PORAN TE
ETAP PRAK
KTIKUM BIOKIMIA
B
OLEH
H:
SR
RI NUR FITH
HRIYANI
G1A 008
8 018
UNIV
VERSITAS MATARAM
M M
FAK
KULTAS MATEMATI
M IKA DAN ILMU
I PEN
NGETAHUA
AN ALAM
PROGRAM STUD
DI BIOLOG
GI
2010
0
1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini dibuat sebagai salah satu syarat telah mengikuti praktikum Biokimia.
Mengetahui :
Koordinator
Lalu Shafwan Hadi El‐Wathan
G1C 007 013
Co. Asst
Lady Faerrosa Josman Sahri Yanti
G1C 007 014 G1C 007 035
Mirwan Hasan Aziz Hismawadi
G1C 007 022 G1C 007 010
2
I
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim….
Puji syukur kehadirah Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan praktikum sekaligus laporan tepat pada waktu yang
ditentukan. Laporan ini disusun berdasarkan hasil praktikum dan ditambah dengan hasil
bacaan dari buku-buku lain maupun browsing di internet yang berhubungan dengan acara
praktikum yang dilaksanakan.
Adapun maksud dan tujuan dalam penyusunan laporan ini, adalah sebagai syarat yang
diperlukan untuk respon akhir praktikum Biokimia sehingga penyusun dapat menyelesaikan
mata kuliah Biokimia. Dalam penyusunan laporan ini, penyusun menyadari masih banyak
kekeliruan dan kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun
harapkan demi kesempurnaan laporan ini.
Penyusun
3
II
DAFTAR ISI
4. Acara IV Uji Sifat Fisik dan Kimia Cairan Tubuh (Air Liur dan Empedu ... 52
III
4
ISOLASI DAN HIDROLISIS KARBOHIDRAT
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
a. Tujuan : Untuk mengidentifikasi sifat-sifat umum berbagai jenis karbohidrat,
dengan uji kuantatif (menentukan kadar pati ) dan uji kualitatif
(reaksi peragian, reaksi Molisch, dan reaksi Benedict).
B. LANDASAN TEORI
Karbohidrat merupakan polihidroksi adehida atau polihidroksi keton serta
beberapa senyawa yang menghasilkannya pada proses hidrolisis. Secara umum
karbohidrat memiliki rumus empiris Cx ( H2O ) sehingga awalnya disalah artikan sebagai
hidrat arang. Berdasakan berat molekul dan banyaknya monomer penyusunnya,
karbohidrat dapat dibagi menjadi monosakarida, disakarida, atau oligosakarida dan
polisakarida. Berdasarkan fungsinya karbohidrat dapat dibedakan menjadi aldosa jika
tersusun oleh gugus aldehid dan ketosa jika tersusun atas gugus keton, dimana keduanya
memiliki perbedaan sifat-sifat baik fisik maupun kimia (Fesenden, 1994).
6
Pereaksi Benedict merupakan larutan yang mengandung CuSO4, Na2CO3, dan Na-
sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu+ dari CuSO4 menjadi ion Cu+ yang selanjutnya
mengendap sebagai Cu2O. larutan Na2CO3 dan Na-sitrat menjadikan pereaksi Benedict
bersifat basa lemah. Endapan yang terberntuk dapat berwarna hijau, kuning, atau merah
bata. Warna endapan tergantung konsetrasi yang diuji. Pereaksi Benedict banyak
digunakan untuk memeriksa kadar glukosa dalam urin daripada pereaksi fehling.. Hal ini
disebabkan dalam darah terdapat juga asam urat dan keratin. Kedua senyawa ini dapat
mereduksi pereaksi fehling, namun tidak dapat mereduksi pereaksi Benedict. Selain itu
pereaksi fehling kurang peka dibandingkan dengan Benedict. Pereaksi Benedict lebih
mudah digunakan karena terdiri hanya dari satu macam larutan (Rifki, 2008).
D. SKEMA KERJA
• Isolasi Amilum dari Umbi/Biji-bijian.
8
- Dimasukkan ke tabung reaksi (fermentasi)
- Dibiarkan 1 jam
- Adanya gelembung CO2 menunjukkan adanya reaksi peragian
Hasil
Reaksi Molisch
2 mL glukosa
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
- (+) 2 tetes larutan 10% alfa naftol yang masih baru. dicampur
- Dialirkan 2 mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung yang
dimiringkan hingga membentuk lapisan di bawah campuran.
- Adanya cincin ungu pada batas 2 cairan tersebut menunjukkan
adanya karbohidrat. Dikerjakan pula terhadap fruktosa.
Hasil
Reaksi Benedict
E. HASIL PENGAMATAN
No. Langkah Kerja Hasil Pengamatan
1. Isolasi amilum dari umbi/biji-bijian
• 100 gr ubi diblender ditambah 200 ml • Ubi kayu berwarna kuning setelah
aquadest diblander lagi 30 detik. diblender diperoleh kemudian
+aquadest diperoleh larutan ubi kayu
berwarna kuning keruh agak putih.
• Larutan ubi disaring, ditampung, • Larutan keruh ditampung
ditambah aquadest, dikocok dan • Endapan tertinggal pada kertas
dibiarkan mengendap saring berwarna putih kekuningan
9
• Larutan jenuh didekantasi, ditambah • Setelah didekantasi terjadi endapan
200 ml aquadest, dikocok dan dibiarkan di bawah larutan. Endapan tersebut
mengendap. berwarna putih. Pada bagian atas
diperoleh larutan kuning agak jernih.
• Endapan ditambah 100 ml alcohol 95%, • Setelah ditambahkan etanol :
kemudian disaring Menimbulkan bau, berwarna putih.
10
c. Reaksi Benedict
• Perlakuan terhadap glukosa : 5 ml • Larutan benedict berwarna biru.
reagen benedict + 8 tetes larutan Setelah ditambahkan glukosa,
glukosa diletakkan pada tabung dan fruktosa,laktosa : tidak terjadi
dimasukkan dalam penangas air perubahan larutan tetap berwarna
selama 5 menit. biru.
• Perlakuan terhadap fruktosa : 5 ml Setelah dipanaskan 5 menit:
reagen benedict + 8 tetes larutan Glukosa: terdapat 3 lapisan yaitu
glukosa diletakkan pada tabung dan lapisan atas berwana hijau muda,
dimasukkan dalam penangas air tengah hijau tua, bawah biru.
selama 5 menit. Fruktosa :terbentuk 2 lapisan yaitu
• Perlakuan terhadap Laktosa : 5 ml atas orange, bawah biru.
reagen benedict + 8 tetes larutan Laktosa : terbentuk 3 lapisan yaitu
glukosa diletakkan pada tabung dan atas kuning, tengah hijau, bawah
dimasukkan dalam penangas air biru.
selama 5 menit.
F. ANALISIS DATA
1. Perhitungan
• Isolasi amilum dari umbi-umbian
Diketahui :
Berat ubi kayu : 100 gram
Berat kertas saring : 0,39 gram
Berat kertas saring + pati : 18,97 gram
Berat amilum kering : 18,97-0,39 =18,58 gram
Hitung :
Kadar amilum dalam Ubi Kayu ?
Jawab :
BeratAmilum
Kadar amilum dalam Ubi Kayu = x100%
BeratUbiKayu
11
18,58gram
= x100%
100 gram
= 18,58 %
2. Persamaan Reaksi
• Uji kualitatif karbohidrat
a. Reaksi Peragian
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
b. Reaksi Molisch
c. Reaksi Benedict
Glukosa
CH2OH CH2OH H
O + CH2OH H
H O H H H O
H H H H O
OH OH H H
OH OH + H
HO OH OH OH C
HO OH
H H HO
H H O H
H H
CH2OH H CH2OH H
H O 2+ O
Cu H
H+ H H H -
OH OH C ion tartrat OH OH C O
HO HO
+ Cu2O + 3 H2O
O merah
H H O
H H
12
Fruktosa
H
O H
HOH2 C O
+ HOH2 C
OH
OH O HOH2C O OH +
H HO H H
HO
C
H HO
H
H CH2OH CH2OH H CH2OH
H
OH H H OH H
OH
HOH2 C
OH O OH
HOH2C
+
H C
HO Cu2+
H H HO CH2 + Cu 2O
H CH2OH ion tartrat merah
H OH
OH H OH H
Laktosa
CH2OH CH2OH CH2OH CH2OH H
O +
HO O H H O H H H HO O H H O H
H H H H
OH H OH OH OH H OH OH
O OH O
H H OH
H OH H H H OH H H
CH2OH CH2OH
HO O H H OH O
Cu2+ H H
ion tartrat OH H
O
OH OH C
O
- + Cu2O
H merah
H OH H H
G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini telah dilakukan percobaan tentang cara mengisolasi amilum
yang merupakan karbohidrat dari ubi kayu/singkong serta pengujian kualitatif pada
karbohidrat dengan menggunakan reaksi peragian, reaksi Molisch, serta reaksi Benedict.
Percobaan pertama yaitu isolasi amilum dari ubi kayu. Amilum/pati adalah
polisakarida dengan sususan yang kompleks. Pada umbi-umbian atau bii-bijian pati ini
merupakan energi simpanan. Dari hasil pengamatan, setelah dilakukan pencucian terakhir
dengan menggunakan alkohol 95% dan disaring dengan penyaring Buchner, diperoleh
13
amilum sebesar 18,58 gram, sehingga jika kita melakukan perhitungan kadar amilum
dalam 100 gram ubi kayu, maka diperolehlah kadar amilum sebesar 18,58%.
Selanjutnya, percobaan ke dua yaitu uji kualitatif karbohidrat. Uji kualitatif
karbohidrat bertujuan untuk mengetahui komponen penyusun suatu senyawa atau adanya
suatu karbohidrat. Uji kualitatif yang dilakukan pada percobaan ini meliputi reaksi peragian,
reaksi Molisch dan reaksi Benedict.
Seperti yang tertera pada landasan teori, reaksi peragian dilakukan untuk menentukan
gula yang dapat difermentasikan. Pada reaksi ini, ada 3 gula yang diuji yaitu glukosa,
fruktosa dan juga laktosa yang ditambahkan dengan ragi. Pengujian terhadap 3 karbohidrat
ini juga digunakan pada uji Molisch dan uji Benedict. Setelah didiamkan selama 1 jam,
timbul gelembung-gelembung CO2 dari 3 larutan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat karbohidrat dalam larutan tersebut. disamping itu tercium juga bau alkohol yang
merupakan hasil fermentasi. Oleh karena itu glukosa, fruktosa, laktosa adalah 3 karbohidrat
yang dapat difermentasi selain maltosa dan karbohidrat lainnya.
Selanjutnya adalah uji Molisch. Pada uji ini jika terbentuk cincin ungu pada bidang
batas dua cairan maka menunjukkan adanya karbohidrat. Dari hasil praktikum yang
dilakukan, memang benar terbentuk cincin berwarna ungu diantara dua larutan setelah
ditambahkan H2SO4 pekat pada larutan tersebut sehingga menunjukkan adanya kabohidrat.
Diperkirakan, konsentrasi asam sulfat pekat bertindak sebagai agen dehidrasi yang
bertindak pada gula untuk membentuk furfural dan turunannya yang kemudian
dikombinasikan dengan α-naftol untuk membentuk produk berwarna. Ketika ada beberapa
larutan yang tidak dikenal secara pasti bahwa larutan tersebut mengandung karbohidrat atau
tidak, uji Molisch bisa dilakukan untuk menentukan adanya kandungan karbohidrat
(Chandra, 2009).
Selain uji Molisch, uji Benedict pun dilakukan pada percobaan ini. Benedict terdiri
dari campuran Na2Co3 + CuSO4 + Natrium sitrat . Uji Benedict bertujuan untuk mengetahui
adanya gula pereduksi dalam suatu larutan dengan indikator yaitu adanya perubahan warna
khususnya menjadi merah bata. Benedict Reagen digunakan untuk menguji atau memeriksa
kehadiran gula pereduksi dalam suatu cairan. Monosakarida yang bersifat redutor, dengan
diteteskannya Reagen akan menimbulkan endapan merah bata. Selain menguji adanya gula
pereduksi, juga berlaku secara kuantitatif, karena semakin banyak gula dalam larutan maka
semakin gelap warna endapan (Chandra, 2009). Setelah dipanaskan 5 menit pada glukosa
14
terbentuk 3 lapisan yaitu lapisan atas berwana hijau muda, tengah hijau tua dan bawah biru,
pada fruktosa terbentuk 2 lapisan yaitu atas orange, bawah biru, dan pada laktosa terbentuk
3 lapisan yaitu atas kuning, tengah hijau dan bawah biru. Warna biru merupakan warna
larutan Benedict. Karena berdasarkan teori yang menyatakan bahwa apabila terbentuk
warna diatas (kecuali biru) atau warna lainnya seperti merah bata, endapan merah bata, dan
merah maka memberikan reaksi positif sehingga pada percobaan ini larutan mengandung
gula pereduksi karena memberikan reaksi positif.
H. PENUTUP
Kesimpulan :
1. Dari hasil percobaan isolasi amilum dari ubi kayu diperoleh kadar amilum (pati) dalam
100 gram ubi kayu adalah sebesar 18,58%.
2. Uji kualitatif yang dilakukan pada percobaan ini adalah reaksi peragian, reaksi molisch
dan reaksi benedict.
3. Reaksi peragian dilakukan untuk menentukan gula yang dapat difermentasikan.
Timbulnya gelembung-gelembung CO2 pada larutan dan bau alkohol menunjukkan
bahwa terdapat karbohidrat dalam larutan tersebut serta larutan dapat difermentasikan.
4. Pada reaksi Molisch, adanya karbohidrat ditandai dengan terbentuknya cincin ungu
diantara 2 cairan. Diperkirakan, konsentrasi asam sulfat pekat bertindak sebagai agen
dehidrasi yang bertindak pada gula untuk membentuk furfural dan turunannya yang
kemudian dikombinasikan dengan α-naftol untuk membentuk produk berwarna.
5. Pada reaksi Benedict, adanya karbohidrat ditunjukkan oleh perubahan warna larutan
setelah dipanaskan yaitu warna hijau muda, hijau tua, orange, dan kuning.
Saran :
Diharapkan kepada praktikan agar lebih serius lagi dalam praktikum, agar hasil yang
diperoleh dapat maksimal, dan kepada kakak-kakak Co.Ass harap pengarahan dan
bimbingannya lebih ditingkatkan. Terima kasih
15
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, Ralph J., Joan S. Fessenden. 1994. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta :
Binarupa Aksara..
Richana, Nur dan Titi Chandra Sunart. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi
Dan Tepung Pati Dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa Dan Gembili.
http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/media/publikasi/jurnal/j.Pascapanen.2004_1_4.
pdf. Diakses pada tanggal 5 Desember 2010 Pukul 14.50 WITA.
16
KIMIA LIPIDA
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan : - Untuk mengidentifikasi senyawa lipid menggunakan tes noda lemak.
- Untuk mengidentifikasi kualitas minyak melalui penentuan bilangan
penyabunan.
- Untuk mengidentifikasi kualitas minyak melalui penentuan bilangan
asam.
- Untuk mengidentifikasi kualitas minyak melalui penentuan bilangan
peroksida.
2. Hari/tanggal : Sabtu, 11 Desember 2010
3. Tempat : Laboratorium Kimia Lantai 3 Fakultas MIPA Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan, atau
manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia ialah lipid. Untuk memberikan
definisi yang jelas tentang lipid sangat sukar, sebab senyawa yang termasuk lipid tidak
mempunyai rumus struktur yang serupa atau mirip. Sifat kimia dan fungsi biologinya
juga berbeda-beda. Walaupun demikian para ahli biokimia bersepakat bahwa lemak dan
senyawa organik yang mempunyai sifat fisik seperti lemak, dimasukkan dalam satu
kelompok yang disebut lipid. Adapun sifat fisika yang dimaksud ialah : tidak larut dalam
air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik misalnya eter,
aseton,kloroform,benzena yang sering juga disebut pelarut lemak; ada hubungan dengan
asam-asam lemak atau esternya; mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk
hidup. Kesepakatan ini telah disetujui oleh Kongres Internasional Kimia Murni dan
Terapan. Jadi berdasarkan pada sifat fisika tadi, lipid dapat diperoleh dari hewan atau
tumbuhan dengan cara ekstraksi menggunakan alkohol panas, eter, atau pelarut lemak
yang lain. Macam senyaw-senyawa serta kuantitasnya yang diperoleh melalui ekstraksi
itu sangat tergantung pada bahan alam sumber lipid yang digunakan. Jaringan bawah
kulit di sekitar perut, jaringan lemak sekitar ginjal mengandung banyak lipid terutama
lemak kira-kira sebesar 90%, dalam jaringan otak atau dalam telur terdapat lipid kira-kira
sebesar 7,5 sampai 30% (Poedjiadi, 1994 : 52).
Lemak dan minyak merupakan makronutrien penting yang menempati urutan kedua
setelah HA sebagai bahan bakar untuk memberikan energi kepada sel-sel tubuh. Lemak
17
mempunyai fungsi lain yang tidak dimiliki oleh HA seperti pembentukan komponen
membran vitamin larut lemak. Berdasarkan bentuknya, lemak dibedakan drngan minyak
yaitu lemak berbentuk padat sedangkan minyak berbentuk cair. Lemak atau minyak yang
terdapat didalam tubuh disebut pula lipid. Lemak yang ada dalam makanan maupun
tubuh dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama yaitu:trigliserida, kolesterol dan
fosfolipid. Asam lemak dapat dibedakan pula antara asam lemak jenuh dan tidak jenuh.
Keduanya dibedakan berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap antara dua atom
karbonnya dalam rumus bangunnya (Hartono, 2006:28).
Desaturase merupakan enzim yang berperan dalam proses desaturasi rantai karbon
asam lemak menjadi asam lemak tak jenuh yang banyak manfaatnya bagi kesehatan.
Desaturase dapat dihasilkan dari Absidia corymbifera dan diamplifikasikan untuk
peningkatan ketidakjenuhan dan kualitas minyak sawit mentah (CPO). Enzim desaturase
dikenal sangat tidak stabil. Penelitian bertujuan menetapkan sumber karbon dan waktu
kultur yang memberikan aktivitas desaturase tertinggi, komposisi asam lemak hasil
konversi desaturase dan cara menstabilkan desaturase dari A. corymbifera. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa desaturase dari A. corymbifera merupakan enzim
intraselular yang mencapai aktivitas tertinggi pada medium Serrano-Careon dengan
sumber karbon campuran sukrosa dan parafin (0,14 U/mL) dan sumber karbon molases
(0,11 U/mL) masingmasing pada inkubasi selama 76 dan 120 jam. Aktivitas ∆6 dan ∆12
desaturase terdeteksi pada cairan fermentasi A. corymbifera. Aktivitas ∆12 desaturase
terdeteksi dari peningkatan persentase asam linoleat pada CPO yang telah diinkubasi
dengan cairan fermentasi atau ekstrak biomassa, sedangkan aktivitas ∆6 desaturase
terdeteksi dari dikonversinya sebesar 66,48% asam linoleat menjadi asam gamma
linolenat (GLA) yang memiliki potensi nilai ekonomis lebih tinggi. Pengendapan filtrat
kultur fermentasi dan ekstraksi lipida biomassa tidak mampu menstabilkan desaturase.
Laju degradasi desaturase dapat dihambat dengan cara isolasi dan pencucian fraksi
mikrosom dengan bufer garam. Cara tersebut dapat mempertahankan aktivitas desaturase
70–80% pada penyimpanan suhu 25oC dan 50oC selama enam jam
(http://www.ipard.com/infopstk/publikasi/e-jurnal/biotek/MP70-02-03.pdf : 1-2).
Untuk mengidentifikasi kualitas lemak atau minyak dapat dilakukan uji sifat fisika
dan kimianya, antara lain indeks bias, viskositas, berat jenis, bilangan penyabunan,
bilangan asam, bilangan iod dan bilangan peroksida. Bilangan penyabunan adalah jumlah
18
miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak.
Bilangan asam merupakan jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan
asam-asam lemak bebas yang terdapat pada satu gram lemak atau minyak. Bilangan
Bilangan peroksida didefiniskan sebagai jumlah mg peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg)
minyak atau lemak. Bilangan iod adalah jumlah gram iod yang dapat diikat oleh 100
gram lamak atau minyak, ikatan rangkap yang ada pada lemak tidak enuh akan bereaksi
dengan iod atau senyawa-senyawa iod. Bilangan iod menyatakan derajat ketidakenuhan
lemak atau minyak (Tim Penyusun Praktikum Biokimia, 2010 : 8-9).
D. SKEMA KERJA
1. Grease Spot Test
Senyawa X yang diidentifikasi
(minyak baru/kotor)
Hasil
(campuran minyak dan eter)
Hasil
(ada/tidak noda minyak)
2 gr minyak baru/kotor
Campuran
dalam erlenmeyer
20
- Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin
tegak.
- Didihkan dengan penangas uap sampai
semua minyak tersabunkan.
Larutan bebas dari
butir‐butir lemak
- Larutan didinginkan
Hasil
Hasil
Hasil
(vol. HCl untuk titrasi)
10 gr minyak (baru/kotor)
+
25 ml alkohol 95%
21
- Digojog kuat-kuat untuk melarutkan asam
lemak bebas
Hasil
- Didinginkan
- Di tetesi indikator PP
Hasil
Hasil
0,5 gr minyak
Hasil
(minyak larut sempurna)
Hasil
- + 30 ml aquades
Hasil
Hasil
(vol. Natrium tiosulfat untuk
titrasi)
22
Catatan: Keempat percobaan ini dilakukan masing-masing dua kali untuk dua jenis
sampel (minyak) yang berbeda yakni minyak baru dan minyak bekas.
E. HASIL PENGAMATAN
a. Minyak Bekas
1. Grease Spot Test
Langkah Kerja Pengamatan
Lemak/ minyak dikocok dengan eter • 20 tetes minyak berwarna kuning pekat
yang selanjutnya dituang dalam kaca setelah dikocok dengan eter warnanya
arloji dan diuapkan eternya. Usap kaca berubah menjadi lebih kuning dan minyak
arloji dengan kertas sarin larut dalam eter.
• Minyak diserap kertas saring dengan
cepat, kertas saring transparan kecokelatan
dan ada noda.
23
Blangko
Langkah Kerja Pengamatan
‐ 50 ml KOH 0,5 N dalam etanol Setelah blangko dititrasi dengan 42 ml HCl
‐ Dititrasi dengan larutan HCl standar warna menadi merah sekali seperti warna
0,5 N minuman fanta setelah dititrasi menjadi
cokelat bening (lebih bening dari warna
minyak bekas).
24
tiosulfat 0,1 N dengan indicator ditirasi larutan menjadi warna keruh agak
amilum. pink
• Volume Na2S2O3 titrasi = 3,7 ml
b. Minyak Baru
1. Grease Spot Test
Langkah Kerja Pengamatan
Lemak/ minyak dikocok dengan eter • 10 tetes minyak berwarna kuning setelah
yang selanjutnya dituang dalam kaca dikocok dengan eter 10 tetes minyak
arloji dan diuapkan eternya. Usap kaca tersebut larut.
arloji dengan kertas sarin • Berkas pada kertas saring bening dan
tembus sampai ke bawah kertas saring.
25
Blangko
Langkah Kerja Pengamatan
‐ 50 ml KOH 0,5 N dalam etanol Setelah blangko dititrasi dengan 42 ml HCl
‐ Dititrasi dengan larutan HCl standar warna menadi merah sekali seperti warna
0,5 N minuman fanta setelah dititrasi menjadi
cokelat bening (lebih bening dari warna
minyak bekas).
‐ Erlenmeyer ditutup dengan pendingin • Terdapat 2 lapisan : atas putih susu bawah
balik, dipanaskan sampai mendidih dan kuning bening.
digojok kuat.
26
dititrasi dengan larutan standar Na- ungu. Dititrasi dengan larutan Na-tiosulfat
tiosulfat 0,1 N dengan indicator dan menjadi berwarna merah muda
amilum. (bening keruh agak pink) (2,5 ml)
F. ANALISIS DATA
1. Persamaan reaksi
a. Grease Spot Test (Tes Noda Lemak)
• CH2OH
CH2OH
R‐COOH + KOH R‐COOK + H2O + gliserol
R‐COOK + HCl R‐COOH + KCl
HCl + KOH KCl + H2O
Minyak + KOH Kalium Stearat + H2O + gliserol
R‐COOH + KOH R‐COOK + H2O
Asam lemak + KOH Garam + H2O
CH3(CH2)16COOH + KOH CH3(CH2)16COO‐K+ + H2O
CH2‐COOH(CH2)16CH3 CH2OC2H5
CH‐COOH(CH2)16CH3 + 2 CH2OH CHOC2H5 + 3CH3(CH2)16COOH
CH2‐COOH(CH2)16CH3 CH2OC2H5
2. Perhitungan
¾ Bilangan Penyabunan
Minyak Baru
(V1 − V2 ) x 28,5
Bilangan Penyabunan =
BeratMinya k ( gram )
618,45ml
=
4 gr
= 154,6 mlHCl/gram
Minyak Kotor
(V1 − V2 ) x 28,5
Bilangan Penyabunan =
BeratMinya k ( gram )
675,45mlHCl
=
4 gr
= 168,9 mlHCl/gram
¾ Bilangan Asam
Minyak Baru
mlKOHxNorm.KOHx56,1
Bilangan Asam =
BeratMinyak ( gram)
28
3,8mlx 0,1Nx56,1
=
20 gram
77,418mlKOH
=
20 gr
= 3,87 mlKOH/gram
Minyak Kotor
mlKOHxNorm.KOHx56,1
Bilangan Asam =
BeratMinyak ( gram)
93,687mlKOH
=
20 gr
= 4,68 mlKOH/gram
¾ Bilangan Peroksida
Minyak Baru
2,5mlx0,1Nx1000
=
0,5 gram
250mlN 2 S 2 O3
=
0,5 gr
= 500 mlN2S2O3/gram
Minyak Kotor
3,7mlx0,1x1000
=
0,5 gram
29
370mlN 2 S 2 O3
=
0,5 gr
= 740 mlN2S2O3/gram
G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini telah dilakukan percobaan tentang kimia lipid dengan
menggunakan minyak bekas dan minyak baru. Minyak adalah salah satu sumber energi
yang lebih efektif jika dibandingkan dengan karbohidrat atau protein karena satu gram
lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal/gram energi, sedangkan karbohidrat dan
protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram energi.
Pada percobaan pertama dengan menggunakan minyak bekas dan baru, telah
dilakukan identifikasi senyawa lipid menggunakan grease spot test atau tes noda lemak.
Pada percobaan ini minyak larut dalam eter. Seperti yang kita ketahui bahwa lipid hanya
dapat larut dalam pelarut organik non polar atau semi polar dan eter ini merupakan salah
satu pelarut organik non polar sehingga minyak dapat larut pada saat mencampurkannya
dengan senyawa eter ini. Kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut ditentukan oleh banyak
hal, antara lain adalah sifat kepolaran zat dan pelarutnya. Umumnya zat yang polar dapat
larut dalam pelarut yang bersifat polar, namun tidak dapat larut dalam pelarut nonpolar.
Begitu juga sebaliknya. Hal ini dikarenakan adanya momen dipol pada zat atau pelarut
sehingga dapat berikatan dan berinteraksi dengan sesamanya. Sedangkan pada pelarut
nonpolar tidak memiliki momen dipol, sehingga tidak bisa berinteraksi dengan zat yang
polar, jadi tidak dapat larut. Pada saat diusapkan dengan kertas saring, kertas saring
tersebut baik pada minyak bekas maupun minyak baru membentuk noda translucent,
30
sehingga kertas tulis yang tidak tembus pandang menjadi semi transparan. Akan tetapi
pada minyak bekas kertas saring ini kurang transparan bila dibandingkan dengan kertas
saring pada minyak bersih dan warnanya kecokelatan serta ada noda karena pada minyak
bekas terdapat zat pengotor dan karena sering digunakan sehingga warna kertas saring
tersebut menjadi kecoklatan sehingga terjadi reaksi pencokelatan.
Percobaan ke dua yaitu mengidentifikasi kualitas minyak melalui penentuan bilangan
penyabunan. Menurut Farmakope edisi III, bilangan penyabunan adalah bilangan yang
menunjukkan jumlah mg kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralkan asam
lemak bebas dan menyabunkan ester yang terdapat dalam 1 gr zat uji. Caranya adalah
dengan menentukan jumlah kelebihan KOH yang tersisa setelah saponifikasi. Menurut
Hart,1985 minyak yang disusun oleh asam lemak berantai karbon yang pendek berarti
mempunyai berat molekul yang relatif kecil, akan mempunyai angka penyabunan yang
besar dan sebaliknya bila minyak mempunyai berat molekul yang besar , maka angka
penyabunan relatif kecil. Pada percobaan ini penambahan KOH+etanol berfungsi untuk
menyabunkan dan pemanasan yang dilakukan bertujuan untuk mencampurkan larutan.
Dengan adanya pemanasan dan penambahan KOH maka minyak akan membentuk
gliserol dan sabun atau garam asam lemak. Proses ini lebih dikenal dengan nama
saponifikasi. Kemudian dilakukan titrasi dengan HCl 0,5 N dan 5 tetes PP sebagai
indikator. Titrasi HCl akan menetralkan KOH yang berlebih dan terbentuklah endapan
putih garam netral KCl. Serta kelebihan HCl akan mengubah sabun menjadi asam
lemaknya. Larutan HCl tersebut digunakan untuk mengetahui sisa KOH yang tidak
bereaksi (Aditya, 2010). Pada percobaan ini tidak terjadi seperti yang diharapkan karena
disebabkan banyaknya indikator PP yang ditambahkan ke dalam larutan. Begitu pula
halnya dengan blangko, sebenarnya hasil larutannya berwarna bening akan tetapi karena
penetesan indikator PP yang terlalu banyak sehingga hasilnya melenceng dari hasil
sebenarnya. Pada blangko hanya ada reaksi KOH dengan HCL saja.
Dari hasil analisis data, didapatkan bilangan penyabunan minyak bekas sebesar 168,9 dan
pada minyak baru sebesar 154,6. Hal ini berarti bahwa bilangan penyabunan tersebut juga
dipengaruhi oleh berat molekul dari kedua jenis minyak tersebut. Pada minyak bekas,
rantai berupa rantai pendek karena rantai karbonnya telah mengalami penguraian oleh
pemanasan yang berulang-ulang, sehingga bilangan penyabunan besar, sedangkan
minyak baru yang rantainya lebih panjang akan memiliki bilangan penyabunan yang
lebih kecil.
31
Selanjutnya adalah mengidentifikasi kualitas minyak melalui penentuan bilangan
asam. Bilangan asam merupakan jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk
menetralkan asam-asam lemak bebas yang terdapat pada satu gram lemak atau minyak.
Jadi bilangan asam ini bisa dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui apakah minyak
sudah kotor atau tidak. Bilangan asam menunjukan banyaknya asam lemak bebas dalam
suatu lemak atau minyak. Pada saat penambahan alkohol 95% pada minyak, minyak
tersebut tidak larut. Larutan KOH pada percobaan ini berguna sebagai penitrasi. Dari
hasil analisis data didapatkan hasil bilangan asam 3,87 untuk minyak baru dan 4,68 untuk
minyak bekas.
Percobaan terakhir adalah mengidentifikasi kualitas minyak melalui penentuan
bilangan peroksida. Bilangan peroksida menunjukkan banyaknya mgrek peroksida yang
terbentuk dalam setiap 100 gram minyak dan merupakan nilai terpenting untuk
menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Untuk menentukannya dapat
menggunakan metode iodometri atas dasar reaksi antara alkali iodida dengan peroksida
dalam suasana asam, yaitu melihat banyaknya I- yang dioksidasi oleh H2O2 menjadi I2,
dimana I2 disini akan membentuk kompleks dengan amilum sehingga menghasilkan
warna biru. I2 ini dapat direduksi kembali menjadi I- dengan bantuan larutan Natrium
tiosulfat (N2S2O3), dimana banyaknya larutan N2S2O3 yang dipakai sebanding dengan
jumlah H2O2 yang terkandung dalam minyak. Berdasarkan analisis data diperoleh
bilangan peroksida untuk minyak baru sebesar 500 sedangkan untuk minyak lama
sebesar 740. Perubahan minyak menjadi tengik biasanya dipengaruhi oleh oksigen yang
disebut ketengikan oksidatif yaitu ketengikan yang disebabkan oleh oksidasi oksigen
diudara secara spontan jika bahan yang mengandung minyak dan lemak dibiarkan
berkontak dengan udara. Minyak atau lemak yang mudah mengalami oksidasi spontan
adalah yang mengandung asam lemak tidak jenuh.
Karena kriteria minyak yang sudah rusak menurut sifat kimia lipida adalah minyak
yang memiliki nilai bilangan asam dan bilangan peroksida tinggi maka nilai perhitungan
analisis data yang diperoleh pada praktikum ini menunjukkan hasil yang demikian pula.
H. PENUTUP
Kesimpulan:
1. Minyak larut dalam eter karena eter merupakan pelarut organik non polar
32
2. Minyak baru maupun bekas menunjukkan hasil positif pada identifikasi senyawa lipid
menggunakan grease spot test atau tes noda lemak karena menghasilkan kertas saring
yang transparan. Akan tetapi hanya pada minyak bekas yang menunjukkan ada noda
pada kertas saring.
3. Bilangan penyabunan minyak bekas diperoleh sebesar 168,9 dan pada minyak baru
sebesar 154,6. Besarnya bilangan penyabunan pada minyak bekas dikarenakan rantai
berupa rantai pendek karena rantai karbonnya telah mengalami penguraian oleh
pemanasan yang berulang-ulang.
4. kriteria minyak yang sudah rusak menurut sifat kimia lipida adalah minyak yang
memiliki nilai bilangan asam dan bilangan peroksida tinggi.
5. Dari hasil Percobaan mengidentifikasi kualitas minyak melalui penentuan bilangan
didapatkan hasil bilangan asam 3,87 untuk minyak baru dan 4,68 untuk minyak bekas.
6. Pada percobaan mengidentifikasi kualitas minyak melalui penentuan bilangan
peroksida diperoleh bilangan peroksida untuk minyak baru sebesar 500 sedangkan
untuk minyak lama sebesar 740.
7. Kerusakan minyak ditandai dengan minyak berubah menjadi tengik yang biasanya
dipengaruhi oleh oksigen yang disebut ketengikan oksidatif.
Saran : Sebaiknya praktikan lebih teliti lagi dalam melakukan percobaan praktikum ada
tidak terjadi kesalahan pada hasil yang diperoleh.
33
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Andry.2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Panji, Tri., Suharyanto., Paulus.,Syamsu., Fauzi. Produksi dan Stabilisasi Desaturase Dari
Absidia corymbife. http://www.ipard.com/infopstk/publikasi/e-jurnal/biotek/MP70-02-
03.pdf. Diakses pada tanggal 17 Desember 2010 Pukul 13.35 WITA.
Tim Penyusun Praktiku Biokimia. 2010. Petunjuk Praktikum Biokimia. Mataram : Fakultas
MIPA Unram.
34
PENENTUAN KADAR KOLESTEROL
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : Untuk menentukan kadar kolesterol dengan melakukan uji sampel
dan menentukan kurva kalibrasi
B. LANDASAN TEORI
Kolesterol merupakan sejenis lipid yang merupakan molekul lemak atau yang
menyerupainya. Kolesterol ialah jenis khusus lipid yang disebut steroid. Steroids ialah
lipid yang memiliki struktur kimia khusus. Struktur ini terdiri atas 4 cincin atom karbon.
Steroid lain termasuk steroid hormon seperti kortisol, estrogen, dan testosteron. Nyatanya,
semua hormon steroid terbuat dari perubahan struktur dasar kimia kolesterol (Achmad,
1986).
Kolesterol memiliki molekul yang terdiri atas tiga lingkar enam tersusun seperti dalam
fenantren dan terlebur dalam suatu lingkar lima Hidrokarbon tetrasiklik jenuh, yang
mempunyai sistem lingkar lima, hidrokarbon tetrasiklik jenuh yang mempunyai sistem
lingkar demikian dan terdiri atas 17 atom karbon, disebut 1,2
siklopentenoperhidrofenantren, kerangka ini sekaligus merupakan ciri khusus yang
membedakan steroid dengan senyawa organik bahan alam. Kolesterol adalah senyawa
yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam minyak dan alkohol, sehingga dimasukkan
dalam golongan lipid (lemak.). Kolesterol dalam tubuh manusia berasal dari diet
makanan asal hewan yang mengandung kolesterol dan juga disintesis oleh liver dari Asetil
CoA (Asetil CoA berasal dari penguraian karbohidrat dan lemak) (Vogel : 1985).
Secara normal, kolesterol diproduksi oleh tubuh dalam jumlah yang tepat. Akan tetapi
pola makan yang cenderung berupa makanan sumber hewani dengan lemak tinggi,
menyebabkan kolesterol berada dalam jumlah berlebihan dalam darah. Kelebihan
kolesterol inilah yang dapat memacu aterosklerosis yang selanjutnya berpotensi
menimbulkan penyakit jantung koroner (PJK) (Galton and Krone, 1991).
Kondensasi tiga molekul isopentenil difosfat membentuk farnesil difosfat. Hasil dari
reaksi yang terjadi adalah senyawa skualen.
Skualen dikonversi menjadi skualen 2,3-epoksida oleh enzim oksidase. Setelah itu
terjadi siklisasi yang dikatalis oleh enzim oksidoskualen:lanosterol siklase
Kadar kolesterol kelompok tikus yang diberikan pakan diet kolesterol tinggi selama 10
hari meningkat rata-rata 10-20 mg/dLn dibandingkan dengan kelompok tikus yang
diberikan pakan standar (kontrol negatif). Selanjutnya, setiap kelompok diberi perlakuan
dengan larutan uji selama 30 hari. Data kadar kolesterol total masing-masing kelompok
tikus setelah diberi larutan uji selama 30 hari ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kadar kolesterol total masing-masing kelompok tikus setelah diberi larutan uji selama 30
hari
36
Hasil analisis dengan One Way Anova menunjukkan bahwa kadar kolesterol kelompok
kontrol negatif berbeda secara signifikan dengan kolesterol kelompok tikus diet kolesterol
tinggi yang diberi perlakuan dengan produk A. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
produk A dosis 0,15 mL/200 gram BB sekali sehari tidak mampu menurunkan kadar
kolesterol tikus yang diberi diet kolesterol tinggi sampai kadar normal (dibandingkan
dengan kontrol negatif). Padahal, berdasarkan beberap penelitian sebelumnya jamur
shitake dan shimeji diketahui memiliki aktivitas antikolesterol. Jamur shitake (Lentinus
edodes) diketahui memiliki aktivitas hipokolesterolemia melalui mekanisme modifikasi
metabolisme fosfolipid pada liver tikus. Sedangkan jamur shimeji utuh dilaporkan
mengandung berbagai serat makanan seperti pektin, -glukan dan kitin. Oleh karena itu,
beberapa preparasi herbal menggunakan jamur shimeji utuh dilaporkan lebih efektif
dibandingkan dengan fraksi atau isolatnya, termasuk dalam aktivitasnya sebagai antitumor
dan antikolesterol. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan pemberia produk A
tidak dapat menurunkan kadar kolesterol total kelompok tikus diet lema tinggi yaitu: 1).
Dosis kurang (di bawah dosis terapi) sehingga tidak menimbulkan efek atau perlu diberikan
dalam multiple dose; 2). Kelompok tikus tetap diberikan diet lemak tinggi selama perlakuan
menggunakan produk A, 3). Pembawa yang digunakan adalah madu, dimana madu
mengandung gula (karbohidrat) yang merupakan sumber kalori. Sebaliknya, kadar
kolesterol total kelompok tikus diet lemak tinggi tanpa perlakuan menunjukkan perbedaan
signifikan dengan kelompok tikus diet lemak tinggi yang diberi perlakuan dengan produk B
dosis 0,5 mL/200 gram BB sekali sehari dan kelompok tikus diet lemak tinggi yang diberi
perlakuan dengan obat antikolesterol standar simvastatin (kontrol positif). Data ini
menunjukkan bahwa pemberian produk B sekali sehari dosis 0,5 mL/200 gram pada tikus
diet lemak tinggi mampu menurunkan kadar kolesterol hampir setara dengan obat
antikolesterol standar simvastatin. Sesuai dengan penelitian Leontowicz et al. (2002),
diet tambahan dengan apel Israel (Malus sylvestris) menunjukkan efek hipokolesterolemia
pada tikus diet kolesterol tinggi. Aktivitas antikolesterol apel kemungkinan berhubungan
dengan kandungan seratnya yang tinggi, adanya senyawa-senyawa polifenol dan asam
fenolat sehingga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai suplemen untuk
pencegahan obesitas, penyakit-penyakit kardiovaskuler dan penyakit lainnya (Ariantari,
2010).
1. Alat
- Tabung Reaksi
- Buret
37
- Gelas kimia
- Gelas Ukur
- Pipet
- Kertas saring
2. Bahan
- Alkohol absolut
- Serum
- Petrolium benzin
- Aquades
- Colour reagen
- Asam sulfat pekat
- Asam asetat glacial
- Larutan kolesterol standar 0,05 mg/ml petroleum eter
D. SKEMA KERJA
1. Uji Sampel
¾ Untuk kadar kolesterol rendah
2.5 alkohol absolut
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
- (+) 0.1 mL serum
- Dikocok
Hasil
- 5.0 mL petroleum benzin
- tabung reaksi ditutup rapat-rapat
- Dikocok dengan vortex mixer ± 30 detik
Hasil
- (+) 3 mL aquadest
- Dikocok
- Didiamkan
Terbentuk 2 lapisan
- Diambil lapisan atas
- Dimasukkan kedalam tabung reaksi lain
Hasil
38
- Diuapkan dalam penangas air pada suhu 800C
Cairan tinggal sedikit
- Dibiarkan mengering di udara terbuka
Hasil
- (+) 4.0 mL Colour Reagent (1.0 mg FeCl3 6H2O/mL
asam asetat glasial)
Tabung reaksi lain - ∆ penangas air beberapa menit
+ 4 ml asam asetat glasial - Didinginkan pada T kamar
Blangko Sampel
39
- Dimasukkan kedalam tabung reaksi lain
Hasil
- Diuapkan dalam penangas air pada suhu 800C
Cairan tinggal sedikit
- Dibiarkan mengering di udara terbuka
Hasil
- (+) 4.0 mL Colour Reagent (1.0 mg FeCl3 6H2O/mL
asam asetat glasial)
Tabung reaksi lain - ∆ penangas air beberapa menit
+ 4 ml colour reagent - Didinginkan pada T kamar
Blangko Sampel
2. Kurva Kalibrasi
T.R 1 + 0.5 mL T.R 2 + 1.0 ml T.R 3 + 2.0 ml
Hasil
40
- (+) 4.0 mL Colour Reagent (1.0 mg FeCl3 6H2O/mL
asam asetat glasial)
- ∆ penangas air beberapa menit
Tabung reaksi lain - Didinginkan pada T kamar
+ 4 ml colour reagen
Blangko Sampel
41
tabung reaksi.
• Uapkan dalam penangas air dengan
(80o) sampai cairan tinggal sedikit. -Larutan bening kekuningan
Ambil tabung reaksi dan biarkan
mengering.
• Tambahkan 4,0 ml Reagent (Colour
Reagent) -Larutan bening kekuningan
• Ambil tabung lain untuk blanko.
Masukkan 4,0 colour reagent (0,000 gr -Larutan berwarna kuning
FeCl3-6H2O/ml asam asetat glasial).
• Masukkan tabung s dalam penangas
air beberapa menit kemudian -Saat dipanaskan bening kekuningan
didinginkan.
• Ditambahkan 3,0 ml H2SO4 pekat ke -Saat + asam sulfat
42
• 2,5 ml alkohol dimasukkan dalam - Warna putih, ada residu. Residu keruh
tabung reaksi
• Tambahkan 0,1 ml serum dikocok - Lebih jernih, mengendap cepat, bening.
43
• Diamkan tabung s dan b dalam ruang S : A = 1,362 nm %T = 0,032
gelap selama 30 menit. B: A = 0,074 nm %T = 69,8
Ukur A dan % T larutan S terhadap B
dengan spektrofotometer pada λ = 360
nm
• Kurva Kalibrasi
Langkah Kerja Hasil Pengamatan
• Sediakan 3 tabung reaksi, masing-masing -Warna larutan kolesterol bening
tabung diisi 0,5 ml, 0,1 ml dan 2,0 ml
larutan kolestrol standar 0,05 mg/ml
petroleum eter.
• Uapkan sampai kering dalam perangas air
(80 derajat celcius ) dan sisanya diuapkan - Larutan menguap sampai kering
pada temperatur kamar.
• Kadar kolesterol masing- masing:
Tabung 1 : 125 mg %
Tabung 2 : 250 mg %
Tabung 3 : 500 mg %
• Tambahkan 4,0 ml Reagent (Colour
Reagent) -Warna colour reagent kuning
44
bening. Tabung 3 : 3 lapisan warna;
atas hjau, tengah merah, bawah bening.
Tabung B : 2 lapisan warna; atas
kuning, bawah bening.
• Kocok dengan vortex mixer.
• Diamkan tabung s dan b dalam ruang
gelap selama 30 menit.
• Ukur A dan % T larutan S terhadap B Tabung 1 : A = 0,036 nm, %T = 78,3
dengan spektrofotometer pada λ = 360 Tabung 2 : A = 0,061 nm, %T = 70,4
nm Tabung 3 : A = 0,275 nm, %T = 45,0
Tabung B : A = 0,053 nm, %T = 73,1
F. ANALISIS DATA
1. Perhitungan
Diketahui : kolesterol volume V1 = 0,5 ml, V2 = 1,0 ml, V3 = 2,0 ml
45
= 0,5 x 0,05
= 0,025 mg
= 1,0 x 0,05
= 0,05 mg
= 2,0 x 0,05
= 0,1 mg
2. Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi
0,12
0,1
0,08
Absorbansi
y = 0,282x + 0,023
0,06
konsentrasi (mg)
0,04
linear (konsentrasi)
0,02
0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3
Konsentrasi (mg)
46
9 y = 0,282x + 0,023
1,362 = 0,282x + 0,023
1,362 – 0,023 = 0,282x
1,339 = 0,282x
x = 1,339/0,282
= 4,748
G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini telah dilakukan percobaan penentuan kadar kolesterol
dimana digunakan uji sampel dan kurva kalibrasi dalam menentukan kadar kolestrol
tersebut. Kolesterol ialah molekul yang ditemukan dalam sel berupa sejenis lipid
(lemak) khusus yang disebut steroid. Steroid adalah lipid yang memiliki struktur kimia
khusus yang terdiri atas 4 cincin atom karbon (Anonim, 2008). Kolesterol merupakan
steroid hewani yang terdapat pada hampir semua jaringan hewan dan berguna dalam
biosintesis hormon steroid, namun senyawa ini tidak harus diperoleh dari luar tubuh
melalui makanan sebab kolesterol dapat disintesis oleh tubuh dari asetil koenzim A
(Anonim, 2010).
Pada percobaan pertama yakni uji sampel, 2,5 ml alkohol absolute (etanol)
ditambah dengan serum dan menghasilkan warna putih serta endapan pada kolesterol
rendah sedangkan dihasilkan warna kuning pada kolesterol tinggi. Fungsi alkohol
disini adalah untuk melarutkan zat-zat yang bersifat polar yang ada pada kolesterol.
Alkohol absolute merupakan alkohol yang mendekati alkohol murni dan bersifat
anhydrous dan merupakan pelarut yang bersifat polar. Kolesterol dan derivatnya, tidak
larut dalam air tetapi larut dalam minyak dan alkohol panas, sehingga dimasukkan
dalam golongan lipid (lemak). Petroleum benzin merupakan suatu pelarut organik
yang bersifat non polar dan kolesterol seperti yag dijelaskan di atas termasuk lipid
yang bersifat non polar sehingga petroleum benzin ini dapat melarutkan kolesterol.
Pada saat penambahan petroleum benzin, pada serum kolesterol tinggi terbentuk
endapan krem, dan serum kolesterol rendah terbentuk endapan putih. Adanya 2 fase
menunjukkan dari 2 pelarut yang tidak saling campur. Adapun tujuan dilakukannya
pengocokan atau vortex mixer adalah agar fase 2 pelarut tersebut terpisah sempurna.
penambahan colour reagent disini digunakan untuk identifikasi warna. Penambahan
asam sulfat pekat pada percobaan ini adalah untuk kompleks warna atau untuk
menunjukkan adanya kolesterol. Penambahan asam sulfat pekat ini menyebabkan
47
terbetuknya masing-masing 2, 4 dan 2 lapisan pada larutan serum kolesterol tinggi dan
kolesterol rendah serta tabung blangko. Dalam pengujian sampel, serum diletakkan
kedalam ruang gelap yang bertujuan untuk fluorosense karena kolesterol merupakan
salah satu larutan yang memiliki sensitivitas tinggi atau sifatnya menyerap cahaya
yang bisa menambah nilai absorbansinya. Oleh karena itu sebelum diukur nilai
absorbansinya maka perlu disimpan dalam ruang gelap. Dari hasil analisis data, nilai
kadar kolesterol dalam serum kolesterol tinggi diperoleh sebesar 1,801 mg/dl
sedangkan nilai kadar kolesterol dalam serum kolesterol rendah sebesar 4,748 mg/dl.
Kadar normal kolesterol dalam darah adalah 200 mg/dl sehingga nilai kadar
kolesterol pada hasil pengamatan lebih sedikit dari pada kadar normal kolesterol
dalam darah. Hal ini disebabkan karena memang serum yang digunakan pada
praktikum ini memiliki kadar kolesterol yang sedikit. Akan tetapi dari hasil
perhitungan kadar kolesterol, serum kolesterol tinggi ini nilainya lebih kecil
dibandingkan dengan serum kolesterol rendah, ini mungkin terjadi karena praktikan
kurang teliti dalam melaksanakan tahap demi tahap percobaan tersebut.
48
tersertifikasi. Kalibrasi, pada umumnya, merupakan proses untuk menyesuaikan
keluaran atau indikasi dari suatu perangkat pengukuran agar sesuai dengan besaran
dari standar yang digunakan dalam akurasi tertentu. Contohnya, termometer dapat
dikalibrasi sehingga kesalahan indikasi atau koreksi dapat ditentukan dan disesuaikan
(melalui konstanta kalibrasi), sehingga termometer tersebut menunjukan temperatur
yang sebenarnya dalam celcius pada titik-titik tertentu di skala (Vogel : 1985). Pada 3
tabung reaksi masing-masing dimasukkan 0,5 ml, 1,0 ml, dan 2,0 ml larutan
konsentrasi standar. Larutan ini berwana bening. Penambahan bahan-bahan seperti
colour reagent dan lain-lain pada percobaan ke dua ini memiliki fungsidan tujuan
yang sama pada uji sampel di atas. Nilai A tabung 1 sebesar 0,036 %T 78,8, tabung 2
A sebesar 0,061 %T 70,4, tabung 3 A sebesar 0,275 %T 45,0, sedangkan tabung B
nilai A sebesar 0,053 dengan %T sebesar 73,1.
H. PENUTUP
Kesimpulan :
1. Kolesterol ialah molekul yang ditemukan dalam sel berupa sejenis lipid (lemak)
khusus yang disebut steroid.
2. Kolesterol dan derivatnya, tidak larut dalam air tetapi larut dalam minyak dan
alkohol panas.
3. Fungsi penambahan petroleum benzin adalah sebagai pelarut yang melarutkan
kolesterol.
4. Tujuan dilakukannya pengocokan atau vortex mixer adalah untuk memisahkan
secara sempurna fase 2 pelarut.
5. Penambahan colour reagent disini digunakan untuk identifikasi warna.
6. Penambahan asam sulfat pekat pada percobaan ini adalah untuk kompleks warna/
menunjukkan adanya kolesterol.
7. Kolesterol diletakkan kedalam ruang gelap bertujuan untuk flourosense.
8. Untuk mengukur absorbansi (A) dan % transmittannya maka digunakan alat yang
disebut spekrtofotometer. Spektrofotometer bekerja berdasarkan penyerapan sinar
yang dihasilkan oleh sampel yang bewarna pada panjang gelombang tertentu.
9. Pada serum kolesterol rendah diperoleh nilai A sebesar 1,362 nm dan % T sebesar
0,032% sedangkan pada serum kolesterol tinggi diperoleh A sebesar 0,749 nm
49
dengan % T sebesar 3,7%. Untuk tabung blangko (B) nilai A sebesar 0,074 dan % T
sebesar 68,9%.
10. Nilai A tabung 1 sebesar 0,036 %T 78,8, tabung 2 A sebesar 0,061 %T 70,4, tabung
3 A sebesar 0,275 %T 45,0, sedangkan tabung B nilai A sebesar 0,053 dengan %T
sebesar 73,1.
11. Nilai kadar kolesterol pada hasil pngamatan lebih sedikit dari pada kadar normal
kolesterol dalam darah. Hal ini disebabkan karena memang serum yang digunakan
pada praktikum ini memiliki kadar kolesterol yang sedikit.
50
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Sjamsul Arifin. 1986. Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta : Penerbit
Karunika.
Ariantari, Ni Putu. 2010. Uji Aktivitas Penurunan Kolesterol Produk Madu Herbal Yang
Beredar Di Pasaran Pada Tikus putih Diet Lemak Tinggi.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/j-kim-4-1-3.pdf. Diakses pada tanggal 13
November 2010 pukul 17.30 WITA.
Montgomery, Rex, dkk. 1993. Biokimia Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus (terjemahan
Prof. Dr. M. Ismadi). Jilid 2. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Robert, Muray, Darli K Grader, Victor W Rodwell. 2009. Biokimia Harper. Jakarta:
EGC.
Vogel, A.I. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Anorganik Makro dan Semimikro,
Penerjemah L. Setiono dan A.H Pudjaatmaka, Jakarta : Kalman Media Pustaka.
51
UJI SIFAT FISIK DAN KIMIA CAIRAN TUBUH
(AIR LIUR DAN EMPEDU)
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : Untuk mengetahui sifat fisik dan kimia dari air liur dan empedu.
Hari/tanggal : Selasa, 8 Desember 2010.
Tempat : Laboraturium Kimia lantai 3 Fakultas MIPA Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Organ tubuh yang terbesar adalah hati. Hati adalah organ lunak yang kaya akan darah
yang berwarna merah tua. Hati memiliki lobus kanan lebih besar dan lobus kiri yang lebih
kecil. Darah yang mengalir ke hati merupakan darah yang berasal langsung dari jantung
dan usus. Darah yang mengalir kemudian akan merembes melalui lobolus kecil yang
memiliki diameter 1 mm dengan jumlah lobolus lebih dari 50.000. Di dalam hati zat
makanan akan di pecah menjadi zat yang perlukan oleh tubuh seperti vitamin, mineral, dan
zat lain yang penting dalam tubuh (Mayer, 1985).
Cairan empedu disekresi oleh hati. Empedu itu sendiri bukan merupakan sejenis
enzim yang dapat mengkatalis reaksi dalam tubuh. Komposisi empedu terdiri atas air,
garam empedu, pigmen empedu, kolestrol, lisitin, garam anorganik. Dari semua komposisi
tersebut, yang paling penting dalam pencernaan lemak adalah efek hidrotropiknya.
Teganan permukaan rendah dari lemak dan sebagian bartanggung jawab untuk emulsifikasi
lemak sebelum dicerna dan diabsorpsi di dalam usus halus. Selain untuk absorpsi lemak
empedu juga penting untuk proses absorpsi vitamin-vitamin yang larut dalam dalam lemak
(Vitamin A,D,E, dan K). Garam empedu berfungsi sebagai penetral asam lambung yang
masuk ke dalam deudenum. Asam empedu merangsang produksi garam-garam empedu
(Vogel, 1985).
Ludah atau air liur merupkan cairan yang membantu dalam proses pencernaan secara
kimia di dalam mulut. Ada tiga set kelenjar ludah pada manusia : parotid, submaksilaris,
dan sublingual. Ludah (saliva) kaya akan ion dan mengandung sejumlah enzyme. Fungsi
ludah sebagai pembasah makan dalam mencerna makanan di mulut. Enzim yang di miliki
oleh saliva berupa amylase (ptyalin). Selain itu ludah juga memiliki anti bakteri dalam
mulut dan cukup efektif membunuh bakteri. Saliva adalah cairan yang lebih kental dari
pada air biasa. Setiap harinya kelenjar ludah dapat menghasilkan 1-1,5 L air ludah.
52
Kandungan air alam ludah sekitar 99,24%. Saliva sendiri memiliki pH sedikit dibawah 7
(Poedjiadi: 1994).
Penelitian tentang hubungan konsentrasi protein total saliva dengan viskositas saliva
tanpa stimulasi pada penyandang diabetes melitus bertujuan untuk melihat hubungan
konsentrasi protein total saliva dengan viskositas saliva pada penyandang DM tipe 2 terkontrol
buruk. Sampel saliva tanpa stimulasi dikumpulkan dari 12 subyek penyandang DM tipe 2
terkontrol buruk (kelompok DM) dan 16 subyek non diabetes (kelompok kontrol). Kelompok DM
memiliki kriteria kadar glukosa darah puasa (GDN) 126 mg/dL dan glycosylated haemoglobin
(HbA1c) > 8%. Kelompok kontrol memiliki kriteria GDN < 100 mg/dL dan memiliki usia serta
jenis kelamin yang disesuaikan dengan kelompok DM. Pada sampel saliva dilakukan pengukuran
konsentrasi protein total saliva, laju alir saliva dan viskositas saliva tanpa stimulasi. Konsentrasi
protein total saliva diukur dengan metode Bradford. Analisis data penelitian dilakukan dengan uji t
berpasangan untuk uji komparasi laju alir saliva, viskositas saliva dan konsentrasi total protein
saliva antara kedua kelompok. Analisis data penelitian dilakukan dengan uji Pearson untuk uji
korelasi laju alir saliva dengan viskositas saliva serta konsentrasi protein total saliva dengan
viskositas saliva. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna
konsentrasi protein total saliva dan viskositas saliva pada kelompok DM dan kelompok kontrol.
Laju alir saliva pada kelompok DM memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol.
Terdapat korelasi yang tidak bermakna antara laju alir saliva dengan viskositas saliva maupun
konsentrasi protein total saliva dengan viskositas saliva pada penyandang DM tipe 2 terkontrol
buruk. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah tidak terdapat korelasi yang bermakna antara
konsentrasi protein total saliva dengan viskositas saliva tanpa stimulasi pada penyandang diabetes
melitus tipe 2 terkontrol buruk (Oktayani, 2009).
• Bahan
‐ Aquades
‐ Empedu
53
‐ Air liur
‐ NaOH 10 %
‐ CuSO4
‐ Larutan sukrosa 5 %
‐ Pereaksi Molisch
‐ H2SO4 pekat
‐ Asam asetat
‐ HCl
‐ BaCl2 2 %
‐ HNO3 pekat 3 mL
‐ Indikator pH
‐ Minyak goreng
D. SKEMA KERJA
Air Liur
54
Hasil
4. Uji Presipitasi
20 tetes air liur
Disaring dan dimasukkan dalam tabung reaksi.
+ 1 tetes asam asetat encer, campur dengan baik
Dicatat ada tidaknya presispitasi amorf.
Hasil
5. Uji Sulfat
10 tetes air liur
Disaring dan dimasukkan dalam tabung reaksi
+ 3-5 tetes HCl
+ 5-10 tetes BaCl2 2 %, dicampur dengan baik
Dicatat ada tidaknya endapan putih
Hasil
Empedu
1. Sifat Empedu
Empedu
Dicatat sifat fisik empedu
Hasil
2. Uji Gmelin
Empedu encer
Dimasukkan dalam tabung reaksi
Dimiringkan tabung
+ 30 tetes HNO3 pekat dialirkan ke dinding tabung
Diperhatikan warna yang pada perbatasan yang terbentuk
Hasil
3. Uji Pettenkofer
Empedu encer
Dimasukkan dalam tabung reaksi
+ 5 tetes sukrosa 5 %
+ 30 tetes asam sulfat pekat dialirkan ke dinding tabung dengan posisi
miring, diperhatikan cincin yang terbentuk.
55
Hasil
4. Fungsi Empedu Sebagai Emulgator
30 tetes aquades 1 30 tetes Aquades 2
Dimasukkan dalam tabung reaksi Dimasukkan dalam tabung
+ 3 tetes minyak + 3 tetes minyak
Dikocok dan diamati terbentuknya + 30 tetes empedu encer
emulsi. Dikocok dan diamati terbentuknya emulsi
Hasil Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
Air Liur
56
dicampur dengan baik kecokelatan
Dialirkan dengan hati-hati 20 tetes Terbentuk 4 lapisan :
H2SO4 pekat melalui dinding lapisan atas keruk kecokelatan
tabung yang dimiringkan dengan lapisan ke dua keruh
pipet tetes sehingga cairan tidak lapisan ke tiga bening kecokelatan
bercampur lapisan paling bawah bening kekuningan
4. Uji Presipitasi
Dimasukkan 20 tetes air liur yang Putih keruh
disaring ke dalam tabung reaksi
(+) 1 tetes asam asetat encer dan Lebih keruh dari sebelumnya
dicampur dengan baik dan diamati
perubahannya
5. Uji Sulfat
Dimasukkan 10 tetes air liur yang Putih keruh
disaring ke dalam tabung reaksi
(+) 3-5 tetes HCl 0.5 N Terbentuk 2 lapisan : lapisan atas keruh,
lapisan bawah bening
(+) 5-10 tetes BaCl2 2% dan Lebih keruh dari sebelumnya.
dicampur dengan baik
Diamati perubahannya
Empedu
57
dinding tabung yang dimiringkan lapisan ke dua cokelat kemerahan
dengan pipet tetes sehingga cairan lapisan ke tiga merah bening
tidak bercampur
Diamati warna yang terbentuk
3. Uji Pettenkofer
Dimasukkan ke dalam tabung
reaksi 5 mL larutan empedu encer
(+) 5 tetes larutan sukrosa 5% Tidak terjadi perubahan
Dialirkan dengan hati-hati 2 mL Terdapat 3 lapisan :
H2SO4 pekat melalui dinding lapisan atas hijau susu
tabung yang dimiringkan dengan lapisan ke dua hitam
pipet tetes sehingga cairan tidak lapisan ke tiga bening
bercampur.
4. Fungsi Empedu Sebagai Cabang
Emulgator Tabung 1 (emulgator 1) : tidak menyatu,
Disiapkan 2 tabung reaksi yang lapisan minyak terdapat di bagian atas,
berisi 3 mL aquadest lapisan aquadest di bagian bawah (emulsi
(+) 1 tetes minyak pada masing- cair)
masing tabung Tabung 2 (emulgator 2) : tidak
(+) 3 mL larutan empedu encer menyatu,terdapat 2 lapisan; lapisan
pada tabung ke dua minyak terdapat di bagian atas, lapisan
Kedua tabung dikocok hingga aquaadest di bagian bawah (emulsi cair).
isinya bercampur dan diamati Setelah ditambahkan larutan empedu cair
perubahannya : terdapat 2 lapisan; lapisan atas seperti
buih berwarna hijau muda, lapisan bawah
berwarna hijau tua (emulsi.
58
F. ANALISIS DATA
9 Persamaan Reaksi
1) Air liur
Uji Biuret
HO O‐Na+
C=O C=O
RHC + NaOH RHC
NH2 NH3+
O‐
C=O + CuSO4 Larutan merah ungu
RHC
NH3+
Uji Molisch
O H2SO4(l)
H OH O
HO H H2SO4(l) HO
H OH O
H OH
OH Hidroksi metil furfural
O
H OH H2SO4(l) O
HO H
H OH O
H OH
OH Furfural
HC OH
O CH3
HO HC
+
OH
O HO OH HC OH
HC
OH
Kompleks Biru
59
Uji Presipitasi (Pengendapan)
HO
C=O
RHC + Asam Penggumpalan Protein (Presipitasi)
NH2
Uji Sulfat
SO42-(aq) + Ba2+(aq) BaSO4(s)
2) Cairan Empedu
Uji Gmelin
Billirubin + HNO3 Pekat Larutan Merah muda
Uji Pettenkoffer
O
H OH O
HO H H2SO4(l) HO
H OH O
H OH
OH Hidroksi metil furfural
Garam Empedu Asam Empedu
O Asam Empedu
HO Cincin merah antara 2 lapisan
o
G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini telah dilakukan pengujian sifat fisik cairan tubuh yaitu air liur
dan empedu. Air liur yang dipakai adalah air liur manusia sedangkan untuk empedu
digunakan empedu ayam. Pada percobaan pertama yaitu air liur, diperoleh pH dari air liur
tersebut adalah 7, akan tetapi berdasarkan teori pH air liur adalah sedikit di bawah 7.
Beberapa metode pengujian yang digunakan pada percobaan pertama ini adalah uji biuret,
uji molisch, uji presipitasi, dan uji sulfat. Pengujian biuret yang dilakukan pada air liur
bertujuan untuk menentukan apakah di dalam air liur terdapat protein atau tidak. Pada uji
biuret ini air liur ditambahkan NaOH agar beraksi dengan protein yang ada pada air liur
dan selanjutnya dengan CuSO4 yang akan menghasilkan warna ungu . Dalam data
60
pengamatan, diperoleh larutan berwana ungu dan hal ini membuktikan bahwa air liur
tersebut mengandung protein. Protein yang ada dalam air liur atau saliva ini berasal dari
enzim yang terdapat di dalamnya yang berupa enzim amylase yang tersusun atas protein.
Pengujian selanjutnya adalah uji molisch. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya karbohidrat yang terkandung di dalam air liur. Prinsip umum dari pengujian ini
adalah jika terdapat karbohidrat baik pentosa maupun heksosa akan mengalami kondensasi
jika ditambahkan H2SO4. Hasil kondensasi ini akan bereaksi dengan α-naftol sehingga
membentuk kompleks ungu yang berupa cincin di antara 2 lapisan. Dari hasil pengamatan
menunjukkan tidak terbentuknya cincin ungu sehingga dapat diketahui di dalam saliva
tersebut tidak ada karbohidratnya. Pengujian ke tiga adalah uji presipitasi dengan
menggunakan asam asetat encer. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui protein yang
tekandung didalam air liur, sama halnya dengan uji biuret, akan tetapi pada uji ini air liur
harus disaring terlebih dahulu disaring agar menghilangkan kotoran sehingga akan lebih
kelihatan perbedaannya. Protein akan terdenaturasi jika ditambahkan dengan asam
sehingga terbentuk suatu endapan. Hasil pengamatan yang diperoleh berupa larutan yang
semakin keruh jika dibandingkan dengan laruatan semula. Kekeruhan ini merupakan
indikasi jika di dalam larutan tersebut terbentuk endapan. Selanjutnya, pengujian ke empat
yang merupakan pengujian terakhir adalah uji sulfat. Pengujian ini juga memerlukan
penyaringan terhadap air liur. Pengujian sulfat ini menggunakan BaCl2 yang akan bereaksi
membentuk BaSO4 yang memiliki kelarutan rendah sehingga akan mengakibatkan
terbentuknya endapan dalam larutan yang diasamkan. Dalam hasil percobaan yang
kemudian diamati larutan ini menjadi lebih keruh. Hal ini menandakan adanya sulfat di
dalam air liur.
Percobaan ke dua yaitu pengujian terhadap cairan empedu. Sesuai dengan hasil
pengamatan sifat fisik empedu ayam antara lain berwarna hijau, berselaput, lembek, dan
berbentuk oval. Pengujian pertama yang dilakukan pada cairan empedu antara lain
pengujian Gmelin dengan prinsip pengujian meliputi reaksi antara bilirubun yang
terkandung di dalam empedu dengan HNO3 yang akan menghasilkan larutan berwana
sesuai dengan konsentrasi HNO3 yang dipakai. Jika digunakan HNO3 pekat (95%) maka
akan terbentu larutan merah muda. Uji Gmelin ini bertujuan untuk mengetahui adanya
keberadaan konjugat bilirubin pada cairan empedu. Pada pengujian ini terdapat lapisan berwarna
cokelat kemerahan dan merah bening yang membuktikan bahwa adanya reaksi bilirubin dengan
HNO3 pekat.
Pengujian ke dua yaitu dengan uji pettenkofer. Pengujian ini akan membuktikan
61
adanya garam empedu yang terkandung di dalamnya. Prinsip dari pengujian ini adalah
garam empedu akan diasamkan oleh H2SO4 dan adanya hasil kondensasi heksosa dari
sukrosa akan bereaksi dengan asam empedu membentuk kompleks warna merah diantara 2
lapisan yang terbentuk. Akan tetapi pada pengujian ini berdasarkan hasil pengamatan
terbentuk 3 lapisan warna larutan dimana warna larutan pada lapisan ke dua adalah hitam ,
bukan merah yang berarti bahwa tidak ada garam empedu pada cairan tersebut sedangkan
pada empedu jelas terdapat kandungan garam empedu. Hal ini mungkin terjadi karena
praktikan kurang teliti dalam mengerjakan pengujian ini sehingga diperoleh hasil yang
tidak diinginkan.
Pengujian selanjutnya yakni pengujian ke tiga bertujuan untuk mengetahui sifat
pengemulsi lemak dari cairan empedu. Sifat ini wajib dimiliki oleh cairan empedu. Hal ini
berkaitan dengan fungsinya dalam pencernaan makanan di dalam tubuh yakni sebagai
pencerna lemak dan lemak akan mudah di hidrolisis dengan cara mengubah bentuknya
menjadi emulsi. Zat yang berperan disini adalah enzim lipase. Dari hasil pengamatan yang
diperoleh terbentuk emulsi cair pada tabung 1 dan 2 ketika aquadest ditambahkan minyak.
Ketika tabung 2 ditambahkan dengan cairan empedu maka terjadi emulsi yang stabil. Hal
ini menunjukkan adanya enzim lipase dalam empedu yang di analisis.
G. PENUTUP
Kesimpulan :
1. Diperoleh pH dari air liur pada percobaan adalah 7, akan tetapi berdasarkan teori pH
air liur adalah sedikit di bawah 7.
2. Pengujian biuret yang dilakukan pada air liur bertujuan untuk menentukan apakah di
dalam air liur terdapat protein atau tidak dengan penambahan NaOH dan CuSO4.
Dalam data pengamatan, diperoleh larutan berwana ungu dan hal ini membuktikan
bahwa air liur tersebut mengandung protein.
3. Pada uji molisch diperoleh hasil pengamatan menunjukkan tidak terbentuknya cincin
ungu sehingga dapat diketahui di dalam saliva tersebut tidak ada karbohidratnya.
4. Pada uji presipitasi, hasil pengamatan yang diperoleh berupa larutan yang semakin
keruh jika dibandingkan dengan laruatan semula dan hal ini membuktikan terdapat
protein dalam air liur.
5. Pada uji sulfat diperoleh larutan yang lebih keruh. Hal ini menandakan adanya sulfat
di dalam air liur.
62
6. Sifat fisik empedu ayam berdasarkan pengamatan antara lain berwarna hijau,
berselaput, lembek, dan berbentuk oval.
7. Pada pengujian Gmelin terdapat lapisan berwarna cokelat kemerahan dan merah
bening yang membuktikan bahwa adanya reaksi bilirubin dengan HNO3 pekat.
8. Pada uji pettenkofer diperoleh hasil bahwa terbentuk 3 lapisan warna larutan dimana
warna larutan pada lapisan ke dua adalah hitam , bukan merah yang berarti bahwa
tidak ada garam empedu pada cairan tersebut sedangkan pada empedu jelas terdapat
kandungan garam empedu. Hal ini mungkin terjadi karena praktikan kurang teliti
dalam mengerjakan pengujian ini sehingga diperoleh hasil yang tidak diinginkan.
9. Pada pengujian fungsi empedu sebagai emulgator terbentuk emulsi yang stabil ketika
aquadest dan minyak ditambahkan empedu dalam satu tabung reaksi.
Saran :
Diharapkan kepada praktikan agar lebih serius lagi dalam praktikum, agar hasil yang
diperoleh dapat maksimal, dan kepada kakak-kakak Co.Ass harap pengarahan dan
bimbingannya lebih ditingkatkan. Terima kasih.
63
DAFTAR PUSTAKA
Mayer, A. Peter, dkk. 1985. Harper’s Review of Biochemistry. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Oktayani, Runi. 2009. Hubungan Konsentrasi Protein Total Saliva Dengan Viskositas Saliva
Tanpa Stimulasi Pada Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol Buruk.
http://garuda.dikti.go.id/jurnal/detil/id/0:4420/q/saliva/offset/0/limit/1.
Diakses pada tanggal 29 November 2010 pukul 11.00 WITA.
Vogel, A.I. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Anorganik Makro dan Semimikro,
Penerjemah L. Setiono dan A.H Pudjaatmaka. Jakarta : Kalman Media Pustaka.
64