Anda di halaman 1dari 9

BAB II PENDAHULUAN I.

DEFINISI Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak. Meningoensefalitis tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis (TB). Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi gejala meningitis dan ensefalitis.1,2 II.EPIDEMIOLOGI Sebelum era antibiotik, penyakit susunan saraf pusat (SSP) karena TB sering ditemukan terutama pada anak-anak. Ditemukan 1000 anak dengan TB aktif di kota New York diantara tahun 1930 sampai tahun 1940. Hampir 15% diantaranya menderita meningitis TB dan meninggal. Setelah perang dunia kedua, terutama pada negara berkembang, terdapat prevalensi yang luas infeksi TB. Pada awal tahun 2003, WHO memperkirakan terdapat sekitar 1/3 penduduk dunia menderita TB aktif dan 70.000 diantaranya meningitis TB.2,3 III.PATOLOGI Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi otak. Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi eksudat gelatinous. Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara mikroskopik, eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear (PMN), leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit diantara benang benang fibrin. Selain itu peradangan juga mengenai pembuluh darah sekitarnya, pembuluh darah ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah akan mengalami degenerasi fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan menyebabkan infark serebral karena iskemia. Gangguan sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) mengakibatkan hidrosefalus obstruktif (karena eksudat yang menyumbat akuaduktus spinalis atau foramen luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada parenkim otak yang akan semakin menyumbat. Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus merupakan karakteristik dari menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB. Efek yang ditimbulkan dari kemoterapi meningoensefalitis memiliki peran yang sangat penting karena akan menekan angka kematian dan kecacatan. Setelah 2 tahun, eksudat akan berubah menjadi jaringan ikat hialin dan lapisan intima akan mengalami fibrosis. 4

IV.ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri obligat aerob yang secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh perlahan, membutuhkan waktu sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan menyebar. Seperti semua jenis infeksi TB, infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel infektif. Tiap droplet mengandung beberapa organisme yang dapat mencapai alveoli dan bereplikasi dalam makrofag yang ada dalam ruang alveolar dan makrofag dari sirkulasi. Pada 2 4 minggu pertama tak ada respons imun untuk menghambat replikasi mikobakteri, maka basil akan menyebar ke seluruh tubuh menembus paru, hepar, lien, sumsum tulang. Sekitar 2 sampai 4 minggu kemudian akan dibentuk respons imun diperantarai sel yang akan menghancurkan makrofag yang mengandung basil TB dengan bantuan limfokin. Kumpulan organisme yang telah dibunuh, limfosit, dan sel sel yang mengelilingnya membentuk suatu fokus perkejuan. Fokus ini akan diresorpsi oleh makrofag disekitarnya dan meninggalkan bekas infeksi. Bila fokus terlalu besar maka akan dibentuk kapsul fibrosa yang akan mengelilingi fokus tersebut, namun mikorobakteria yang masih hidup didalamnya dapat mengalami reaktivasi kembali. Jika pertahanan tubuh rendah maka fokus tersebut akan semakin membesar dan encer karena terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan menyebabkan TB ekstra paru yang dapat menjadi TB milier dan dapat menyerang meningen.4-9 V.MANIFESTASIKLINIS Stadium meningitis TB telah diperkenalkan sejak tahun 1947 dan sejak itu banyak kalangan yang menerapkannya untuk penanganan awal sekaligus menentukan prognosis. Penderita dengan stadium pertama hanya memiliki manifestasi klinis yang tidak khas karena tanpa disertai dengan gejala dan tanda neurologis. Sedangkan penderita dengan stadium kedua (intermediet) telah menunjukkan gejala iritasi meningeal disertai dengan kelumpuhan saraf kranial namun tak ada defek kerusakan lain serta tidak ada penurunan kesadaran. Pada stadium tiga, penderita mengalami kerusakan neurologis yang besar, stupor, dan koma. Penyakit ini lebih samar pada penderita dewasa, anamnesis tentang riwayat pernah mengalami penyakit TB biasanya jarang. Lamanya gejala biasanya tidak berhubungan dengan derajat klinis. Sakit kepala biasanya menonjol pada penderita dewasa, perubahan tingkah laku seperti apatis, bingung sering ditemukan. Kejang biasanya tak terjadi pada tahap awal penyakit, hanya pada 10% sampai 15% pasien. 9

VI.DIAGNOSIS Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala yang hebat yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam, sakit kepala, muntah, penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan punggung, pusing, cara berjalan tak stabil, iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang berespons, kejang, kelemahan otot, demensia berat mendadak dan kehilangan memori juga dapat ditemukan. Jika gejala dan tanda (kaku kuduk, tanda kernig dan tanda laseque) ditemukan maka dianjurkan untuk pemeriksaan Computer Tomography beserta pungsi lumbal (bila tidak ada tanda edema otak). Kemungkinan ensefalitis harus dipikirkan pada penderita dengan panas dan disertai dengan perubahan status mental, gejala neurologis fokal dan pola kebiasaan yang tiba tiba menjadi abnormal. Dilihat dari patologinya, inflamasi akut pada pia arahnoid menyebabkan pelebaran ruangan subarakhnoid karena eksudat yang dihasilkan dari inflamasi tersebut. Selanjutnya saat korteks subpia dan jaringan ependim yang menyelimuti ventrikel juga ikut meradang maka akan menyebabkan terjadinya serebritis dan atau ventrikulitis. Pembuluh darah yang terpapar dengan dengan eksudat inflamasi subarakhnoid mengalami spasme dan atau trombosis yang selanjutnya akan menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada CT scan kepala penderita dengan meningitis kronik yang berat akan ditemukan gambaran hiperdensitas ruangan subarakhnoid yang lebih terlihat pada fisura hemisfer serebri. Selanjutnya gambaran CT tanpa kontras akan menunjukkan peningkatan densitas pada sisterna basalis dan fisura hemisfer serebri, serta menghilangnya kecembungan sulkus. Pada pemeriksaan foto roentgen dada, jarang ditemukan pembesaran hilus, adenopati dan bayangan inflitrat. Gambaran radiologi dapat berkisar dari bayangan samar pada apeks

sampai adanya kalsifikasi. Tes tuberkulin tidak bermanfaat pada penderita dewasa karena jarang menunjukkan hasil yang positif, sekitar 35% sampai 60% penderita meningitis TB tidak bereaksi pada tes tuberkulin, faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah karena adanya malnutrisi, imunosupresi, debilitasi, dan imunosupresi umum karena penyakit sistemik.
5,6

Telah diketahui bahwa pemeriksaan CSS memiliki peran yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis meningoensefalitis. Pungsi lumbal tidak perlu dilakukan bila penderita dengan meningitis bakterialis beresons baik terhadap pengobatan. Pungsi lumbal dilakukan dengan cara menusukkan jarum ke dalam kanalis spinalis. Dinamakan pungsi lumbal karena jarum memasuki daerah lumbal (tulang punggung bagian bawah). Dalam pemeriksaan serebrospinal. Dalam pemeriksaan biokimia dan sitologi maka CSS pada penderita dengan meningoensefalitis akan ditemukan cairan yang jernih dan agak pekat, jaringan protein akan terlihat setelah proses pengendapan. CSS hemoragik dapat ditemukan pada meningitis TB yang mengalami vaskulitis. Adanya gambaran yang khas yang disebut dengan pelikel , yakni hasil dari tingginya konsentrasi fibrinogen dalam cairan disertai dengan sel sel proinflamatori. Tekanan pembuka pada waktu memasukkan jarum spinal meningkat sampai 50%, pada meningitis TB kadar glukosa dalam CSS rendah namun mengandung protein yang tinggi nilai glukosa mendekati 40 mg/dl., protein dapat berkisar antara 150-200 mg/dl.3,4

VII.PENANGANAN Prinsip penanganan meningitis TB mirip dengan penanganan TB lain dengan syarat obat harus dapat mencapai sawar darah otak dengan konsentrasi yang cukup untuk mengeliminasi basil intraselular maupun ekstraselular. Untuk dapat menembus cairan serebrospinal maka tergantung pada tingkat kelarutannya dalam lemak, ukuran molekul, kemampuan berikatan dengan protein, dan keadaan meningitisnya. Keterlambatan dalam pemberian terapi pada penderita dengan meningitis bakterial dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu perlu dilakukan pengawasan terhadap toksisitas obat selama terapi (pengawasan terhadap hitung jenis darah dan fungsi hati dan ginjal). Penderita yang dicurigai meningitis pada gambaran CT scan kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal sebaiknya dilakukan pemeriksan kultur CSS dan pemberian terapi antibiotik dan kortikosteroid. Panduat obat antituberkulosis dapat diberikan selama 9 12 bulan, panduan tersebut adalah 2RHZE / 7-10 RH. Pemberian kortikosteroid dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 3 6 minggu untuk menurunkan gejala sisa neurologis. 4,8

Tabel

2.

Penetrasi

obat

antimikobakterium

dalam

CSS

Kisaran konsentrasi puncak rata rata (microgram/ml)

VIII.KOMPLIKASI Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis. Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis. meningkatnya tekanan

intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder dari obstruksi aliran serebrospinal seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik (pembengkakan elemen selular otak) disebabkan oleh pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan edema vasogenik (peningkatan permeabilitas sawar darah otak). 4 Komplikasi intermediet terdiri atas efusi subdural, demam, abses otak, hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif, ketulian, kecacatan motorik. 5,7

DAFTAR PUSTAKA 1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2000. h.11 2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in : www.emedicine.com 3. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004.

4. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009. available in : www.medscapeemedicine.com/meningitis. 5. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia, Pennsylvania. 2006.

6. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001. 7. Anonyme. Meningitis. 2010. Available in : www.wikipedia.com

8. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial Meningitis. NEJM.2004.

9. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot William and Wilkins. 2004.h.443.

Meningoencephalitis (diucapkan / n.n sflats m / , dari bahasa Yunani : meningesmembran, otak enkephalos, dan-itis peradangan) adalah suatu kondisi medis yang secara bersamaan menyerupai kedua meningitis , yang merupakan infeksi atau peradangan dari meninges , dan ensefalitis , yang merupakan infeksi atau radang otak .
Isi
[hide]

1 Penyebab

o o o o

1.1 bakteri 1.2 Viral 1.3 Lain-lain / beberapa 1.4 protozoa

2 Prognosis 3 Terkemuka kasus 4 Lihat juga 5 Referensi

Penyebab
Causative organisme termasuk protozoa , virus dan bakteri patogen . tipe tertentu meliputi:

Bakteri
Listeria monocytogenes Neisseria meningitidis Rickettsia prowazekii

Virus
Tick-borne meningoencephalitis Virus West Nile Gondok, penyebab yang relatif umum meningoencephalitis. Namun, sebagian besar kasus yang ringan, dan gondok meningoencephalitis umumnya tidak mengakibatkan kematian atau neurologissequalae .
[1]

HIV , jumlah yang sangat kecil dari meningoencephalitis pameran individu pada tahap utama infeksi.
[2] [3]

Lainnya / beberapa
Granulomatosis meningoencephalitis

Penyebab lainnya adalah antibodi penargetan amiloid beta peptida protein yang telah digunakan selama penelitian mengenai penyakit Alzheimer's .
[4]

Jamur, Cryptococcus neoformans , bisa gejala diwujudkan dalam SSP sebagai meningoencephalitis dengan hidrosefalus menjadi karakteristik penemuan yang sangat unik karena tebal polisakaridakapsul organisme.

Protozoa
amuba meningoencephalitise Primer .. g., Naegleria fowleri, Balamuthia mandrillaris, Sappinia diploidea Trypanosoma brucei Toxoplasma gondii ( sporozoa ) (pasien immunocompromised)

patogen Ameobic ada sebagai protozoa yang hidup bebas. Namun demikian, patogen ini langka dan jarang menyebabkan infeksi SSP. N. fowleri menghasilkan meningoencephalitis amebic primer (PAM). Gejala PAM yang bisa dibedakan dari meningitis bakteri akut. amebae Penyebab lainnya amebic ensefalitis granulomatosa (GAME), yang merupakan lebih subakut dan bahkan bisa infeksi kronis non-gejala. meningoencephalitis Ameobic dapat meniru abses otak, atau kronis meningitis aseptik, atau keganasan SSP.
[5]

Prognosa
Penyakit ini dikaitkan dengan tingginya tingkat kematian dan berat morbiditas .
[ rujukan? ]

Terkemuka kasus
Ini adalah penyebab kematian diklaim dari presenter TV Inggris populer Christopher Harga .
[6]

Pada bulan Mei 2009, mantan Perdana Menteri New South Wales (Australia) Morris Iemma dirawat di rumah sakit dengan meningoencephalitis
[7]

Lihat juga
meningism ameoba Amuba Primer meningoencephalitis radang otak

Referensi
1. 2. ^ http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1512024/ ^ Newton, PJ; Newsholme, W, Brink, NS; Manji, H, Williams, IG; Miller, RF (2002). "meningoencephalitis dan meningitis akut akibat infeksi HIV primer" 7374. BMJ Klinis (penelitian ed.) 325 ( ): 1225-7. PMC1124692 . PMID 12446542 .

3.

^ Del Saz, SV; Dituntut, O; Falco, V; Agero, F, Crespo, M; Pumarola, T; Curran, A; Gatell, JM et al. (2008). "Akut meningoencephalitis karena 1 infeksi virus human immunodeficiency ketik 13 pasien: gambaran klinis dan follow-up":. Journal of neurovirology 14 (6) 4749. DOI : 10.1080/13550280802195367 . PMID 19037815 .

4.

^ Orgogozo, MD, J.-M., G, D, L, P, K, J, D et al. (2003/07/08). "subakut meningoencephalitis dalam subset dari pasien dengan AD setelah imunisasi A42" (. Neurologi American Academy of Neurology ) 61(1): 46-54. DOI : 10.1212/01.WNL.0000073623.84147.A8 . PMID 12847155 . Diperoleh 2008/05/01.

5.

^ Author amebic Meningoensefalitis: Jr Robert Tolan W, MD, Kepala Divisi Alergi, Imunologi dan Penyakit Infeksi, Rumah Sakit Anak di Universitas Rumah Sakit Santo Petrus; Associate Professor Klinis Ilmu Kesehatan Anak, College Drexel University of Kontributor Informasi Medicine dan Pengungkapan Diperbarui: Jan 21, 2009, http://emedicine.medscape.com/article/996227-overview

6. 7.

^ "Presenter Dibunuh oleh Infeksi Langka" . BBC News. . Diperoleh 2008/05/01. ^ Silmalis, Linda (2009/06/28). "Iemma perkelahian Paralysed berjalan lagi" . Hari Minggu . Diperoleh 2009/06/28.

Anda mungkin juga menyukai