Anda di halaman 1dari 38

Refarat

PEMERIKSAAN FISIK
KARDIOVASKULAR
HIYA ULFI MUNIRA

Pembimbing:
dr. Sri Murdiati, Sp.JP-(K)-FIHA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BAGIAN / SMF KARDIOLOGI RSUDZA
BANDA ACEH
2019
PENDAHULUAN
Letak Jantung THE HEART
ANTERIOR POSTERIOR
Sistem Kardiovaskuler

Jantung Pembuluh Darah


PEMERIKSAAN PASIEN

1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang

DIAGNOSA

INTERVENSI
Anamnesis
Keluhan utama yang sering
dikeluhkan :
1. Dypsnea
2. Wheezing
3. Sianosis
4. Nyeri Dada
5. Edema
6. Sinkop
7. Palpitasi
8. Fatique
9. Klaudikasio
Pemeriksaan Fisik

Dilakutan HEAD TO TOE


1. Inspeksi (melihat)
2. Palpasi (meraba)
3. Perkusi (mengetuk)
4. Auskultasi (mendengar)
Pertimbangan umum :
– Pasien tidur berbaring
– Pakaian atas pasien harus
disiapkan dalam keadaan
terbuka.
– Ruang pemeriksaan harus
tenang untuk menampilkan
auskultasi yang adekuat.
– Pencahayaan terang
– Tetap selalu menjaga privacy
pasien
– Prioritaskan dan perhatikan
untuk tanda-tanda kegawatan.
1. Inspeksi Wajah : Sesak, gelisah,
menahan rasa sakit, sianosis
sentra/periferl, berkeringat

Leher : Pembesaran kelenjar


tiroid, distensi vena jugular Mata :
Konjungtiva : pucat
Thoraks : simetris, jaringan Sklera : ikterik
parut, pulsasi ictus cordis Kornea : xanthelasma
Fundus mata : PD retina
Abdomen : Pembesaran,
pergerakan dinding perut

Ekstremitas : sianosis,
edema, clubbing finger
Kelainan-kelainan pada inspeksi :

Sianosis
TVJ

Edema Pretibialis
2. Palpasi
Palpasi Ictus Cordis, nilai :
• Teraba atau tidak, apakah kuat ?
Frekuensi? kualitas dari pulsasi
yang teraba?
1. Bila kuat, bergeser ke kiri  LVH.
2. Bila naik turun pada linea
parasternalis kiri  RVH.
• Hitung Heart Rate (HR)
Amati keteraturan iramanya.
• Bandingkan HR dengan nadi, bila
ada perbedaan  Atrial Fibrilasi
(AF).
• Periksa adanya Thrill (getaran
iktus kordis  murmur
Palpasi Nadi
Perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini :
• Frekuensi nadi : 60-100x/menit
• Karakter nadi : Kuat angkat
• Irama nadi : Reguler
• Isi nadi : Penuh
• Bandingkan nadi arteri kanan & kiri
Capillary Revil Time
Tujuan :
Untuk menguji pengisian kapiler

Prosedur pemeriksaan :
Tekanlah dengan kuat ujung jari kemudian lepaskan
dengan cepat. Secara normal, reperfusi terjadi hampir
seketika dengan kembalinya warna pada jari (normal
<2 detik).
Pemeriksaan getaran / Thrill
• Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau
penyakit jantung kongenital.
• Disini harus diperhatikan :
– Lokalisasi dari getaran
– Terjadinya getaran : saat systole atau diastole
– Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut
melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan
mengalir lebih cepat.
– Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar
bising jantung
TekananVena Jugularis ( TVJ)

Tujuan :
Untuk mencerminkan fungsi jangtung bagian kanan

Cara mengukur JVP:


• Pasien berbaring setengah duduk ( 45°)
• Perhatikan pengembangan vena jugularis
• Bila > 3 cm di atas sudut sternum / sudut louis
(pertemuan klavikula kanan dan kiri) berarti JVP
meningkat / abnormal
• JVP meningkat :  gagal jantung kongesti,
tamponade cardis
3. Perkusi
Batas kanan jantung
• Perkusi dilakukan dari arah lateral ke medial.
• Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak
jauh dari dinding depan thorak
• Normal :
– Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal
III-IV kanan,di linea parasternalis kanan
– Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea
parasternalis kanan
• Abnormal
Pada RVH, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/atau
ke kiri atas
Batas kiri jantung
Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
• Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita
tetapkan sebagai batas jantung kiri
• Normal
Atas : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah: SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri (apex)
• Abnormal :
Dilatasi ventrikel kiri /LVH menyebabkan apeks kordis bergeser ke
lateral-bawah.
4. Auskultasi
• Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop duplek, yang memiliki
dua sisi yang dapat dipakai bergantian ( bel & diafragma)
• Untuk mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi (apeks)  sisi bel
• Bunyi dengan nada rendah  sisi diafragma
• Askultasi meliputi:
Bunyi jantung
Bising jantung
Daerah Auskultasi Jantung.
Bunyi jantung
Perhatikan :
1. lokalisasi dan asal bunyi jantung
2. menentukan bunyi jantung I dan II
3. intensitas bunyi dan kualitasnya
4. ada tidaknya unyi jantung III dan bunyi jantung IV
5. irama dan frekuensi bunyi jantung
6. bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung
Bunyi jantung I dan II
BJ I :
Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi
pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole
BJ II :
Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a.
pulmonalis pada dinding toraks.
Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole.

BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I


BJ I  “ LUB”
BJ II  "DUB”
Jarak BJ I -BJ II  1 detik
Bising Jantung
Penyebab :
• aliran darah bertambah cepat
• penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah
• getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata
• aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar
• aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.

Jenis :
Bising sistolik  pada fase sistolik ( antara BJ I – BJ II) :
AS,MI
Bising diastolik  pada fase diastolik (antara BJ II – BJ I ):
MS, AI
Deteksi Bruit
Bruits adalah bunyi atau bising yang terdengar didalam pembuluh darah karena
meningkatnya turbulensi.
1. Bruits Karotis
- Meletakkan stetoskop pada arteri carotis

2. Bruits Abdominalis
- Meletakkan stetoskop 2 cm diatas umbilikus

Normal : Hanya didengarkan bunyi jantung


Pemeriksaan Fisik Diagnostik
1. Pemeriksaan Tekanan Darah
Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII : Klasifikasi hipertensi menurut WHO :

Klasifikasi Tekanan Darah Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistol Sistol diastol

Normal <120 <80 Optimal <120 <80

Prehipertensi 120-139 81-89


Normal <130 <85
Hipertensi stage I 140-159 90-99
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi stage II ≥160 ≥100
Hipertensi stage I 140-159 90-99

Hipertensi stage II 160-179 100-109

Hipertensi stage III ≥180 ≥110


2. Tes Brodie (Tredelenburg)
• Tujuan :
Untuk menilai kompetensi katub vena saphena magna dan vena comunikan tungkai.

• Prosedur pemeriksaan tes Tredelenburg :


 Pasien dalam posisi terlentang (supine position)
 Tungkai yang diperiksa diangkat/ ditinngikan 45-90° untuk mengosongkan darah dalam
pembuluh vena.
 Pasang torniquet tepat di bawah SFJ (sapheno-Femoral Junction) pada femur proksimal.
Tekanan torniquet harus dapat menyumbat/ menutup vena saphena, namun tidak
menutup pembuluh darah yang lebih dalam.
 Pasien diminta berdiri. Perhatikan pengisian vena di tungkai. Normalnya vena saphena
terisi dari bawah, membutuhkan waktu kurang lebih 35 detik agar darah melewati kapiler
kedalam sistem vena.
 Setelah berdiri selama 20 detik, lepaskan torniquet dan perhatikan adakah pengisian vena
tambahan tiba-tiba. Normalnya tidak ada. Katub vena saphena yang kompeten dapat
mencegah aliran balik vena (retrograde). Pengisian vena terus berlangsung secara lambat.
Ketika kedua hasil tersebut normal, dilaporkan negati-negatif.
Hasil pemeriksaan :

1. Negatif-Negatif
2. Positif-Negatif : Inkompetensi katub vena komunikans terjadi apabila hasil
pemeriksaan positif-negatif, yaitu terjadi pengisian cepat vena perifer saat vena
saphena terbendung. Darah dari vena profunda kembali ke superfisial
(retrograde) melewati katub vena komunikan yang inkompeten
3. Negatif –Positif : Inkompetensi katub vena saphena terjadi apabila hasil
pemeriksaan negatif - positif, yaitu terjadi pengisian lambat vena perifer saat
vena saphena terbendung. Ketika torniquet dilepaskan, Darah dari vena
femoralis kembali ke vena saphena (retrograde) melewati katub vena saphena
yang inkompeten.
4. Positi-Positif
3. Tes Perthes

Tujuan :
Untuk menilai katup sistem vena dalam.

Cara Pemeriksaan :
• Penderita berdiri dan varises terisi penuh
• kemudian torniket karet diikatkan pada distal inguinal sehingga vena
safena magna tertutup
• Lalu penderita diminta berjalan di tempat sehingga kontraksi otot
memompa darah
• Apabila varises berangsur-angsur menghilang, maka katup sistem vena
dalam memadai begitu pula sebaliknya
• Adanya varises sistem vena dalam merupakan kontraindikasi tindakan
bedah pengeluaran varises maupun sklerosis, karena jalan darah
kembali satu-satunya yaitu sistem vena dalam akan tertutup.
4. Uji Homans

Tujuan :
Sebagai kriteria untuk tromboflebitis vena profunda. Pembengkakan betis dijumpai pada
kebanyakan pasien dengan gangguan pada vena popliteal atau femoral, pembengkakan paha
terjadi pada thrombosis iliofemoral.

Cara Pemeriksaan :
• Penekanan ringan pada betis yang nyeri atau dorsifleksi lambat pada pergelangan kaki
dapat menimbulkan nyeri betis pada kira-kira 50% pasien dengan thrombosis vena
femoral. Nyeri yang timbul dengan tehnik ini disebut sebagai tanda Homans positif.
.
5. Ankle Brachial Indeks (ABI)

• Tujuan pemeriksaan :
Untuk menilai fungsi sirkulasi pada arteri perifer.

• Cara pemeriksaan :
 Pasien dengan posisi terlentang menggunakan doppler vaskuler dan
sphygmomanometer.
 Tekanan sistolik diukur pada kedua lengan dari arteri brachialis dan di arteri
tibialis posterior dan dorsalis pedis pada bagian tungkai kaki masing-masing.
Nilai ABI
Normal : > 0,9
Oklusi ringan : 0,70- 0,90
Oklusi sedang : 0,40-0,69
Oklusi berat : <0,40

American Heart Association (AHA) meekomendasikan pemeriksaan ABI


untuk mengetahui proses aterosklerosis khususnya pada orang dengan
risiko gangguan vaskuler yang berusia 40-75 tahun.
6. Tes Hiperemia Reaktif untuk Insufisiensi Arteri

Hiperemia reaktif mengacu pada peningkatan ('hiper') aliran darah ('emia') ke suatu
daerah sebagai akibat dari reaksi terhadap iskemia. Oklusi (penyumbatan) ini bisa
berbentuk kekuatan dari luar, seperti tourniquet yang melilit lengan saat
pengambilan darah yang dapat menghambat aliran darah. Kemudian saat Anda
melepaskan oklusi darah mengalir ke daerah tersebut untuk meningkatkan aliran
darah. Tujuannya adalah untuk mengurangi kerusakan lebih lanjut pada jaringan
yang tersumbat. Selama oklusi, sel-sel kekurangan oksigen dan akumulasi
metabolisme yang penting. yang berkurang dengan mensekresikan bahan kimia,
yang disebut vasodilator
7. Uji Postur untuk Insufisiensi Arteri
a. Tes Buerger.
Tujuan :
Untuk menilai insufisiensi arteri ekstremitas bawah

Prosedur pemeriksaan :
• Pasien diminta berbaring telentang.
• Pemeriksa mengangkat tungkai pasien kira-kira 45º di atas tempat tidur.
• Pasien diminta untuk menggerakgerakkan pergelangan kakinya untuk membantu
mengalirkan darah dari sistem vena, sehingga membuat perubahan warna menjadi
lebih jelas.
• Setelah 30 detik, periksalah kepucatan kaki. Pucat ringan adalah normal.
• Setelah itu, pasien diminta duduk dengan menjulurkan kakinya dan pemeriksa
dengan cepat menghitung waktu yang diperlukan untuk kembalinya warna kulit
kaki tersebut.
• Biasanya diperlukan waktu 10 detik untuk kembalinya warna dan 15 detik untuk
mengisi vena superfisial. Perpanjangan waktu berkaitan dengan insufisiensi
arterial, seperti juga timbulnya warna keabuan atau sianotik. Tes ini berguna jika
vena superfisial kompeten.
b. Tes allen
Tujuan :
Untuk menentukan keutuhan arteri ulnaris dan radialis.

Cara pemeriksaan :
• Mula-mula aliran darah pada arteri radialis disumbat dengan ditekan kuat-
kuat oleh pemeriksa.
• Kemudian pasien diminta untuk mengepalkan tangannya kuat-kuat.
• Pasien diminta untuk membuka tinjunya dan warna telapak tangan
diperhatikan.
• Tes ini diulangi dengan menyumbat arteri ulnaris. Pucatnya telapak tangan
selama penekanan satu arteri menunjukkan tersumbatnya aliran arteri lain.
Kesimpulan
Dalam penegakkan diagnosis suatu penyakit seorang
dokter harus dapat menguasai anamnesis yang benar dan
sistematis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang sesuai sehingga dapat memberikan intervensi
pengobatan yang sesuai.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai