011, terdapat 10 besar penyakit yaitu 1) diare, 2)
Thalasemia, 3) Febrile convulsions, 4) Fungtional diarrhea, 5) Pneumonia unspecified, 6)
Epilepsy, 7) Chronic pharyngitis, 8) Bacteria pneumonia, 9) Fever, unspecified 10)
Typhoid fever. Jumlah anak yang dirawat di ruang Kanthil 362 kasus. Setiap anak yang
dirawat di Ruang Kanthil sebagian besar disertai dengan peningkatan suhu tubuh
(demam).
Untuk penatalaksanaan demam pada anak di Ruang Kanthil RSUD Banyumas
menggunakan farmakologi dan non farmakologi. Penalataksanaan dilakukan diawal
mula teknik farmakologi dengan menggunakan obat penurun demam dari golongan
acetaminofen (paracetamol), namun untuk mendapatkan paracetamol pasien
membutuhkan biaya. Berbeda dengan kompres air hangat yang tidak membutuhkan
banyak biaya untuk mendapatkannya. Selain memakai paracetamol dan kompres air
hangat ada juga yang melakukan kompres dengan menggunakan kompres plester.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti efektivitas dari kedua teknik tersebut,
yaitu antara kompres air hangat dengan kompres plester.

METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitan yang digunakan adalah metode quasi eksperimen design dengan
rancangan pre test dan post test two group desain (menggunakan dua kelompok dua
perlakuan). Kedua perlakuan tersebut diukur suhu tubuh sebelum dan sesudah
perlakuan. Kelompok pertama mendapatkan perlakuan dengan kompres air hangat dan
kelompok sampel ke dua mendapatkan perlakuan dengan kompres plester.
Rancangan penelitian quasi experiment dengan rancangan pre test and post test
with group design adalah sebagai berikut.
6

O
1
X
1
O
2
O
3
X
2
O
4


Keterangan:
X
1
: Intervensi kompres air hangat
X
2
: Intervensi kompres plester
O
1
: Kelompok sebelum diberikan kompres air hangat
O
2
: Kelompok setelah diberikan kompres air hangat
O
3
: Kelompok sebelum diberikan kompres plester
O
4
: Kelompok setelah diberikan kompres plester

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kompres air hangat dan kompres
plester, sedangkan Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perubahan suhu tubuh
anak yang mengalami demam. Data ini diperoleh secara langsung dan test pada anak
dengan demam dengan cara observasi dan melakukan metode pre & post test.
Teknik pengukuran penurunan suhu dalam penelitian ini dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Sebelum dan sesudah melakukan kompres air hangat dan kompres plester.
b. Kompres air hangat dilakukan sebelum pemberian antipiretik . Kompres air hangat
dilakukan sebanyak 3 kali.
c. Kompres plester dilakukan sebelum pemberian antipiretik. Kompres dilakukan
sebanyak 3 kali.
d. Dari masing-masing data tersebut akan di ambil rata-rata.

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian

Karakteristik responden dalam penelitian ini yaitu jenis kelamin, umur dan
diagnosa medik. Distribusi frekuensi anak menurut jenis kelamin, umur dan diagnosa
medik dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristi anak di ruang Kanthil RSUD
Banyumas berdasarkan jenis kelamin, umur dan diagnosa medik.
Variabel
Kompres air
hangat
(n = 30)
Kompres
plester (n = 30)
Total n (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 17 (56,7%) 18 (60%) 35 (58,3%)
Perempuan 13 (43,3%) 12 (40%) 25 (41,7%)
Umur
Bayi (0-1 tahun) 10 (33,3%) 12 (40,7%) 22 (36,7%)
Toddler (1-3 tahun) 15 (50%) 13 (43,3%) 18 (30%)
Usia pra sekolah (3-5 tahun) 3 (10%) 2 (6,7%) 5 (8,3%)
Usia sekolah (5-11 tahun) 1 (3,3%) 1 (3,3%) 2 (3,3%)
Remaja (11-18 tahun) 1 (3,3%) 2 (6,7%) 3 (5%)
Diagnosa Medik
DCA (Diare cair akut) 14(46,7%) 20 (66,%) 34 (56,7%)
ME (Meningoenchepalitis) 4 (12,9%) 1 (3,2%) 5 (8,3%)
Sepsis 1 (3,3%) - 1 (1,7%)
KDK 1 (3,3%) 1 (3,3%) 2 (3,3%)
BRPN (Bronchopneumonia) 1 (3,3%) - 1 (1,6%)
Pneumonia 1 (3,3%) 2 (6,7%) 3 (5%)
Vomitus 1 (3,3%) - 1 (1,7%)
KDS (Kejang demam sederhana) 2 (6,7%) 2 (6,7%) 4 (6,7%)
DHF (Dengue Haemorragic Fever) 2 (6,7%) - 2 (3,3%)
Obs Febris - 1 (3,3%) 4 (6,7%)
Rhinofaringitis - 1 (3,3%) 1 (1,7%)
Febris 1 (3,3%) 1 (3,3%) 2 (3,3%)
Enchephalitis 2 (6,7%) - 2 (3,3%)
Prolong Diare 1 (3,3%) 1 (3,7%)

Responden pada penelitian ini sebanyak 60 responden yang terdiri dari 35
(58,3%) laki-laki dan 25 (41,7%) perempuan. Kelompok umur anak dibagi menjadi
lima kelompok yaitu bayi (0-1 tahun) sebanyak 22 (36,7%), Toddler sebanyak 18
(30%), pra sekolah sebanyak 5 (8,3%), sekolah sebanyak 2 (3,3%) dan remaja
sebanyak (11-18) 3 (5%). Diagnosa medik anak dibagi menjadi sebelas yaitu DCA
(Diare cair akut) sebanyak 34 (56,7%), ME (Meningoenchepalitis) sebnyak 5 (8,3%),
Sepsis sebanyak 1 (1,7%), KDK sebanyak 2 (3,3%), BRPN (Bronchopneumonia)
sebanyak 1 (1,7%), Pneumonia sebanyak 3 (5%), Vomitus sebanyak 1 (1,7%), KDS
(Kejang demam sederhana) sebanyak 4 (6,7%), DHF (Dengue Haemorragic Fever)
sebanyak 2 (3,3%), OBs Febris sebanyak 1 (1,7%), Rhinofaringitis sebanyak 1 (1,7%)
dan Febris sebanyak 1 (1,7%), Enchephalitis 1 (1,7), Prolong Diare 1 (1,7%) seperti
yang tertera pada tabel 4.1.
3. Efektifitas kompres air hangat dan kompres plester.
Untuk mengetahui penurunan suhu tubuh yang signifikan antara anak yang
sebelum dan sesudah dilakukan kompres air hangat maka dilakukan uji t-paired
Tabel 4.2 Distribusi statistic rata-rata penurunan suhu tubuh responden di RSUD
Banyumas.
Variabel Kompres air hangat Kompres plester P value
Mean SD mean SD
Suhu tubuh
Sebelum

38,39

0,50

38,14

0,46

0,0001
Sesudah 37,68 0,51 38,01 0,48 0,0001
Penurunan
0,71 0,21 0,13 0,30

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa rata-rata penurunan suhu tubuh
sebelum diberikan kompres air hangat adalah 38,39 terjadi penurunan setelah
diberikan kompres air hangat yaitu menjadi 37,68 (dengan selisih sebesar 0,71).
Setelah dilakukan perhitungan menggunakan uji t-paired diperoleh t hitung 17,99
dan p value 0,0001 (p value < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
penurunan suhu tubuh sebelum dan sesudah diberikan kompres air hangat.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa rata-rata suhu tubuh anak
sebelum diberikan kompres plester adalah 38,14, terjadi penurunan suhu sesudah
diberikan kompres plester menjadi 38,01 (dengan selisih 0,13). Setelah dilakukan
perhitungan menggunakan uji t-paired diperoleh t hitung 2,21 (p value 0,035). Karena
nilai p jauh lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan
suhu tubuh sebelum dan sesudah diberikan kompres plester. Dapat dilihat histogram
4.2 penurunan suhu tubuh sebelum dan sesudah diberikan kompres plester.
Penurunan suhu tubuh yang lebih efektif antara kompres air hangat dan
kompres plester dapat dilihat pada table 4.2, dimana penurunan suhu tubuh
menggunakan kompres air hangat yaitu sebesar 0,71
0
C. Sedangkan penurunan suhu
tubuh dengan menggunakan kompres plester yaitu sebesar 0,13
0
C. Hal ini
membuktikan bahwa penurunan kompres air hangat untuk menurunkan suhu tubuh
lebih besar dibandingkan dengan penurunan kompres plester, selain itu untuk
mengetahui penurunan suhu yang lebih efektif dapat dilakukan dengan cara
penurunan suhu tubuh menggunkan kompres air hangat di kurangi penurunan suhu
tubuh menggunakan kompres plester dibagi penurunan suhu tubuh menggunakan
kompres air hangat di kali 100%.
ccktiitos =
pcnurunon komprcs ir ongot pcnurunon komprcs plcstcr
pcnurunon komprcs oir ongot
100%
=
0,71 0,17
0,71
=74,6%
Hasil perhitungannya adalah 74,6%, hal ini menunjukan bahwa kompres air
hangat 74,6% lebih efektif untuk menurunkan suhu tubuh dibandingkan dengan
kompres plester, hal ini dapat dilihat dari hasil penurunan suhu tubuh pada kompres
air hangat sebesar 0,71
0
Cdan untuk kompres plester 0,17
0
C.
2. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 60 responden. Responden dalam
penelitian ini adalah anak dengan demam yang dirawat di RSUD Banyumas ruang
Kanthil selama bulan Juni dan Juli 2011.
Paling banyak responden dalam penelitian ini adalah laki-laki 35 (58,3%). Usia
dalam penelitian ini yang banyak ditemui adalah Bayi (0-1 tahun) dibandingkan
dengan usia-usia yang lain yaitu 29 responden (48,3%). Usia dalam penelitian ini
hampir sama dengan Nurwahyuni (2010), dimana penelitian Nurwahyuni melibatkan
usia 1-21 tahun. Menurut Arifianto (2007), demam sering terjadi pada anak
dikarenakan anak masih rentan terhadap infeksi.
7
Menurut Ikatan Dokter Anak
Indonesia, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 -
5%.
Diagnosa medik yang banyak ditemui pada penelitian ini dibandingkan
dengan diagnosa medik yang lain adalah diare cair akut (DCA) yaitu sebanyak 34
(56,7%). Diare cair akut dapat dikategorikan dalam demam karena infeksi dan juga
demam fisiologis. Demam infeksi ini terjadi pada saat tubuh bekerja memerangi
kuman, sehingga dapat mengeluarkan zat-zat tertentu yang dapat merangsang
panas di dalam tubuh dapat menjadi meningkat, dimana fungsi system imun adalah
mematikan atau menetralisasi kuman dan membentuk memori sehingga pertemuan
berikutnya akan memberi respon spesifik yang jauh lebih cepat.
8

Respon yang terinduksi dini dan non adaptif meliputi mekanisme efektor
tertuju pada mikroorganisme. Respon tersebut dipicu oleh reseptor tetapi responnya
tidak member imunitas tahan lama atau menimbulkan memori. Begitu juga saat
imunitas tubuh anak menurun, tubuh akan mengelurakan zat tertentu yang juga
dapat merangsang naiknya suhu tubuh. Demam karena infeksilah yang dapat
menghawatirkan, karena suhu tubuh dapat mencapai 39
0
C dan suhu tubuh dapat
mencapai 40
0
C. Diare Cair Akut dapat dikatakan juga demam fisiologis karena diare
cair akut pada balita dapat menyebabkan kekurangan cairan tubuh, sehingga dapat
menyebabkan dehidrasi.
2. Efektifitas Kompres Air Hangat dan Kompres Plester
a. Efektifitas Kompres Air Hangat
Efektifitas ini sejalan dengan penelitian yang menyebutkan, bahwa
penurunan suhu pada kelompok intervensi sebesar 0,97
0
C, dimana pada penelitian
dengan menggunakan antipiretik plus tepid sponge (kompres air hangat),
sedangkan penelitian ini hanya menggunakan kompres air hangat saja tanpa ada
tambahan antipireti (tabel 4.2), yang menunjukann bahwa ada penurunan suhu
sebanyak 0,71
0
C (p-value 0,0001). Hal ini menunjukan bahwa kompres air hangat
ini dapat digunakan untuk menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam.
Penelitan lain juga menunjukan bahwa kompres air hangat efektif dalam
menurunkan suhu tubuh pada anak karena infeksi.
9
Dimana pada penelitian
peneliti diagnosa medis paling banyak dijumpai anak demam karena infeksi.
Dimana intervensi kompres air hangat ini juga dilakukan pada anak dengan infeksi
yaitu DCA (Diare Cair Akut) sebanyak 34 (56,7%), menunjukan terjadinya
penurunan suhu tubuh karena intervensi yaitu kompres air hangat, yang perlu
diperhatikan dalam intervensi kompres air hangat, pada saat dilakukan intervensi
harus selalu memperhatikan kondisi anak supaya dapat mencegah terjadinya
hipotermi pada anak saat dilakukan kompres air hangat.
Dari penelitian yang melakukan intervensi dengan 4 cara berbeda (kompres
hangat, alcohol 20%, alcohol 40%, kompres air es) untuk menurunkan suhu tubuh.
Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kompres air hangat lebih cepat
menurunkan suhu tubuh dibandingkan dengan 3 metode penurunan panas yang
lain (10 menit).
10
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nurwahyuni (2010),
menyatakan bahwa kompres air hangat pada daerah axial menurunkan suhu tubuh
dengan rata-rata 0,0933 (+ 0,036, p value=0,000) sedangkan suhu tubuh klien
yang dikompres didaerah dahi mengalami rata-rata penurunan sebesar 0,0378 (+
0,011, p value=0,000).
11

Kompres air hangat mempengaruhi suhu tubuh dengan cara memperlebar
pembuluh darah (vasodilatasi), member tambahan nutrisi dan oksigen untuk sel
dan membuang sampah-sampah tubuh, meningkatkan suplai darah ke area-area
tubuh, mempercepat penyembuhan dan dapat menyejukkan.
12
Selain itu,
pemberian kompres hangat akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui
sumsum tulang belakang.
13
Ketika reseptor yang peka terhadap panas di
hipotalamus dirangsang, system efektor mengeluarkan sinyal yang memulai
berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur
oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata pada tangkai otak, di bawah
pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya
vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan atau kehilangan energy atau panas
melalui kulit meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu
tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali.
Menurut ikatan dokter anak Indonesia, tubuh dapat melepaskan panas
melalui empat cara yaitu radiasi, konveksi atau konduksi. Secara umum, enam
puluh persen panas dilepas secara radiasi, yaitu transfer dari permukaan kulit
melalui permukaan luar dengan gelombang electromagnet. Seper emat bagian
lainnya dilepas melalui penguapan dari kulit dan paru, dalam bentuk air yang
diubah dari bentuk cair menjadi gas, 243 kj (58kkal) dilepaskan untuk setiap 100
mL air. Konveksi adalah pemindahan panas melalui penggerakan udara atau cairan
yang menyelimuti permukaan kulit, sedangkan konduksi adalah pemindahan
panas antara dua objek secara langsung pada suhu berbeda. Pada kompres air
hangat ini merupakan pelepasan panas melalui penguapan dari kulit.
Susunan saraf pusat sebagai pengatur suhu tubuh yaitu dari daerah
spesifik IL-1 preoptik dan hipotalamus anterior, yang mengandung sekelompok
saraf termosentif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III, disebut juga
sebagai korpus kalosum lamina terminalis (OVTL) yaitu batas antara sirkulasi dan
otak. Saraf termosensitif ini terpengaruhi oleh daerah yang dialiri darah dan
masukan dari reseptor kulit dan otot. Saraf sensitive terhadap hangat
terpengaruhi dan meningkat dengan penghangatan atau penurunan dingin,
sedang saraf sensitive terhadap dingin meningkat dengan pendinginan atau
penurunan dengan penghangatan.
Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set
point yang akan member isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis
untuk memulai menahan panas (vasokontriksi) dan produksi panas (menggigil).
Peningkatan set point kembali normal apabila terjadi penurunan konsentrasi IL-1
atau pemberian intervensi seperti kompres air hangat, dimana kompres air
hangat ini menggunakan air hangat-hangat kuku yaitu dengan cara mengompres
seluruh bagian tubuh anak. Prostaglandin E2 diketahui mempengaruhi secara
negative feed back dalam pelepasan IL-1, sehingga mengakhiri mekanisme yang
awalnya diinduksi demam. Vasopresin (AVP) bereaksi dalam susunan sarafpusat
untuk mengurangi pyrogen induced fevers. Kembalinya suhu menjadi normal
diawali oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit
yang dikendalikan serabut simpatis.
14

b. Efektifitas Kompres Plester
Penatalaksanaan demam menggunakan kompres plester yaitu dengan cara
menempelkan plester dibagian tubuh tertentu, seperti dahi, ketiak dan lipatan
paha. Hal ini dikarenakan pada daerah tersebut merupakan daerah yang
mempunyai pembuluh-pembuluh darah besar. Kompres plester membantu
pembuluh darah tepi di kulit melebar hingga pori-pori jadi terbuka yang
selanjutnya memudahkan pengeluaran panas dari dalam tubuh, sehingga tubuh
dapat mengalami penurunan suhu tubuh.
15

Plester kompres siap pakai yang banyak terdapat di apotek. Plester kompres
ini dibuat dari bahan hydrogel on polyacrylate-basis dengan kandungan paraben
dan mentol yang diformulasikan sehingga mampu mempercepat proses
pemindahan panas dari tubuh ke plester kompres. Paraben adalah serbuk kristal
putih, yang mudah larut dalam methanol, ethanol dan sulit larut dalam air yang
mempunyai sifat antibakteri.
Kompres plester merupakan kompres yang sederhana menunjukkan bahwa
adanya penurunan suhu pada anak dengan demam. Dapat dilihat pada tabel 4.2
dengan rata-rata penurunan 0,17
0
C (p value 0,35).
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa rata-rata suhu sebelum
dilakukan kompres plester adalah 38,14
0
C, sedangkan rata-rata suhu tubuh
sesudah dilakukan kompres plester adalah 38, 01
0
C. Setelah dilakukan kompres
rata-rata selisih suhu yang turun adalah 0,13
0
C. Hal ini menunjukan bahwa
kompres plester ini dapat digunakan untuk menurunkan suhu tubuh pada anak
dengan demam.
c. Efektivitas Kompres Air Hangat dan Kompres Plester
Pada perhitungan hasil menunjukan bahwa 74,6 % lebih efektif kompres air
hangat. Dapat juga dilihat pada histogram 3.4 yang menunjukan bahwa
penurunan kompres air hangat sebesar 0,71
0
C dan kompres plester 0,13
0
C.
Menurut peneliti hal tersebut dikarenakan kompres air hangat mempunyai fungsi
untuk memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi), member tambahan nutrisi
dan oksigen untuk sel, membantu meningkatkan suplai darah ke area-area
tubuh, sehingga dapat menurunkan suhu tubuh. Salah satu hasil penelitian
menyebutkan bahwa, efek teknik pemberian kompres air hangat pada daearh
dahi terhadap penurunan suhu tubuh.
11a
Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan hasil penurunan berdasarkan cara dan letak pengkompresan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kompres air hangat efektif untuk menurunkan suhu tubuh pada anak dengan
demam, dengan penurunan suhu tubuh sebesar 0.71C (p<0,0001)
2. Kompres plester efektif untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien anak dengan
demam, dengan penurunan suhu tubuh sebesar 0.13 C (p<0.0001).
3. Kompres air hangat lebih efektif 74,6% untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien
anak dengan demam dari pada kompres plester.
SARAN
Selanjutnya, dengan mengacu pada hasil penelitian ini ada beberapa hal yang perlu
disarankan antara lain:
1. Bagi Rumah Sakit
Seharusnya terdapat SOP kompres air hangat untuk anak demam, sebelum diberikan
antipiretik
2. Bagi Petugas Kesehatan
Mengajarkan keluarga dan menerapkan kompres air hangat pada anak dengan
demam (>37.6 C)
3. Bagi Masyarakat
a. Diharapkan masyarakat mempunyai thermometer untuk mengukur suhu badan
anak, apabila anak demam dapat melakukan kompres air hangat
b. Menerapkan kompres air hangat pada anak yang demam sebelum diberikan
pengobatan lebih lanjut
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Penelitian ini hanya meneliti efektifitas penurunan suhu tubuh menggunakan
kompres air hangat dan kompres plester pada anak dengan demam di ruang
kanthil RSUD Banyumas, penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan meneliti
efektifitas kompres teknik yang berbeda
b. Dapat dilakukan penelitian kompres air hangat dengan interval waktu yang
terpantau
c. Untuk penelitian lebih lanjut, diharapkan untuk menyamakan diagnosa medis agar
hasil penelitian lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA


1. BAPENAS (2004) Program nasional bagi anak Indonesia. Diakses pada tanggal 4 April
2011 www.bapenas.go.id/node/64/101/program-nasional-bagi-anak-Indonesia-
pnbai-2015/,
2. Widjaja, M.C (2001), Mencegah dan Mengatasi Demam Pada Balita, Jakarta: Kawan
Pustaka
3. Avner, J.R. (2009). Acute fever. Pediatric in Review, 30(1), 5-13.
4. Setiawati, T. (2009). Pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh dan
kenyamanan pada anak usia pra sekolah dan sekolah yang mengalami demam di
ruang perawatan anak rumah sakit Muhammadiyah Bandung (Tesis). Diakses pada
tanggal 5 Maret 2011 dari http://www.digilib.ui.ac.id/libri2/detail.jsp?id=125439
5. Tamsuri, A. (2007). Tanda-Tanda Vital Suhu Tubuh. Jakarta. EGC.
6. Partikya. A.W. (2007). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.
Jakarta. Raja Grafindo Persada.
7. Arifianto. (2007). Demam dan penanggulannya. Diakses pada tanggal 12 Maret 2011
dari http://jenglot234.multiply.com/journal/item/7
8. Munasir Z. (2006) Bayi Sakit Tak Selalu Disertai Dema. Diakses pada 25 April 2011.
http://artikelseputar bayi.blogspot.com/2006/07/bayi-sakit-tak-selalu-disertai-
demam.html
9. Suprapti. (2008). Perbedaan pengaruh kompres hangat dengan kompres dingin
terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien anak karena infeksi di BP RSUD
Djojonegoro Temanggung (Skripsi). Diakses pada tanggal 16 Maret 2011 dari
http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browes&op=read&id= jtptunimus-gdl-s1-
2008-supraptig2-422&PHPSESSID=1e67af6fa4bdd 962b254ed311c991538
10. Chung, K.S., Kang, K.S., Hwang, A.R. (1989). Cold application using a sponge bath in
healthy adults. Taehan Kanho. The Korean Nurse 1989 Aug 31; Vol 28 (3), pp.68-82.
DOI: 20101124
11. Nurwahyuni, Ika. (2010). Perbedaan efek teknik pemberian kompres pada daerah
axilla dan dahi terhadap penurunan suhu tubuh pada klien demam di ruang rawat
inap RSUP dr Wahidin Sudirohusodo Makasar (Skripsi). Diakses pada tanggal 18
Februari 2011 dari http://myzonaskripsi..com/2011/01/perbedaan-efek-teknik-
pemberian kompres.html
12. Hegner, B.R (2003), Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi
6, Jakarta,EGC
13. Nursanti (2009) Kompres Hangat, http://healthycenter.co.cc. Diakses 23 April 2011
14. Soedarmo, et. All. (2008). Infeksi dan pediatrik tropis.Jakarta : Ilmu Kesehatan Anak
FKUI
15. Hilmansyah, H. (2011). 8 pertanyaan seputar demam. Diakses pada tanggal 86
Agustus 2011 dari http://pranaindonesia.wordpress.com/artikel/8-pertanyaan-
seputar-demam/
* Penulis adalah Perawat Ruang Kanthil RSUD Banyumas Mahasiswa Kelas Paralel
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto
** Penulis adalah Staf Edukatif Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto
*** Penulis adalah Staf Edukatif Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto

Anda mungkin juga menyukai