Anda di halaman 1dari 19

PENATALAKSANAAN TRAUMA KIMIA

I.

PENDAHULUAN

Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium, industry, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan yang memakai bahan kimia di abad modern. Bahan kimia yang dapat mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam bentuk : trauma asan dan trauma basa atau alkali. Pengaruh bahan kimia sangat bergantung pada pH, kecepatan dan jumlah bahan kimia yang diserap, dan hebatnya rudapaksa pada jaringan mata sendiri. Bahan asam akan segera mengadakan presipitasi dan koagulasi dengan protein jaringan kemudian nekrosis. Biasanya hanyaterbatas konjungtiva atau lapisan kornea yang superfisial1. Bahan basa atau alkali dapat menembus kornea masuk ke dalam kamera okuli anterior terus sampai ke retina dalam waktu yang singkat. Bahan alkali bersifat koagulasi sel-sel dan terjadi proses saponifikasi, dehidrasi serta eksfoliasi. Penetrasi dari bahan alkali bergradasi dan menurun dari paling keras, KOH, NaOH sampai alkali lemah. Tercepat mengadakan penetrasi dan kerusakan yaitu kaustik soda yang sanggup menembus kornea ke ruang intra okuler dalam waktu 7 detik. Akibat daya penetrasi tinggi dari bahan alkali, maka kerusakan yang ditimbulkan lebih dalam dan lebih banyak, dan setelah sembuh akan meninggalkan komplikasi seperti simblefaron, kekeruhan kornea yang menetap, penutupan saluran air mata yang menetap1. Dibanding bahan asam, maka trauma oleh bahan alkali cepat dapat merusak dan menembus kornea1,2. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena merupakan tindakan yang segera harus dilakukan karena dapat memberikan penyulit yang lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan memakai seperti dengan air keran, larutan garam fisiologik, dan asam berat selama mungkin dan paling sedikit 15 30 menit 2. Prognosis tegantung pada sejauh mana bahan kimia itu menembus sampai ke dalam mata 3. Umumnya berhubungan juga dengan beratnya trauma kimia pada mata dan struktur adneksa yang muncul3,4.

II.

ANATOMI DAN FISIOLOGI SEGMEN ANTERIOR MATA

Konjungtiva Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea1. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu : 1. Konjungtiva tarsalis, yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus1. 2. Konjungtiva bulbi meutupi sclera dan mudah digerakkan dari sclera di bawahnya1. 3. Konjungtiva fornises atau forniks konjngtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi1. Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak1.

Kornea Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lapis : 1. Epitel Tebalnya 50m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan makin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dael polygonal di

depannya melalui desmosome dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ectoderm permukaan1.

2. Membran Bowman Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. 3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainya, pada permukaan terihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma1. 4. Membrana Descement Merupakan membrane aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang dihasilkan oleh sel endotel dan merupakan membrane basalnya. Bersifat sangat elastic dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m1. 5. Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20 40 m. Endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden1.
3

Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi1.

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi1.

Uvea Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. Reaksi pupil ini merupakan juga indicator untuk fungsi simpatis (midriasis) dan parasimpatis (miosis) pupil. Badan siliar merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai system ekskresi dibelakang limbus. Radang badan siliar akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus, yang mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran karakteristik peradangan intraocular1.

Pupil

Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis. Orang dewasa ukuran pupil sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa sclerosis1. Pupil waktu tidur kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma dan tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari : 1. Berkurangnya rangsangan simpatis. 2. Kurang rangsangan hambatan miosis. Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur hambatan subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna yang akan menjadikan miosis1. Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan untuk memperdalam focus seperti pada kamera foto yang diafragmanya dikecilkan1.

Sudut Bilik Mata Depan Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan pengaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi atau glaucoma. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal schelmm, baji sclera, garis Schwalbe dan jonjot iris1. Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sclera kornea dan disini ditemukan sclera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas belakang sudut filtrasi seta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea. Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membrane Schelmm mata keluar yang ke descement, dan kanal menampung salurannya1. cairan

III.

TRAUMA KIMIA

Epidemiologi Lebih dari 60% dari trauma kimia terjadi dalam kecelakaan kerja, 30% di rumah, dan 10% akibat kekerasan. Sebanyak 20% trauma kimia secara signifikan mengakibatkan cacat visual dan kosmetik. Hanya 15% dari pasien dengan trauma kimia berat yang mencapai perbaikan visual yang fungsional. Secara global, predileksi ras tidak bisa dipastikan, akan tetapi pria muda berkulit hitam lebih cenderung berpotensi tinggi. Pria 3 kali lebih cenderung mengalami trauma kimia daripada wanita. Trauma kima dapat menyerang setiap umur, akan tetapi, trauma paling banyak terjadi pada pasien berusia 16 45 tahun4.

Etiologi Banyak bahan kimia yang digunakan di rumah-rumah dan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan trauma kimia. 1. Bahan Asam : a. Umumnya asam menyebabkan cedera (trauma) ocular termasuk asam sulfat, asam hidroklorik, asam nitrat, asam asetat, asam khromik, dan asam hidrofluorat3. b. Ledakan accu mobil, yang menyebabkan luka bakar (cedera) asam sulfat, mungkin merupakan asam yang paling sering mencederai mata3.
6

c. Asam hidrofluorat dapat ditemukan pada pembersih karat di rumah, pengkilat alumunium, dan petugas pembersihan. Industri tertentu yang menggunakan asam hidrofluorat untuk membersihkan batu bata, pengikisan kaca, electropolishing, tanning kulit. Asam hidrofluorat juga digunakan untuk fermentasi control di pabrik3. d. Toksisitas hidrofluorat okuler dapat terjadi dari paparan gas dan cairan3.

2. Bahan Kimia Basa

a. Zat alkali pada umumnya mengandung ammonium hidroksida, potasium hidroksida, sodium hidroksida, kalsium hidroksida, dan magnesium hidroksida. Zat yang mengandung seperti senyawa tersebut dan dapat ditemukan di rumah seperti larutan alkali, semen, kapur, dan ammonia3. b. Semprotan balon udara dengan sodium hidroklorida pada pemompaan dan mungkin dapat menyebabkan keratitis alkali. Selain itu, bunga api dan percikan api mengandung magnesium hidroksida dan fosfor3.

Patofisiologi Trauma kimia pada mata adalah trauma yang mengenai bola mata baik diakibatkan oleh zat asam (zat dengan pH < 7) ataupun basa (zat dengan pH > 7) yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata tersebut. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda4. Trauma Asam

Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa4.

Asam hidrofluorik adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble complexes. Nyeri lokal yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologic3.

Trauma Basa (Alkali) Bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa menembus kornea, camera oculi anterior, dan sampai retina dengan cepat, dan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan persabunan disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat persabunan membrane sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut dari pada alkali4. Interaksi ini memudahkan penetrasi lebih dalam serta melewati kornea dan masuk ke segmen anterior. Selanjutnya hidrasi dari hasil glukosaminoglikan dalam lapang pandang yang berkabut. Kolagen hidrasi menyebabkan distorsi dan pemendekan urat saraf, yang menyebabkan perubahan meshwork trabecular yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intraokular (TIO). Selain itu, mediator inflamasi dilepaskan selama proses ini sehingga merangsang pelepasan prostaglandin, yang selanjutnya dapat meningkatkan TIO. Lihat gambar di bawah ini4.

Trauma basa (alkali). Perhatikan reaksi konjungtiva yang berat dan kekeruhan yang mengaburkan lapang pandang tepatnya di bagian inferior iris.

Pada defek epitel kornea, plasminogen activator yang terbentuk merubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin melalui C3a mengeluarkan faktor hemotaktik untuk leukosit polimorfonuklear (PMN). Kolagenase laten berubah menjadi kolagenase aktif akibat
9

terdapatnya tripsin, plasmin ketepepsin. Keratosit juga membentuk kolagenase akif melalui kolagenase laten. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivatir dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan tukak kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya tukak pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan tukak berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea4. Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah bertambah kerusakan kolagen kornea. Alkali yang menembus ke dalam bola mata akan merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita1. Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam : 1. Derajat 1 2. Derajat 2 3. Derajat 3 4. Derajat 4 : Hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata1. : Hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea1. : Hiperemi disertai dengan nekrosis konjuntiva dan lepasnya epitel kornea1. : Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%1.

Mungkin diperlukan waktu 48 sampai 72 jam setelah trauma untuk menilai tingkat kerusakan mata dengan tepat dan memberikan prognosis yang akurat. Dasar evaluasi tersebut adalah derajat kekeruhan kornea dan pemutihan perilimbal. Representasi yang disederhanakan dari masing-masing derajat bakar ditunjukkan pada gambar berikut6.

10

Klasifikasi Trauma Alkali (Basa) pada mata :


1. 2.

Normal Ringan

Mata normal6 : Erosi epitel kornea, stroma anterior samar kekaburan, tidak ada konjungtiva perilimbal dan sclera. Prognosis :

nekrosis iskemik pada

penyembuhan dengan sedikit atau tanpa parut pada kornea, kehilangan penglihatan biasanya tidak lebih besar dari 1 atau 2 baris6.
3.

Sedang

: Kekeruhan kornea sedang, sedikit, atau tanpa nekrosis iskemik yang moderat, vaskularisasi kornea perifer, dan kehilangan

signifikan pada konjungtiva perilimbal. Prognosis : penyembuhan lambat pada epitel dengan parut penglihatan bisa 2 sampai 7 baris6.
4.

Sedang Berat: Kekeruhan kornea mengaburkan struktur detail iris, nekrosis iskemik pada konjungtiva terbatas kurang dari sepertiga konjungtiva perilimbal. Prognosis : penyembuhan kornea yang lama dengan vaskularisasi kornea yg signifikan dan parut, penglihatan biasanya terbatas 20/200 atau kurang6.

5.

Berat

: Garis bentuk pupil kabur, iskemik sekitar 1/3 sampai 2/3 dari

konjungtiva perilimbal kornea sering putih keruh (marbleized). Prognosis : penyembuhan yang sangat lama dengan inflamasi dan sering terjadi ulserasi kornea dan perforasi. Pada kasus-kasus terberat, vaskularisasi kornea berat dan parut dengan penglihatan hitung jari6.
6.

Sangat Berat

: Pupil tidak terlihat, iskemik lebih besar dari 2/3 konjungtiva

perilimbal, marbleized kornea menyeluruh. Prognosis : penyembuhan sangat lama sekali, sering terjadi konversi dari stroma kornea ke sequestrum nekrotik6.

Manifestasi Klinis

11

Gejala dan Tanda Paling sering, pasien datang dengan riwayat cairan atau gas yang disiramkan atau disemprotkan ke mata atau partikel jatuh ke mata. Menanyakan pasien mengenai sifat khusus bahan kimia dan mekanisme cedera (misalnya, mudah terpercik vs semburan dengan kecepatan tinggi)4. Terlepas dari mekanisme tertentu dari cedera, keluhan pasien sering berhubungan dengan tingkat keparahan paparan. Menimbulkan keluhan umum adalah sebagai berikut: Nyeri (sangat sering kali ) Terasa mengganjal (seperti ada benda asing) Penglihatan kabur Robek parah Fotofobia Mata Merah Selain keluhan mata, umumnya juga terdapat keluhan akibat kerusakan kulit disekitar mata. Jaringan sekitar mata dan kulit terlihat nekrose. Sangat nyeri atau tidak sama sekali tergantung pada kerusakan organ-organ sensasi kornea. Kasus yang hebat mengakibatkan penurunan penglihatan yang hebat2. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh harus ditunda sampai mata terkena irigasi deras, dan pH permukaan mata dinetralisasi. Tetes anestesi topikal dapat digunakan untuk membantu kenyamanan pasien dan kerjasama. Setelah irigasi, pemeriksaan mata secara menyeluruh dilakukan dengan perhatian khusus diberikan untuk kejernihan dan keutuhan kornea, tingkat iskemia limbal, dan TIO4. Manifestasi fisik umum dari cedera kimia untuk mata meliputi: Penurunan ketajaman visual : visual ketajaman awal dapat menurun karena kerusakan epitel kornea, kabut, lakrimasi meningkat, atau ketidaknyamanan. Dalam kimia moderat-untuk-sensasi terbakar parah terlihat segera setelah cedera, kabut kornea mungkin minimal pada presentasi dengan visi yang baik, tetapi dapat meningkat secara signifikan dengan waktu, sangat menurunkan penglihatan4. Peningkatan TIO : Peningkatan TIO secara tiba-tiba bisa disebabkan oleh deformasi dan pemendekan kolagen, sehingga mempersempit ruang anterior. Peningkatan TIO yang lama secara mendadak berkaitan dengan tingkat peradangan segmen anterior4.
12

Inflamasi konjungtiva

: Berbagai derajat hiperemis konjungtiva dan pembengkakan

adalah hal yang memungkinkan, dan bahkan cedera kimia ringan dapat menimbulkan respon konjungtiva berlebihan4. Partikel dalam konjungtiva forniks : lebih sering ditemukan dengan cedera partikulat, seperti plester. Jika tidak dikeluarkan, partikel-partikel sisa dapat berfungsi menjadi reservoir untuk pelepasan kimia lanjutan dan cedera. Partikel-partikel ini harus dikeluarkan sebelum penyembuhan permukaan mata dimulai4. Iskemia Perilimbal : Tingkat iskemia limbal (pemucatan) mungkin adalah indikator prognosis yang paling penting untuk penyembuhan kornea masa depan karena sel-sel induk limbal bertanggung jawab atas repopulasi epitel kornea. Secara umum, semakin besar tingkat kepucatan , semakin buruk prognosisnya. Namun, adanya sel-sel induk perilimbal yang utuh tidak menjamin penyembuhan epitel normal. Luasnya kepucatan harus dicatat dalam setiap jam4. Defek kornea epitel : Kerusakan epitel kornea dapat berkisar dari keratitis epitel pungtata (KEP) difus ringan dengan defek epitel lengkap. Defek epitel lengkap tidak dapat dilakukan dengan pewarna fluorescein secepat pada abrasi kornea rutin, sehingga mungkin akan terlewatkan. Jika diduga defek epitel namun tidak ditemukan pada evaluasi awal, mata harus diperiksa ulang setelah beberapa menit. Luasnya defek harus dicatat sehingga dapat disimpan untuk rencana pengobatan pada kunjungan berikutnya4. Kabut stroma : Kabut dapat berkisar dari kornea jernih (kelas 0) ke kekeruhan lengkap (kelas 5) tanpa melihat ke dalam ruang anterior4. Perforasi kornea : Jarang terjadi pada penderita, lebih cenderung terjadi setelah paparan awal (dari hari sampai minggu) pada cedera mata berat yang memiliki kemampuan penyembuhan yang buruk4. Reaksi inflamasi bilik anterior : hal ini dapat bervariasi dengan melihat sel dan flare pada reaksi fibrinoid yang kuat ruang anterior. Secara umum, hal ini lebih sering terjadi dengan cedera alkali karena penetrasi yang lebih dalam4. Kerusakan adnexal / parut : Mirip dengan cedera kimia pada daerah kulit lainnya, hal ini dapat mengakibatkan masalah paparan berat jika jaringan parut menghambat penutupan kelopak mata, karena itu, menunjukkan permukaan mata yang sudah rusak4.

IV.

PENATALAKSANAAN TRAUMA KIMIA


13

Pengobatan yang paling penting dari trauma kimia adalah irigasi segera seluasluasnya. Larutan steril osmotik yang lebih tinggi seperti larutan amfoter (Diphoterine) atau larutan buffer (BSS atau Ringer laktat) yang ideal. Jika tidak tersedia, saline isotonik steril merupakan irrigant yang sesuai. Larutan hipotonik, seperti air, menghasilkan penetrasi yang lebih dalam dari bahan korosif ke dalam struktur kornea karena meningkatnya gradien osmotik kornea (420 mos / L) 4. Durasi dan jumlah irigasi ditentukan oleh pH mata. Lanjut irigasi sampai pH tetap pada tingkat normal selama 30 menit. Penggunaan lensa mata Morgan atau sistem irigasi lain dapat meminimalkan gangguan dari blefarospasme, yang biasanya dapat berat. Jika ini tidak tersedia, penutupnya bisa ditarik kembali secara manual dengan retraktor Desmarres, spekulum tutup, atau penjepit kertas bengkok. Ujung tabung intravena dapat mengarahkan aliran cairan steril di mata. Selain itu, gunakan pembersih telinga untuk menghilangkan partikulat yang tertahan di dalam forniks. Siram dengan asam swab ethylenediaminetetraacetic (EDTA) 1% jika agen penyebabnya mengandung kalsium oksida4. EDTA diberikan setelah 1 minggu trauma alkali diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang tebentuk pada hari ke 71. Setelah irigasi, pemeriksaan ophthalmologic menyeluruh sangat dianjurkan. Jika cedera ringan, pasien mungkin dapat diobati cukup dengan antibiotik oftalmik topikal, analgesik oral, dan penutup mata. Tindak lanjut evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam4. Luka bakar lebih berat, luka bakar terutama alkali, memerlukan rawat inap. Pasien memerlukan antibiotik oftalmik topikal, obat nyeri, cycloplegics, dan mydriatics. Jika glaukoma sekunder berkembang, pasien membutuhkan obat penurun tekanan okular4. Pengobatan cedera kimia untuk mata memerlukan intervensi medis dan bedah, baik akut dan dalam jangka panjang, untuk rehabilitasi visual yang maksimal4. Terlepas dari bahan kimia dasar terkait, tujuan umum manajemen meliputi: (1) mengeluarkan agen menggangu, (2) mendorong penyembuhan permukaan mata, (3) mengendalikan peradangan, (4) mencegah infeksi, dan
14

(5) TIO mengendalikan. Menghilangkan penyebab kimiawi (irigasi). Irigasi sebanyaknya sesegera mungkin adalah terapi tunggal yang paling penting untuk mengobati luka kimia. Jika tersedia, mata harus dibius sebelum diirigasi. Idealnya, mata harus diairi dengan larutan buffer steril seimbang, seperti larutan garam normal atau larutan Ringer laktat. Namun, irigasi langsung bahkan dengan air keran biasa lebih diutamakan tanpa menunggu cairan yang ideal4.

Larutan irigasi harus menyentuh seluruh permukaan mata. Hal ini dapat dilakukan dengan tabung pengairan khusus (misalnya, lensa Morgan) atau spekulum penutup. Irigasi harus dilanjutkan sampai pH permukaan mata dinetralisasi, biasanya memerlukan 1-2 liter cairan4. Mempercepat penyembuhan permukaan ocular (epithelial). Setelah memicu kimia telah sepenuhnya dihapus, penyembuhan epitel bisa dimulai. Mata terluka kimia memiliki kecenderungan untuk kurang menghasilkan air mata yang memadai, sehingga air mata buatan tambahan memainkan peran penting dalam penyembuhan4. Askorbat memainkan peranan penting dalam remodeling kolagen, yang menyebabkan peningkatan dalam penyembuhan kornea. Terap pemasangan lensa kontak balutan sampai epitel telah diregenerasi dapat membantu dalam beberapa pasien. Transplantasi Membran amnion di mata dengan cedera akut mata meningkatkan penyembuhan lebih cepat dari defek epitel pada pasien dengan cedera grade moderat. Tidak ada keuntungan jangka panjang dari transplantasi membran amnion ini terbukti bila dibandingkan dengan pengobatandan pelepasan mekanik adhesi dalam hal munculnya hasil akhir visual terhadap symblepharon dan vascularis kornea dalam pengaturan klinis terkontrol4.

15

Kontrol Inflamasi Mediator inflamasi dilepaskan pada permukaan mata pada saat cedera yang

menyebabkan nekrosis jaringan dan mengikat reaktan inflamasi lebih lanjut. Respon inflamasi yang kuat tidak hanya menghambat reepitelisasi tetapi juga meningkatkan risiko ulserasi dan perforasi kornea. Mengontrol radang dengan steroid topikal dapat membantu menghentikan siklus inflamasi. Steroid topical dapat digunakan secara aman pada pada minggu pertama untuk mengatasi uveitis tanpa meningkatkan risiko pencairan kornea. Dan juga berguna dalam mengurangi sejumlah pembentukan symblepharon. Namun, saat minggu-minggu kedua dan ketiga, fibroblast, mungkin berasal dari keratocytes sekitarnya, kembali memenuhi daerah aseluler yang cedera. Steroid topikal harus dihindari pada periode ini karena dapat menghambat sintesis kolagen dan dengan demikian meningkatkan ulserasi kornea dan pencairan. setelah minggu ketiga, repopulasi fibrokistik kornea telah terjadi dan kortikosteroid dapat sekali lagi dapat digunakan jika diperlukan5. Sitrat berfungsi meningkatkan penyembuhan luka kornea dan menghambat PMNs melalui kelatisasi kalsium. Sebuah penelitian menunjukkan hasil visual yang lebih baik dengan menggunakan antara askorbat dan sitrat untuk mengendalikan cedera kimia pada mata. Acetylcysteine (10% atau 20%) dapat menghambat kolagenase untuk mengurangi ulkus kornea, namun penggunaan klinis saat ini masih menjadi kontroversial4.

Mencegah infeksi Bila epitel kornea hilang, mata rentan dengan infeksi. Antibiotik profilaksis topikal dapat dipilih sebagai terapi tahap awal4.

Kontrol TIO Penggunaan aqueos supresan (diuretic) sangat dianjurkan untuk mengurangi TIO sekunder karena cedera kimia, keduanya dipilih sebagai terapi awal dan pada saat pemulihan tahap lanjut, jika TIO tinggi (> 30 mm Hg) 4.

16

Kontrol nyeri Cedera kimia berat dapat sangat menyakitkan. Spasme siliaris dapat ditangani dengan penggunaan agen sikloplegik, namun, obat nyeri oral mungkin diperlukan pada awalnya untuk mengontrol rasa sakit4.

Perawatan Bedah Menghilangkan memicu kimia - Setelah menanamkan anestesi topikal, menyapu fornices dengan pembersih telinga lembab steril untuk menghilangkan bahan asing yang ditahan. - Teknik ini sangat penting ketika partikulat (misalnya, plester) bertanggung jawab atas cedera4. Meningkatkan penyembuhan permukaan okular - Nekrotik Debride konjungtiva / jaringan kornea - Amnion Sementara membran tempelan - Limbal transplantasi sel induk - Menumbuhkan sel induk lembar transplantasi kornea epitel - Lisis dari symblepharon konjungtiva. Adhesi adalah menemukan kemudian, dan mereka dapat dikelola dengan lisis diulang menggunakan batang kaca atau pembersih telinga steril4. Mencegah infeksi: perekat jaringan Cyanoacrylate dapat diterapkan untuk pengobatan perforasi kornea kecil4. Visual rehabilitasi - Menembus keratoplasty dengan atau tanpa ekstraksi katarak - Keratoprosthesis Kontrol TIO: Glaukoma penyaring bedah atau penempatan shunt tabung air dapat digunakan untuk kasus TIO peningkatan refrakter untuk manajemen pengobatan4.
17

V.

PROGNOSIS Secara umum, prognosis cedera kimia mata secara langsung berkorelasi dengan

keparahan cedera yang dihasilkan terhadap struktur mata dan adneksa4. Banyak sistem klasifikasi dan revisi yang karenanya ditujukan untuk mengelompokkan trauma pada mata dalam kaitannya dengan prognosis yang ada, termasuk sistem berikut: Hughes, Roper-Hall, dan Pfister. Pada intinya, semua sistem bertujuan untuk mengukur tingkat keterlibatan epitel kornea, tingkat hilangnya sel batang limbal, dan tingkat keterlibatan konjungtiva4. Cedera dapat dinilai 0-5, sebagai berikut: Grade 0 - defek Minimal epitel, stroma kornea jelas, tidak ada iskemia limbal4. Grade 1 - defek epitel parsial-lengkap, stroma kornea jelas, tidak ada iskemia limbal4. Grade 2 - defek epitel parsial-lengkap, kabut stroma ringan, tidak ada atau hanya iskemia limbal ringan4. Grade 3 - defek epitel Lengkap, kabut stroma moderat, kurang dari sepertiga dari limbus iskemik4. Grade 4 - defek epitel Lengkap, kabut stroma kabur rincian iris, sepertiga sampai dua pertiga dari limbus iskemik4. Grade 5 - defek epitel Lengkap, kekeruhan stroma, lebih dari dua pertiga dari limbus adalah iskemik4. Grade 0-2 diperkirakan sapat sembuh dengan baik dengan perawatan yang tepat dan tindak lanjut pemeriksaan. Perjalanan untuk grade 3-5 lebih kecil dan mungkin memerlukan
18

intervensi bedah, baik transplantasi stem sel limbal atau penetrasi keratoplasti, untuk menumbuhkan permukaan kornea. Luka-kelas yang lebih tinggi lebih rentan terhadap komplikasi sekunder4.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. Trauma Kimia. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2009; h 271 273. 2. Mandang, J.H.A. Trauma Kimia. Penyebab Utama Kebutaan di Indonesia. Manado : Percetakan Negara Manado. 1981; h 53 54. 3. Weaver, C. N. M., Rosen, C. L., Burns, Ocular ., eMedicine Journal. 2010. 4. Randleman, J.B., Bansal, A. S., Burns, Chemical., eMedicine Journal. 2009. 5. Kanski, Jack J. Chemical Conjunctivitis. Clinical Ophthalmology. Butterworth Heinemann; page 89 90. 6. Pfister, Roswell R., Koski, Judith. Alkali Burns of the Eye : Pathophysiology and Treatment. Southern Medical Journal Vol. 75 No. 4. 1982

19

Anda mungkin juga menyukai