Anda di halaman 1dari 48

BAB I PENDAHULUAN

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecendrungan peningkatan angka insiden dan prevalensi Diabetes Melitus Tipe-2 (DM tipe-2) di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya kenaikan jumlah diabetisi (penderita diabetes) yang cukup besar ditahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan hasil penelitian diberbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran DM tipe-2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993, dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah suburban di Jakarta. Pasien diabetes mellitus (DM) memiliki kecendrungan tinggi untuk mengalami ulkus di kaki yang sulit sembuh dan berisiko amputasi. Keadaan ini memberi beban sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat. Data menunjukkan 15-25% dari pasien DM akan mengalami ulkus di kaki didalam hidup mereka, sebanyak 14-24% memerlukan amputasi, pada pasien yang sudah sembuh dari ulkus, angka kumulatif dalam 5 tahun dalam hal kekambuhan mencapai 66% dan amputasi sebanyak 12%. Masalah tersebut sepenuhnya dapat dicegah melalui perawatan yang baik dan edukasi. Hanya dengan deteksi dini, pengawasan kaki yang ketat, pengobatan agresif, pendekatan multidisiplin, edukasi tentang perawatan kaki dan penggunaan sepatu serta kontrol gula darah, maka hal yang mengancam jiwa dan kaki itu bisa diatasi. Pengetahuan tentang perawatan kaki pada pasien diabetes disadari sangat tidak memadai. Di negara yang telah maju pun hanya sedikit pasien yang mendapatkan pengetahuan yang memadai dari dokter tentang kaki diabetes (1,3%). Pengetahuan 1

bahwa pada penderita kaki diabetes yang seharusnya memakai sepatu khusus hanya 7%. Hanya sebanyak 30% yang melakukan perawatan kaki secara teratur.4 Di Rumah Sakit Sanglah selama periode 1 bulan (Februari 2011), didapatkan prevalensi penderita ulkus pada penderita diabetes sebanyak 3,4% dari seluruh penderita (625 orang) yang dirawat maupun kontrol di poliklinik diabetes. Gradasi luka menurut Wagner, grade 2 sebanyak 2 orang (10%), grade 3 sebanyak 9 orang (43%), dan grade 4 sebanyak 10 orang (47%), dengan hasil biakan kuman yang didapatkan hampir semuanya resisten dengan obat yang sering dipakai karena ditanggung oleh pemerintah (Cefotaxim dan Ciprofloxacin), sehingga memerlukan biaya yang sangat tinggi dalam perawatannya. Keadaan ini perlu disikapi dengan baik karena angka kejadian kaki diabetes 25 kali lebih banyak dari kejadian nefropati terutama yang sampai menjalani dialisis. Pasien yang memiliki riwayat luka pada kaki, memiliki risiko 34 kali lebih tinggi dibanding dengan yang belum memiliki riwayat luka untuk kemungkinan akan menderita ulkus yang baru. Kondisi imunitas yang mulai menurun, tingkat ketahanan menghadapi stress akan kondisi diri seperti misalnya pengidap penyakit kronis, serta berbagai hal dari sistem tubuh yang mulai mengalami kemunduran akan menimbulkan komplikasi lain yang lebih berat baik secara fisik maupun psikis. Ditambah lagi bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang diderita seumur hidup. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan program pencegahan untuk mencegah terjadinya ulkus dengan perawatan kaki secara teratur mencakup terapi sepatu yang sesuai dengan edukasi secara menyeluruh disamping kontrol penyakit indukknya (diabetes) dengan baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut (DM tipe 1) maupun relatif. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang diderita seumur hidup. Penyakit ini merupakan penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dimana terjadi defek pada sel beta pankreas sebagai penghasil insulin atau defek pada ambilan glukosa di jaringan perifer atau keduanya (DM tipe-2). Diabetes adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia).1,2,6,7 Diabetes Mellitus Diabetic Foot (DMDF) atau ulkus kaki diabetik adalah kaki pada pasien dengan diabetes mellitus yang mengalami perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi atau destruksi jaringan yang dalam yang berhubungan dengan abnormalitas neurologis, penyakit vaskular perifer dengan derajat bervariasi, dan atau komplikasi metabolik dari diabetes pada ekstrimitas bawah.7 2.2 Epidemologi DM tipe-2 adalah jenis DM yang paling banyak ditemukan yakni lebih dari 90%. Timbul makin sering setelah umur 40 tahun. Berbagai faktor genetik, lingkungan dan cara hidup berperan dalam perjalanan penyakit diabetes. Ada kecendrungan penyakit ini timbul dalam keluarga. Diabetes yang terdiagnosis paling umum terjadi di populasi umur setengah baya dan tua, dengan tingkat tertinggi terjadi pada orang berusia 65 tahun dan usia lebih tua.1,9

2.3 Patofisiologi Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya dibelakang lambung. Didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormone insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa dalam darah. Tiap pancreas mengandung kurang lebih 100.000 pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Disamping sel beta, ada juga sel alfa yang memproduksi glucagon yang bekerja sebaliknya dari insulin yaitu meningkatkan kadar glukosa darah. Juga ada sel delta yang mengeluarkan somatostatin.1 Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masukknya glukosa kedalam sel, untuk kemudian didalam sel glukosa tersebut dimetabolisme menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat gula darah meningkat. Dalam keadaan ini badan akan menjadi lemah karena tidak ada sumber energi didalam sel. Hal ini terjadi pada diabetes tipe -1 (DM tipe-1).1 Pada DM tipe-1, insulin tidak ada karena pada jenis ini timbul reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya antibody terhadap sel beta yang disebut ICA ( Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibody (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulinitis bisa disebabkan oleh bermacammacam diantaranya virus, seperti virus Cocksakie, Rubella,CMV, Herpesi dan lain-lain. Yang diserang pada insulinitis hanya sel beta, biasanya sel alfa dan sel delta tetap utuh.1 Pada diabetes tipe-2 (DM Tipe-2), jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor yang kurang ini menyebabkan glukosa yang masuk kedalam sel juga kurang atau sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama 4

dengan pada DM tipe-1. Perbedaanya adalah DM tipe-2 disamping kadar glukosa yang tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin.1Penyebab resistensi insulin pada DM tipe-2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor seperti obesitas terutama obesitas yang bersifat sentral (bentuk apel), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan serta faktor keturunan (herediter).1 Pada diabetes mellitus dapat berlanjut menjadi ulkus terutama pada ekstremitas bawah yang dalam hal ini adalah kaki. Ada beberapa komponen penyebab sebagai pencetus timbulnya ulkus diabetikum pada pasien diabetes, dapat dibagi 2 faktor besar yaitu: 2.3.1 Faktor kausatif a. Neuropati perifer (sensorik, motorik, autonom) Merupakan faktor kausatif utama dan terpenting. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan kerja enzim aldose reductase dan sorbitol dehydrogenase. Hasil kerja enzim tersebut mengkonversi glukosa intraseluler menjadi sorbitol dan fruktosa. Akumulasi produk ini menurunkan sintesis sel saraf myoinositol, yang diperlukan untuk konduksi pada saraf normal. Selain itu, konversi kimia glukosa menyebabkan penurunan cadangan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate, yang diperlukan untuk detoksifikasi terhadap stress oksidatif dan untuk sintesis vasodilator nitric oxide. Hasilnya akan terjadi peningkatan stress oksidatif dalam sel saraf dan terjadi vasokonstriksi yang menyebabkan iskemia yang nantinya memicu cidera sel saraf dan kematian.3,10 Neuropati sensorik biasanya derajatnya cukup dalam (>50%) sebelum mengalami kehilangan sensasi proteksi yang berakibat pada kerentanan terhadap trauma fisik dan termal sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri dan tekanan yang hilang, tetapi juga propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga hilang. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot-otot di kaki, mengakibatkan penonjolan tulang-tulang abnormal, arsitektur normal kaki berubah, deformitas 5

yang khas seperti hammer toe dan hallux rigidus. Sedangkan neuropati autonom atau autosimpatektomi, ditandai dengan kulit yang kering, tidak berkeringat dan peningkatan capillary filling sekunder akibat shunting arteriovenous kutan, hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit. Semuanya menjadikan kaki rentan terhadap trauma yang minimal.3 b. Tekanan plantar kaki yang tinggi. Merupakan faktor kausatif kedua terpenting. Keadaan ini berkaitan denga dua hal yaitu keterbatasan mobilitas sendi (ankle, subtalar, first metatarsophalangeal joints) dan deformitas dari kaki. Pada suatu penelitian mengatakan bahwa pasien denga neuropati perifer, 28% dengan tekanan plantar yang tinggi, dalam 2,5 tahun kemudian timbul ulkus dikaki dibanding dengan pasien tanpa tekanan plantar tinggi.3 c. Trauma Terutama trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan alas kaki, 11% karena cedera kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat komplikasi tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku jari kaki.3 2.3.2 Faktor kontributif a. Aterosklerosis Ateroskerosis karena penyakit vaskuler perifer terutama mengenai pembuluh darah femoropoplitea dan pemburluh darah kecil dibawah lutut, merupakan faktor kontributif terpenting. Risiko ulkus, dua kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibanding pasien non diabetes.3 Pada pasien DM proses timbulnya aterosklerosis lebih dini dan lebih ekstensif dibanding populasi umum. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, walaupun demikian telah dipertimbangkan peranan dari lipoprotein glikasi yang nonenzimatik. Lesi aterosklerosis pada DM dimulai dengan oksidasi kolesterol LDL yang meningkat dengan kolesterol HDL yang rendah. Sebagai akibat rasio 6

LDL per HDL yang meningkat cenderung terjadi aterosklerosis. Faktor lain yang mempercepat aterosklerosis pada DM adalah peningkatan agregasi trombosit akibat kenaikan sintesis tromboxan A2 dan menurunnya sintesis prostasiklin. Hiperglikemia sendiri secara tidak langsung menyebabkan kenaikan sekresi endotelin-1 pada in vitro sedang produksi nitritoksida menurun. Endotelin adalah vasokonstriktor kuat dan mitogenik terhadap otot polos vaskuler, sedang NO merupakan vasodilator yang bersifat antimitogenik dan menekan agregasi trombosit. Ditemukan 7 efek metabolik yang toksik untuk jaringan endotel yaitu efek langsung, imunologi, reologi, sitokin, glikasi, oksidan dan sorbitol. Selanjutnya terjadi agregasi dan adhesi trombosit yang melibatkan terutama faktor von Willebrand dan dengan adanya fibrinogen yang meningkat pada DM tidak terawat akan memudahkan terjadinya mikrotrombus. Peranan sindroma metabolik yang dikemukakan oleh Reaven pada tahun 1988 yang merupakan faktor risiko independen dalam terjadinya gangguan pembuluh darah besar terutama tampak pada DM tipe-2 dimana juga ditemukan faktor independen lainnya seperti hipertensi, dislipidemia, dan obesitas.10 Sekitar 80-90% lesi pada kaki pada DM disertai oleh iskemia yang signifikan. Adanya iskemia menyebabkan katabolisme terganggu, kadar serotonin (5 hidroksi triptamin = 5HT) meningkat dan pembuluh darah serta trombosit cenderung supersensitif terhadap serotonin yang akan memberi efek biologik berupa konstriksi pada arteri dan vena, yang disebut sebagai vasospasme komplit. Selain itu serotonin memudahkan trombosit di sekitarnya untuk ikut dalam proses terbentuknya trombus. Hal ini semua menyebabkan sumbatan pada arteri ekstremitas bawah yang akan menyebabkan iskemia jaringan dan gampang mengalami ulserasi.10

b. Diabetes Diabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara intrinsik, termasuk diantaranya gangguan collagen cross-linking, gangguan fungsi matrix metalloproteinase, dan gangguan imunologi terutama gangguan fungsi PMN. Disamping itu penderita diabetes memiliki angka onikomikosis dan infeksi tinea yang lebih tinggi, sehingga kulit mudah mengelupas dan mengalami infeksi.3

Bagan 1. Pathogenesis terjadinya ulkus pada kaki pasien diabetes.

Gambar 1. Faktor risiko ulkus kaki diabeteikum. 2.4 Diagnosis Berbagai keluhan dapat ditemukan pada diabetisi. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti poliuria yaitu banyak kencing, polifagia yaitu banyak makan, polidipsia yaitu banyak minum, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Diagnosis DM ditegakkan melalui 3 cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu lebih dari atau sama dengan 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 gram glukosa lebih sensitive dan spesifik disbanding dengan pemeriksaan gula darah puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit dilakukan berulang-ulang dan dalam praktik sangat jarang dilakukan. Ketiga, dengan pemeriksaan gula darah puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.2 9

Tabel 1. Kriteria diagnosis DM.2 1


Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) (Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terahir) Atau Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL (7,0 mmol/L) (puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam) Atau Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) (TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke air)

Pada pasien DM dengan komplikasi ulkus pada kaki atau yang akan mengarah terjadinya ulkus pada kaki akan mengeluh terjadi luka yang tidak kunjung sembuh dengan pengobatan luka biasa. Luka yang awalnya kecil akan bengkak dan meluas lama-kelamaan. Kaki yang akan mengalami ulkus akan kehilangan kemampuan untuk merasakan sensasi baik sensasi nyeri ataupun posisi. Luka tersebut akan berbau busuk dan membuat tidak nyaman penderita dan orang lain disekitarnya. Arsitektur normal kaki berubah, deformitas yang khas seperti hammer toe dan hallux rigidus. Kulit yang kering, tidak berkeringat dan peningkatan capillary filling sekunder akibat shunting arteriovenous kutan, hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, kulit mudah mengelupas dan mengalami infeksi. 3,9,10

10

Gambar 2. Kaki seorang wanita 60 tahun dengan diabetesdan riwayat kalus pada telapak kaki disertai (A) ulserasi pada sub 4th metatarsal head dan (B) 4th left toe, dan kontrol diabetes yang buruk. Infeksi berat pada kaki dan (C) radiografi menunjukkan disorganisasi erosive pada sendi MTP IV. Terjadi perburukan infeksi sekunder pada telapak kaki yang menjadi osteomyelitis dari jari kaki metatarsal IV (D) Pasien diobati dengan antibiotika parenteral dan ray resection.9

Derajat luka pada kaki diabetes diklasifikasikan berdasarkan Wagner. Berikut adalah tabel klasifikasi derajat luka Wagner:9 Tabel 2. Klasifikasi Wagner Grade 0 1 2 3 4 5 Lesi Tidak ada ulkus terbuka bisa terdapat deformitas atau selulitis Ulkus superficial Ulkus dalam hingga tendon atau kapsul sendi Ulkus dalam dengan abses, osteomyelitis atau sepsis sendi Gangren local forefoot atau tumit Gangren pada seluruh kaki

Selain mengetahui derajat luka, pada penderita ulkus kaki diabetes perlu dilakukan pemeriksaan berupa kultur dan sensitifitas kuman terhadap abses pada luka tersebut untuk mengetahui jenis kuman atau bakteri yang telah menginveksi. Sehingga pemberian terapi obat-obatan dapat dipilih obat-obatan yang sesuai dengan kultur dan sensitivitasnya. Kultur dari eksudat dan jaringan dalam dari ulkus dilakukan untuk membuktikan adanya kuman penyebab inveksi. Tekhnik pengambilan spesimen adalah permukaan luka dibersihkan dengan cairan normal saline dan kasa steril, contoh eksudat diambil dengan mengoleskan cotoonswab steril pada permukaan ulkus, sedangkan jaringan dalam diambil dengan pisau scapel. Berikut adalah diagram distribusi agen pathogen pada hasil kultur abses pada ulkus kaki diabetes.3,9

11

Gambar 4. Distribusi organisme pathogen pada hasil kultur ulkus kaki diabetes. 2.5 Penatalaksanaan. Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup diabetisi. Tujuan penatalaksanaan diantaranya jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah. Jangka panjang: tercegahnya dan terhambatnya progesivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas dini DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistic dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.2 a. Langkah-langkah penatalaksanaan DM 1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama melipiuti: a. Riwayat Penyakit: b. Pemeriksaan Fisisk 12

c. Evaluasi Laboratoris/Penunjang lain d. Tindakan Rujukan 2. Evaluasi Medis Secara Berkala Dialkukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesuadah makan sesuai dengan kebutuhan Pemeriksaan A1c dilakukan setiap 3 bulan Setiap satu tahun dilakukan pemeriksaan: Jasmani lengkap Albuminuria mikro Kreatinin Albumin/globulin dan ALT Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan rigliserida EKG Foto sinar X dada Funduskopi

b. Pilar Penatalaksanaan DM. Pengelolaan DM dimulai dengan terpai gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun dengan cepat, ketonuria, insulin dapat diberikan segera. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tentang tanda dan gejala hipoglikemi dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dialkuakn secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. 1. Edukasi 13

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengeloalan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang: Perjalanan penyakit DM Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM Penyulit DM dan risikonya Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia) Mengatasi sementara keadaan gawat daraurat seperti rasa sakit atau hipoglikemia Pentingnya latihan jasmani yang teratur Masalah khusus yang dihadapi (misalnya hiperglikemia, pada kehamilan) Pentingnya perawatan diri Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Edukasi dapat diberikan secara individual dengan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi dan dokumentasi. 2. Terapi gizi medis Terapi gizi medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari 14

anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai target terapi Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. a. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: 1. Karbohidrat Karbohidrat dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Pembatrasan karbohidrat total kurang dari 130 g/hari tidak dianjurkan. Makanan harus mengandung lebih banyak karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Sukrosa tidak boleh lebih dari 10% total asupan energi. Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. 2. Lemak Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh kurang dari 7% kebutuhan kalori. Bahan makan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain daging berlemak dan susu penuh. Anjuran konsumsi kolesterol kurang dari 300 mg/hari. 3. Protein Dibutuhkan sebesar 15-20% total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah iakn, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe. 4. Garam Asupan natrium tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 1 sendok teh garam dapur. 5. Serat Penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacangkacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat. 6. Pemanis. 15

Batasi penggunaan pemanis bergizi seperti gula alcohol dan fruktosa. Dalam penggunaanya pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. b. Kebutuhan Kalori Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan diabetisi diantaranya adalah dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori /kgBB ideal ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan lain-lain. Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB. Untuk pasien di atas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade 40-59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60-69 tahun dan dikurangi 20% diatas 70%. Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai intensitas aktivitas fisik. Penambahan sejumalah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat. Berdasarkan berat badan, bila kegemukan dikurangi 20-30%, bila kurus ditamabha 20-30%. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien sejauh mungkin perubahan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kebiasaan. 3. Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) , merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan. Kurangi aktivitas misalnya menonton televise, 16

menggunakan internet, atau main game komputer. Persering aktivitas misalnya jalan cepat, olah otot, ataupun bersepeda. 4. Intervensi Farmakologis Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani. 1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan: a. Pemicu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) 1. Sulfonilurea Obat ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih bisa diberikan pada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan tidak dianjurkan penggunaan sulfonylurea kerja panjang pada berbagai keadaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular. 2. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonylurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Obat ini di absorbs dengan cepat setelah pemberian secara oral dan di ekskresi secara cepat melalui hati. Golongan ini terdiri dari dua macam obat yaitu Repaglinid (derivate asam benzoate) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). b. Penambah Sensitivitas Terhadap Insulin Contoh obat ini adalah Tiazolidindion (Rosiglitazon dan Pioglitazon) berikatan pada peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPAR ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion 17

dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan Tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. Saat ini Tiazolidindion tidak digunakan sebagai obat tunggal. c. Penghambat Glukoneogenesis (Metformin) Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Obati ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. d. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulakna efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dab flatulen. 2. Insulin a. Insulin diperlukan pada keadaan: Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetic Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper maksimal Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) 18

Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan TGM Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

b. Jenis dan Lama Kerja Insulin Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 4 jenis yaitu: Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap (premixed insulin) Efek samping terapi insulin antara lain hipoglikemi, reaksi imun terhadap insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin. Tabel 3. Insulin yang Beredar di Indonesia.6
Macam insulin Cepat: Humalog Apidra Aspart Pendek: Actrapid Humulin-R Menengah: Insulatard Human Monotard Human Humulin_N Buatan Eli Lily (U-100) Aventis (U-100) Novo (U-100) Novo (U-40 danU100) Eli Lily (U-40 danU-100) Novo (U-40 danU100) Novo (U-40 danU100) Eli Lily (U-100) Efek Puncak (jam) Lama Kerja (jam)

1-2

4-6

2-4

6-8

2-8

18-24

19

Campuran: Mixtard 30/70 Humulin 30/70 Humalog Mix 25 Panjang: Lantus

Novo (U-40 danU100) Eli Lily (U-100) Eli Lily (U-100) Aventis (U-100)

2-8

14-15

Tanpa puncak Peakless insulin

24

3. Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan diet rendah untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. 2 Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Bila dengan cara tersebut kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberi insulin saja.2 Pengananan Ulkus Kaki Diabetes Setelah infeksi ulkus dinilai, selanjutnya adalah debridement sebagai langkah yang vital dan esensial sebagai usaha wound bed preparation. Ada 3 tujuan debridemen yaitu drainase pus dan menghilangkan jaringan nekrotik, memperbaiki lingkungan luka untuk merangsang penyembuhan luka, dan untuk menilai beratnya infeksi, disamping dapat mengambil contoh jaringan dalam untuk kultur. Debridement harus dikombinasi dengan atibiotika. Amputasi biasanya dilakukan jika inveksi jaringan lunak yang luas atau kombinasi bersama 20

osteomielitis. Pasca operasi perlu dilakukan perawatan berupa perawatan ulkus, balut diganti 2-3 kali sehari, antibiotika sesuai kultur, kontrol edema dan pemberian nutrisi adekuat. Pembalut oklusif atau semi oklusif telah dikembangkan untuk merangsang reepiteliasi, mengurangi nyeri dan masa penyembuhan, menyerap darah dan cairan tubuh serta tidak nyeri saat pemasangan atu pelepasan. Pembalut tersebut contohnya adalah pembalut hidroklorid, Alginat, Hidrogel, Foam, Hidrofiber, pembalut yang mengandung kasa paraffin dan tidak lengket, serta pembalut yang dapat merangsang angiogenesis dan bisa menurunkan infeksi yaitu pembalut atau krim asam hyaluronat dan pembalut yang mengandung arang dan silver.3 Selain perawatan luka, pada pasien perlu diberikan sepatu khusus penderita diabetes untuk mencegah terjadinya perlukaan yang baru. Sepatu tersebut dirancang khusus sesuai dengan bentuk kaki dan daerah pada kaki yang mengalami penekanan. Daerah pada kaki yang mengalami penekanan paling tinggi diberikan bantalan yang lembut guna menurunkan gesekan yang berpotensi menyebabkan perlukaan baru. Berikut adalah gambar contoh sepatu pasien diabetes.3 Perawatan Kaki Diabetes Untuk mengindari komplikasi lebih lanjut, perlu dilakukan perawatan pada kaki pasien DM baik tanpa atau dengan ulkus. Berikut adalah panduan perawatan kaki pasien diabetes.11 1. Perhatikan kaki setiap hari. Lihat apakah ada luka, bula, kemerahan, bengkak atau masalah pada kuku. Gunakan kaca untuk melihat bagian bawah kaki.segera kedokter bila menemukan masalah pada kaki. 2. Cuci kaki pada air hangat kuku (bukan panas). Jaga kebersihan kaki dengan cara mencucinya setiap hari. Tetpi hanya air hangat kuku yang bisa digunakan.

21

3. Hati hati saat memandikan kaki. Cuci kaki menggunakan lap lembut atau spons lembut. Segera keringkan agar tidak menjadi lembap. 4. Oleskan pelembap (jangan diantara jari kaki). Gunakan pelembap untuk menjaga agar kaki tidak kering dan berkerak. Tetapi jangan memberikan pelembap diantara jari kaki karena dapat menyebabkan tumbuhnya jamur. 5. Hati-hati dalam memotong kuku kaki (arahkan potongan lurus). Potong kuku jangan terlalu pendek sampai ke tepi, karena bagian tepi kuku akakn tumbuh menusuk jari kaki bila dipotong terlalu pendek. Potong kuku dengan arah lurus. 6. Jangan memotong kalus sendiri. Pemotongan atau pengikisan kalus dilakukan oleh dokter atau ditempat perawatan kaki diabetes. 7. Gunakan kaos kaki yang bersih dan kering dengan cara menggantinya setiap hari 8. Hindari kaos kaki yang tidak sesuai. Jangan menggunakan kaos kaki dengan pengetat berhan karet, karena dapat mengurangi sirkulasi darah. 9. Gunakan kaos kaki saat tidur. merasakan ada benda didalam sepatu yang dapat melukai kaki. 11. Jaga kaki agar tetap hangat dan kering 12. Jangan berjalan tanpa alas kaki. 13. Control gula darah agar tetap dalam kondisi terkontrol 14. Hindari merokok, karena dapat menurunkan aliran darah kekaki. 15. Lakukan kontrol secara rutin kedokter untuk mengetahui apakah terjadi masalah pada kaki. 10. Bersihkan bagian dalam sepatu sebelum digunakan, karena kaki tidak dapat

22

Gambar 5. Contoh sepatu pasien diabetes.

BAB III TINJAUAN KASUS

23

I. IDENTITAS PASIEN Inisial Tempat, tanggal lahir Usia Jenis Kelamin Agama Suku Kewarganegaraan Pekerjaan Alamat Tanggal MRS Tanggal Saat Dijadikan Kasus II. ANAMNESIS Keluhan Utama Keluhan Penyerta II.1 : Luka pada kaki kiri : Nyeri dan kesemutan pada kaki : 23 Juni 2012 (pukul 14:00 WITA) : ND : Gianyar, 30 Desember 1950 : 61 tahun : Laki-laki : Hindu : Bali : Indonesia : Buruh bangunan : Br. Puseh Ketewel Sukawati, Gianyar. : 18 Juni 2012 (pukul 11:24 WITA)

Riwayat Penyakit Sekarang

Luka pada kaki kiri dikatakan timbul sejak 2 bulan sebelum MRS. Luka dikatakan awalnya timbul sebagai luka melepuh seperti luka bakar dengan kantung yang berisi cairan bening (bulla) pada sisi luar dari punggung kaki kiri dan berukuran sebesar uang logam (diameter 3 cm). Bulla kemudian dikatakan pecah menjadi luka terbuka dan perlahan-lahan timbul nanah bercampur darah pada luka. Luka kemudian semakin meluas dan bertambah dalam sampai meliputi setengah bagian sisi luar punggung kaki kiri dan disertai pembengkakan. Luka juga disertai rasa panas dan nyeri yang cukup berat yang dirasakan seperti rasa tertusuk-tusuk dan berdenyut. Rasa nyeri dirasakan di seluruh area luka dan area di sekitar luka. Rasa nyeri dikatakan menetap dan bertambah berat terutama jika pasien berusaha menggerakkan kakinya. Riwayat demam sejak timbul luka

24

bernanah positif. Riwayat trauma pada kaki, paparan terhadap suhu panas atau dingin yang ekstrim, dan paparan terhadap zat kimia disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluh rasa kesemutan pada kedua kakinya yang dirasakan sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Rasa kesemutan terasa mulai dari bawah lutut sampai punggung kaki. Rasa kesemutan dikatakan bersifat hilang timbul, timbul terutama pada malam hari. Rasa kesemutan berkurang dengan pemijatan dan dirasakan semakin memberat terutama ketika cuaca dingin. Riwayat rasa panas terbakar, rasa nyeri seperti tersengat aliran listrik, tertusuk-tusuk, atau tersayatsayat yang timbul spontan pada kaki disangkal. Pasien juga mengeluh nyeri hilang timbul yang dirasakan di otot paha dan betis kiri. Rasa nyeri dirasakan sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu dan dirasakan seperti nyeri kram dan tertusuk-tusuk. Rasa nyeri dirasakan cukup berat dan terutama muncul setelah berjalan kaki dalam jarak yang cukup jauh, namun nyeri juga kadang-kadang timbul ketika pasien beristirahat. Nyeri semakin memberat jika pasien menggunakan kakinya untuk berjalan dan berkurang bahkan sampai menghilang jika pasien mengistirahatkan kakinya. Aktivitas buang air kecil (BAK) dikatakan 2-3 kali sehari, volume urin yang keluar gelas aqua atau 60 cc setiap kali kencing dengan warna urine kuning terang, tanpa disertai darah atau nanah. Kencing seret atau tersendat-sendat disangkal. Rasa nyeri pada saat kencing, nyeri bagian perut bawah atau pinggang juga disangkal. Pasien juga sering merasa lemas dan tidak nafsu makan. Mual, muntah, dan sesak napas disangkal. II.2 Riwayat Pengobatan

Pasien merupakan pasien rujukan dari RS Sanjiwani Gianyar. Pasien telah menjalani perawatan di RS Sanjiwani Gianyar sejak 2 bulan yang lalu akibat luka pada kaki kiri yang dideritanya dan telah mendapat perawatan luka dan pengobatan dengan glibenklamid dan siprofloksasin, namun kondisi luka pada 25

kaki kirinya dikatakan tidak mengalami perbaikan. Pasien akhirnya dirujuk ke RSUP Sanglah untuk mendapatkan perawatan luka dan pengobatan yang lebih optimal. II.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien terdiagnosis DM Tipe 2 sejak tahun 2006. Pasien sempat menjalani perawatan di RSUP Sanglah pada tahun yang sama karena terdapat luka pada kaki kanan. Sejak terdiagnosis DM Tipe 2, pasien hanya mendapat terapi OHO (glibenklamid) yang didapatkan dari perawat yang merawat pasien sehari-hari. Pasien tidak pernah memeriksakan diri secara rutin ke dokter atau rumah sakit sejak terdiagnosis. Pasien mengaku tidak tahu apakah dirinya mengidap hipertensi atau tidak. Sejak 2 tahun yang lalu pasien mengaku mulai merasakan kekaburan pada pandangan kedua matanya. II.4 Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Riwayat diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, atau penyakit mata dalam keluarga pasien disangkal. II.5 Riwayat Personal dan Sosial

Pasien merupakan pensiunan pegawai negeri sipil. Semenjak pensiun, pasien kadang-kadang bekerja sebagai buruh bangunan. Sehari-hari ketika bekerja, pasien mengaku sering memakai sepatu bot berbahan dasar plastik. Pasien merupakan perokok aktif sejak remaja, namun pasien mengaku sudah berhenti merokok sejak 3 tahun yang lalu. Setiap hari pasien bisa menghabiskan setengah bungkus rokok. Riwayat minum minuman beralkohol disangkal. Sejak terdiagnosis DM Tipe 2, pasien tidak pernah mengatur secara ketat pola makannya, pasien mengaku hanya menghindari mengkonsumsi makanan atau minuman yang manis. Pasien mengaku sangat jarang berolahraga karena merasa cepat lelah dan terkadang merasa nyeri yang cukup berat pada otot paha dan betisnya. Karena keterbatasan ekonomi, pasien tidak pernah melakukan kontrol rutin ke dokter atau rumah sakit. 26

III.PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Fisik Umum Kesan sakit Kesadaran Tekanan darah Nadi Respirasi Temperatur aksila Tinggi badan Berat badan BMI Status Gizi : Sedang : Compos mentis (GCS E4V5M6) : 140/90 mmHg : 84 kali/menit, reguler, isi cukup : 20 kali/menit, teratur : 37,5 C : 160 cm : 55 kg : 21,48 kg/m2 : Normal

Pemeriksaan Fisik Khusus Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor, edema palpebra (-/-), sekret (-/-) THT Telinga Hidung Tenggorokan Lidah Bibir Leher Kelenjar getah bening Kelenjar parotis & tiroid JVP 0 cm H2O Thoraks 27 : tidak ditemukan pembesaran : tidak ditemukan pembesaran : daun telinga N/N, sekret (-/-), penurunan pendengaran (-/-) : hidung luar normal, sekret (-/-), NCH (-/-) : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-) : papil lidah atrofi (-), mukosa basah (+) warna merah muda : mukosa basah (+) warna merah muda, stomatitis (-)

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis, pulsasi epigastrial (-) : Teraba iktus kordis di ICS V garis MCL (midclavicularline) sinistra, thrill (-), lifting (-) : Batas atas jantung setinggi ICS II, batas bawah jantung setinggi ICS V, batas kanan jantung 1 cm PSL (parasternal line) kanan, batas kiri jantung ICS V MCL sinistra. Auskultasi Paru Inspeksi Palpasi Perkusi : dinding thoraks simetris statis & dinamis, retraksi (-) : taktil vokal fremitus N/N, pergerakan simetris : sonor/sonor sonor/sonor sonor/sonor Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/+/+ -/-/+/+ -/-/: distensi (-), pelebaran pembuluh darah (-), striae (-) : bising usus (+) normal, bruits aorta (-), arteri renalis (-/-), arteri iliaka (-/-), arteri femoralis (-/-) Palpasi Perkusi : nyeri tekan (-) hepar tidak teraba, lien tidak teraba, ballottement (-/-) : distribusi suara timpani (+), Traubes space timpani : Suara jantung S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Abdomen Inspeksi Auskultasi

Ekstremitas Kulit dan muskuloskeletal KULIT KAKI Kering/bersisik Tumit pecah-pecah Kaki Kanan Ya Tidak Kaki Kiri Ya Tidak 28

Bulu rambut menipis Tinea pedis Kalus Korn Hiperpigmentasi Edema Healed ulcer KUKU KAKI Menebal Infeksi Perubahan warna Rapuh Ingrowing nail Atrofi TELAPAK KAKI Hallux valgus Pes calvus Charcot foot JARI KAKI Hammer toe Claw toe Hiperekstensi (cocked up) Maserasi interdigital Lain-lain (sebutkan) -Suhu Vaskular Palpasi Arteri dorsalis pedis TD Sistolik (mmHg) Palpasi Arteri tibialis posterios TD Sistolik (mmHg)

Hangat

Hangat

KANAN Normal 100 Lemah Sulit dievaluasi (terdapat scar atau jaringan fibrotik pada bagian inferior dari maleolus media) 130

KIRI Lemah Sulit dievaluasi (pada kaki terpasang wound dressing) Lemah Sulit dievaluasi (pada kaki terpasang wound dressing) 130

TD Sistolik arteri brakialis (mmHg)

29

Ankle Brachial Index (ABI) Neuropati Monofilamen 10-g Garpu tala 128 Hz Refleks tendo Achilles Cotton wool Proprioception Nyeri (pin prick)

0,77

Tidak dapat ditentukan

KAKI KANAN Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi Menurun Menurun Normal Menurun

KAKI KIRI Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi Sulit dievaluasi

A Gambar 1. Kaki kanan pasien, tampak depan (a), dan sisi medial (b).

30

Gambar 2. Penampakan ulkus pada sisi lateral kaki (a) dan ibu jari kaki kiri (b). Tampak pus dan jaringan nekrotik pada dasar ulkus dengan kerusakan jaringan yang cukup dalam mencapai tulang dan sendi. Batas ulkus tegas, kulit disekitar ulkus tampak menipis disertai hiperpigmentasi, dan dingin pada perabaan. Jaringan disekitar ulkus tampak membengkak (edema). Kuku tampak menebal dan disertai perubahan warna. i

Klasifikasi PEDIS P : 1. Tidak ada 2. Penyakit arteri perifer+tapi tidak kritis 3. Iskemia tungkai kritis 31

E : 15 cm x 100 cm x 2 cm (sisi lateral kaki kiri), 6 cm x 2 cm x 1 cm (ibu jari kaki kiri) D : 1. Superficial full-thickness, tidak lebih dalam dari dermis 2. Ulkus dalam, di bawah dermis, meliputi struktur subkutan, fasia, otot, atau tendon 3. Semua lapisan selanjutnya dari kaki meliputi tulang dan/atau sendi I : 1. Tidak adan gejala atau tanda infeksi 2. Infeksi hanya pada kulit dan jaringan subkutan 3. Eritema >2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan Tidak ada tanda-tanda sistemik dari respons inflamasi 4. Infeksi dengan manifestasi sistemik: demam, leukositosis (shift to the left), instabilitas metabolik, hipotensi, atau azotemia S : 1. Hilang sulit dievaluasi 2. Intak sulit dievaluasi IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil 14,27 81,40 9,60 6,10 1,40 0,40 11,61 1,37 0,87 0,21 0,06 2,72 7,20 22,30 81,90 26,60 Unit x103/L % % % % % x103/L x103/L x103/L x103/L x103/L x106/L g/dL % fL Pg Nilai Rujukan 4.10 11.00 47.00 80.00 13.00 40.00 2.00 11.00 0.00 5.00 0.00 2.00 2.50 7.50 1.00 4.00 0.10 1.20 0.00 0.50 0.00 0.10 4.00 5.90 13.50 17.50 41.00 53.00 80.00 100.00 26.00 34.00 Keterangan Tinggi Tinggi Rendah Normal Normal Normal Tinggi Normal Normal Normal Normal Rendah Rendah Rendah Normal Normal 32

Darah Lengkap (23 Juni 2012) Parameter WBC %NE %LY %MO %EO %BA #NE #LY #MO #EO #BA RBC HGB HCT MCV MCH

MCHC PLT

32,50 243,00

g/dL x103/L

31.00 36.00 140.00 440.00

Normal Normal

Analisis Gas Darah Arteri (21 Juni 2012) Parameter pH pCO2 pO2 HCO3TCO2 BEecf SO2c Natrium Kalium Hasil 7,36 28,00 158,00 15,10 16,00 -10,70 99,00 137,00 4,60 Satuan mmHg mmHg mmol/L mmol/L mmol/L % mmol/L mmol/L Nilai Rujukan 7.35 7.45 35.00 45.00 80.00 100.00 22.00 26.00 24.00 30.00 -2.00 2.00 95.00 100.00 136.00 145.00 3.50 5.10 Keterangan Normal Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Normal Normal Normal

Kimia Klinik (Tanggal 18 Juni 2012) Parameter BUN Creatinin SGOT SGPT Albumin Asam Urat Gula Darah Sewaktu Hasil 53,00 3,55 9,90 6,70 139,00 Satuan mg/dL mg/dL U/L U/L g/dL mg/dL mg/dL Nilai Rujukan 8.00 23.00 0.70 1.20 11.00 33.00 11.00 50.00 3.40-4.80 2.00-7.00 70.00 140.00 Keterangan Tinggi Tinggi Rendah Rendah Normal

Parameter Hasil Satuan Kolesterol 68,00 mg/dL HDL-C 25,60 mg/dL LDL-C 16,70 mg/dL Trigliserida 89,00 mg/dL GDP 140,00 mg/dL GD 2 Jam 132,00 mg/dL A1C 8,34 % Kadar Albumin (Tanggal 21 Juni 2012) Parameter Albumin Hasil 2,10 Satuan g/dL

Nilai Rujukan 140,00-199,00 40,00-65,00 <100,00 <150,00 80,00-100,00 80,00-140,00 0,00-6,50 Nilai Rujukan 3,40-4,80

Keterangan Normal Rendah Normal Normal Tinggi Normal Tinggi Keterangan Rendah 33

Urine Lengkap (Tanggal 18 Juni 2012) Parameter pH Leukosit Nitrite Protein Glukosa Keton Urobilinogen Bilirubin Eritrosit Spesific graviy Warna Sedimen urine - Leukosit - Eritrosit - Sel epitel Sel Gepeng - Sel Bulat - Silinder - Kristal - Uric Acid - Lain-lain Hasil 5,00 25,00 Negatif 25,00 50,00 Negatif Normal Negatif 10,00 1,015 Kuning 3-4 4-5 0-1 + bakteri + Satuan Leu/ L mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL eri/dL /Lp /Lp /Lp /Lp /Lp /Lp /Lp /Lp /Lp Nilai Rujukan 58 Negatif Negatif Negatif Normal Negatif 1 mg/dL Negatif Negatif 1.005 1.020 Kuning Kuning < 6/Lp < 3/Lp --------------Keterangan +1 +1 +1

+1

IMAGING Foto Rontgen Kaki Kiri Tampak lesi osteomyelitik pada kepala metatarsal I phalanx proximal

34

Thoraks AP (Tanggal 18 Juni 2012) Cor: Besar dan bentuk normal, tampak kalsifikasi aortic knob, CTR 51 % Pulmo: tak tampak infiltral/nodul, corakan bronkovascular normal Sinus pleura D/S tajam Diafragma D/S normal Tulang-tulang tidak tampak kelainan Kesan: normal

BOF (Tanggal 18 Juni 2012)


Tampak bayangan radioopaque yang terproyeksi dalam cavum pelvis Tampak bayangan radioopaque multiple yang terproyeksi setinggi VL 2-5 sisi sinistra Kontur ginjal kanan dan kiri tampak jelas Psoas line kanan dan kiri simetris Distribusi gas usus normal bercampur fecal material Kontur hepar dan lien tak tampak membesar Tampak osteofit VL 3-5, pedicle dan spatium intervertebralis baik 35

Rekaman EKG 12 lead (Tanggal 18 Juni 2012)

Irama sinus, HR 83x/menit Axis normal PR interval normal, QRS complex normal, R di V5 + S di V2 < 35 ST changes (-), T wave normal V. DIAGNOSIS KERJA Rekapitulasi Tanggal 23 Juni 2012 Diabetes Mellitus Tipe 2 - Diabetic Foot Wagner Grade III pedis sinistra pro-debridement CKD Stage IV e.c DKD 36

- Anemia Sedang Normokromik-Normositer on CKD - Hipertensi Stage I - Batu renal sinistra + batu ureter sinistra Susp. ISK Komplikata VI. PLANNING Rekapitulasi Tanggal 23 Juni 2012 Terapi IVFD NaCl 0,9% 8 tetes/menit Diet B1 1900 Kcal, 60 gram protein Novorapid 3x4 IU SC Cefotaxime 3x1 gram IV Metronidazole 3x500 mg IV Captopril 2x25 mg Transfusi PRC s/d Hb 10 g/dL Transfusi Albumin s/d Albumin 2,6 g/dL Debridement luka Perawatan luka @hari Diagnostik Pengecatan gram/kultur/tes sensitivitas (swab jaringan dan spesimen jaringan post-debridement) Urine culture/colony count/sensitivity test USG Abdomen Konsul BTKV (debridement dan pro-amputasi digiti I pedis sinistra) Konsul Mata Monitoring Tanda vital Keluhan BS

37

VII. Tanggal
24/06/2012

FOLLOW UP Subyektif
Nyeri di kaki kiri (+)

Objektif
Kes: CM KU : Lemah TD: 130/90 N: 84x/menit RR: 20x/menit Tax: 36,5 C BS : 120 Albumin 2,1 Mata: an -/-, ikt -/-,RP +/+ isokor Toraks: Simetris Cor: S1S2 tunggal normal reguker murmur (-) Pulmo: ves +/+, Rh-/- , wh-/Abdomen: ditensi(-) BU+N Extremitas: akral Hangat (+) Regio pedis Sinistra pus dan jar. Nekrotik (+) Kes: CM KU : Lemah TD: 130/90 N: 84x/menit RR: 20x/menit Tax: 36,5 C BS : 156 Mata: an +/+, ikt -/-,RP +/+ isokor Toraks: Simetris Cor: S1S2 tunggal normal reguker murmur (-) Pulmo: ves +/+, Rh-/- , wh-/Abdomen: ditensi(-) BU+N Extremitas: akral Hangat (+) Regio pedis Sinistra pus dan jar. Nekrotik (+) Kes: CM KU : Lemah TD: 110/70 N: 80x/menit RR: 20x/menit Tax: 36,8 C BS : 190 Mata: an +/+, ikt -/-,RP +/+ isokor Toraks: Simetris Cor: S1S2 tunggal normal reguker murmur (-) Pulmo: ves +/+, Rh-/- , wh-/-

Assesment
DM Tipe 2 DF Wangner III pedis Sinistra pro debridement + k/p amputasi CKD Stage IV ec. DKD Anemia sedang NN on CKD Asidosis Metabolik Susp. Batu Renal sinistra+ Susp batu ureter sinistra

Planning
IVFD NaCl 0,9 % 8 tpm Diet 1900 kkal / 60 gr/hari Cefotaxim3x 1gr IV Metronidazole 3x 500mg IV Navorapid 3 x 4IU SC Transfusi PRC s/d Hb 10gr/dL Transfusi albumin s/d albumin >2,5gr/dL Mx: Vital Sign Keluhan, BS

25/06/2012

Nyeri di kaki kiri (+)

DM Tipe 2 DF Wangner III pedis Sinistra pro debridement + k/p amputasi CKD Stage IV ec. DKD Anemia sedang NN on CKD Asidosis Metabolik Susp. Batu Renal sinistra+ Susp batu ureter sinistra

IVFD NaCl 0,9 % 8 tpm Diet 1900 kkal / 60 gr/hari Cefotaxim3x 1gr IV Metronidazole 3x 500mg IV Navorapid 3 x 4IU SC Transfusi PRC s/d Hb 10gr/dL Mx: Vital Sign Keluhan, BS Pdx; USG Abdomen

27/06/2012

Nyeri di kaki kiri (+), Badan Lemas

DM Tipe 2 DF Wangner III pedis Sinistra pro debridement + k/p amputasi CKD Stage IV ec. DKD Anemia sedang NN on CKD Asidosis Metabolik Susp. Batu Renal sinistra+ Susp batu ureter sinistra

IVFD NaCl 0,9 % 8 tpm Diet 1900 kkal / 60 gr/hari Cefotaxim3x 1gr IV Metronidazole 3x 500mg IV Navorapid 3 x 4IU SC Transfusi PRC s/d Hb 10gr/dL Mx: Vital Sign Keluhan, BS

38

28/06/2012

Nyeri di kaki kiri (+), Badan Lemas

29/06/2012

Nyeri di kaki kiri (+), Badan Lemas

Abdomen: ditensi(-) BU+N Extremitas: akral Hangat (+) Regio pedis Sinistra pus dan jar. Nekrotik (+) Kes: CM KU : Lemah TD: 120/80 N: 80x/menit RR: 20x/menit Tax: 36,8 C BS : 159 (06.00) Mata: an +/+, ikt -/-,RP +/+ isokor Toraks: Simetris Cor: S1S2 tunggal normal reguker murmur (-) Pulmo: ves +/+, Rh-/- , wh-/Abdomen: ditensi(-) BU+N Extremitas: akral Hangat (+) Regio pedis Sinistra pus dan jar. Nekrotik (+) Kes: CM KU : Lemah TD: 110/70 N: 80x/menit RR: 20x/menit Tax: 36,8 C BS : 190 Mata: an +/+, ikt -/-,RP +/+ isokor Toraks: Simetris Cor: S1S2 tunggal normal reguker murmur (-) Pulmo: ves +/+, Rh-/- , wh-/Abdomen: ditensi(-) BU+N Extremitas: akral Hangat (+) Regio pedis Sinistra pus dan jar. Nekrotik (+)

DM Tipe 2 DF Wangner III pedis Sinistra pro debridement + amputasi pedis Sinistra CKD Stage IV ec. DKD Anemia sedang NN on CKD Asidosis Metabolik Susp. Batu Renal sinistra+ Susp batu ureter sinistra

IVFD NaCl 0,9 % 8 tpm Diet 1900 kkal / 60 gr/hari Cefotaxim3x 1gr IV Metronidazole 3x 500mg IV Navorapid 3 x 4IU SC Transfusi PRC s/d Hb 10gr/dL Pdx: USG Abdomen Mx: Vital Sign Keluhan, BS

DM Tipe 2 DF Wangner III pedis Sinistra pro debridement + amputasi digiti I pedis sinistra CKD Stage IV ec. DKD + NO Anemia sedang NN on CKD Asidosis Metabolik Batu ureter Sinistra Hidronefrosis grade II renal Sinistra

IVFD NaCl 0,9 % 8 tpm Diet 1900 kkal / 60 gr/hari Cefotaxim3x 1gr IV Metronidazole 3x 500mg IV Navorapid 3 x 4IU SC Transfusi PRC s/d Hb 10gr/dL Mx: Vital Sign Keluhan, BS

Pemantauan DL
No 1 Parameter WBC Neu 18/06/2012 11,25 8.55 23/06/2012 14.27 11.61 26/06/2012 12.87 10.19 29/06/2012 10.74 8.11

39

Lym Mono Eos Baso 2 3 4 5 6 7 8 RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT

2.44 1.12 0,10 0,10 2.88 7.80 24.00 83.60 27.00 32.30 188.60

1.37 0.87 0.21 0.06 2.72 7.20 22.30 81.90 26.60 32.50 243.00

1.45 0.91 0.19 0.03 3.39 9.60 28.60 84.40 28.30 33.50 274.00

1.45 0.86 0.2 0.1 3.44 9.40 29.20 85.00 27.40 32.20 216.20

Pemantauan Kimia Darah


No 1 2 3 4 5 6 Parameter SGOT SGPT BUN Creatinine RBG Na 18/06/2012 9.90 6.70 53.00 3.55 139,00 135,00 25/06/2012 40.00 3.22 29/06/2012 49.50 24.60 40.00 2.95 180.00 136.00

40

6,05

5.08

Pemantauan Analisa Gas Darah


No 1 2 3 5 6 7 8 10 11 Parameter pH pCO2 pO2 HCO3TCO2 BE(B) SO2c Natrium Kalium 18/06/2012 7.35 26.00 127.00 14.40 15.20 -11.20 99,00 135,00 6.30 19/06/2012 7.29 30.00 125.00 14.40 15.30 -12.20 98.00 132.00 5.20 23/06/2012 7.34 28.00 158.00 15.20 16.00 -10.70 99.00 134.00 4.60 25/06/2012 7.33 33.00 96.00 17.40 18.40 -8.50 97.00 128.00 4.50 27/06/2012 7.38 30.00 93.00 17.70 18.60 -7.40 97.00 129.00 4.20

BAB IV PEMBAHASAN KASUS

4.1 Faktor Risiko Ulkus Kaki Diabetes Ulserasi kaki merupakan prekursor utama kejadian amputasi ekstremitas bawah pada pasien-pasien dengan diabetes melitus. Kira-kira 45% ulkus kaki diabetes memiliki komponen neuropati dan iskemia. Berdasarkan teori pada kepustakaan, faktor risiko terbentuknya ulkus pada kaki diabetes terbagi menjadi faktor risiko lokal dan faktor risiko sistemik. Faktor risiko lokal antara lain neuropati perifer, deformitas struktural kaki, keterbatasan pergerakan sendi, distribusi tekanan plantar yang abnormal akibat perubahan biomekanika pada kaki, trauma minor, serta riwayat ulkus atau amputasi sebelumnya. Faktor risiko sistemik antara lain hiperglikemia yang tidak terkontrol, durasi diabetes yang lama, penyakit arteri perifer (PAD atau peripheral artery disease), penyakit ginjal kronis, usia tua, serta gangguan penglihatan.8 1. Faktor Risiko Lokal

41

Pada kasus ini kami jumpai pasien memiliki beberapa faktor risiko terbentuknya ulkus, baik faktor risiko lokal dan sistemik. Faktor risiko lokal pada pasien ini adalah adanya trauma minor berulang pada kaki. Berdasarkan anamnesis, pasien bekerja sebagai buruh bangunan dan pasien sering menggunakan sepatu bot berbahan dasar plastik saat bekerja. Penggunaan sepatu bot dapat menimbulkan trauma minor berupa gesekan atau tekanan berulang pada kaki, terutama pada area-area tonjolan tulang. Gesekan atau tekanan yang terjadi secara repetitif dapat memicu terbentuknya erosi superfisial pada lapisan epidermis atau blister yang dapat pecah dan menyebabkan hilangnya lapisan epidermis. Lapisan epidermis yang hilang otomatis menyebabkan hilangnya barrier protektif alamiah yang melindungi kaki terhadap serangan mikroorganisme patogen penyebab infeksi dan ulkus. Hilangnya sensasi protektif yang menyertai keberadaan trauma berperan penting dalam terbentuknya ulkus. Pada pasien ini, hilangnya sensasi protektif (LOPS/ loss of protektif sensation) tidak dapat kami evaluasi melalui pemeriksaan sensibilitas kaki pasien mengingat ulkus yang terdapat pada kaki kiri pasien cukup ekstensif dan selama perawatan kaki kiri pasien tertutup wound dressing dari has steril sehingga akses untuk melakukan pemeriksaan sangat terbatas. 2. Faktor Risiko Sistemik Faktor risiko sistemik yang kami jumpai pada pasien ini antara lain kendali glikemik atau glycemic control yang buruk, durasi diabetes yang lama (6 tahun), penyakit arteri perifer (PAD), penyakit ginjal kronis, usia tua (61 tahun), dan gangguan penglihatan. Berdasarkan anamnesis, pasien telah terdiagnosis DM Tipe 2 sejak tahun 2006. Semenjak terdiagnosis, pasien hanya menggunakan OHO (glibenklamid) dan jarang melakukan pemeriksaan gula darah dan bahkan tidak pernah melakukan pemeriksaan kadar HbA1C. Kadar HbA1C terakhir pasien pada pemeriksaan laboratorium tanggal 18 Juni 2012 tercatat sebesar 8,34% yang menunjukkan kendali glikemik yang buruk. Kondisi hiperglikemia kronis dapat mengganggu fungsi leukosit dalam melawan mikroorganisme patogen penyebab infeksi sehingga dapat menghambat proses penyembuhan ulkus. 42

Jenis kelamin laki-laki, usia 55 tahun, dan riwayat DM tipe 2 merupakan faktor risiko penyakit arteri perifer (PAD). Berdasarkan kepustakaan, iskemia akibat penyakit arteri perifer (PAD) sebagai faktor tunggal jarang menyebabkan terbentuknya ulkus secara langsung. Namun, keberadaan iskemia menghambat proses penyembuhan ulkus. Hal ini berkaitan dengan oksigenasi dan suplai nutrisi jaringan yang terganggu dan hantaran antibiotik menuju fokus infeksi pada ulkus yang tidak adekuat.8 Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien mendukung adanya iskemia kaki akibat insufisiensi arteri kronis pada kaki kiri, antara lain adanya nyeri klaudikasio intermiten, ischemic rest pain, non-healing ulcer, serta pulsasi arteri dorsalis pedis dan posterior tibia yang melemah. Untuk memastikan kemungkinan terdapatnya penyakit arteri perifer (PAD) pada kaki kiri, perlu dilakukan prosedur non-invasif seperti pengukuran skor ankle brachial index (ABI). Namun, skor ABI pada kaki kiri tidak dapat kami kerjakan. Bagian dorsum pedis dan bagian inferior dari maleolus media yang merupakan tempat auskultasi pada pengukuran ABI tidak dapat kami akses mengingat selama perawatan pada kaki kiri pasien terpasang wound dressing dari has steril. Namun, pada pasien ini terdapat kecurigaan kuat adanya PAD berdasarkan gejala-gejala yang dialami pasien. 4.2 Patogenesis Ulkus Kaki Diabetes Pada dasarnya, proses terbentuknya ulkus pada kaki diabetes merupakan proses kompleks dengan etiologi multifaktorial dan berbagai jalur patogenesis.8 Neuropati sensorik dan motorik berperan penting dalam proses terbentuknya ulkus kaki diabetes. Neuropati motorik menyebabkan atrofi pada otot-otot kaki yang selanjutnya memicu timbulnya berbagai deformitas kaki yang dapat menimbulkan perubahan biomekanika pada kaki. Deformitas kaki memicu abnormalitas distribusi tekanan plantar. Bersama dengan neuropati sensorik yang berupa hilangnya sensasi protektif (LOPS), neuropati motorik dapat menimbulkan terbentuknya ulkus terutama pada sisi plantar kaki.

43

Ulkus juga dapat terbentuk pada regio kaki yang lain, seperti sisi medial, dorsal, maupun lateral kaki. Dalam hal ini, faktor trauma berperan secara signifikan dalam proses terbentuknya ulkus. Menurut berbagai kepustakaan, trauma minor repetitif seperti gesekan atau tekanan pada area tonjolan tulang di kaki akibat penggunaan sepatu atau sandal yang terlalu ketat lebih sering berhubungan dengan terbentuknya ulkus.10 Gesekan yang terus menerus pada kulit kaki yang berada pada area tonjolan tulang dapat memicu erosi yang dapat merusak integritas kulit yang berperan sebagai barrier alamiah penangkal mikroorganisme penyebab infeksi. Bersama dengan hilangnya sensasi protektif akibat neuropati, trauma berulang dengan demikian dapat memicu terbentuknya ulkus. Pada pasien, kami jumpai ulkus pada sisi dorsal hallux (ibu jari) dan sisi lateral dari dorsum pedis. Berdasarkan anamnesis, pasien sering menggunakan sepatu bot berbahan dasar plastik ketika bekerja sebagai buruh bangunan. Penggunaan sepatu bot ini berpotensi menimbulkan trauma minor berupa gesekan maupun tekanan berulang pada kaki terutama pada ibu jari dan tonjolan-tonjolan tulang pada sisi lateral dorsum pedis. 4.3 Infeksi Pada Ulkus Kaki Diabetes Infeksi merupakan komplikasi tersering pada kaki diabetes. Insiden infeksi pada kaki diabetes mencapai 36,5 per 1.000 penduduk/tahun.8 Faktor predisposisi mayor infeksi pada kaki diabetes antara lain hiperglikemia, gangguan respons imun, neuropati perifer, dan penyakit arteri perifer (PAD atau peripheral artery disease). Infeksi pada kaki diabetes dapat meluas dengan cepat dan menyebabkan kerusakan jaringan yang ireversibel. Mayoritas bakteri penyebab infeksi pada kaki diabetes antara lain S. aureus, streptokokus -hemolitik, S.epidermidis, Enterococcus, dan Corynebacterium species. Pada ulkus kronik yang tidak menyembuh, mayoritas agen penyebab infeksi antara lain bakteri batang gram negatif, anaerob obligat (Bacteroides sp., Clostridium perfringes, anaerobic Streptococci, dan anaerobic Staphylococci), Pseudomonas aeruginosa, dan enterococci.8

44

Pada pemeriksaan fisik pasien kami jumpai adanya ulkus ekstensif dengan kerusakan jaringan yang luas mencakup tulang dan sendi pada sisi lateral dorsum pedis dan ibu jari (hallux) kaki kiri. Ulkus tampak berbatas tegas, pada dasar tampak jelas keberadaan pus dan jaringan nekrotik, serta kulit disekitar ulkus tampak kemerahan dan disertai pembengkakan. Hasil pemeriksaan darah tepi pada tanggal menunjukkan adanya leukositosis (WBC 14,67x103/L) dengan diff. count neutrofil yang meningkat tajam (11,61x103/L). Hasil kultur bahan pus yang diambil dari dasar ulkus pada tanggal 30 Juni 2012 menunjukkan pertumbuhan positif bakteri Pseudomonas aeruginosa. 4.4 Assessment Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan DM Tipe 2 + DF Sinistra Grade III (Wagner) pedis sinistra pro-debridement + CKD St. IV e.c DKD + Anemia Sedang Normokromik Normositer + Hipertensi Stage I + Susp. ISK Komplikata Grading ulkus kaki diabetes berdasarkan klasifikasi Wagner (grade III, deep ulcer with abscess, osteomyelitis, or joint sepsis ). Diagnosis CKD St. IV berdasarkan hasil kalkulasi GFR, hasil pemeriksaan kimia darah dan urine. Berdasarkan rumus Cockroft-Gault didapatkan estimasi GFR sebesar 18,54 ml/min/1,73m 2. Hasil pemeriksaan urin didapatkan proteinuria, glukosuria, leukosituria, dan hematuria. Leukosurian dan hematuria mendukung kecurigaan ke arah ISK komplikata asimptomatik. Hasil pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum dan urea dalam darah. Anemia sedang normokromik normositer (Hb 7,2; MCV81,90; MCH 26,60) timbul akibat CKD maupun inflamasi kronis yang dialami pasien. Tekanan darah sistolik dan diastolik pasien berturut-turut 140 dan 90 mmHg. Berdasarkan kriteria JNC VII, tekanan darah pasien tergolong Hipertensi stage I. 4.5 Penatalaksanaan Pada pasien ini diberikan diet B1 dengan total jumlah kalori 1900 kkal/hari. Diet B1 dengan komposisi 60% karbohidrat, 20% lemak, dan 20% protein diberikan dengan

45

indikasi terdapatnya infeksi kronis pada pasien. Asupan protein pada kondisi CKD Stage IV secara teoretis dibatasi sebanyak 0,8 gram/kgBB/hari. Namun, pada pasien ini dijumpai infeksi yang menyebabkan peningkatan kebutuhan protein harian sehingga asupan protein harus disesuaikan lagi. Asupan protein yang masih ditoleransi sebesar 1,0 gram/kgBB/hari (60 gram/hari). Insulin diberikan untuk mengendalikan kadar gula darah pasien. Kondisi hiperglikemia pada pasien harus dikendalikan karena hiperglikemia berkaitan dengan penurunan fungsi leukosit dalam memerangi agen infeksi. Pada pasien ini diberikan rapid-acting insulin (Novorapid) 3x4 IU secara injeksi subkutan dan disertai monitoring kadar gula darah sewaktu. Captopril (2x25 mg) diberikan sebagai agen anti-hipertensi lini pertama (first-choice) pada kondisi pasien dengan compelling indications (DM dan CKD). Hipertensi harus dikendalikan pada pasien ini dengan target tekanan darah dibawah 130/80 mmHg dengan tujuan menghambat progresivitas perburukan fungsi ginjal pasien. Transfusi PRC diberikan sampai tercapai kadar Hb 10 g/dL untuk mengurangi beban kerja jantung dan risiko payah jantung. Transfusi albumin diberikan hingga tercapai kadar albumin plasma 2,60 g/dL karena pada pasien dijumpai kondisi hipoalbuminemia akibat proses infeksi kronis. Untuk mengatasi infeksi pada ulkus kaki diabetes pasien ini diberikan kombinasi antibiotika empiris secara intravena (cefotaxime 3x1 gram + metronidazole 3x500 mg) sambil menunggu hasil kultur Cefotaxime merupakan antibiotika sefalosporin generasi ke-3 yang tahan terhadap aktivitas -lactamase sehingga memiliki spektrum yang luas. Metronidazole juga diberikan untuk membunuh bakteri anaerob penyebab infeksi. Debridement luka dilakukan untuk mengeliminasi jaringan nekrotik dan pus yang terakumulasi di dasar ulkus. Jaringan nekrotik dan pus yang terdapat di dasar ulkus dapat menghambat proses penyembuhan luka. Perawatan luka (irigasi dengan larutan saline normal dan wound dressing dengan has steril) bertujuan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyembuhan luka.

46

BAB V KESIMPULAN

Pasien diabetes mellitus (DM) memiliki kecendrungan tinggi untuk mengalami ulkus di kaki yang sulit sembuh dan berisiko amputasi. Data menunjukkan 15-25% dari pasien DM akan mengalami ulkus di kaki didalam hidup mereka, sebanyak 14-24% memerlukan amputasi. Pada pasien yang sudah sembuh dari ulkus, angka kumulatif dalam 5 tahun dalam hal kekambuhan mencapai 66% dan amputasi sebanyak 12%. Ada beberapa komponen penyebab sebagai pencetus timbulnya ulkus diabetikum pada pasien diabetes, dapat dibagi 2 faktor besar yaitu faktor kausatif (neuropati perifer, abnormalitas distribusi tekanan plantar, dan trauma minor repetitif) dan faktor kontributif (aterosklerosis/PAD, hiperglikemia yang tidak terkontrol, dan kondisi komorbid lainnya seperti nefropati dan retinopati, merokok, serta usia tua). Masalah ulkus kaki diabetes sepenuhnya dapat dicegah melalui perawatan yang baik dan edukasi. Hanya dengan deteksi dini, pengawasan kaki yang ketat, pengobatan agresif, pendekatan multidisiplin, edukasi tentang perawatan kaki dan penggunaan sepatu serta kontrol gula darah, maka hal yang mengancam jiwa dan kaki itu bisa

47

diatasi. Adapun tatalaksana ulkus kaki diabetes meliputi kontrol glikemik yang ketat, penanganan komorbid, penanganan infeksi, dan perawatan luka yang komprehensif.

48

Anda mungkin juga menyukai