Anda di halaman 1dari 11

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abbad dan Ibnu Abu Umar semuanya dari Marwan al-Fazari,

Ibnu Abbad berkata, telah menceritakan kepada kami Marwan dari Yazid -yaitu Ibnu Kaisan- dari Abu Hazim dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasing. (HR Muslim 208) Ghuroba atau orang-orang yang terasing dalam hadits tersebut bukanlah mereka yang mengasingkan diri atau menyempal keluar (kharaja) dari mayoritas kaum muslim (As-sawadul azham) atau mereka yang termasuk khawarij. Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku diatas kesesatan. Dan tangan Allah bersama jamaah. Barangsiapa yang menyelewengkan (menyempal), maka ia menyeleweng (menyempal) ke neraka. (HR. Tirmidzi: 2168). Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830 Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan: Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jamaah adalah as-sawadul azham (mayoritas kaum muslim) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al azham (mayoritas kaum muslim). (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalikai, Abu Nuaim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih)

Orang-Orang Yang Terasing

Ibnu Masud radhiallahuanhu mewasiatkan yang artinya: Al-Jamaah adalah sesuatu yang menetapi al-haq walaupun engkau seorang diri Maksudnya tetaplah mengikuti Al-Jamaah atau as-sawad al azham (mayoritas kaum muslim) walaupun tinggal seorang diri di suatu tempat yang terpisah. Hindarilah firqoh atau sekte yakni orang-orang yang mengikuti pemahaman seorang ulama yang telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al azham). Dari Ibnu Sirin dari Abi Masud, bahwa beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika Utsman dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jamaah, karena Allah tidak akan mengumpulkan umat Muhammad shalallahu alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompokkelompok maka janganlah mengikuti salah satu firqah/sekte. Hindarilah semua firqah/sekte itu jika kalian mampu untuk menghindari terjatuh ke dalam keburukan. Hal yang dimaksud dengan ghuroba adalah semakin sedikit kaum muslim yang sholeh diantara mayoritas kaum muslim (as-sawad al azham) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam besabda Orang yang asing, orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak atau orang-orang shalih di antara banyaknya orang yang buruk, orang yang menyelisihinya lebih banyak dari yang mentaatinya. (HR. Ahmad) Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda Sesungguhnya Islam itu pada mulanya datang dengan asing dan akan kembali dengan asing lagi seperti pada mulanya datang. Maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing. Beliau ditanya, Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing itu ?. Beliau bersabda, Mereka yang memperbaiki dikala rusaknya manusia. [HR. Ibnu Majah dan Thabrani]

Muslim yang sholeh adalah muslim yang dekat dengan Allah yakni muslim yang memperjalankan diri hingga sampai (wushul) kepada Allah taala sehingga meraih maqom (derajat) disisiNya dan dapat menyaksikan Allah Azza wa Jalla dengan hatinya (ain bashiroh) Muslim yang menyaksikan Allah taala dengan hati (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya. Imam Qusyairi mengatakan Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakanakan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi) Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada Rasulullah shallallahu alaihi wasallm bersabda Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada. (HR. Ath Thobari) Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zilib Al-Yamani, Apakah Anda pernah melihat Tuhan? Beliau menjawab, Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat? Bagaimana Anda melihat-Nya? tanyanya kembali. Sayyidina Ali ra menjawab Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati

Sebuah riwayat dari Jafar bin Muhammad beliau ditanya: Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya? Beliau menjawab: Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah. Bagaimana anda melihat-Nya? dia menjawab: Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman. Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurnaan, keindahan dan keagunganNya, sehingga nyatalah bukti kebesaranNya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembunyi padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolongan Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaikan, mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurkan hijab-hijab antara diri mereka dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-sendi putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnalah semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya. Sebagaimana wawancara dengan Dr. Sri Mulyati, MA (Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) yang selengkapnya dapat ditemukan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/09/24/komunita s-spiritual-kota/ beliau mengatakan bahwa untuk dapat

melihat Allah dengan hati sebagaimana kaum sufi, tahapan pertama yang harus dilewati adalah Takhalli, mengosongkan diri dari segala yang tidak baik, baru kemudian sampai pada apa yang disebut Tahalli, harus benar-benar mengisi kebaikan, berikutnya adalah Tajalli, benar-benar mengetahui rahasia Tuhan. Dan ini adalah bentuk manifestasi dari rahasia-rahasia yang diperlihatkan kepada hamba-Nya. Boleh jadi mereka sudah Takhalli tapi sudah ditunjukkan oleh Allah kepada yang ia kehendaki. Jika belum dapat melihat Allah dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifat maka yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla melihat kita. Lalu dia bertanya lagi, Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? Beliau menjawab, Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu. (HR Muslim 11) Firman Allah taala yang artinya Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (QS Al Faathir [35]:28) Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindari perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar sehingga terbentuklah muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang sholeh Tujuan kita beragama adalah untuk menjadi muslim yang ihsan atau muslim yang berakhlakul karimah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak. (HR Ahmad)

Firman Allah taala yang artinya, Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia. (QS AlQalam:4) Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS Al-Ahzab:21) Tidak semua manusia dapat melihat Allah dengan hatinya. Orang kafir itu tertutup dari cahaya hidayah oleh kegelapan sesat. Ahli maksiat tertutup dari cahaya taqwa oleh kegelapan alpa Ahli Ibadah tertutup dari cahaya taufiq dan pertolongan Allah Taala oleh kegelapan memandang ibadahnya Siapa yang memandang pada gerak dan perbuatannya ketika taat kepada Allah taala, pada saat yang sama ia telah terhalang (terhijab) dari Sang Empunya Gerak dan Perbuatan, dan ia jadi merugi besar. Siapa yang memandang Sang Empunya Gerak dan Tindakan, ia akan terhalang (terhijab) dari memandang gerak dan perbuatannya sendiri, sebab ketika ia melihat kelemahannya dalam mewujudkan tindakan dan menyempurnakannya, ia telah tenggelam dalam anugerahNya. Setiap dosa merupakan bintik hitam hati, sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari memandang Allah. Inilah yang dinamakan buta mata hati. Allah taala berfirman yang artinya,

Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). (QS Al Isra 17 : 72) maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar. Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada (QS Al Hajj [22]:46 ) Pada hari itu tidak berguna lagi harta dan anak-anak, kecuali yang kembali kepada Allah dengan hati yang lurus. (QS. Asy-Syuaraa: 88) Dua dimensi jiwa manusia senantiasa saling menyaingi, mempengaruhi dan berperang. Kemungkinan jiwa positif manusia menguasai dirinya selalu terbuka, seperti yang dialami Habil. Dan jiwa negatifpun tak tertutup kemungkinan untuk mengontrol diri manusia, seperti yang terjadi pada Qobil. Tataplah sosok seorang Mushab bin Umair ra yang hidup di masa Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam. Ia putera seorang konglomerat Makkah. Namanya menjadi buah bibir masyarakat, terutama kaum mudanya. Sebelum masuk Islam ia dikenal dalam lingkaran pergaulan jet set. Namun, suatu hari mereka tak lagi melihat sosoknya. Mereka kaget ketika mendengarnya sudah menjadi pribadi lain. Benar, ia sudah bersentuhan dengan dakwah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan hidup dalam kemanisan iman dan kedamaian risalahnya. Sehingga cobaan beratpun ia terima dengan senyuman dan kesabaran. Kehidupan glamour ia lepaskan. Bahkan dialah yang terpilih sebagai juru dakwah kepada penduduk Madinah.

Disisi lain , tengoklah pribadi Musailamah Al-Khadzdzab. Setelah mengikuti kafilah dakwah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, jiwa negatifnya masih menonjol, ketamakan akan kedudukan dan kehormatan membawanya pada pengakuan diri sebagai nabi palsu. Akhirnya ia mati terbunuh dalam kondisi tak beriman di tangan Wahsyi dalam suatu peperangan. Manusia tentu saja memiliki harapan agar jiwa positifnya bisa menguasai dan membimbing dirinya. Sehingga ia bisa berjalan pada garis-garis yang benar dan haq. Akan tetapi seringkali harapan ini tak kunjung tercapai, bahkan bisa jadi justru kondisi sebaliknya yang muncul. Ia terperosok ke dalam kubangan kebatilan. Disinilah betapa besar peranan lingkungan yang mengelilingi diri manusia baik keluarga kawan, tetangga, guru kerabat kerja, bacaan, penglihatan, pendengaran, makanan, minuman, ataupun lainnya. Semua itu memberikan andil dan pengaruh dalam mewarnai jiwa manusia. Islam , sebagai Din yang haq, memberikan tuntunan ke pada manusia agar ia menggunakan potensi ikhtiarnya untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang positif sebagai salah satu upaya pengarahan, pemeliharaan , tazkiyah atau pembersihan jiwa dan sebagai tindakan preventif dari halhal yang bisa mengotori jiwanya. Disamping itu, diperlukan pendalaman terhadap tuntunan dan ajaran Islam serta peningkatan pengalamnnya. Evaluasi diri dan introspeksi harian terhadap perjalanan hidupnya, tak kalah pentingnya dalam tazkiyah jiwa. Manakala jalan ini ditempuh dan jiwanya menjadi bersih dan suci, maka ia termasuk orang yang beruntung dalam pandangan Allah Subhanahu wa Taala.

Sebaliknya , apabila jiwanya terkotori oeh berbagai polusi haram dan kebatilan, maka ia termasuk orang yang merugi menurut kriteria Allah Subhanahu wa Taala Dan demi jiwa dan penyempurnaannya. Maka mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan ketakqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang mesucikan jiwa itu. Dan merugilah orang mengotorinya(QS. Asy Syams [91] : 7-10). Allah dan yang yang

Dua suasana jiwa yang berbeda itu akan tampak refleksinya masing-masing perilaku keseharian manusia, baik dalam hibungannya dengan Allah, lingkungan maupun dirinya. Jiwa yang suci akan memancarkan perilaku yang suci pula, mencintai Alah dan Rasul-Nya dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Sedangkan jiwa yang kotor akan melahirkan kemungkaran dan kerusakan, adalah benar bahwa Allah tidak melihat penampilan lahir seseorang, tetapi yang dilihat adalah hatinya, sebagaimana disebutkan dalam satu hadits. Tetapi ini dimaksudkan sebagai penekanan akan pentingnya peranan niat bagi sebuah amal, bukan untuk menafikan amal lahiriah. Sebuah amal ibadah akan diterima Allah manakala ada kesejajaran antara perilau lahiriah dan batiniah, disamping sesuai dengan tuntunan Din. Lebih dari itu, secara lahiriah, manusia bisa saja tampak beribadah kepada Allah. Dengan khusyu ia melakukan ruku dan sujud kepada-Nya. Namun jiwanya belum tunduk ruku dan sujud kepada Allah Yang Maha Besar dan Perkasa , kepada tuntunan dan ajaran-Nya. Tazkiyah jiwa merupakan suatu pekerjaan yang sungguh berat dan tidak gampang. Ia memerlukan kesungguhan, ketabahan dan kontinuitas. Sebagaimana amal baik lainnya, tazkiyah adalah bagai membangun sebuah gedung, disana banyak hal yang harus dikerahkan dan dikorbakan. Sedangkan pengotoran jiwa, seperti amal buruk lainnya,

10

adalah semisal merobohkan bangunan, ia lebih mudah dan gampang serta tak banyak menguras tenaga. Jalan menuju surga di rintangi dengan berbagai kesulitan. Sedangkan jalan menuju neraka ditaburi dengan rangsangan hawa nafsu, demikian sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam Tazkiyah jiwa ini menjadi lebih berat lagi ketika manusia hidup dalam era informatika dan globalisasi dalam kemaksiatan dan dosa. Dimana kreasi manusia begitu canggih dan signifikan. Mansusia seakan tak berdaya mengikuti irama dan gelombangnya. Sebenarnya Islam memiliki sikap yang akrab dan tidak menolak sains dan tekhnologi, sementara sains dan tekhnologi tersebut tidak bertentangan dan merusak lima hal prinsip (ad dkaruriyat al khams); Din , jiwa manusia, harta, generasi dan kehormatan. Sehingga tidak ada paradoksal antara jiwa positif dan bersih serta nilai-nilai kebaikan dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Pengalaman tuntunan dan akhlak Islami, meski tanpa pemerkosaan dalam penafsirannya, tidak pernah bertentangan dengan alam sekitar. Lantaran keduanya lahir dari satu sumber, Allah Subhanahu wa Taala, Pencipta alam semesta dan segala isinya. Salah faham terhadap konsep ini akan mengakibatkan kerancuan pada langgam kehidupan manusia.maka yang tampak adalah bukit hingar bingar dan menonjolnya sarana pengotoran jiwa manusia. Akhirnya, nilai nilai positif dan kebenaran seringkali tampak transparan dan terdengar sayup-sayup. Benarlah apa yang menjadi prediksi junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam Orang yang sabar dalam berpegang dengan Din-nya semisal orang yang memegang bara api.

Mereka acapkali mengalami banyak kesulitan dalam mengamalkan Din-nya. Sehingga mereka merasa asing dalam keramaian. Namun demikian, tidaklah berarti mereka boleh bersikap pesimis dalam hidup. Bahkan sebaliknya, mereka harus merasa optimis. Sebab dalam situasi seperti ini, merekalah sebenarnya orang yang meraih kemenangan dalam pandangan Islam. Islam mulai datang dalam keterasingan dan akan kembali dalam keterasingan pula sebagaimana mulanya. Maka berbahagialah orang orang yang terasing. (Al Hadist). Dalam fenomena seperti ini, tak tahu entah dimana posisi kita. Yang jelas, manusia senantiasa dianjurkan oleh Allah agar meningkatkan kualitas dan posisi dirinya di hadapan Nya. Dan Allah tak pernah menolak setiap hamba yang benar-benar ingin kembali kepada jalan-Nya. Bahkan lebih dari itu, manakala hamba Nya datang dengan berjalan, maka Ia akan menjemputnya dengan berlari. Sungguh Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Pengampun. Kita berharap, semoga kita termasuk orangorang yang mau mendengar panggilan-Nya yang memiliki jiwa muthmainnah, jiwa yang tenang. Sehingga kita akhirnya berhak meraih panggilan kasih sayang Nya. Hai jiwa yang tenang . Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas dan diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam surgaKu.(QS.Al Fajr [89] : 27-30) Orang yang kembali kepada Rabb-nya, meraih maqom disisiNya, menyaksikanNya dengan hati (ain bashiroh) berkumpul dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam Firman Allah taala yang artinya, Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmatNya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih

11

12

(dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki (QS AnNuur:21) Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik. (QS Shaad [38]:46-47) Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu (QS Al Hujuraat [49]:13) Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nimat kepada mereka (QS Al Fatihah [1]:6-7) Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nimat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya . (QS An Nisaa [4]: 69) Muslim yang terbaik bukan nabi yang mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah sehingga meraih maqom (derajat) disisiNya dan menjadi kekasih Allah (wali Allah) adalah shiddiqin, muslim yang membenarkan dan menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat. Bermacam-macam tingkatan shiddiqin sebagaimana yang diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/14/2011/09/ 28/maqom-wali-allah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada

pada hari kiamat karena kedudukan (maqom) mereka di sisi Allah Subahanahu wa taala seorang dari Sahabatnya berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah, semoga kita dapat mencintai mereka. Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab dengan sabdanya: mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya) Hadits senada, dari Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah Azza wa Jalla menempatkan maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.Seorang laki-laki bertanya : siapa mereka itu dan apa amalan mereka?mudah-mudahan kami menyukainya. Nabi bersabda: yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia, kemudian Beliau membaca ayat : Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS Yunus [10]:62) Dalam hadits qudsi, Allah berfirman yang artinya: Para Wali-Ku itu ada dibawah naungan-Ku, tiada yang mengenal mereka dan mendekat kepada seorang wali, kecuali jika Allah memberikan Taufiq HidayahNya

13

14

Abu Yazid al Busthami mengatakan: Para wali Allah merupakan pengantin-pengantin di bumi-Nya dan takkan dapat melihat para pengantin itu melainkan ahlinya. Sahl Ibn Abd Allah at-Tustari ketika ditanya oleh muridnya tentang bagaimana (cara) mengenal Waliyullah, ia menjawab: Allah tidak akan memperkenalkan mereka kecuali kepada orang-orang yang serupa dengan mereka, atau kepada orang yang bakal mendapat manfaat dari mereka untuk mengenal dan mendekat kepada-Nya. As Sarraj at-Tusi mengatakan : Jika ada yang menanyakan kepadamu perihal siapa sebenarnya wali itu dan bagaimana sifat mereka, maka jawablah : Mereka adalah orang yang tahu tentang Allah dan hukum-hukum Allah, dan mengamalkan apa yang diajakrkan Allah kepada mereka. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang tulus dan waliwali-Nya yang bertakwa. Dari Abu Umamah ra, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: berfirman Allah Yang Maha Besar dan Agung: Diantara para wali-Ku di hadhirat-Ku, yang paling menerbitkan iri-hati ialah si mumin yang kurang hartanya, yang menemukan nasib hidupnya dalam shalat, yang paling baik ibadat kepada Tuhannya, dan taat kepada-Nya dalam keadaan tersembunyi maupun terang. Ia tak terlihat di antara khalayak, tak tertuding dengan telunjuk. Rezekinya secukupnya, tetapi iapun sabar dengan hal itu. Kemudian Beliau shallallahu alaihi wasallam menjentikkan jarinya, lalu bersabda: Kematiannya dipercepat, tangisnya hanya sedikit dan peninggalannya amat kurangnya. (HR. At Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hanbal). (HR. At Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hanbal) Indikator atau ciri-ciri atau tanda-tanda para kekasih Allah (Wali Allah) yakni orang yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah adalah 1. Bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim

2. Bersikap keras (tegas / berpendirian) terhadap orangorang kafir 3. Berjihad di jalan Allah, bergembira dalam menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya 4. Tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela Abu Musa al-Asyari meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah. Bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam : mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman. Firman Allah taala yang artinya, Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mumin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (QS Al Maidah [5]:54) Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib. Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata, Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman. Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah, Umar berkata, Saya dan kaum saya wahai Rasulullah. Rasul menjawab, Bukan, tetapi ini untuk dia dan kaumnya, yakni Abu Musa al-Asyari.

15

16

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari Jabir bin Matham dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi Dalam Jami al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah bin Nufail, Sesungguhnya aku menemukan nafas al-Rahman dari sini. Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri Yaman. Masih dalam Jami al-Kabir, Imam alSayuthi meriwayatkan hadits marfu dari Amru ibnu Usbah , berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Sebaikbaiknya lelaki, lelaki ahlu Yaman. Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Siapa yang mencintai orang-orang Yaman berarti telah mencintaiku, siapa yang membenci mereka berarti telah membenciku Para Wali Allah (kekasih Allah) , jika melihat mereka mengingatkan kita kepada Allah Dari Amru Ibnul Jammuh, katanya: : : : . Ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Allah berfirman: Sesungguhnya hamba-hambaKu, wali-waliKu adalah orang-orang yang Aku sayangi. Mereka selalu mengingatiKu dan Akupun mengingat mereka. (Hadis riwayat Abu Daud dalam Sunannya dan Abu Nuaim dalam Hilya jilid I hal. 6) Dari Said ra, ia berkata:

: : . Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya: Siapa wali-wali Allah? Maka beliau bersabda: Wali-wali Allah adalah orang-orang yang jika dilihat dapat mengingatkan kita kepada Allah.(Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Auliya dan Abu Nuaim di dalam Al Hilya Jilid I hal 6) Imam Al-Bazzaar meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia mengatakan, seseorang bertanya, ya Rasulullah saw, siapa para wali Allah itu? Beliau menjawab, Orang-orang yang jika mereka dilihat, mengingatkan kepada Allah, (Tafsir Ibnu Katsir III/83). Para Wali Allah (kekasih Allah) selalu sabar, wara dan berbudi pekerti yang baik. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra shallallahu alaihi wasallam bersabda: bahwaRasulullah

: : Ada tiga sifat yang jika dimiliki oleh seorang, maka ia akan menjadi wali Allah, iaitu: pandai mengendalikan perasaannya di saat marah, wara dan berbudi luhur kepada orang lain. (Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Al Auliya) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Wahai Abu Hurairah, berjalanlah engkau seperti segolongan orang yang tidak takut ketika manusia ketakutan di hari kiamat. Mereka tidak takut siksa api neraka ketika manusia takut. Mereka menempuh perjalanan yang berat sampai mereka menempati tingkatan para nabi. Mereka suka berlapar, berpakaian sederhana dan haus, meskipun mereka mampu.

17

18

Mereka lakukan semua itu demi untuk mendapatkan redha Allah. Mereka tinggalkan rezeki yang halal karena akan amanahnya. Mereka bersahabat dengan dunia hanya dengan badan mereka, tetapi mereka tidak tertipu oleh dunia. Ibadah mereka menjadikan para malaikat dan para nabi sangat kagum. Sungguh amat beruntung mereka, alangkah senangnya jika aku dapat bertemu dengan mereka. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menangis karena rindu kepada mereka. Dan beliau bersabda: Jika Allah hendak menyiksa penduduk bumi, kemudian Dia melihat mereka, maka Allah akan menjauhkan siksaNya. Wahai Abu Hurairah, hendaknya engkau menempuh jalan mereka, sebab siapapun yang menyimpang dari penjalanan mereka, maka ia akan mendapati siksa yang berat. (Hadis riwayat Abu Huaim dalam kitab Al Hilya) Para Wali Allah (kekasih Allah) adalah penerus setelah khataman Nabiyyin ditugaskan untuk menjaga agama Islam. Rasulullah mengkiaskannya dengan estafet (penyerahan) bendera. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepada Ali, -ketika beliau mengangkatnya sebagai pengganti (di Madinah) dalam beberapa peperangan beliau. Ali bertanya; Apakah anda meninggalkanku bersama para wanita dan anak-anak! beliau menjawab: Wahai Ali, tidakkah kamu rela bahwa kedudukanmu denganku seperti kedudukan Harun dengan Musa? hanya saja tidak ada Nabi setelahku. Dan saya juga mendengar beliau bersabda pada Perang Khaibar; Sungguh, saya akan memberikan bendera ini kepada seorang laki-laki yang mencintai Allah dan RasulNya dan Allah dan RasulNya juga mencintainya. Maka kami semuanya saling mengharap agar mendapatkan bendera itu. Beliau bersabda: Panggilllah Ali! (HR Muslim 4420)

Imam Sayyidina Ali ra adalah bertindak sebagai Nabi namun bukan Nabi karena tidak ada Nabi setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau adalah Imam para Wali Allah Bumi ini tidak pernah kosong dari para Wali Allah Imam Sayyidina Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An Nakhai: Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka. Demi Allah, jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan mereka, Allah menjaga agamaNya dan syariatNya, sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. Mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. Mereka adalah khalifah-khalifah Allah di muka bumi dan para dai kepada agamaNya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka (Nahjul Balaghah hal 595 dan Al Hilya jilid 1 hal. 80) Para Wali Allah (kekasih Allah) suka menangis dan mengingat Allah. Iyadz ibnu Ghanam menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Malaikat memberitahu kepadaku: Sebaik-baik umatku berada di tingkatan-tingkatan tinggi. Mereka suka tertawa secara terang, jika mendapat nikmat dan rahmat dari Allah, tetapi mereka suka menangis secara rahasia, karena mereka takut mendapat siksa dari Allah. Mereka suka mengingat Tuhannya di waktu pagi dan petang di rumah-rumah Tuhannya. Mereka suka berdoa dengan penuh harapan dan ketakutan. Mereka suka memohon dengan tangan mereka

19

20

ke atas dan ke bawah. Hati mereka selalu merindukan Allah. Mereka suka memberi perhatian kepada manusia, meskipun mereka tidak dipedulikan orang. Mereka berjalan di muka bumi dengan rendah hati, tidak congkak, tidak bersikap bodoh dan selalu berjalan dengan tenang. Mereka suka berpakaian sederhana. Mereka suka mengikuti nasihat dan petunjuk Al Quran. Mereka suka membaca Al Quran dan suka berkorban. Allah suka memandangi mereka dengan kasih sayangNya. Mereka suka membahagikan nikmat Allah kepada sesama mereka dan suka memikirkan negeri-negeri yang lain. Jasad mereka di bumi, tapi pandangan mereka ke atas. Kaki mereka di tanah, tetapi hati mereka di langit. Jiwa mereka di bumi, tetapi hati mereka di Arsy. Roh mereka di dunia, tetapi akal mereka di akhirat. Mereka hanya memikirkan kesenangan akhirat. Dunia dinilai sebagai kubur bagi mereka. Kubur mereka di dunia, tetapi kedudukan mereka di sisi Allah sangat tinggi. Kemudian beliau menyebutkan firman Allah yang artinya: Kedudukan yang setinggi itu adalah untuk orang-orang yang takut kepada hadiratKu dan yang takut kepada ancamanKu. (Hadis riwayat Abu Nuaim dalam Hilya jilid I, hal 16) Sebagaimana yang dialami oleh Imam para Wali Allah, Sayyidina Ali ra, para Wali Allah memang pada umumnya terkena fitnah Rasulullah bersabda : Sesungguhnya bagi Allah ada orang-orang yang baik (yang tidak pernah menonjolkan diri di antara para hamba-Nya yang dipelihara dalam kasih sayang dan dihidupkan di dalam afiat (sehat yang sempurna). Apabila mereka diwafatkan, niscaya dimasukkan kedalam surganya. Mereka terkena fitnah atau ujian, sehingga mereka seperti berjalan di sebagian malam yang gelap, sedang mereka selamat

daripadanya. (Hadis riwayat Abu Nuaim dalam kitab Al Hilya jilid I hal 6) Wassalam Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830

21

22

Anda mungkin juga menyukai