Anda di halaman 1dari 14

DAMPAK PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT) LOKAL TERHADAP PENINGKATAN STATUS GIZI (BB/TB SKOR-Z) PADA BALITA GIZI

KURUS (Studi dilakukan di wilayah kerja Puskesmas DTP Ciawi Kabupaten Tasikmalaya 2012) Esther Rizal 1) Lilik Hidayanti, SKM, M.Si. 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Gizi Universitas Siliwangi (Email : bunda.rara08@gmail.com)1) Dosen Pembimbing Bagian Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi 2) ABSTRAK Gizi kurang maupun gizi kurus masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, walaupun pemerintah telah berupaya menanggulanginya. Penyebab gizi kurus secara langsung adalah penyakit infeksi dan asupan makanan yang rendah. Salah satu upaya penanggulangan masalah gizi kurus adalah pemberian makanan tambahan lokal selain bertujuan meningkatkan status gizi balita gizi kurus, pemberian makanan tambahan lokal juga dapat bertujuan sebagai sarana penyuluhan dan pemulihan balita gizi kurus. Penelitian ini bertujuan mengetahui dampak pemberian makanan tambahan (PMT) lokal terhadap peningkatan status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi experiment dengan desain pre test post test without control group desain. Sampel adalah balita dengan status gizi kurus (BB/TB Skor-Z) sebanyak 27 balita yang diambil di 6 desa. Sampel diberikan makanan tambahan lokal berupa makanan selingan yang mengandung energi 150-200 kkal dan protein 4-6 gr, mempergunakan bahan makanan setempat (lokal). Pemberian makanan tambahan dilakukan selama 30 hari (1 bulan). Data dianalisis menggunakan uji wilcoxon. Hasil uji statistik didapatkan nilai rata-rata perbedaan antara status gizi (BB/TB Skor-Z) sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal sebesar 0,44 SD dan nilai p value sebesar 0,000. Hasil uji wilcoxon dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal. Simpulan bahwa pemberian makanan tambahan lokal dapat meningkatkan status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus. Saran bahwa pemberian makanan tambahan lokal tersebut dapat terus dilaksanakan secara berkesinambungan untuk meningkatkan status gizi balita. Kata Kunci : Gizi kurus, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal Kepustakaan : 40 (1983-2012)

ABSTRAK Undernourished and underweight malnutrition remains a public health problem in Indonesia, although the government has tried to address them. Direct cause of malnutrition skinny is an infectious disease and a low dietary intake. One effort to tackle the problem of malnutrition is a skinny local feeding than aimed at improving the nutritional status of children under five underweight nutrition, supplementary feeding may also be aimed at the local as a means of counseling and recovery skinny toddler nutrition. This study aims to determine the impact of supplementary feeding (PMT) local to the improvement of nutritional status (weight / height Z-scores) in toddler nutrition thin. The method used is the method of quasi experiment with designs without pretest posttest control group design. The sample is the nutritional status of children under five underweight (weight / height Z-scores) by 27 infants were taken in 6 villages. Samples were given additional food in the form of local energy snack that contains 150200 kcal and 4-6 gr protein, use of local foodstuffs (local). Supplementary feeding for 30 days (1 month). Data were analyzed using the Wilcoxon test. The statistical result obtained average value of the difference between nutritional status (weight / height Zscores) before and after administration of local PMT by 0.44 SD and p value of 0.000. Wilcoxon test results it can be concluded that there are significant differences between gzi status (weight / height Z-scores) in infants skinny nutrition before and after local PMT. The inference that local feeding can improve the nutritional status (weight / height Z-scores) in toddler nutrition thin. The suggestion that local feeding can continue to be implemented on an ongoing basis to improve the nutritional status of children. Keywords :Nutrition skinny, Bibliography : 40 (1983-2012) Supplementary Feeding (PMT) local

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Status gizi memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menghambat pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdesan, penurunan produktifitas, menurukan daya tahan tubuh, meningkatkan angka kesakitan dan kematian (Pudjiadi,1997; Almatsier 2005). Dalam rangka menurunkan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada tahun 2014 sebesar 15,0% untuk gizi kurang dan 3,5% untuk gizi buruk dapat tercapai bila ada upaya perbaikan gizi masyarakat diantaranya adalah memperkuat penerapan tata laksana kasus balita gizi buruk dan gizi kurang.

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal ini memiliki beberapa dampak positif, antara lain ; ibu lebih memahami dan lebih terampil dalam membuat PMT lokal dari bahan pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, tanpa perlu biaya yang mahal namun dengan PMT lokal kebutuhan gizinya dapat terpenuhi. Diharapkan setelah program pemerintah dengan PMT lokal ini berhenti, maka ibu dapat melanjutkan pemberian PMT lokal tersebut secara mandiri.(Depkes RI, 2006). Hasil penelitian tentang pemberian makanan tambahan (PMT) lokal di Kota Semarang menunjukan bahwa ada perbedaan status gizi anak balita gizi kurang berdasarkan skor-z indeks BB/U dan BB/TB sebelum dan setelah pemberian makanan tambahan lokal selama 1 bulan dengan skor-z indeks BB/U (p=0,007) dan BB/TB (p=0,000) pada dua kelompok balita gizi kurang yang berbeda. (Ariani, 2010). dari BPB 2011 wilayah kerja Puskesmas Ciawi terdapat status gizi berdasarkan BB/TB skor z sebanyak 5 (0.11%) balita dengan status gizi sangat kurus dan 101 (3.34%) balita dengan status gizi kurus dari keluarga miskin dan non keluarga miskin. (Dinkes Tasikmalaya, 2011).

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui Dampak Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal terhadap peningkatan status gizi (BB/TB skor-Z) pada balita gizi kurus di wilayah kerja Puskesmas DTP Ciawi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan status gizi pada balita gizi kurus sebelum dan sesudah pemberian makanan tambahan (PMT) lokal di wilayah kerja Puskesmas DTP Ciawi Kabupaten Tasikmalaya b. Menganalisis perbedaan status gizi pada balita gizi kurus sebelum dan sesudah pemberian makanan tambahan (PMT) lokal di wilayah kerja

Puskesmas DTP Ciawi Kabupaten Tasikmalaya.

METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel Bebas Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Lokal Variabel Terikat Status Gizi

Variabel Pengganggu

1. Infeksi Penyakit 2. Asupan makanan harian (TKE dan TKP)

B.

Metode Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimen kuasi (quasi experiment) yaitu studi eksperimental yang dalam mengontrol situasi penelitian menggunakan cara non randomisasi. Desain ini berasal dari riset ilmu-ilmu sosial yang kemudian diadopsi oleh epidemiologi untuk mengevaluasi dampak intervensi kesehatan masyarakat (Murti, 2003). Jenis desain eksperimen kuasi yang digunakan yaitu pre test post test without control group desain, dengan bagan rancangan penelitian sebagai berikut : Pre test O1 Jenis Perlakuan X1 Post test O2

Keterangan : X1 : Pemberian Makanan Tambahan (PMT ) lokal. Pengukuran status gizi sebelum pemberian makanan O1 : tambahan (PMT) lokal. Pengukuran status gizi sesudah pemberian makanan O2 : tambahan (PMT) lokal C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi adalah seluruh balita yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas DTP Ciawi dengan status gizi kurus (BB/TB Skor-Z) berusia 12-59 bulan dari keluarga miskin.

2. Sampel penelitian adalah total dari populasi. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive (purposive sampling) didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. a. Sampel inklusi : 1).Tidak sedang sakit infeksi berat (seperti pneumonia, TB Paru, diare persisten, disentri). 2). Berat badan tidak kurang dari 7 kg b. Sampel Ekslusi : 1). Tidak bersedia menjadi responden penelitian. 2). Sampel pindah daerah 3). Sampel meninggal Pada pelaksanaan penelitian ini jumlah sampel setelah melalui kriteria inklusi dan ekslusi menjadi 27 balita yang mendapatkan PMT lokal dan dilaksanakan selama 30 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Deskripsi Variabel Penelitian 1. Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Balita Gizi Kurus Tabel 4.5 Distribusi Statistik Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Balita Sebelum dan Sesudah Pemberian PMT lokal Wilayah Kerja Puskesmas DTP Ciawi Tahun 2012 Variabel Median Modus SD Min Status Gizi (BB/TB Skor-Z) -2,4 -2,4 0,28 -3,0 Sebelum PMT Status gizi (BB/TB Skor-Z) -2,0 -1,9 0,28 -2,5 sesudah PMT

Max -2,1 -1,4

Tabel 4.5 merupakan hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa nilai median status gizi (BB/TB Skor-Z) balita gizi kurus sebelum pemberian

PMT lokal yaitu -2,4 SD, dengan standar deviasi 0,28 SD, modus -2,4 SD, nilai minimalnya -3,0 SD dan nilai maksimalnya - 2,1 SD (status gizi kurus).

Sedangkan nilai median status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus sesudah pemberian PMT lokal yaitu -2,0 SD , dengan standar deviasi 0,28 SD, modus -1,9 SD, nilai minimalnya -2,5 SD (status gizi kurus) dan nilai maksimalnya - 1,4 SD (status gizi normal).

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Balita Sebelum dan Sesudah Pemberian PMT lokal Wilayah Kerja Puskesmas DTP Ciawi Tahun 2012 Pemberian PMT Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Sebelum Sesudah n % n % Kurus 27 100 12 44,4 Normal 0 0 15 55,6 Jumlah 27 100 27 100 Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebelum pemberian PMT lokal status gizi balita 100% adalah gizi kurus. Sesudah pemberian PMT lokal ada peningkatan status gizi balita menjadi gizi normal sebesar 55,6% (15 balita).

2. Monitoring Konsumsi PMT Lokal


Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Konsumsi PMT Lokal Wilayah Kerja Puskesmas DTP Ciawi Tahun 2012 Konsumsi PMT Frekuensi % Habis ( 80%) 23 76,7 Tidak Habis (< 80%) 4 13,3 Jumlah 27 100

Tabel 4.8 merupakan hasil monitoring konsumsi PMT lokal selama 30 hari pemberian PMT lokal. Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 24 balita ( 76,7%) rata-rata menghabiskan PMT lokal, dan balita yang tidak menghabiskan PMT lokal rata-rata sebanyak 4 balita (13,3%).

B. Analisis Variabel Pengganggu 1. Penyakit Infeksi Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi Pada Balita yang Mendapat PMT Lokal Wilayah Kerja Puskesmas DTP Ciawi Tahun 2012 Variabel Frekuensi % Sakit 11 40,7 Sehat 16 59,3 Total 27 100 Tabel 4.10 menunjukkan bahwa balita yang sakit selama pemberian PMT lokal sebanyak 40,7%. Jenis penyakit yang diderita balita yaitu diantaranya demam, batuk, flu dan diare kurang dari 3 hari. Sedangkan balita yang sehat sebanyak 59,3%. Tabel 4.11 Tabel Silang Penyakit Infeksi Dan Status Gizi Balita Sesudah Pemberian PMT lokal Wilayah kerja Puskesmas DTP Ciawi Tahun 2012 Status Gizi Sesudah PMT lokal Total P Kurus Normal Value n % n % n % 8 72,7 3 27,3 11 100 0,022 4 25,0 12 75,0 16 100

No 1 2

Penyakit infeksi Sakit Sehat

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa hasil analisis hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita diperoleh bahwa pada balita yang tetap mempunyai status gizi kurus sesudah pemberian PMT lokal sebagian besar (72,7%) menderita penyakit infeksi selama pemberian PMT lokal. Sebaliknya pada balita yang meningkat status gizinya menjadi normal sebagian besar (75%) tidak menderita penyakit infeksi selama pemberian PMT lokal. Hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh nilai p = 0,022 , maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita, sehingga variabel penyakit infeksi ini merupakan variabel pengganggu. Hal ini sejalan dengan penelitin Syuryati (2001) bahwa ada hubungan yang bermakna antara status gizi dan penyakit infeksi pada anak yang diberikan PMT. Sedangkan pada penelitian Isdiani,N (2002) menemukan 85% anak yang mengalami gizi kurang pernah menderita penyakit infeksi.

Menurut Moehyi (2003) penyakit infeksi merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap lambannya penurunan prevalensi gizi kurang sebagai reaksi pertama akibat adanya infeksi adalah menurunnya nafsu makan anak sehingga anak menolak makanan yang diberikan yang akhirnya berkurang pemasukan zat gizi ke dalam tubuh anak

2. Asupan Makanan Harian Tabel 4.12 Distribusi Statistik Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Pada Balita yang Mendapat PMT Lokal Wilayah Kerja Puskesmas DTP Ciawi Tahun 2012 Variabel Median Modus SD Min-Max Tingkat Kecukupan Energi 80,10 70,8 5,62 66,1 87,4 Tingkat Kecukupan Protein 92,20 79,0 13,29 70,0 117,2 Tabel 4.12 hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa median Tingkat Kecukupan Energi (TKE) balita adalah 80,1 %, dengan standar deviasi 5,62 %, modus 70,8%, nilai minimalnya 66,1 % dan nilai maksimalnya 87,4 %. Median Tingkat Kecukupan Protein (TKP) balita adalah 92,2%, dengan standar deviasi 13,29 %, modus 79%, nilai minimalnya 70% dan maksimalnya 117,2%.

No 1 2

a. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi (TKE) dengan status gizi (BB/TB Skor-Z) balita gizi kurus sesudah pemberian PMT lokal.

p : 0,036 : 0,405

Grafik 4.2 Hubungan Tingkat Kecukupan Energi (TKE) Dengan Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Sesudah PMT lokal

Berdasarkan grafik 4.2 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tingginya Tingkat Kecukupan Energi (TKE) selama periode pemberian PMT lokal maka status gizi balita juga semakin meningkat. Hasil analisis statistik dengan menggunakan Korelasi rank spearman menunjukkan bahwa hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan status gizi sesudah pemberian PMT (BB/TB Skor-Z) diperoleh hasil hubungan yang sedang ( =0,405) dan berpola positip artinya semakin tinggi tingkat kecukupan energinya maka akan semakin baik status gizi balita. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara tingkat kecukupan energi (TKE) dengan status gizi (BB/TB Skor-Z) balita sesudah diberikan PMT lokal, dengan nilai p = 0,036 dan derajat kepercayaan 95% ( = 0,05%). Hal ini sejalan dengan Isdiany,N (2002) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status gizi dan konsumsi energi pada balita yang diberi PMT dimana anak balita yang mengalami gizi kurang 4.665 kali kurang mengkonsumsi energi dibandingkan anak yang mempunyai status gizi baik.

b. Hubungan Tingkat Kecukupan Protein (TKP) dengan Status Gizi (BB/TB Skor-Z)) balita gizi kurus sesudah pemberian PMT lokal

p = 0,035

= 0,408

Grafik 4.3 Hubungan Tingkat Kecukupan Protein (TKP) Dengan Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Sesudah PMT lokal

Berdasarkan grafik 4.3 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tingginya Tingkat Kecukupan Protein (TKP) selama periode pemberian PMT lokal maka status gizi balita juga semakin meningkat. Hasil analisis statistik dengan menggunakan Korelasi rank spearman menunjukkan bahwa hubungan tingkat kecukupan protein dengan status gizi sesudah pemberian PMT (BB/TB Skor-Z) diperoleh hasil hubungan yang sedang ( =0,408) dan berpola positip artinya semakin tinggi tingkat kecukupan protein balita maka semakin baik status gizi balita. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara tingkat kecukupan protein (TKP) dengan status gizi (BB/TB Skor-Z) balita sesudah diberikan PMT lokal, dengan nilai p value = 0,035 dan derajat kepercayaan 95% ( = 0,05%). Hal serupa sejalan dengan penelitian Arifin, M (2003) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara konsumsi protein dengan status gizi (p=0,000) sesudah PMT, dimana anak balita yang mengkonsumsi protein berisiko 6,0 kali mempunyai status gizi kurang dibandingkan dengan anak balita yang cukup mengkonsumsi protein. Pada penelitian ini asupan makanan harian dengan melihat tingkat kecukupan energi dan protein pada balita menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi energi dan protein terhadap peningkatan status gizi balita. Meskipun PMT lokal cukup berhasil memperbaiki status gizi balita, namun diantaranya ada juga balita yang tidak mengalami perubahan status gizi menjadi normal sebanyak 44,4% (12 balita). Keadaan ini dapat disebabkan karena masih adanya balita yang mengalami penyakit infeksi dan asupan makanan harian yang belum memenuhi kebutuhan gizi. Balita yang tetap dengan status gizi kurus umumnya mempunyai penyakit infeksi seperti demam, diare, flu dan batuk, sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan selera makan anak dan menyebabkan penurunan asupan zat gizi energi dan protein.

C. Analisis Bivariat Perbedaan status gizi balita (BB/TB Skor-Z) sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal.

-1,8 -1,9
Nilai Skor-Z

-2 -2,1 -2,2 -2,3 -2,4 Status gizi (BB/TB Skor-Z) sebelum PMT -2,47 Status gizi (BB/TB SkorZ) sesudah PMT -2,03
p value = 0,000

Mean

Grafik 4.4 Perbedaan Rata-rata Status Gizi (BB/TB Skor-Z) Sebelum Dan Sesudah Pemberian PMT lokal Berdasarkan grafik 4.4 hasil uji statistik dengan menggunakan wilcoxon dapat dilihat bahwa rata-rata status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus sebelum pemberian PMT lokal sebesar -2,47 SD 0,28 SD. Sedangkan rata-rata status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus sesudah pemberian PMT lokal sebesar -2,03 SD 0,28 SD. Hasil uji statistik didapatkan nilai mean perbedaan antara status gizi (BB/TB Skor-Z) sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal adalah 0,44 SD dan nilai p value sebesar 0,000 . Hasil uji wilcoxon Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal. Pada penelitian ini PMT lokal diberikan kepada balita dengan status gizi kurus (BB/TB Skor-Z) dengan kandungan energi antara 150-200 kkal dalam sehari dan protein sebesar 4-6 gram. PMT lokal berupa makanan selingan dengan tidak mengurangi jumlah makanan yang dimakan setiap hari di rumah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Winda (2010) di Kecamatan Tembalong Kota Semarang bahwa ada perbedaan status gizi anak balita gizi

kurang berdasarkan skor-z indeks BB/U (p=0,007) dan indeks BB/TB (p=0,000) sebelum dan sesudah PMT lokal selama 1 bulan. Menurut Sudjono Triwinarto dan Irawati N (1999) dalam Isdiany, N (2002) mengatakan bahwa pemberian PMT yang berkualitas dan mencukupi kebutuhan gizi secara terus menerus dapat berpengaruh baik terhadap peningkatan derajat kesehatan anak. Hasil pada penelitian ini bahwa pemberian makanan tambahan (PMT) lokal kepada balita gizi kurus (BB/TB Skor-Z) dapat menurunkan prevalensi gizi kurus sebesar 55,6%. Penyelenggaraan PMT dimasak oleh kader posyandu dan diberikan kepada sasaran setiap hari. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Taqwallah (1999) di Puskesmas Samalanga Aceh Utara yaitu penyelenggaraan PMT JPS-BK dilakukan dengan model ibu asuh dimana makanan dimasak setiap hari dan diberikan langsung kepada sasaran dapat menurunkan prevalensi gizi kurang sebesar 37%. Demikian juga penelitian Hasanudin (2001) di Kabupaten Tangerang dengan model ibu asuh, PMT JPS-BK dapat menurunkan prevalensi gizi kurang sebesar 46,48%.

PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dampak pemberian PMT lokal terhadap peningkatan status gizi (BB/TB Skor-Z) balita gizi kurus di wilayah kerja Puskesmas DTP Ciawi tahun 2012, maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut : 1. Status gizi (BB/TB Skor-Z) balita gizi kurus sebelum pemberian PMT lokal yaitu dengan nilai median -2,4 SD (status gizi kurus) dan standar deviasi 0,28 SD. 2. Status gizi (BB/TB Skor-Z) balita gizi kurus sesudah pemberian PMT lokal yaitu dengan nilai median -2,0 SD (status gizi normal) dengan standar deviasi 0,28 SD. 3. Ada perbedaan yang signifikan antara status gizi (BB/TB Skor-Z) pada balita gizi kurus sebelum dan sesudah pemberian PMT lokal dengan nilai p value sebesar 0,000.

B. Saran 1. Bagi Puskesmas a. Pemberian PMT lokal bagi balita dengan status gizi kurus (BB/TB Skor-Z) perlu dilakukan secara berkesinambungan untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi balita. b. Perlu adanya penyuluhan terhadap ibu-ibu balita di posyandu terutama yang memiliki balita dengan status gizi kurus (BB/TB Skor-Z) mengenai pola makan yang sehat kepada balita agar kebutuhan energi dan protein balita dapat terpenuhi secara seimbang. c. Perlu adanya kerjasama dengan tokoh masyarakat maupun aparat desa dalam upaya pencegahan dan penanggulangan balita dengan status gizi kurus.

2. Bagi Keluarga a. Keluarga dapat melanjutkan program PMT lokal tersebut secara mandiri untuk meningkatkan status gizi balita. b. Keluarga dapat menerapkan pola makan yang sehat kepada balita agar kebutuhan energi dan protein balita dapat terpenuhi secara seimbang. c. Keluarga yang sudah mengikuti program PMT lokal ini dapat berbagi pengetahuan dan ketrampilan pada keluarga lain dalam meningkatkan status gizi balita.

DAFTAR PUSTAKA
---- (2011). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010. http://depkes.go.id BPPK Depkes RI. Jakarta. Diakses pada tanggal 15 Januari 2012. Almatsier, S., Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia , Pustaka Utama, Jakarta. 2005. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun 2006, Ditjen Binkesmas. Jakarta. 2006. Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, Petunjuk Teknis Penaggulangan Balita Gizi Buruk melalui Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Sumber dana Bantuan Gubernur. Tasikmalaya. 2011

Isdiany,Nitta.,. Hubungan Pemberian Makanan Tambahan dengan Status Gizi Anak usia 12-36 bln di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2001. Thesis pasca sarjana IKM UI. Jakarta.2002. Moehji, S. Ilmu Gizi dan Penanggulangan Gizi Buruk. Bharata Papas Sinar Sinanti. Jakarta. 2003 Murti,Bhisma. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 2003 Notoatmodjo, S., Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. 2010 Taqwallah. Pengaruh PMT-P JPS-BK terhadap Perubahan Status Gizi Anak 12-23 bulan di Puskesmas Samalangan, Aceh Utara Tahun 1999. UI Jakarta.1999.

Anda mungkin juga menyukai