Anda di halaman 1dari 30

DAMPAK LINGKUNGAN PENEMPATAN TAILING DI DASAR LAUT OLEH PT NEWMONT NUSA TENGGARA

Disusun Oleh: ATIYYA INAYATILLAH NIM 3107120119

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Pengantar Amda ini dengan lancar dan tepat waktu. Shalawat juga kami ucapkan kepada teladan kita Muhammad SAW. Dengan selesainya tugas ini penulis berharap pemahaman terhadap materi Pengantar Amdal semakin kuat karena harus melakukan studi kasus da analisis berdasarkan teori yang sudah dipelajari. Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam selesainya tugas ini.

Depok, April 2010

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .... i Daftar Isi .... ii Daftar Gambar .......... iii BAB I PENDAHULUAN .. 1 1.1 Latar Belakang . 1 1.2 Batasan Masalah ... 2 1.3 Tujuan .. 3 BAB II TINAJAUAN PUSTAKA . 4 2.1 Tailing .. 4 2.2 Proses Terbentuknya Tailing .... 4 2.3 Baku Mutu Tailing di Indonesia .. 6 BAB III TINJAUAN TENTANG METODE PENEMPATAN TAILIING DI PT NEWMONT NUSA TENGGARA .... 8 3.1 Amdal Penempatan Tailing PT NNT ... 8 3.2 Metode Penempatan Tailing PT NNT .... 10 3.3 Sekilas Tentang Konstruksi dan Monitoring Infrastruktur Tailing PT NNT .. 13 BAB IV DAMPAK LINGKUNGAN PEMBUANGAN TAILIING DI DASAR LAUT OLEH PT NEWMONT NUSA TENGGARA . 16 4.1 Kandungan Kimia Tailing PT NNT ... 16 4.2 Perubahan Ekosistem Pesisir Laut Akibat Tailing . 20 4.3 Manajemen Penyebaran dan Tumpahan Tailing .... 21 BAB V SIMPULAN DAN SARAN .... 24 5.1 Simpulan .... 24 5.2 Saran ... 24 Daftar Pustaka ....... iv

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Produksi PT NNT ..... 5 Gambar 2.2 Lokasi produksi dan penempatan tailing ...... 6 Gambar 3.1 Lokasi Penempatan tailing di Teluk Senunu .. 11 Gambar 3.2 Skema Penempatan tailing di Teluk Senunu .. 12 Gambar 3.3 Kedalaman serta jarak penempatan tailing di dasar laut .... 12 Gambar 3.4 Pipa onshore tailing PT NNT ..... 14 Gambar 3.5 Konstruksi pipa tailing PT NNT di pantai Teluk Senunu .. 15 Gambar 3.6 Monitoring pipa offshore dengan ROV .. 15 Gambar 4.1 Hasil uji endapan atau sedimentasi yang ada di bawah teluk Senunu dan di luar teluk Senunu ........ 16 Gambar 4.2 Perbandingan kandungan logam tailing sesuai baku mutu KEPMENLH 24/2002, KEPMENLH 85/2005, KEPMENLH

236/2007 dan kandungan logam yang dihasilkan dari pembuangan limbah tailing PT. NNT ..... 19 Gambar 4.3 Uji toksisitas pada anakan ikan kakap merah dan kerapu macan ... 20 Gambar 4.4 Jumlah species setiap 10 cm2 air laut di Teluk Senunu ..... 21 Gambar 4.5 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa ... 22 Gambar 4.6 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa hasil riset Lembaga Pengkajian Oceanography LIPI ..... 23

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kritik dan kasus terhadap pembuangan limbah tambang (tailing) ke sungai dan badan air lainnya, menyebabkan perusahaan pertambangan mengalihkan teknik pembuangannya ke laut (dinamakan metode Sub-marine Tailing Disposal/STD). Selain dianggap dapat menyembunyikan dampak yang terjadi, ternyata metode pembuangan tailing ke laut ini jauh lebih murah dari segi biaya. Perusahaan yang menerapkam metode STD mempromosikan bahwa metode ini adalah metode yang aman dengan asumsi bahwa di laut terdapat lapisan termoklin yang dapat menahan tailing agar tetap mengendap dan tidak naik ke permukaan dan mengontaminasi ikan. Limbah tailing sudah jamak diketahui mengandung berbagai material beracun yang berasal dari reaksi oksidasi batuan dan bahan kimia yang digunakan dalam proses pemisahan bijih. Pembuangan tailing ke laut akan menyebabkan terjadinya sedimentasi dari endapan tailing dan penyebaran tailing ke wilayah laut yang lebih luas. Semua dampak ini akan semakin mengancam dan memusnahkan kekayaan keragaman hayati laut, mengganggu kesehatan (beberapa limbah logam berat terakumulasi dalam rantai makanan), dan semakin memiskinkan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang sangat tergantung pada laut. Salah satu contoh masalah yang timbul akibat STD menimpa PT Newmont Minahasa Raya (PT NMR), salah satu perusahaan pertambangan yang beroperasi di Indonesia dan menerapkan sistem tailing. PT NMR terbukti bersalah mencemarkan Teluk Buyat, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Tercemarnya Teluk Buyat disebabkan pembuangan tailing PT NMR yang tidak sesuai Amdal.

PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) yang masih satu induk dengan PT NMR dan merupakan kontraktor bagi Pemerintah Indonesia di Batu Hijau, NTB, telah menerapkan STD sejak awal beroperasi pada 1999. Amdal untuk proyek Batu Hijau telah disetujui oleh pemerintah Indonesia melalui (KEP-

41/MENLH/10/1996). Izin operasional tailing pertama PT NNT diterbitkan pada tahun 2002 dan berlaku hingga tiga tahun kemudian. Dalam masa izin tersebut dilakukan pemantauan oleh Pemerintah Indonesia dan lembaga penelitian internasional yang independen terhadap terhadap kinerja Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut. 2004. Pada 2005 PT NNT mendapatkan perpanjangan izin STD hingga 2007. Pada 2006 terjadi kebocoran pipa tailing sehingga operasinal STD dialihkan melaui pipa cadangan. Berbagai LSM, pemerintah, hingga masyaratakat luas mengecam kebocoran tersebut dan secara umum menuntut agar izin operasional STD PT NNT dicabut atau tidak diperpanjang. Makalah ini akan membahas tentang perencanaan dan implementasi tailing di PT NNT setelah diberikan perpanjangan izin oleh pemerintah Indonesia pada 2007 melalui KepMenLH236/2007 yang berlaku selama empat tahun setelah itu dan disesuaikan dengan studi amdal sebelum proyek Batu Hijau dilaksanakan serta baku mutu tailing yang ditetapkan oleh pemerintah.

1.2 Batasan Masalah Makalah ini dibatasi hanya pada publikasi manajemen STD yang dikeluarkan oleh PT NNT dan hasil riset Lembaga Pengkajian Oceanography LIPI, CSIRO-Australia, Pusat Pengkajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB, LAPI ITB, dan konsultan Enesar-Australia tentang penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT.

1.3 Tujuan Secara umum tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah amdal yang diberikan oleh pengajar pada semester VI. Secara khusus tujuan makalah ini sebagai berikut. a. Untuk mempelajari metode penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT sesuai dengan pengetatan persyaratan dan sistem pengawasan sesuai syarat perpanjangan izin pada 2007 dan disesuaikan dengan studi amdal sebelum proyek Batu Hijau dilaksanakan serta baku mutu tailing yang ditetapkan oleh pemerintah. b. Untuk mengetahui implementasi penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT sesuai dengan pengetatan persyaratan dan sistem pengawasan sesuai syarat perpanjangan izin pada 2007 dan disesuaikan dengan studi amdal sebelum proyek Batu Hijau dilaksanakan serta baku mutu tailing yang ditetapkan oleh pemerintah. c. Untuk mempelajari isu tentang tuntutan dari LSM, pakar, hingga masyarakat umum agar izin operasional STD PT NNT dicabut atau tidak diperpanjang d. Untuk memberikan pengetahuan kepada penulis dan mahasiswa tentang underwater construction.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tailing Tailing yang berasal dari pabrik pengolahan bijih tembaga-emas PT NNT adalah sisa batuan yang telah digiling/digerus halus, setelah mineral berharga yang mengandung nilai ekonomi di dalamnya diambil. Tailing memiliki sifat atau karakteristik yang sama seperti halnya pasir yang banyak ditemukan di pulau Sumbawa. Hasil uji toksisitas telah membuktikan bahwa tailing tidak menunjukkan adanya unsur/elemen beracun yang signifikan untuk digolongkan bahan berbahaya.

2.1.2 Proses Terbentuknya Tailing Batuan hasil galian yang disebut bijih dan berasal dari kegiatan penambangan PT NNT mengandung mineral tembaga. Seperjuta bagian dari bijih tersebut mengandung mineral emas dan perak. Mineral-mineral berharga tersebut diproleh melalui suatu proses pengolahan di dalam pabrik pengolahan yang disebut dengan konsentrator. Untuk mengekstraksi mineral, konsentrator menerapkan prosedur fisika dan bukan kimia. Empat tahapan utama dalam proses pengolahan bijih di konsentrator meliputi crushing (peremukan) grinding (penggerusan), flotation (pengapungan) guna memisahkan mineral dengan batuan sisa dan penempatan tailing. Sirkuit crushing memperkecil ukuran bijih, yang dikirim dari kegiatan penambangan dengan metode penambangan terbuka, menjadikan butiran bijih bergaris tengah rata-rata 15 sentimeter. Air laut dan /atau air tawar kemudian ditambahkan ketika bijih yang sudah diremukkan memasuki sirkuit grinding. Semi Autogenous Grinding (SAG) Mill digunakan pada sirkuit grinding untuk menumbuk bijih sementara bola besi yang
4

ada di dalam SAG Mill menggerus bijih sampai ukurannya mengecil, tidak lebih besar dari butiran pasir. Sirkuit grinding mencampur partikel bijih halus tersebut dengan air sehingga menjadi slurry atau lumpur yang kemudian dipompakan ke tangki flotasi/pengapungan. Di bagian flotasi ini reagen organik dalam jumlah yang sangat kecil ditambahkan bersamakapur ke dalam slurry untuk membantu proses pemisahan mineral berharga. Reagen secara selektif bereaksi dengan permukaan mineral berharga sehingga menjadikannya bersifat menolak air (hydrophoic). Mineral ini mengandung tembaga, emas dan perak yang kemudian melekat pada gelembung udara yang terbentuk di bagian flotasi dan selanjutnya gelembung udara tersebut bergerak dari dasar tangki ke bagian atas tangki flotasi. Mineral ini kemudian diambil sebagai konsentrat. Konsentrat inilah yang selanjutnya dikapalkan dan diangkut ke sejumlah smelter (pabrik peleburan) di berbagai penjuru dunia. Di tempat ini konsentrat dilebur dan diolah lagi untuk memperoleh mineral dalam bentuk murni. Partikel halus seperti pasir bercampur air yang tersisa di dalam tangki flotasi setelah mineral berharga tersebut diambil itulah yang disebut tailing. Secara teori tailing sudah tidak mengandung mineral berharga lagi dan tidak ada konsentrasi bahan kimia berbahaya yang dapat mengganggu lingkungan.

Gambar 2.1 Alur Produksi PT NNT

Gambar 2.2 Lokasi produksi dan penempatan tailing

2.3 Baku Mutu Tailing di Indonesia PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) adalah kontraktor bagi Pemerintah Indonesia. Kesepakatan tertulis yang dibuat oleh dan antara PT NNT dengan Pemerintah Indonesia disebut dengan Kontrak Karya (KK). Kesepakatan ini menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh PT NNT untuk melaksanakan kegiatan penambangan di Proyek Batu Hijau sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Secara teknis baku mutu tailing di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup yang terus diperbarui. Baku Mutu terbaru tentang tailing diatur dalam KepMenLH238/2007. Nilai baku mutu tersebut dapat dilihat di Bab IV pada grafik perbandingan kandungan kimia tailing PT NNT dengan baku mutu dari KepMen LH.

Dalam KepMenLH238/2007 juga diatur tentang pengetatan persyaratan dan sistem pengawasan melalui kewajiban tambahan yang harus dipenuhi oleh PT NNT dalam pengelolaan tailing yang dihasilkan. Pengetatan persyaratan dan sistem pengawasan adalah sebagai berikut: a. Pengurangan jumlah tailing yang dapat ditempatkan ke hulu Ngarai Laut Senunu melalui sistem Submarine Tailing Placement (STP) sebesar 8.000.000 metrik ton kering per tahun. Pada izin sebelumnya PT. NNT diperbolehkan untuk menempatkan tailing ke Dasar Laut sebesar 58.400.000 metrik ton kering per tahun, di dalam izin yang baru PT. NNT hanya diperbolehkan menempatkan tailing di dasar laut sebesar 50.400.000 metrik ton kering per tahun. b. Untuk meminimalkan dampak pembuangan tailing terhadap lingkungan, PT. NNT wajib melakukan upaya-upaya dan kajian untuk pengelolaan tailing secara keseluruhan, diantaranya mendorong penerapan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycling). c. Jangka waktu berlaku izin diperketat dari tiga tahun menjadi dua tahun. Perketatan jangka waktu pemberlakuan izin ini untuk memudahkan kajiulang terhadap kinerja pengelolaan tailing dan penaatan izin yang diberikan kepada PT. NNT secara keseluruhan. Juga untuk melakukan kajian-kajian sebagaimana tersebut pada butir b di atas. d. KLH akan membentuk tim pemantau independen untuk melakukan pemantauan terhadap kegiatan penempatan tailing di bawah laut PT. NNT. Pembentukan tim pemantau independen dengan melibatkan berbagai pihak dilakukan guna menjamin kredibilitas dan akuntabilitas hasil pemantauan tersebut. Serta mendorong penerapan prinsip transparansi dalam pengelolaan lingkungan.

BAB III TINJAUAN TENTANG METODE PENEMPATAN TAILIING DI PT NEWMONT NUSA TENGGARA

3.1 Amdal Penempatan Tailing PT NNT Pemerintah Indonesia dan PT NNT bersama-sama menetapkan sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut sebagai sistem pilihan pada saat melalukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Proyek Batu Hijau. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan sebagai bagian dari studi kelayakan yang menganalisis secara terperinci pilihan alternatif pengelolaan lingkungan untuk dikembangkan di Batu Hijau diselesaikan pada 1996, sebelum tahap konstruksi dimulai. amdal ini dibuat untuk memastikan agar semua potensi dampak terhadap tanah, air, udara, sumber-sumber biologis dan pemukiman manusia harus dipertimbangkan, baik sebelum, selama, maupun sesudah pengembangan proyek. Berbagai rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan terdapat di dalam amdal yang telah disetujui oleh pemerintah Indonesia melalui (KEP41/MENLH/10/1996). Amdal tersebut secara khusus dirancang untuk

meminimalkan potensi dampak lingkungan di Batu Hijau, termasuk pengelolaan penempatan tailing di dasar laut. Dasar hukum kewajiban menyusun amdal untuk suatu rencana dan atau kegiatan adalah UU No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal. Sedangkan criteria dampak penting disebutkan dalam UU yang sama pada pasal 22 ayat (2).

a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/ kegiatan; b. luas wilayah penyebaran dampak; c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung; d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; e. sifat kumulatif dampak; f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau; g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan kriteria di atas penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT termasuk dalam usaha dan/atau kegiatan yang wajib memilik amda karena: a. jumlah penduduk yang terkena dampak cukup banyak, di sepnjang pesisir Subawa bagian selatan dan barat, selat Alas, hingga pesisir timur dan tenggara Pulau Lombok; b. Luas wilayah penyebaran dampak sangat luas dengan cakupan sama dengan butir a; c. Intensitas pembuangan tailing setiap saat dan lamanya lebih dari sepuluh tahun; d. Komponen lingkungan hidup yang terkena dampak cukup banyak mencakup ekosistem yang terapat di butir a; e. Kandungan logam yang kemungkinan besar terkandung dalam tailing memberikan dampak kumulatif. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkingan Hidup juga menyatakan bahwa melakukan penempatan tailing di bawah laut termasuk dalam jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan amdal untuk semua skala atau besaran. Alasan ilmiah khususnya adalah Memerlukan lokasi khusus dan berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan batimetri (kontur dasar laut), ekosistem pesisir dan laut, mengganggu alur pelayaran dan proses-proses alamiah

di daerah pantai termasuk menurunnya produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan terhadap nelayan dan masyarakat sekitar.

3.2 Metode Penempatan Tailing PT NNT Pada 2003, PT NNT melakukan penelitian laut dalam bersama P2)-LIPI dalam upaya mendapatkan informasi oseanografi dan lingkungan laut. Informasi ini digunakan untuk mevalidasi model konseptual Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut, dan juga untuk mengidentifikasi dampak yang mungkin timbul dan tidak pernah diprediksi sebelumnya. Dalam penelitian gabungan ini juga, pemahaman yang lebih baik tentang potensi dampak tailing terhadap kondisi lingkungan laut dalam dapat diketahui. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tailing mengalir dari mulut pipa tailing ke dalam Ngarai Senunu dan terus turun ke kedalaman 3.000 sampai 4.000 meter di bawah permukaan laut. Tidak terdapat indikasi dampak yang melebihi apa yang telah diprediksi sebelumnya tau dampak yang belum teridentifikasi sebelumnya sebagaimana yang tercantum di dalam dokumen amdal. PT NNT harus memenuhi atau melebihi semua persyaratan yang telah ditetapkan di dalam rencana pengelolaan lingkungan yang terdapat di dalam amdal, sesuai dengan peraturan perundangan yang ada di Indonesia. Keputusan penempatan tailing di dasar laut didasarkan pada banyak faktor. Beberapa faktor utama yang dipertimbangkan atas keputusan ini antara lain : a. Penempatan tailing di darat akan menimbulkan dampak terhadap lebih dari 2.310 hektar hutan dan tanah pertanian produktif. b. Tingkat curah hujan tahunan yang melebihi 2.500 milimeter akan menyebabkan air di dalam dam penampung tailing di darat sangat sulit dikelola.

10

c. Tantangan pengelolaan air di dalam dam penampung tailing yang dibangun di daerah yang rawan gempa bumi dapat mengancam keselamatan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. d. Tailing yang ditempatkan di bawah zona photic laut yang produktif akan meminimalkan dampak terhadap lingkungan. Faktor-faktor tersebut diklaim menjadikan sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut lebih aman dan merupakan sistem pengelolaan tailing yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Tailing mengalir secara gravitasi sebagai slurry (campuran air dan sisa gilingan batuan) melalui pipa dari pabrik pengolahan bijih menuju ke tepi Ngarai Laut Senunu. Ujung pipa ini berada lebih dari 100 meter di bawah permukaan laut berjarak 3,2 kilometer dari tepi pantai. Berat jenis lumpur tailing lebih berat dari pada air laut, sehingga tailing akan tenggelam dan mengalir menuruni dinding curam Ngarai Laut Senunu layaknya sungai bawah laut.

Gambar 3.1 Lokasi Penempatan tailing di Teluk Senunu

11

Gambar 3.2 Skema Penempatan tailing di Teluk Senunu

Menurut Amdal, pembuangan tailing seharusnya di bawah 100 sampai 300 meter di permukaan laut atau di bawah lapisan termoklin atau batas kehidupan di laut. Pipa yang digunakan juga harus mencapai 1.700 meter. Pembuangan tailing yang tidak sesuai prosedur ini menyebabkan berkurangnya jumlah jumlah bentos atau spesies di dasar laut. Secara teknis penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT sudah sesuai amdal yaitu pada kedalaman 125 meter dan panjang pipa offshore 3400 meter.

Gambar 3.3 Kedalaman serta jarak penempatan tailing di dasar laut

12

3.3 Sekilas Tentang Konstruksi dan Monitoring Infrastruktur Tailing PT NNT Penempatan Tailing di Dasar Laut Proyek tambang Batu Hijau PT NNT menerapkan Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut yang telah dirancang bangun dan dikelola serta dipantau secara berkesinambungan. Pada 2006 terjadi kebocoran pipa tailing sehingga operasinal STD dialihkan melaui pipa cadangan. Perbaikan pada pipa utama dimulai sejak 2007. Konstruksi tailing PT NNT mulai dikerjakan pada 1997 dan mulai beroperasi tahun 2000. Pada 2002 PT NNT membangun pipa cadangan. Secara umum pipa tailing terbagi menjadi dua jenis berdasarkan lokasinya yaitu onshore (di darat) dan offshore (di laut). Untuk pipa onshore terletak antara Concentrator 106 hingga SWIS di Teluk Senunu yang panjangnya sekitar 6 km. Pipa ini memilki diameter 90 cm yang terbuat dari logam. Perletakan pipa onshore adalah beton pada setiap jarak 2 meter serta sambungan pipa setiap 6 meter. Monitoring pipa onshore melalui pengamatan external setiap dua jam dan setiap minggu dilakukan maintenance. Sedangkan pengamatan internal dilakukan setiap shut down process dua kali setiap tahun. Pipa offshore terletak di pantai Teluk Senunu. Pipa tersebut berbahan HDPE (high density poly ethylene) yang semula memiliki ketebalan 90 milimeter. Untuk konstruksi baru pada 2007 digunakan pipa dengan ketebalan 100 milimeter. Monitoring pipa offshore dilakukan untuk mengukur ketebalan pipa menggunakan metode smart PIG (pipeline integrity gauging tool) yang dilakukan setiap shut down process utnuk seluruh pipa dan pada sambungan dilakukan setiap minggu karena pipa tersebut selalu mengalami pengikisan. Selain itu juga dilakukan pengamatan menggunakan ROV (remotely operated vehicle) setiap tiga bulan.

13

Gambar 3.4 Pipa onshore tailing PT NNT

Menurut amdal monitoring pipa offshore harus dilakukan maksimal setiap enam bulan. PT NNT secara regular juga melakukan shut down process dua kali setiap tahun.

14

Gambar 3.5 Konstruksi pipa tailing PT NNT di pantai Teluk Senunu

Gambar 3.6 Monitoring pipa offshore dengan ROV

15

BAB IV DAMPAK LINGKUNGAN PEMBUANGAN TAILIING DI DASAR LAUT OLEH PT NEWMONT NUSA TENGGARA

4.1 Kandungan Kimia Tailing PT NNT Penelitian laboratorium independen yang mendapatkan sertifikasi dari Pemerintah Indonesia dilakukan pencampuran logam yang terkandung pada sampel dengan menggunakan asam lemah. Hasil campuran logam menunjukkan perbedaan yang sangat kecil antara kandungan tailing PT NNT dengan berbagai material alam seperti sedimen dasar sungai dan laut serta bahan batu bata. Karakteristik kimia padatan tailing PT NNT mirip dengan karakteristik sedimen yang sudah ribuan tahun berada di dasar sungai yang mengalir melalui kawasan proyek Batu Hijau. Teknik analisis yang diterapkan oleh laboratorium disebut sebagai Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP).

Gambar 4.1 Hasil uji endapan atau sedimentasi yang ada di bawah teluk Senunu dan di luar teluk Senunu

Prosedur ini disusun untuk mengekstraksi logam dari suatu padatan untuk mengetahui apakah material itu harus digolongkan sebagai bahan berbahaya berdasarkan jumlah logam yang dilepasnya. Hasilnya menunjukkan bahwa tailing tidak digolongkan sebagai bahan berbahaya.

16

Uji Toksisitas Tailing Uji biota terhadap tailing PT NNT juga dilakukan untuk meneliti adanya kemungkinan sifat racun terhadap biota laut. Pengujian ini dilakukan Pusa Penelitian Oceanologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI) dengan menerapkan metode baku yang telah diakui secara internasional. Uji toksisitas akut dilakukan selama 96 jam (LC50) pada anakan ikan kakap merah dan kerapu macam. Uji toksisitas kronis (IC50) juga dilakukan pada plankton (marine diatom). Semua pengujian tersebut dilakukan pada tailing dengan tingkat konsentrasi yang berbeda-beda. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tailing PT NNT tidak beracun secara akut atau kronis, meskipun pada konsentrasi tailing sebesar 100 persen. Tailing PT NNT tidak berbahaya dan tidak menunjukkan kadar toksisitas yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil laporan pemantauan kualitas air laut yang dilakukan oleh PT NNT dan pihak ketiga yang secara konsisten menunjukkan bahwa tingkat kandungan logam terlarut di dalam air laut di dekat mulut pipa tailing tetap di bawah baku mutu Konservasi Taman Laut yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia.

17

18

Gambar 4.2 Perbandingan kandungan logam tailing sesuai baku mutu KEPMENLH 24/2002, KEPMENLH 85/2005, KEPMENLH 236/2007 dan kandungan logam yang dihasilkan dari pembuangan limbah tailing PT. NNT

Program Pemantauan Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut PT NNT dipantau secara rutin untuk memastikan agar sistem bekerja sesuai dengan rancang bangun yang direncanakan untuk meminimalkan potensi dampak terhadap lingkungan. Para ilmuwan dan pakar independen secara teratur mengevaluasi dengan cermat hasil-hasil pemantauan terhadap terumbu karang, sedimen laut, ikan, ekologi daerah pasang surut dan mutu air. Semua upaya ini dilakukan untuk menilai tingkat kesehatan ekosistem laut dan memastikan agar fungsi Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut dapat dipertanggung jawabkan terhadap lingkungan. Hasil pemantauan tailing dan mutu air laut, kadar logam terlarut pada fraksi cairan tailing sebelum dilepaskan ke laut masih berada jauh dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dan secara umum bahkan memenuhi baku mutu konservasi biota laut.

19

Kandungan logam terlarut dalam air laut di sekitar daerah mulut penempatan tailing yang secara konsisten berada jauh di bawah baku mutu konservasi biota laut Indonesia menunjukkan bahwa tidak ada pencemaran logam berat yang disebabkan oleh tailing. Pemantauan yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan lembaga penelitian internasional yang independen terhadap kinerja Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut. 2004, ilmuwan dari Center for Contaminants Research, dari Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) Australia dengan tim pengkaji dari Indonesia melakukan penelitian terhadap mutu air, sedimen dan ikan di sekitar daerah penempatan tailing PT NNT sampai ke perairan Lombok dan Selat Alas.

Gambar 4.3 Uji toksisitas pada anakan ikan kakap merah dan kerapu macan

4.2 Perubahan Ekosistem Pesisir Laut akibat Tailing Ekosistem laut di daerah pembuangan tailing elalau dipantau. Salah satu parameternya adalah jumlah species setiap satu satuan volum tertentu air laut. Hasil riset Lembaga Pengkajian Oceanography LIPI, CSIRO-Australia,pada 2008 menunjukkan keragaman species di sekitar Teluk Senunu tidak berbeda dengan sebelum dimulainya pembuangan tailing di dasar laut.

20

Gambar 4.4 Jumlah species setiap 10 cm2 air laut di Teluk Senunu

4.3 Manajemen Penyebaran dan Tumpahan Tailing Kebijakan terhdap tumpahan dalam amdal menuntut upaya untuk mencegah terjadinya insiden tumpahan, termasuk dalam hal program pemantauan yang ekstensif. Meskipun PT NNT telah berupaya keras untuk mencegah terjadinya tumpahan, namun Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut yang pada dasarnya merupakan sistem mekanis, seperti pipa ledeng yang ada di perumahan, terkadang juga mengalami kebocoran. Kebijakan PT NNT menetapkan bahwa setiap tumpahan tailing sekecil apapun baik yang berasal dari jaringan pipa darat dan laut, maka tumpahan tersebut tetap harus dibersihkan, walaupun sejatinya tailing tersebut tidak membahayakan lingkungan. PT NNT melaporkan setiap kejadian tumpahan atau kebocoran pipa tailing kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang (KAPIT) sekaligus Direktur Jenderal Energi & Sumber Daya Mineral (DJESM), Jakarta dan Pelaksana Inspeksi Tambang (PIT) pada Dinas Pertambangan & energi Propinsi NTB dalam waktu 24 jam.

21

Penelitian tersebut secara keseluruhan menemukan bahwa bahwa tailing tidak menyebar ke bagian pesisir dari Ngarai Senunu atau mengarah ke Selat Alas, ataupun ke air permukaan pada kedalaman lebih dari 100 meter. Kadar logam di jaringan ikan yang diambil dari Ngarai Senunu berada dalam kisaran normal, sama dengan kadar yang ditemukan pada tubuh ikan yang diambil dari lokasi kontrol maupun dari pasar-pasar ikan yang ada di kabupaten Sumbawa Barat dan Lombok.

Gambar 4.5 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa

Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kandungan logam terlarut di semua lokasi dan semua kedalaman berada di bawah ketentuan baku mutu yang ditetapkan. Hasil penelitian independen ini sesuai dengan hasil pemantaua PT NNT. Program pengelolaan lingkungan yang kuat sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan lingkungan harus ditempatkan sebagai prioritas tertinggi sesuai dengan prinsip-prinsip pemeliharaan dan perlindungan lingkungan.

22

Gambar 4.6 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa hasil riset Lembaga Pengkajian Oceanography LIPI

23

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan Beberapa hal yang bisa ditarik simpulan dari pembahasan sebelumnya adalah sebagai berikut: a. Metode penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT telah sesuai dengan pengetatan persyaratan dan sistem pengawasan sesuai syarat perpanjangan izin pada 2007 dan disesuaikan dengan studi amdal sebelum proyek Batu Hijau dilaksanakan b. Penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT telah sesuai dengan baku mutu tailing yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan riset pihak riset lembaga pemerintah dan independen dengan beberapa parameter yaitu: kandungan logam pada tailing, air aut, ikan, serta keragama species yang berhubungan dengan ekosistem pada perairan tersebut. c. Khusus untuk tumpahan, metode dan upaya pencegahan yang dilakukan melalui amdal dan pengawasan intensif masih memilik kelemahan terbukti dengan terjadinya beberapa kali kebocoran. Hal ini akan berdampak pada batimetri pada perairan tempat terjadinya tumpahan tersebut.

5.2 Saran a. Pembuagan tailing di dasar laut adalah kegiatan yang wajib amdal sehingga dalam perencanaan dan pelaksanaannya diperlukan upaya yang komprehensif oleh pihak-pihak terkait. b. Tuntutan yang diajukan oleh berbagai pihak agar izin pemuangan tailing di dasar lau PT NNT dicabut bisa diminamilisir dengan transparansi yang
24

dilakukan oleh perusahaan bersangkutan dan pemerintah melalui instant terkait. c. Upaya reduce, reuse, dan recycle perlu ditingkatkan untuk meminimalisir dampak akibat pembuangan tailing di dasar laut. Selain itu jika memungkinkan pihak terkait harus terus melakukan riset dan inovasi untuk menemukan metode pembuangan limbah pertambangan lain yang lebih aman.

25

DAFTAR PUSTAKA

Dampak Limbah Tailing Dalam Perspektif Hukum Lingkungan. 2008. Sembiring, Amstrong. Depok: FH Pasca Sarjana UI Deep Sea Tailing Placement at Batu Hijau, Sumbawa, Indonesia. 2009. Batterham, Grant & Woworuntu, Jorina. Engersund: Marine and Lake Disposal of Mine Tailings and Waste Rock International Conference Pembuangan Limbah Tailing ke Laut. 2009. www.walhi.or.id <18 Maret 2010> Pembuangan Limbah Tailing Newmont Tinggi. 2007. Tempo Interakrif www.tempointeraktif.com <18 Maret 2010> Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkingan Hidup Perpanjangan Izin Pembuangan Tailing Newmont oleh Menneg LH Dikecam LSM. 2007. Indonesia Mining Association. www.ima-api.com <18 Maret 2010> Status Perpanjangan Pembuangan Izin Pembuangan Tailing PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. 2009. Jakarta: Siaran Pers Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Submarine Tailings Placement Management. 2009. Sumbawa Barat: PT Newmont Nusa Tenggara Undang-undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

iv

Anda mungkin juga menyukai