Anda di halaman 1dari 42

Buku Saku Mahasiswa Muslim

Menjadi
Manusia
Mulia

Pustaka Muslim

2
Judul buku
Menjadi Manusia Mulia
Buku Saku Mahasiswa Muslim

Penyusun
Abu Muslih

Muroja'ah
Ustadz Muhammad Subhan Khadafi,Lc.

Perwajahan dan isi


Yulian Purnama

Penerbit
Forum Kajian Islam Mahasiswa Yogyakarta
bekerjasama dengan
Pustaka Muslim
www.muslim.or.id

Cetakan I, 1428 H

Dilarang memperbanyak buku ini tanpa izin


kecuali
bagi yang ingin memperbanyaknya untuk
dibagikan secara gratis tanpa mengubah isinya

3
Daftar Isi
Mutiara Nasihat
Urgensi Risalah

Percikan Ruhiyah
Siapakah manusia paling mulia ?
Berangkat dari ilmu
Tholabul 'ilmi adalah jihad
Siapakah yang terbaik amalnya ?
Ajaklah manusia ke jalan Rabbmu
Di balik gegap gempita gerakan Islam
Sabarlah saudaraku !
Nasihat Ibnul Qayyim
Beragam rintangan menghadang

Bimbingan Praktis
Lelaki Wajib Shalat Berjama'ah di Masjid
Saudariku, Berjilbablah sesuai ajaran Nabimu !

4
Mutiara Nasihat

URGENSI RISALAH

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:


"Risalah (ajaran Rasul) adalah sesuatu yang sangat
dibutuhkan oleh hamba. Mereka pasti sangat
membutuhkannya. Tingkat kebutuhan mereka terhadap
risalah jauh di atas kebutuhan mereka terhadap apapun.
Risalah adalah ruh, cahaya dan kehidupan alam semesta.

Maka kebaikan macam apakah yang akan bisa dicapai


apabila alam semesta telah kehilangan ruh, kehidupan dan
cahaya ? Dunia ini selalu diliputi kegelapan dan terlaknat
kecuali belahan dunia dimana matahari risalah telah terbit
dan bersinar di sana. Maka demikian pula keberadaan
seorang hamba. Selama di dalam hatinya belum memancar
cahaya matahari risalah dan dia belum bisa mereguk
kehidupan dan merasakan gejolak ruhnya, maka
sebenarnya dia masih diliputi kegelapan, dan dia tergolong
orang-orang yang telah menjadi mayat.

5
Allah ta'ala berfirman,
‫أمموممنن مكاَمن ممنيتتاَ فمأمنحيم نيييمناَهه مومجمعنلمناَ لمهه هنوُتراً يمنمششيِ بششه شفيييِ اًل ينياَ ش‬
‫س مكممينن‬
َ‫س بشمخاَشرجج شمنيمها‬ ‫ش ظ ش‬
‫ممثَميلههه فيِ اًلظلهمماَت لمني م‬
“Apakah orang yang telah menjadi mati (hatinya) kemudian
Kami hidupkan dia, dan Kami curahkan cahaya untuk menyinari
jalannya di tengah umat manusia sama keadaannya dengan orang
lain sepertinya yang terus berada dalam kegelapan dan tidak bisa
keluar darinya.” (QS. Al-An’aam : 122).”." (Majmu’ Fatawa,
19/99 dan 93 dinukil dari Ma’alim Ushul Fiqih ‘inda Ahlis
Sunnah wal Jama'ah, DR. Muhammad bin Husain Al-Jizani
hal. 78)

Beliau juga berkata :


"Dzikir bagi hati itu laksana air bagi ikan. Apakah yang
akan terjadi pada ikan apabila dikeluarkan dari dalam air ?"
(Al-Kalimuth Thayyib) Sungguh benar ucapan beliau, karena
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda,
"Perumpamaan orang yang berdzikir (mengingat) Rabbnya dan
orang yang tidak berdzikir kepada Rabbnya adalah sebagaimana
perumpamaan orang yang hidup dan orang yang mati." (HR.
Bukhari dan Muslim)

6
Percikan Ruhiyah

SIAPAKAH MANUSIA PALING MULIA ?

Saudaraku, perjalanan hidup kita tidak hanya berhenti di


bangku perkuliahan saja. Dua puluh empat jam waktu yang
disediakan untuk kita setiap harinya. Bukankah tidak
selama 24 jam itu kita duduk di bangku kuliah dan hanyut
dalam keasyikan mengkaji referensi dan memperluas
cakrawala ? Allah ta'ala berfirman yang artinya,"Demi masa.
Sesungguhnya semua orang berada dalam keadaan rugi, kecuali
orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati
dalam kebenaran dan saling menasihati dalam menetapi
kesabaran." (QS. Al-'Ashr : 1-3)

Nah, apabila engkau telah menyadari bahwa kerugian itu


bisa menimpa siapa saja kecuali insan yang beriman,
beramal salih, serta saling menasihati dalam kebenaran dan
kesabaran maka sudah semestinya kita berjuang bersama
untuk melepaskan diri dari himpitan kerugian ini.

Saudaraku, tidak ada orang yang akan meraih kemuliaan


yang sejati tanpa iman dan takwa. Iman yang kuat
terhunjam di dalam dada, diucapkan dengan lisan dan
direalisasikan dengan perbuatan anggota badan.
Ketakwaan yang muncul dari lubuk hati akan menyinari
mata, pendengaran, tangan dan kaki. Sehingga tidak akan
7
dilakukan kecuali sesuatu yang mengundang cinta dan
ridha Allah. Dan tidak akan segan untuk meninggalkan apa
pun kalau memang hal itu adalah terlarang dan jelek
menurut ketetapan Allah. Inilah sosok manusia dambaan
yang akan meraih derajat mulia di sisi Ar-Rahman.

Allah ta'ala berfirman yang artinya,


"Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah yang ada
diantara kalian adalah orang yang paling bertakwa." (QS. Al-
Hujuraat : 13)

Lantas siapakah diantara kita yang dengan pongah akan


membangga-banggakan banyaknya harta yang dimilikinya,
banyaknya gelar yang disandangnya, tingginya jabatan
yang dimilikinya, ketampanan dan kecantikan wajahnya,
atau sekian banyak penggemar yang memuja-muja
dirinya… apalah artinya itu semua jika kita tidak bertakwa
kepada-Nya ?

Allah yang telah menciptakan alam semesta seisinya. Allah


yang telah menghidupkan kita setelah sebelumnya kita
tidak ada. Allah yang telah memberikan kepada kita
kemampuan untuk melihat, mendengar dan berpikir.
Sungguh jasa Allah jauh di atas segala-galanya ! Akankah
kita menundukkan diri kita kepada selain-Nya ?! Tidak,
sekali-kali tidak…! Karena selain Allah tidak bisa mencipta,
tidak bisa menghidupkan, tidak kuasa menjamin rezki,
duhai…alangkah malang manusia-manusia yang
menghambakan dirinya kepada sesama makhluk yang
sama-sama lemah dan tak berdaya !!! Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam bersabda,"Sungguh celaka hamba
8
dinar, hamba dirham, hamba khamishah, hamba khamilah…
sungguh celaka dan binasa dia !..." (HR. Bukhari)

Allah memerintahkan seluruh umat manusia untuk


beribadah dan tunduk hanya kepada-Nya. Allah subhanahu
wa ta'ala berfirman yang artinya,"Wahai umat manusia,
sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian serta
orang-orang sebelum kalian supaya kalian bertakwa…" (QS. Al-
Baqarah : 21)

BERANGKAT DARI ILMU

Saudaraku, semoga Allah mencurahkan taufik kepada aku


dan kamu. Sesungguhnya untuk bisa beribadah dengan
benar dan menggapai ketakwaan seorang hamba sangat
membutuhkan bekal ilmu sebagaimana kebutuhan seorang
yang berjalan di tengah kegelapan terhadap lentera yang
meneranginya, bahkan jauh lebih daripada itu. Imam
Ahmad berkata,"Umat manusia sangat berhajat kepada ilmu di
atas keperluan mereka terhadap makanan dan minuman.
Makanan dan minuman dalam sehari hanya diperlukan sekali
atau dua kali saja, sementara ilmu diperlukan sebanyak tarikan
nafas." (lihat Al-'Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, Imam Ibnul
Qayyim)

Allah ta'ala berfirman yang artinya,


"Dan janganlah engkau mengikuti segala hal yang engkau tidak
memiliki ilmu tentangnya, karena sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati akan dimintai pertanggungan jawab
seluruhnya." (QS. Al-Isra' : 36) Rasulullah shallallahu 'alaihi

9
wa sallam bersabda,"Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh
Allah maka akan dipahamkan dalam hal agama." (HR. Bukhari)

Seseorang tidak akan bisa bertakwa tanpa cahaya ilmu dari


Allah. Thalq bin Habib berkata,"Takwa adalah engkau beramal
ketaatan kepada Allah dengan landasan cahaya (ilmu) dari Allah
serta mengharapkan pahala Allah. Dan hendaknya engkau
meninggalkan kemaksiatan kepada Allah dengan landasan cahaya
dari Allah serta merasa takut tertimpa hukuman Allah." (lihat
Zaadu da'iyah ilallah, Syaikh Al-'Utsaimin)

THOLABUL ILMI ADALAH JIHAD

Allah ta'ala berfirman yang artinya,"Dan berjihadlah melawan


mereka (orang-orang kafir) dengan jihad yang besar dengan
menggunakannya." (QS. Al-Furqaan : 52) Yang dimaksud
'dengan menggunakannya' bukanlah berjihad dengan senjata,
akan tetapi dengan Al-Qur'an, karena surat Al-Furqaan ini
diturunkan di Mekkah sebelum hijrah, dan pada saat itu
jihad dengan senjata belum diperintahkan. Tafsiran
semacam ini diriwayatkan dari ahli tafsir sahabat yaitu
Abdullah bin 'Abbas radhiyallahu'anhuma. Abud-Darda'
radhiyallahu'anhu berkata,"Barangsiapa yang berpandangan
bahwa hilir mudik dalam rangka menuntut ilmu bukanlah jihad
maka sebenarnya akal dan pikirannya sudah tidak beres."
Menuntut ilmu dikategorikan sebagai (jihad) di jalan Allah
karena dengan ilmu itulah agama Islam ditegakkan,
sebagaimana tegaknya Islam berkat jihad. Oleh sebab itu
agama ini hanya akan tegak sempurna dengan pilar ilmu
dan jihad.

10
Dengan demikian jihad itu ada dua macam; (pertama) Jihad
dengan tangan dan persenjataan, jihad semacam ini bisa
diikuti oleh beragam orang. Yang kedua adalah berjihad
dengan argumen dan keterangan (dari Al-Qur'an dan As-
Sunnah); dan ini merupakan kategori jihad yang hanya bisa
dilakukan oleh pengikut Rasul kalangan khusus. Inilah
jihad para imam (ulama). Ia merupakan jihad paling utama
diantara dua macam jihad tersebut. Inilah jihad yang
dikobarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di
Mekah, jihad dengan bersenjatakan ayat-ayat Al-Qur'an.
Mu'adz bin Jabal radhiyallahu'anhu berkata,"Wajib atas kalian
menuntut ilmu (agama). Mempelajari ilmu karena Allah adalah
khasyah (rasa takut). Mengajarkannya dinilai ibadah. Saling
mengingatkan tentang ilmu adalah tasbih, dan membahas
persoalan ilmu termasuk jihad." (lihat Muqaddimah Al-'Ilmu,
fadhluhu wa syarafuhu, Syaikh 'Ali bin Hasan)

Lalu dimanakah para pemuda yang tertarik dengan jihad


ini ? Dimanakah mereka ? Ketika para ulama rela
mencurahkan umur mereka untuk ilmu, dakwah dan jihad,
mendekam di dalam penjara, ditekan dan dihujat oleh
musuh-musuhnya,….

Semoga Allah merahmati salah seorang ulama kita yang


berkata,"Segala puji bagi Allah, Dzat yang telah menjadikan
pada setiap masa kekosongan Rasul sisa-sisa para ulama yang
mendakwahi orang yang sesat menuju hidayah. Mereka
senantiasa bersabar terhadap gangguan yang diberikan. Dengan
Kitabullah mereka hidupkan orang-orang yang telah mati
hatinya. Dengan Kitabullah mereka membukakan mata hati
orang-orang yang telah buta hatinya. Betapa banyak korban
11
keganasan iblis yang telah mereka hidupkan hatinya. Dan betapa
banyak orang bingung dan sesat yang dapat mereka tunjukkan
kepada hidayah. Alangkah besar jasa mereka terhadap umat
manusia. Akan tetapi betapa jelek balasan mereka terhadap para
ulama. Mereka berjuang menepis penyimpangan Kitabullah yang
diperbuat oleh kaum yang melampaui batas. Mereka tepis ulah
para penolak kebenaran. Dan mereka tolak ta'wil orang-orang
yang jahil." (lihat muqaddimah Al-Mujalla fii Syarhi
Qawaa'idil Mutsla, Kamilah Al-Kiwari)

SIAPAKAH YANG TERBAIK AMALNYA ?

Saudaraku, kehidupan dunia ini adalah kesempatan untuk


beramal dan belum ada hisab (perhitungan amal).
Sedangkan di akhirat nanti, yang ada adalah perhitungan
dan tidak ada lagi kesempatan untuk beramal. Oleh sebab
itu hendaknya waktu yang sementara ini kita manfaatkan
sebaik-baiknya.

Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata,"Salah satu bukti


kebijaksanaan takdir dan hikmah ilahiyah yaitu barangsiapa
yang meninggalkan apa yang bermanfaat baginya, padahal
memungkinkan baginya untuk memetik manfaat itu lantas
dia tidak mau memetiknya, maka dia akan menerima
cobaan berupa disibukkan dengan hal-hal yang
mendatangkan madharat terhadap dirinya. Barangsiapa
meninggalkan ibadah kepada ar-Rahman, niscaya dia akan
disibukkan dengan ibadah kepada berhala-berhala. Barangsiapa
meninggalkan cinta, harap dan takut kepada Allah maka niscaya
dia akan disibukkan dalam kecintaan kepada selain Allah,
berharap dan takut karenanya. Barangsiapa tidak menginfakkan
12
hartanya dalam ketaatan kepada Allah niscaya dia akan
menginfakkannya dalam mentaati syaithan. Barangsiapa
meninggalkan merendahkan diri dan tunduk kepada Rabb-nya
niscaya dia akan dicoba dengan merendahkan diri dan tunduk
kepada hamba. Barangsiapa meninggalkan kebenaran niscaya dia
akan dicoba dengan kebatilan." (Tafsir surat Al-Baqarah ayat
101-103, Taisir al-Karim ar-Rahman hal. 60-61)

Maka kesempatan hidup yang singkat ini harus


dimanfaatkan untuk melakukan amal terbaik. Allah ta'ala
berfirman yang artinya,"Dia lah Allah yang telah menciptakan
kematian dan kehidupan untuk menguji kalian; siapakah diantara
kalian yang terbaik amalnya." (QS. Al-Mulk : 2)

Fudhail bin 'Iyadh mengatakan bahwa orang yang terbaik


amalnya adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Yang
dimaksud paling ikhlas ialah amal yang hanya
dipersembahkan untuk Allah. Sedangkan yang dimaksud
paling benar adalah amal yang paling sesuai dengan
tuntunan Rasulullah. Karena amal yang tidak ikhlas tidak
akan diterima. Begitu pula amal yang tidak mengikuti
tuntunan juga tidak akan diterima. Oleh sebab itu amal
akan diterima apabila memenuhi kedua syarat tersebut :
ikhlas dan sesuai tuntunan. Ikhlas atau tauhid merupakan
konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah. Dan mengikuti
tuntunan (mutaba'ah) adalah konsekuensi dari syahadat
anna Muhammadar rasulullah.

AJAKLAH MANUSIA KE JALAN RABBMU

13
Mengajak umat manusia untuk mentauhidkan Allah
adalah tugas mulia yang diemban oleh para Rasul
‘alaihimush shalatu was salaam dan juga jalan hidup orang-
orang yang mengikuti mereka dengan baik. Apabila
seorang hamba telah mengenal sesembahannya, mengenal
Nabinya, dan mengenal hakikat ajaran agamanya, dan
Allah pun telah mengaruniakan kepadanya taufik
(pertolongan) sehingga bisa mengamalkan ajaran itu maka
kewajibannya sekarang adalah berupaya menyelamatkan
saudara-saudaranya yang lain; yaitu dengan cara
mendakwahi mereka agar mengikuti tuntunan Allah ‘azza
wa jalla.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Ali bin


Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pada saat pemberangkatan
pasukan menuju peperangan Khaibar,“Berangkatlah dengan
tenang sampai engkau tiba di medan pertempuran mereka.
Kemudian ajaklah mereka untuk memeluk Islam dan beritahukan
kepada mereka tugas kewajiban Islam yang harus mereka
tunaikan kepada Allah ta'ala. Demi Allah, apabila Allah
memberikan petunjuk melalui perantara dirimu kepada seorang
saja itu lebih utama bagimu daripada hewan-hewan ternak yang
paling mahal” (Hadits ini disepakati keshahihannya, muttafaq
‘alaih)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda dalam sebuah


hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Barangsiapa
menyeru kepada petunjuk maka dia akan mendapatkan pahala
seperti pahala orang-orang yang mengikutinya. Dan hal itu
tidaklah mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan barangsiapa
yang menyeru kepada kesesatan maka dia akan memperoleh dosa
14
seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi
sedikitpun dosa orang yang mengikuti mereka”. Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang juga
diriwayatkan oleh Muslim,“Barangsiapa yang menunjukkan
kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala
orang yang melakukannya." (lihat Syarhu Tsalatsatil Ushul,
Syaikh Al-'Utsaimin)

DI BALIK GEGAP GEMPITA GERAKAN ISLAM

Saudaraku, kebangkitan para pemuda dan pemudi yang


begitu bersemangat membela dan memperjuangkan Islam
merupakan perkara yang menggembirakan. Sungguh niat
baik mereka patut untuk dihargai. Namun tatkala berbagai
macam gerakan dakwah yang ada justru memecah belah
kesatuan kaum muslimin ke dalam berbagai macam manhaj
(metode beragama), aliran (firqah) dan golongan (hizb)
maka maraknya gerakan ini justru menyebabkan kaum
muslimin mengalami kemunduran dan terjebak dalam
kabut penyimpangan. Keyakinan mereka terkotori oleh
pemikiran yang asing dari Islam. Amalan mereka
tercampuri perbuatan-perbuatan syirik dan bid'ah yang
mengancam stabilitas keimanan.

Benarlah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,"Umatku ini


akan berpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya berada di
neraka kecuali satu, yaitu al-jama'ah." (HR. Ahmad,
dihasankan Al-Hafizh Ibnu Hajar) Dalam riwayat lain
disebutkan bahwa mereka itu adalah,"Orang-orang yang
beragama sebagaimana aku (Rasulullah) dan para sahabatku."

15
(HR. Tirmidzi, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam
Shahihul Jaami' : 5219)1

Inilah takdir Allah ta'ala kepada umat ini. Mereka berpecah


belah. Namun bukan berarti kita boleh tinggal diam karena
Allah telah memerintahkan kita untuk berpegang teguh
dengan tali Allah dan tidak berpecah belah. Allah ta'ala
berfirman yang artinya,"Berpegang teguhlah kalian semua
dengan tali Allah dan janganlah berpecah belah…" (QS.
Ali-'Imran : 103)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun


bersabda,"Barangsiapa diantara kalian yang masih hidup
sesudahku maka pasti akan melihat banyak perselisihan. Oleh
karena itu wajib atas kalian untuk mengikuti ajaranku
(sunnahku) dan sunnah khulafa'ur rasyidin. Gigitlah ia dengan
gigi-gigi geraham. Dan jauhilah perkara-perkara yang diada-
adakan. Karena setiap yang diada-adakan (dalam urusan agama)
adalah bid'ah. Dan setiap pasti sesat.." (HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi)2

1
Lihat Minhaaj Al-Firqah An-Naajiyah, hal. 7
2
Imam Nawawi mengatakan : (hadits ini) diriwayatkan oleh Abu
Dawud dan Tirmidzi. Beliau (Tirmidzi) menilainya ‘Hadits hasan
shahih’. Pentakhrij Ad Durrah As Salafiyah menyebutkan bahwa
derajat hadits ini : shahih. Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad
(4/126), Abu Dawud (4607), Tirmidzi (2676), Al Haakim (1/174),
Ibnu Hibaan (1/179) serta dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam
Shahihul Jaami’ hadits no. 2549 (lihat Ad Durrah As Salafiyyah Syarh
Al Arba’in An Nawawiyah, cet. Markaz Fajr lith Thab’ah hal. 199)
16
Kebenaran hanya satu. Janganlah tertipu dengan
ungkapan,"Tidak mengapa kita berbeda. Toh niat kita sama,
yaitu memperjuangkan Islam. Seperti halnya 2 sisi rel kereta api
yang terpisah namun menuju ke arah yang sama." Duhai,
saudaraku buanglah jauh-jauh perumpamaan itu. Ingatlah
perumpamaan Nabi yang mulia. Tatkala beliau membuat
sebuah garis lurus di atas tanah dan kemudian menorehkan
garis-garis lain yang bercabang ke arah kanan dan kiri.
Beliau menunjuk satu garis lurus itu seraya membacakan
ayat,"Dan bahwasanya yang Kami perintahkan adalah mengikuti
jalanku yang lurus ini, ikutilah ia dan janganlah kalian mengikuti
jalan-jalan yang lain. Karena hal itu akan memecah belah kalian
dari jalan-Nya." (QS. Al-An'aam : 153) (HR. Ahmad dan An-
Nasa'i)3

Maka cukuplah nasihat Imam Malik untuk kita. Beliau


berkata,"Keadaan akhir umat ini tidak akan menjadi kecuali
dengan sesuatu yang telah membuat baik generasi awalnya."
Sebagaimana generasi awal umat ini berhasil meraih
kejayaan dengan bekal Al-Qur'an dan As-Sunnah maka
demikian pula generasi akhirnya. Banyak gerakan dakwah
yang mengaku mengikuti keduanya (Al-Qur'an dan As-
Sunnah), namun ternyata pada prakteknya mereka justru
melecehkannya. Sehingga hadits-hadits Nabi yang sah pun
mereka tolak gara-gara bertentangan dengan prinsip tokoh
jama'ahnya. Sampai-sampai para ulama yang mumpuni
dalam keduanya pun terpaksa harus dijatuhkan
kredibilitasnya. Jadilah mereka sosok murabbi
(pembimbing dan pendidik) yang gagal mentarbiyah

3
Lihat Minhaaj Al-Firqah An-Naajiyah, hal. 7
17
jama'ahnya menurut tarbiyah yang diajarkan Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam. Inilah akibat tindakan
menyimpang dari petunjuk para sahabat dan ulama salaf
(terdahulu) dalam hal ilmu, amal dakwah dan jihad.

Padahal Rasulullah telah mengingatkan,"Allah tidak akan


mencabut kehinaan yang menimpa kalian hingga kalian kembali
kepada ajaran agama kalian (yang murni)." (lihat Silsilah Ash-
Shahihah) Inilah kunci kemenangan dakwah Islam : kembali
kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman para
sahabat dan para ulama salaf yang mengikuti jejak mereka
hingga hari kiamat. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
mengabarkan di dalam sabdanya,"Akan senantiasa ada
sebuah kelompok manusia di kalangan umatku yang tetap tegak di
atas kebenaran. Orang-orang yang menghinakan mereka tidak
akan sanggup memudharatkan mereka hingga datang ketetapan
Allah (hari kiamat)." (HR. Muslim)

Imam Ahmad berkata,"Kalau mereka bukan ahlul hadits maka


aku tidak tahu lagi siapakah mereka itu." Imam Al-Auza'i
berkata,"Wajib bagi kalian meniti jejak kaum salaf (pendahulu;
para sahabat), meskipun banyak orang yang menolak kalian. Dan
jauhilah pendapat-pendapat orang meskipun mereka menghias-
hiasinya dengan ucapan yang indah." (lihat Lum'atul I'tiqad,
Imam Ibnu Qudamah)

SABARLAH SAUDARAKU !

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah


berkata, “Sabar adalah menabahkan diri dalam menjalankan
ketaatan kepada Allah, menahan diri dari perbuatan maksiat
18
kepada Allah serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah
dalam menghadapi takdir Allah (yang terasa menyakitkan, pent).
Dia menahan jiwanya dari sikap marah, rasa tidak puas dan sikap
putus asa (malas). Sehingga dia senantiasa berada dalam keadaan
bersemangat dan giat mendakwahkan agama Allah meskipun
harus menerima gangguan orang. Karena sesungguhnya adanya
gangguan orang yang menimpa para da’i yang mengajak kepada
kebaikan merupakan kebiasaan orang kecuali orang-orang yang
mendapatkan hidayah dari Allah” (lihat Syarh Tsalatsatil Ushul,
hal. 24)

Allah berfirman yang artinya,“Sesungguhnya balasan pahala


bagi orang-orang yang sabar adalah tidak terbatas” (QS. Az-
Zumar : 10) Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
rahimahullah berkata di dalam kitab tafsirnya,“Ayat ini
berlaku umum untuk semua jenis kesabaran. (Pertama) Sabar
dalam menghadapi takdir Allah yang terasa menyakitkan, yaitu
hamba tidak merasa marah karenanya. (Kedua) Sabar dari berbuat
kemaksiatan kepada-Nya, yaitu dengan cara tidak berkubang di
dalamnya. (Ketiga) Bersabar dalam melaksanakan ketaatan
kepada-Nya, sehingga diapun merasa lapang dalam
melakukannya. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang sabar
pahala untuk mereka yang tanpa hitungan, artinya tanpa batasan
tertentu maupun angka tertentu ataupun ukuran tertentu. Dan
hal itu tidaklah bisa diraih kecuali disebabkan karena begitu
besarnya keutamaan sifat sabar dan agungnya kedudukan sabar di
sisi Allah, dan menunjukkan pula bahwa Allahlah penolong
segala urusan.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 721)

Imam Ibnu Taimiyah mengatakan,"Bish-shabri wal yaqiin,


tunaalu al-imaamatu fid-dien." Artinya : dengan bekal
19
kesabaran dan keyakinan maka akan bisa digapai
kepemimpinan agama. Allah ta'ala berfirman yang
artinya,"Dan kami angkat orang-orang diantara mereka sebagai
pemimpin yang berjalan dengan petunjuk agama Kami yaitu
tatkala mereka mau bersabar dan senantiasa meyakini ayat-ayat
Kami." (QS. As-Sajdah : 24)

NASIHAT IBNUL QAYYIM

Berikut ini sepuluh nasihat Ibnul Qayyim rahimahullah


untuk menggapai kesabaran diri agar tidak terjerumus
dalam perbuatan maksiat
1. Hendaknya setiap hamba menyadari betapa buruk,
hina dan rendah perbuatan maksiat. Dan hendaknya
dia memahami bahwa Allah mengharamkan dan
melarang perbuatan maksiat demi menjaga diri
hamba dari terjerumus dalam perkara-perkara yang
keji dan rendah. Sebagaimana halnya seorang ayah
yang sangat sayang kepada anaknya benar-benar
menjaga anaknya agar tidak terkena sesuatu yang
membahayakannya.
2. Merasa malu kepada Allah… Karena sesungguhnya
apabila seorang hamba menyadari pandangan Allah
yang selalu mengawasi dirinya dan menyadari
betapa tinggi kedudukan Allah di matanya, dan dia
pun sadar bahwa perbuatannya dilihat dan didengar
Allah maka tentu saja dia akan merasa malu
melakukan hal-hal yang dapat membuat murka
Rabbnya…. Dan rasa malu itu lah yang akan
menyebabkan terbukanya mata hati sehingga

20
membuat anda bisa melihat seolah-olah anda sedang
berada di hadapan Allah…
3. Senantiasa menjaga nikmat Allah yang dilimpahkan
kepadamu dan mengingat-ingat perbuatan baik-Nya
kepadamu ….
apabila engkau berlimpah nikmat
maka jagalah,
karena maksiat akan membuat nikmat hilang
lenyap……………………………………………
barangsiapa tidak mau bersyukur dengan nikmat
yang diberikan Allah kepadanya maka dia akan
disiksa dengan nikmat itu sendiri
4. Merasa takut kepada Allah dan khawatir tertimpa
hukuman-Nya
5. Mencintai Allah … karena seorang kekasih tentu
akan mentaati sosok yang dikasihinya…. Karena
sesungguhnya perbuatan maksiat itu hanya akan
muncul disebabkan lemahnya rasa cinta
6. Menjaga kemuliaan dan kesucian diri serta
memelihara kehormatan dan kebaikannya …. Sebab
perkara-perkara inilah yang akan bisa membuat
dirinya merasa mulia dan rela meninggalkan
berbagai perbuatan maksiat….
7. Memiliki kekuatan ilmu tentang betapa buruknya
dampak perbuatan maksiat serta jeleknya akibat
yang ditimbulkannya dan juga bahaya yang timbul
sesudahnya yaitu berupa muramnya wajah,
kegelapan hati, sempitnya hati dan gundah gulana
yang menyelimuti diri. …karena dosa-dosa itu akan
membuat hati menjadi mati…

21
8. Memupus buaian angan-angan yang tak ada
gunanya. Hendaknya setiap insan menyadari bahwa
dia tidak akan tinggal selamanya di alam dunia. Dan
mestinya dia sadar kalau dirinya hanyalah
sebagaimana tamu yang singgah di sana, dia akan
segera berpindah darinya. Sehingga tidak ada
sesuatupun yang akan mendorong dirinya untuk
semakin menambah berat beban tanggungan dosa.
Hal itu dikarenakan dosa-dosa itu jelas akan
membahayakan dirinya dan sama sekali tidak akan
memberikan manfaat apa-apa
9. Hendaknya ia menjauhi sikap berlebihan dalam hal
makan, minum dan berpakaian. Karena
sesungguhnya besarnya dorongan untuk berbuat
maksiat hanyalah muncul dari akibat berlebihan
dalam perkara-perkara tadi. Dan diantara sebab
terbesar yang menimbulkan bahaya bagi diri seorang
hamba adalah…. waktu senggang dan lapang yang
dimilikinya….Karena jiwa manusia tidak akan
pernah mau duduk diam tanpa ada
kegiatan….sehingga apabila dia tidak disibukkan
dengan hal-hal yang bermanfaat maka tentulah dia
akan disibukkan dengan hal-hal yang berbahaya
baginya
10. Sebab terakhir adalah sebab yang merangkum sebab-
sebab di atas… yaitu kekokohan pohon keimanan
yang tertanam kuat di dalam hati…. Kesabaran
hamba untuk menahan diri dari perbuatan maksiat
itu sangat tergantung pada kekuatan imannya.
Semakin kokoh imannya maka kesabarannya pun
akan semakin kuat…dan apabila imannya melemah
22
maka sabarnya pun melemah…. Barangsiapa
menyangka bahwa dia akan sanggup meninggalkan
berbagai macam penyimpangan dan perbuatan
maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh maka
sungguh dia telah keliru
(lihat 'Asyru nashaa'ih libnil Qayyim li shabri 'anil ma'shiyah,
www.ar.islamhouse.com)

BERAGAM RINTANGAN MENGHADANG

Berikut ini rintangan-rintangan kehidupan yang harus


dihadapi oleh muslim dan muslimah. Hendaknya kita
waspada agar perjalanan kita menuju ridha Allah tidak
terputus di tengah jalan gara-gara tidak sanggup mengatasi
rintangan-rintangan ini.
1. Kekafiran
2. Kemusyrikan
3. Kemunafikan
4. Kefasikan dan kemaksiatan
5. Pelanggaran hak
6. Perbuatan keji dan munkar
7. Berbicara tentang agama tanpa ilmu
8. Kebodohan
9. Kebid'ahan
10. Dosa-dosa besar
11. Pemahaman Murji'ah4
12. Pemahaman Jabariyah5
13. Terlena dengan kesenangan dunia

4
Menganggap dosa tidak merusak iman
5
Menganggap manusia dipaksa oleh Allah
23
14. Godaan syaitan
15. Rayuan hawa nafsu
16. Bisikan syahwat
17. Dosa-dosa kecil
18. Terlena dengan hal-hal yang mubah sampai
melalaikan yang wajib
19. Asyik mengerjakan sesuatu yang kurang penting
dan lalai dari yang lebih penting
20. Teror dan intimidasi iblis dan bala tentaranya

Saudaraku, perhatikanlah segala perbuatan buruk yang


pernah kita lakukan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya
bahaya yang amat besar sedang mengancam kita. Oleh
sebab itu maka marilah kita mengintrospeksi diri kita
masing-masing :

Apakah syaithan berhasil menjegal kita dengan kekafiran?


Apakah dia berhasil menjegal kita dengan kemusyrikan?
Ataukah dia berhasil menjegal kita dengan kefasikan, atau
melakukan kemaksiatan ? Atau barangkali dia berhasil
menyeret kita menganut pemahaman Murji’ah ? Ataukah
kita justru berhasil diseretnya menganut pemahaman
Jabriyah ?

Dan apabila ternyata syaithan telah berhasil menjerat anda


dengan salah satu rintangan tersebut maka sadarilah bahwa
anda tengah berada di tepi jurang kebinasaan apabila tidak
segera berintrospeksi dan bergegas meraih kebaikan-
kebaikan yang telah luput, Allah Ta'ala berfirman yang
artinya, “Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang
diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya kemudian dia justru
24
berpaling meninggalkannya dan dilupakannya semua keburukan
yang telah diperbuat oleh tangannya” (QS. Al-Kahfi : 57)

Maka bergegaslah wahai saudaraku. Kerahkan


kesungguhanmu. Singkirkan kebiasaan banyak tidur dan
tinggalkan sikap malas. Raihlah kebaikan yang luput
darimu dengan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu
(agama) dan beramal dengannya. Bebaskan dirimu dari
sifat lemah yang muncul sebagai dampak perbuatan
maksiat dengan cara bertaubat; menyesali dosa dan
beristighfar dengan tekad yang jujur (untuk tidak
mengulangi dosa, pent). Agar engkau bisa segera terlepas
dari rintangan-rintangan ini, satu demi satu.

25
Menitalah perlindungan kepada Allah agar selamat dari
godaan syaithan. Allah ta'ala berfirman yang artinya,"Dan
jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan Maka berlindunglah
kepada Allah (Maksudnya: membaca A'udzubillahi minasy-
syaithaanir-rajiim)." (QS. Al-A'raaf : 200) Allah ta'ala
berfirman,"Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu
gangguan, Maka mohonlah perlindungan kepada Allah.
Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha
mengetahui." (QS. Fushshilat : 36)

Sehingga di hadapanmu tidak akan tersisa lagi jeratan


syaithan kecuali teror dan intimidasi iblis serta bala
tentaranya dari kalangan jin dan manusia. Karena untuk
rintangan yang satu ini tidak ada seorang pun yang berhasil
melewatinya kecuali dengan bekal kesabaran dan
keyakinan serta dengan senantiasa memohon pertolongan
Allah ‘Azza wa Jalla dalam berjuang melawan musuhnya.
Apabila hal itu telah diraih maka niscaya engkau akan
mendapatkan anugerah martabat mulia dan derajat yang
tinggi di surga. Allah Ta'ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa tinggal di dalam
taman-taman surga dan sungai-sungai di tempat yang disenangi
di sisi Tuhan Yang berkuasa” (QS. Al-Qomar : 54-55)
(disarikan dari 'Isyruuna 'uqbatan fii thariiqil muslim yajibul
hadzru minhaa, Darul Wathan. Dengan sedikit penambahan)

Saudara-saudaraku sekalian, marilah kita bersihkan hati-


hati kita dari dosa dan kesyirikan. Karena di hari kiamat
nanti tidak akan bermanfaat lagi banyaknya harta dan
keturunan. Berapapun harta yang anda punya, emas
sebesar gunung atau bahkan sepenuh bumi sekalipun, itu
26
semua tidak ada artinya jika anda berjumpa dengan-Nya
tanpa hati yang bersih. Tidak ada artinya banyaknya anak
cucu, walaupun mereka memiliki kedudukan dan jabatan
tertinggi di atas muka bumi, apabila anda tidak
menghadap-Nya dengan hati yang suci. Allah Ta'ala
berfirman yang artinya,“Pada hari dimana tidak bermanfaat
lagi harta dan keturunan, kecuali orang yang menghadap Allah
dengan hati yang selamat” (QS. Asy-Syu’araa’ : 88-89). Imam
Ibnu Katsir berkata : (hati yang selamat) artinya selamat
dari dosa dan kesyirikan. Sa’id bin Al-Musayyib
mengatakan : hati yang selamat adalah hatinya orang
beriman, karena hati orang kafir dan munafiq itu sakit…
Abu ‘Utsman An-Naisaburi mengatakan : (hati yang
selamat) adalah hati yang bersih dari bid’ah dan merasa
tentram dengan As-Sunnah (Tafsir Ibnu Katsir, III/48).

Allahumma innii zhalamtu nafsi zhulman katsiiran wa laa


yaghfirudz dzunuuba illa anta, faghfirlii maghfiratan min ‘indik,
warhamni, innaka antal Ghafuurur Rahiim.
'Ya Allah, sesungguhnya hamba telah banyak berbuat
zhalim terhadap diri sendiri. Tiada yang bisa mengampuni
dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah hamba dengan
maghfirah dari sisi-Mu. Rahmatilah hamba, sesungguhnya
hanya Engkau Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.' (HR. Bukhari-Muslim, Ad-Du’a minal Kitab wa
Sunnah DR. Sa'id bin Wahf Al-Qahthani, hal. 46).

27
Bimbingan Praktis

LELAKI WAJIB SHALAT BERJAMA'AH DI


MASJID

Dalil dari Al-Qur’an


Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan apabila kamu berada
di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah
segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan
menyandang senjata, Kemudian apabila mereka (yang shalat
besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka
hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi
musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum
bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan
hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. ..” (QS.
An-Nisaa’ : 102) Ayat ini berbicara tentang shalat khauf
ketika dalam keadaan perang.

Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “…Di dalam


ayat ini Allah ‘azza wa jalla memerintahkan ditegakkannya shalat
jama’ah dan membagi pasukan menjadi dua golongan (yang satu
shalat dan satunya bersiaga menghadapi musuh dan keduanya
tetap shalat jama’ah, red) maka dapat dipetik pelajaran darinya
bahwa shalat jama’ah adalah fardhu ‘ain. Sisi argumentasinya
ialah; seandainya hal itu adalah fardhu kifayah niscaya kewajiban

28
itu sudah gugur dengan sebab shalatnya kelompok yang
pertama.” (Syarhu Shalatil jama’ah, hal. 14-15)

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan, “Pada


ayat di atas Allah mewajibkan kaum muslimin untuk
mengerjakan shalat berjama’ah dalam keadaan perang. Bagaimana
bila keadaan damai ?! Jika seorang muslim diperbolehkan oleh
Allah untuk meninggalkan shalat berjama’ah, tentu kaum
muslimin lain yang tengah berbaris menghadapi serangan musuh
dan tengah dalam keadaan yang sangat terancam dibolehkan
meninggalkan shalat berjama’ah. Tetapi di dalam ayat di atas
perintah Allah tidak demikian. Dari sini kita dapat mengetahui
bahwa shalat berjama’ah merupakan kewajiban utama. Oleh
karenanya seorang muslim tidak dibenarkan meninggalkan
kewajiban tersebut.”6

Syaikh Al-Albani rahimahullah setelah menyebutkan ayat


102 dari surat An Nisaa’ di atas mengatakan, “Dalil ini dapat
dilihat dari dua sisi :
Pertama : Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan shalat
jama’ah kepada mereka walaupun dalam kondisi takut (perang),
dan perintah ini menunjukkan kewajiban shalat jama’ah dalam
kondisi takut. Terlebih lagi ketika dalam kondisi aman, maka
perintah ini menunjukkan wajibnya shalat jama’ah. Kedua :
Bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala mensunnahkan shalat

6
lihat Sifat Shalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, terjemah dari
Ash-Shalah, Shifatu Shalati Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan
Wujubu adaa’i shalati fil jama’ah, hal. 24-25, penerbit Ditjen
Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI bekerjasama
dengan Al-Haramain Islamic Foundation Perwakilan Jakarta
Indonesia
29
khauf dengan berjama’ah, dan membolehkan melakukan gerakan
di dalam shalat yang tidak boleh dilakukan tanpa udzur, seperti
membelakangi kiblat atau gerakan-gerakan di luar shalat. Ulama
sepakat bahwa gerakan-gerakan ini dan demikian juga
memisahkan diri dari imam sebelum imam mengucapkan salam,
tidak boleh dilakukan tanpa ada udzur. Kesemuanya kalau
dilakukan tanpa udzur, maka akan membatalkan shalat.
Seandainya shalat jama’ah tidak wajib, niscaya mereka telah
melakukan sesuatu yang berbahaya yaitu melakukan hal-hal yang
membatalkan shalat dan meninggalkan kewajiban mengikuti
shalat hanya karena mengamalkan sesuatu yang sunnah. Di sisi
lain, sangat mungkin sekali mereka melaksanakan shalat secara
sendiri-sendiri dengan sempurna. Hal ini menunjukkan wajibnya
shalat jama’ah.” (Tamamul Minnah, hal. 276-277)7

Dalil dari Hadits Nabi


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Sungguh aku pernah bertekad untuk memerintahkan shalat
ditegakkan lalu aku perintahkan kepada seorang lelaki untuk
mengimami orang-orang. Kemudian sesudah itu, aku akan pergi
bersama beberapa orang lelaki dengan membawa tumpukan kayu
bakar menuju suatu kaum yang tidak hadir shalat (jama’ah)
untuk kemudian akan kubakar rumah-rumah mereka dengan api.”
(HR. Bukhari (644), Muslim (129/2) dari Abu Hurairah
radhiyallahu’anhu) Syaikh Al-‘Utsaimin menjelaskan bahwa
seandainya shalat tersebut (yakni shalat jama’ah) bukan
suatu kewajiban maka niscaya ucapan Nabi ini adalah
sesuatu yang sia-sia belaka. Lalu mengapa Nabi tidak jadi

7
dinukil dari Ensiklopedi Fatwa Syaikh Albani, hal. 132-133
Penerbit Pustaka As-Sunnah
30
melakukannya ? Beliau menerangkan bahwa alasannya
-wallahu a’lam- adalah karena tidak diperbolehkan
menghukum dengan api (membakar orang) kecuali Allah
saja. Dan penunjukan wajib ini semakin diperkuat dengan
adanya seorang lelaki buta yang meminta izin kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam untuk tidak ikut shalat jama’ah di
masjid. Maka Nabi bertanya kepadanya, “Apakah kamu
mendengar seruan (adzan) ?” Dia menjawab, “Iya.” Maka Nabi
pun memerintahkan kepadanya, “Kalau begitu maka penuhilah
panggilan itu.” (HR. Muslim (653,255) dari Abu Hurairah
dan lelaki buta tersebut adalah Ibnu Ummi Maktum) (lihat
Syarhu Shalatil Jama’ah, hal. 15) Nah, di dalam hadits orang
buta ini Nabi telah dengan tegas memerintahkannya untuk
tetap datang ke masjid. Dan berdasarkan kaidah ushul fikih
perintah itu menunjukkan wajibnya sesuatu yang
diperintahkan, kecuali apabila ada dalil lain yang
memalingkannya dari hukum asal.

Diriwayatkan bahwa Ibnu Ummi Maktum radhiyallah’anhu


pernah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku tidak punya penglihatan (buta), rumahku jauh
dan aku tidak memiliki penuntun yang senantiasa menemaniku.
Apakah ada untukku keringanan untuk shalat di rumahku?”
Nabi bertanya, “Apakah engkau mendengar adzan?” Orang itu
menjawab, “Ya!” Lalu Nabi bersabda, “Sungguh aku tidak
mendapati keringanan bagimu.” (HR. Abu Dawud no. 552
dinilai hasan shahih oleh Al Albani dalam Shahih Sunan Abu
Dawud 1/110) Dalam lafazh lain disebutkan, ia berkata,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya di kota Madinah banyak
hewan buas.” Maka Nabi bersabda,“Apakah engkau mendengar
Hayya ‘alash shalah ! Hayya ‘alal falah ! ?” Maka sambutlah
31
dengan segera.” (HR. Abu Dawud no. 553 dishahihkan Al
Albani) Di dalam hadits ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
menegaskan bahwa beliau tidak menemukan keringanan
bagi seorang muslim (lelaki) untuk tidak hadir dalam shalat
jama’ah selama dia mendengar seruan adzan. Sebab apabila
ada pilihan bagi seorang muslim antara shalat sendirian
atau shalat berjama’ah, maka orang buta yang telah datang
kepada Nabi sangat berhak diberi pilihan tersebut. Sebab
dia mempunyai enam alasan, yaitu :
1. Matanya buta
2. Tempat tinggalnya jauh dari masjid
3. Banyak hewan buas di Madinah
4. Tidak punya penuntun
5. Lanjut usia
6. Banyak batang-batang korma dan pohon-pohon
antara tempatnya dengan masjid
(lihat Ash-Shalah karya Ibnul Qayyim hal. 76, Shahih
Targhib wat Tarhib hal. 173)8

Di dalam hadits lain yang dikeluarkan oleh para penyusun


Kitab Sunan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mendengar seruan (adzan) kemudian tidak
mendatanginya maka tidak ada shalat baginya kecuali apabila dia
memang punya alasan (yang dibenarkan).” (Shahih, HR. Ibnu
Majah (793), Ad Daruquthni (1/420) dari Ibnu Abbas
radhiyallahu’anhuma, hadits ini dishahihkan para ulama

8
diambil dari Meraih berkah dengan Shalat Berjama’ah penerbit
Pustaka At-Tazkia, hal. 22-23 karya Syaikh DR. Sa’id bin Wahf Al-
Qahthani dengan sedikit perubahan

32
seperti Ibnul Qayyim, Syaikh Al-Albani dan Syaikh bin Baz
rahimahumullah) Syaikh Sa’id Al-Qahthani hafizhahullah
mengatakan,“Dalil ini menunjukkan, shalat jama’ah itu adalah
fardhu ‘ain. Penulis (Syaikh Sa’id, red) mendengar Syaikh Abdul
Aziz bin Abdullah bin Baz berkata, “Makna tidak sah shalatnya
adalah tidak sempurna shalatnya. Mayoritas ulama berpendapat
tentang sahnya shalat walaupun sendirian.” (lihat Meraih
berkah dengan Shalat Berjama’ah, hal. 24)

Terdapat hadits shahih di dalam riwayat Imam Muslim dari


Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau mengatakan,
“Sungguh aku telah melihat diri-diri kami (para sahabat) dahulu
–ketika masih bersama-sama dengan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam- dan ternyata tidak ada seorangpun yang
tertinggal (tidak turut) shalat berjama’ah kecuali orang munafik
yang jelas-jelas dikenal kemunafikannya. Dan sungguh dahulu
sampai-sampai pernah ada seorang lelaki yang diantar (ke masjid)
dalam keadaan dipapah oleh dua orang lelaki sehingga
diberdirikan di dalam deretan shaf.” (HR. Muslim (654, 656)
secara mauquf kepada beliau)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa tidak menghadiri


shalat jama’ah termasuk tanda-tanda orang munafik yang
telah diketahui kemunafikannya. Sementara itu, tanda-
tanda kemunafikan tentu bukan karena meninggalkan hal-
hal mustahab (sunnah), bukan pula karena melakukan hal-
hal yang makruh. Sudah lumrah bagi orang yang meneliti
dengan baik tanda-tanda kemunafikan yang disebutkan
dalam hadits bahwa kemunafikan itu disebabkan karena
perbuatan meninggalkan sesuatu yang wajib atau
melakukan perbuatan haram. Oleh karena itulah pantas
33
apabila Sahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma
mengatakan, “Dahulu kami, ketika tidak mendapati seseorang
dalam (jama’ah) shalat Isya dan shalat Shubuh maka kami
berburuk sangka padanya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah) (lihat
Meraih berkah dengan Shalat Berjama’ah, hal. 26-28)

Jadi pendapat yang kuat ialah yang menyatakan bahwa


shalat berjama’ah bagi kaum lelaki adalah wajib ‘ain.
Adapun pendapat lain yang menyatakan bahwa ia adalah
wajib kifayah atau sunnah adalah pendapat yang lemah,
demikian penjelasan Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah (lihat
Syarh Shalat Jama’ah, hal. 22) Adapun kaum muslimah, maka
yang terbaik bagi mereka adalah shalat di rumahnya
masing-masing. Shalat berjama’ah tidak wajib bagi mereka,
karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Rumah-rumah mereka itu lebih baik bagi mereka.” (shahih, HR.
Ahmad, Abu Dawud, dll, lihat Syarh Shalatil Jama’ah, hal. 19)

SAUDARIKU,
BERJILBABLAH SESUAI AJARAN NABIMU
!

Islam adalah ajaran yang sangat sempurna, sampai-sampai


cara berpakaianpun dibimbing oleh Allah Dzat yang paling
mengetahui apa yang terbaik bagi diri kita. Bisa jadi sesuatu
yang kita sukai, baik itu berupa model pakaian atau
perhiasan pada hakikatnya justeru jelek menurut Allah.
Allah berfirman yang artinya,“Boleh jadi kamu membenci
sesuatu padahal itu adalah baik bagimu dan boleh jadi kamu
menyukai sesuatu padahal sebenarnya itu buruk bagimu, Allahlah
yang Maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui” (QS.
34
Al-Baqarah : 216). Oleh karenanya marilah kita ikuti
bimbingan-Nya dalam segala perkara termasuk mengenai
cara berpakaian.

Perintah dari atas langit


Allah Ta’ala memerintahkan kepada kaum muslimah untuk
berjilbab sesuai syari’at. Allah berfirman, “Wahai Nabi
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu serta
para wanita kaum beriman agar mereka mengulurkan jilbab-jilbab
mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka
mudah dikenal dan tidak diganggu orang. Allah Maha
pengampun lagi Maha penyayang”. (QS. Al-Ahzab : 59).

Ketentuan jilbab menurut syari’at


Berikut ini beberapa ketentuan jilbab syar’i ketika seorang
muslimah berada di luar rumah atau berhadapan dengan
laki-laki yang bukan mahrom (bukan 'muhrim', karena
muhrim berarti orang yang berihrom) yang bersumber dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahihah dengan contoh
penyimpangannya, semoga Allah memudahkan kita untuk
memahami kebenaran dan mengamalkannya serta
memudahkan kita untuk meninggalkan busana yang
melanggar ketentuan Robbul ‘alamiin.

1. Pakaian muslimah itu harus menutup seluruh


badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangan (lihat
QS. Al-Ahzab : 59, An-Nuur : 31). Selain keduanya seperti
leher dan lain-lain, maka tidak boleh ditampakkan
walaupun cuma sebesar uang logam, apalagi malah
buka-bukaan !

35
2. Bukan busana perhiasan yang justeru menarik
perhatian seperti yang banyak dihiasi dengan gambar
bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar
makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai
politik !!! Ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan
diantara sesama muslimin. Sadarlah saudariku
muslimah...

3. Harus longgar, tidak ketat, tidak tipis dan tidak


sempit yang mengakibatkan lekuk-lekuk tubuhnya
tampak atau transparan. Cermatilah, dari sini kita bisa
menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang
banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di
sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau
tidak.

4. Tidak diberi wangi-wangian atau parfum karena


dapat memancing syahwat lelaki yang mencium
keharumannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika salah seorang wanita diantara kalian hendak ke masjid,
maka janganlah sekali-kali dia memakai wewangian” (HR.
Muslim). Kalau pergi ke masjid saja dilarang memakai
wewangian lalu bagaimana lagi para wanita yang pergi
ke kampus-kampus, ke pasar-pasar bahkan berdesak-
desakkan dalam bis kota dengan parfum yang menusuk
hidung ?!. Wallahul musta'an.

5. Tidak menyerupai pakaian laki-laki seperti


memakai celana panjang, kaos oblong dan semacamnya.
"Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan
dan perempuan yang menyerupai laki-laki." (HR. Bukhari).
36
6. Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir.
Nabi senantiasa memerintahkan kita untuk menyelisihi
mereka diantaranya dalam masalah pakaian yang
menjadi ciri mereka.

7. Bukan untuk mencari popularitas. Untuk apa


kalian mencari popularitas wahai saudariku ? Apakah
kalian ingin terjerumus ke dalam neraka hanya demi
popularitas semu. Lihatlah isteri Nabi yang cantik Ibunda
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang dengan patuh menutup
dirinya dengan jilbab syar’i, bukankah kecerdasan beliau
amat masyhur di kalangan ummat ini?. Wallahul muwaffiq.
(Disarikan oleh Abu Muslih dari Jilbab Wanita Muslimah
karya Syaikh Al-Albani, buletin At-Tauhid dengan sedikit
perubahan)

37
Info
Pusat buku dan perlengkapan muslim

Pasang Iklaaaan di sini !!!!

38
Pasang Iklaaaan di sini !!!!

39
Pasang Iklaaaan di sini !!!!

40
Pasang Iklaaaan di sini !!!!

41
42

Anda mungkin juga menyukai