Anda di halaman 1dari 22

MODUL KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

(NSA418)

MODUL 3
SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELLITUS

DISUSUN OLEH
ANITA SUKARNO, S.KEP., NS., M.SC.

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 22
DIABETES MELLITUS

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Memahami dan menjelaskan definisi diabetes mellitus

2. Memahami dan menjelaskan etiologi dan faktor resiko

3. Memahami, menjelaskan dan menganalisa patofisiologi

4. Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis

5. Memahami dan menjelaskan komplikasi

6. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan

7. Mengaplikasikan dan mepraktekkan evidence based practice

8. Menganalisa, mempraktekkan asuhan keperawatan diabetes mellitus

B. Uraian dan Contoh

1. Definisi

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis progresif yang ditandai dengan

ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolism karbohidrat, lemak, dan

protein, mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi).

2. Klasifikasi

 Diabetes Tipe 1

Diabetes tipe 1 merupakan hasil destruksi autoimun sel beta, mengarah

kepada defisiensi insulin absolut.

 Diabetes Tipe 2

Diabetes tipe adalah akibat dari defek insulin progresif diikuti dengan

resistensi insulin, umumnya berhubungan dengan obesitas.

 Diabetes gestasional

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 22
Diabetes gestasional adalah diabetes yang didiagnosis selama hamil.

 Diabetes tipe spesifik lainnya

Diabetes tipe lain mungkin sebagai akibat dari defek genetic fungsi sel beta,

penyakit pancreas (missal kistik fibrosis), atau penyakit yang diinduksi oleh

obat-obatan.

3. Etiologi dan Faktor Risiko

 Diabetes Tipe 1

Ditandai dengan destruksi sel beta pancreas, mengakibatkan defisiensi

insulin absolut. Diabetes tipe 1 merupakan salah satu penyakit yang paling

umum pada anak-anak, 3—4 kali lebih sering dibanding penyakit kronis

pada anak-anak seperti kistik fibrosis, artritis reumathoid juvenile, dan

leukemia. Diabetes tipe 1 diturunkan secara heterogen, sifat multigenik.

Kembar identic memiliki risiko 25-50% mewarisi penyakit, sementara

saudara kandung memiliki 6% risiko dan anak cucu memiliki 5% risiko.

Meskipun pengaruh keturunan kuat, 90% orang dengan diabetes tipe 1

tidak memiliki relative tingkat pertama dengan diabetes. Terdapat hubungan

antara Diabetes tipe 1 dan human leukocyte antigens (HLAs). Faktor

lingkungan seperti virus tampaknya memicu proses autoimun yang

merusak sel beta. Sel antibody islet (ICAs) muncul, jumlah meningkat

selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun sesuai kerusakan sel beta.

Hiperglikemia puasa terjadi ketika 80-90% massa sel beta telah rusak.

Identifikasi ICA membuat ini mungkin untuk mendeteksi Diabetes Tipe

1 pada tingkat praklinis. Autoantibodi langsung melawan insulin ditemukan

pada 20-60% klien dengan diabetes tipe 1 sebelum inisiasi terapi insulin

eksogen. Kombinasi sejumlah besar ICA, adanya insulin autoantibodi, dan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 22
penurunan sekresi insulin fase pertama (mencerminkan simpanan insulin

dalam sel beta) dapat memprediksi onset diabetes tipe 1 dalam 5 tahun.

 Diabetes Tipe 2

Diabetes Tipe 2 adalah gangguan yang melibatkan baikt genetic dan faktor

lingkungan. Diabetes Tipe 2 adalah diabetes paling umum, mengenai 90%

orang yang memiliki penyakit. Diabetes tipe 2, biasanya terdiagnosis

setelah usia 40 tahun dan lebih umum di antara dewasa tua, dewasa

obesitas, dan etnik serta populasi ras tertentu. Namun, diagnosis diabetes

tipe 2 pada anak-anak remaja meningkat.

Diabetes tipe 2 tidak berhubungan dengan tipe jaringan HLA dan

sirkulasi ICAs. Keturunan memainkan peran utama di dalam ekspresi dari

Diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 lebih umum pada kembar identic

dibandingkan populasi umum. Obesitas adalah faktor risiko mayor. Hal ini

tidak jelas apakah kegagalan sensitivitas jaringan (otot dan hati) terhadap

insulin atau kegagalan sekresi insulin merupakan defek primer diabetes tipe

2.

4. Patofisiologi

 Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 tidak berkembang pada semua orang yang mempunyai

predisposisi genetic. Pada mereka yang memiliki indikasi risiko penanda

gen (DR3 dan DR4 HLA), diabetes tipe 1 terjadi kurang dari 1%.

Lingkungan telah lama dicurigai sebagai pemicu diabetes tipe 1. Insiden

meningkat, baik pada musim semi maupun gugur, dan onset sering

bersamaan dengan epidemic berbagai penyakit virus. Autoimun aktif

langsung menyerang sel beta pancreas dan produknya. ICA dan antibody

insulin secara progresif menurunkan keefektifan kadar sirkulasi insulin.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 22
Hal ini secara pelan-pelan terus menyerang sel beta dan molekul

insulin endogen sehingga menimbulkan onset mendadak diabetes.

Hiperglikemia dapat timbul akibat dari penyakit akut atau stress, dimana

meningkatkan kebutuhan insulin melebihi cadangan dari kerusakan massa

sel beta. Ketika penyakit akut atau stress terobati, klien dapat kembali

kepada status terkompensasi dengan durasi yang berbeda beda dimana

pancreas kembali mengatur produksi sejumlah insulin secara adekuat.

Status kompensasi ini disebut sebagai periode honeymoon, secara khas

bertahan untuk 3-12 bulan. Proses berakhir ketika massa sel beta yang

berkurang tidak dapat memproduksi cukup insulin untuk meneruskan

kehidupan. Klien menjadi bergantung kepada pemberi insulin eksogen

(diproduksi diluar tubuh) untuk bertahan hidup.

 Diabetes tipe 2

Patogenesis diabetes tipe 2 berbeda signifikan dari diabetes tipe 1. Respon

terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor mayor

dalam perkembangannya. Sel beta terpapar secara kronis terhadap kadar

glukosa darah tinggi menjadi secara progresif kurang efisien ketika

merespon peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai

desensitisasi, dapat kembali dengan menormalkan kadar glukosa. Rasio

proinsulin (precursor insulin) terhadap insulin tersekresi juga meningkat.

Proses patofisiologi kedua dalam diabetes tipe 2 adalah resistensi

insulin. Orang dengan diabetes tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas

insulin terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan produksi glukosa

hepatic berlanjut, bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini

bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk

meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme penyebab resistensi insulin

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 22
perifer tidak jelas; namun, ini tampak terjadi setelah insulin perifer tidak

jelas; namun ini tampak terjadi setelah insulin berikatan terhadap reseptor

pada permukaan sel.

Insulin adalah hormone pembangun (anabolic). Tanpa insulin, tiga

masalah metabolic mayor terjadi: (1) penurunan pemanfaatan glukosa, (2)

peningkatan mobilisasi lemak, dan (3) peningkatan pemanfaatan protein.

 Penurunan pemanfaat glukosa

Sel-sel yang memerlukan insulin sebagai pembawa glukosa dapat hanya

mengambil kira-kira 25% dari glukosa yang sel-sel perlukan untuk bahan

bakar. Jaringan saraf, eritrosit, serta sel-sel saluran pencernaan, hati dan

tubulus ginjal tidak memerlukan insulin untuk transport glukosa. Namun

demikia, jaringan lemak, sepanjang otot jantung dan tulang, memerlukan

insulin untuk transport glukosa. Tanpa jumlah insulin yang adekuat, banyak

dari glukosa yang dimakan tidak dapat digunakan.

Dengan jumlah insulin yang tidak adekuat, kadar glukosa darah

meningkat. Peningkatan ini berlanjut karena hati tidak dapat menyimpan

glukosa sebagai glikogen tanpa kadar insulin yang cukup. Di dalam upaya

mengembalikan keseimbangan dan mengembalikan kadar glukosa darah

menjadi normal, ginjal mengeluarkan glukosa berlebihan. Glukosa muncul

dalam urin (glukosuria). Glukosa dikeluarkan dalam urin bertindak sebagai

diuresis osmotic dan menyebabkan pengeluaran jumlah air meningkat,

mengakibatkan deficit volume cairan.

 Peningkatan mobilisasi lemak

Diabetes tipe 1 dan kadang-kadang dengan stress berat pada diabetes tipe

2, tubuh mengubah simpanan lemak untuk produksi energy ketika glukosa

tidak tersedia. Metabolism lemak menyebabkan pemecahan produk yang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 22
disebut keton terbentuk. Keton terakumulasi dalam darah dan dikeluarkan

melalui ginjal dan paru-paru. Kadar keton dapat diukur di dalam darah dan

urin, kadar tinggi mengindikasikan tidak terkontrolnya diabetes.

Keton mengganggu keseimbangan asam basa tubuh dengan

menghasilkan ion hydrogen. Selain itu, ketika keton diekskresikan, natrium

juga keluar, mengakibatkan kehabisan natrium serta asidosis. Pengeluaran

keton juga meningkatkan tekanan osmotic, mengarah kepada peningkatan

kehilangan cairan. Juga, ketika lemak merupakan sumber primer energy,

kadar lemak tubuh dapat meningkat menjadi 5 kali normal, mengarah

kepada peningkatan aterosklerosis.

 Peningkatan penggunaan protein

Kekurangan insulin mengarah kepada pemborosan protein. Pada orang

sehat, protein akan dipecah dan dibangun ulang. Pada orang dengan

diabetes tipe 1, tanpa insulin untuk menstimulasi sintesis protein,

keseimbangan berubah, mengarah kepada peningkatan katabolisme

(pembongkaran). Asam amino diubah menjadi glukosa di dalam hati,

sehingga meningkatkan kadar glukosa. Jika kondisi ini tidak diobati, klien

dengan diabetes tipe 1 tampak kurus. Proses patofisiologi diabetes

berlanjut mengarah ke komplikasi akut dan kronis.

5. Manifestasi Klinis

Peningkatan kadar glukosa darah, disebut hiperglikemia, mengarah kepada

manifestasi klinis umum yang berhubungan dengan diabetes. Pada diabetes

tipe 1, onset manifestasi klinis mungkin tidak kentara dengan kemungkinan

situasi yang mengancam hidup yang biasanya terjadi (missal, ketoasidosis

diabetikum). Pada diabetes tipe 2, onset manifestasi klinis mungkin

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 22
berkembang secara bertahap yang klien mungkin mencata sedikit atau tanpa

manifestasi klinis selama beberapa tahun.

Manifestasi klinis Dasar patofisiologi Tipe 1 Tipe 2

Poliuria Air tidak diserap kembali oleh tubulus ginjal ++ +

sekunder untuk aktivitas osmotic glukosa,

mengarah kepada kehilangan air, glukosa dan

elektrolit.

Polidipsia Dehidrasi sekunder terhadap katabolisme ++ +

jaringan menyebabkan rasa haus.

Polifagia Kelaparan sekunder terhadap katabolisme ++ +

jaringan menyebabkan rasa lapar.

Penurunan berat Kehilangan awal sekunder terhadap penipisan ++ -

badan simpanan air, glukosa dan trigliserid, kehilangan

kronis sekunder terhadap penurunan massa otot

karena asam amino dialihkan untuk membentuk

glukosa dan keton.

Pandangan kabur Sekunder terhadap paparan kronis retina dan + ++

berulang lensa mata terhadap cairan hyperosmolar.

Pruritus, infeksi Infeksi jamur dan bakteri pada kulit terlihat lebih + ++

kulit, vaginitis umum, lihat penelitian masih bertentangan.

Ketonuria Ketika glukosa tidak dapat digunakan untuk ++ -

energy oleh sel tergantung insulin, asam lemak

digunakan untuk energy; asam lemak dipecah

menjadi keton dalam darah dan diekskresikan

oleh ginjal; pada diabetes tipe 2, insulin cukup

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 22
untuk menekan berlebihan penggunaan asam

lemak tapi tidak cukup untuk penggunaan

glukosa.

Lemah dan letih, Penurunan isi plasma mengarah kepada ++ +

pusing postural hipertensi, kehilangan kalium dan

katabolisme protein berkontribusi terhadap

kelemahan.

Sering Tubuh dapat “beradaptasi” terhadap peningkatan - ++

asimtomatik pelan-pelan kadar glukosa darah sampai tingkat

lebih besar dibandingkan peningkatan yang

cepat.

Proteinuria Mikroalbuminuria mengukur jumlah protein di

dalam urin (proteinuria) secara mikroskopis.

Adanya protein (microalbuminuria) dalam urin

adalah gejala awal dari penyakit ginjal.

Pemeriksaan urin untuk microalbuminuria

menunjukkan nefropati awal, lama sebelum hal

ini akan terbukti pada pemeriksaan urin rutin.

6. Pedoman untuk Pemeriksaan Diabetes

Pemeriksaan diabetes seharusnya dipertimbangkan pada semua orang dewasa

berusia 45 tahun. Jika hasil normal, pemeriksaan seharusnya diulang dengan

interval 3 tahun.

Pemeriksaan seharusnya dipertimbangkan pada orang berusia lebih muda

atau dilakukan lebih sering bagi klien dengan faktor risiko sebagai berikut.

 Obesitas (>120% BB yang diinginkan atau IMT > 25 kg/m2)

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 22
 Kebiasaan tidak aktivitas fisik

 Sindrom polikistik

 Diabetes pada relative tingkat pertama

 Predisposisi ras (seperti populasi Amerika-Afrika, Hispanik, Amerika

pribumi).

 Pada perempuan yang telah melahirkan bayi dengan berat badan > 4 kg

atau yang memiliki riwayat diabetes gestasional

 Hipertensi (tekanan darah> 130/80 mmHg).

 Kadar HDL < 35 mg/dl atau kadar trigliserida > 250 mg/dl.

 Pada pemeriksaan sebelumnya, kadar toleransi glukosa terganggu atau

kadar glukosa puasa terganggu.

Pedoman Diagnosis Diabetes

Manifestasi klinis ditambag konsentrasi glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl

(11,1 mmol/L). Sewaktu didefinisikan sewaktu-waktu tanpa mempertimbangkan

kapan waktu makan terakhir. Gejala klasik termasuk poliuri, polidipsi dan

kehilangan berat badan tanpa penyebab pasti.

Atau

Kadar glukosa setelah pembebanan 2 jam > 200 mg/dl selama tes toleransi

glukosa oral. Tes ini seharusnya dilakukan memakai pembebanan glukosa = 75

gram glukosa kering yang dilarutkan dalam air.

Nilai glukosa plasma

Glukosa plasma puasa < 110 mg/dl Glukosa puasa normal

110 – 125 mg/dl Glukosa puasa terganggu.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 22
 126 mg/dl Diagnosa diabetes

Tes toleransi glukosa oral,

2 jam setelah makan < 140 mg/dl Toleransi glukosa normal

140-199 mg/dl Intoleransi glukosa terganggu

>200 mg/dl Diagnosa diabetes

7. Manajemen Medis

Pendidikan kesehatan kepada klien pada awal dan seterusnya adalah sangat

penting di dalam membantu klien mengelola kondisi kronis ini. Intervensi harus

bersifat individual terhadap tujuan klien, usia, gaya hidup, kebutuhan nutrisi,

maturase, tingkat aktivitas, pekerjaan, tipe diabetes dan kemampuan secara

mandiri untuk melakukan keterampilan yang diperlukan dengan rencana

penatalaksanaan.

 Mempertimbangkan nutrisi yang tepat

Kalori Cukup untuk mencapai dan menjaga BB layak

Protein Adekuat untuk menjamin pemeliharaan simpanan

protein tubuh; klien DM memiliki persyaratan protein

sama seperti orang tanpa DM; umumnya, 10-20%

kalori total harian seharusnya berasal dari protein

(sama dengan 0,8 g/kg/hari).

Lemak Kurang dari 30% kalori seharusnya dari lemak,

dengan <10% berasal dari sumber lemak jenuh, jika

faktor risiko individual mengindikasikan peningkatan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 /
22
kadar VLDL dan LDL, kalori total dari lemak jenuh

dikurangi sampai 7% asupan kolesterol seharusnya

dibatasi sampai ≤ 300mg/hari

Karbohidrat 50-60% total kalori seharusnya berasal dari KH

Serat Klien DM perintah mengonsumsi 20-35 gram serat

per hari, sama seperti yang direkomendasikan untuk

seluruh orang.

 Alcohol

Perhatian diet lainnya mengenai konsumsi alcohol dan pemanis buatan.

Klien dengan DM tidak perlu berhenti minum alcohol sama sekali, akan

tetapi petugas pelayanan kesehatan harus sadar efek potensial yang tidak

diharapkan alcohol terhadap DM dank arena itu perlu mengedukasi klien-

klien tersebut. Kalori alcohol harus dihitung ke dalam total asupan kalori

untuk mencegah penambahan berat badan. Alcohol tidak perlu insulin

untuk penyerapan dan alcohol umumnya diserap sebelum nutrient lain.

Alcohol dapat mengganggu proses gluconeogenesis, khususnya jika

alcohol dikonsumsi dalam keadaan lambung kosong. Hipoglikemia mungkin

terjadi, khususnya pada klien yang memakai insulin untuk mengobati

penyakitnya. Alkohol dapat juga menggangu klien untuk mengidentifikasi

dan mengobati hipoglikemia.

 Pemanis buatan

Pemanis buatan mungkin membantu klien mencapai keinginan pembatasan

asupan kalori. Pemanis nutritive seperti fruktosa, sorbitol, dan xylitol

mengandung kalori sama dengan sukrosa tapi pemanis tersebut

mengurangi peningkatan kadar glukosa darah. Produk-produk tersebut


Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 11 /
22
mungkin memiliki efek laksatif. Pemanis nonnutritive memiliki minimal atau

tanpa kalori dan tanpa peningkatan kadar glukosa darah. Sakarin,

aspartame (NutraSweet), dan sukralosa (Splenda) adalah contoh pemanis

nonnutritive yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA)

bagi klien dengan DM.

 Meningkatkan aktivitas fisik teratur.

Sebuah program aktivitas fisik terencana adalah bagian penting rencana

asuhan pada klien dengan DM. Aktivitas fisik menurunkan kadar glukosa

darah dengan meningkatkan metabolism karbohidrat, membantu menjaga

dan menurunkan BB, meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan

kadar high-density lipoprotein (HDL), menurunkan kadar trigliserid,

menurunkan tekanan darah, serta mengurangi ketegangan dan stress.

 Pengobatan

Obat-obatan antidiabetes oral

Kelas utama obat antidiabetes oral termasuk sulfonylurea, biguanid,

meglitinid, tiazolinedion, inhibitor alfa-glukosidase, inkretin nimetik dan

amynolomimetik.

Terapi insulin

Tipe Human Insulin dan Perbandingan Kerja

Kerja Preparat Penampilan Onset Puncak Durasi

Kerja- Humalog (insulin lispro) Jernih 5-10 menit 1 jam 2-4 jam

cepat Novolog (insulin aspart) Jernih 5-10 menit 1 jam 2-4 jam

Kerja- Humulin R (regular) Jernih 0.5-2 jam 2-4 jam 4-6 jam

pendek Novolin R (regular) Jernih 0.5-2 jam 2-4 jam 4-6 jam

Kerja- Humulin N (NPH) Keruh 2-4 jam 4-10 jam 10-16 jam

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 /
22
sedang Humulin L (Lente) Keruh 2-4 jam 4-10 jam 10-16 jam

Humulin 70/30 keruh 0.5-1 jam Rangkap 10-16 jam

(premixed) (70%

NPH,30% regular)

Kerja- Humulin U (Ultralente) Jernih 6-10 jam Tidak ada 18-20 jam

panjang Lantus (Insulin glargine) Jernih 1 jam Tidak ada 24 jam

Terapi Kombinasi

Terapi kombinasi didefinisikan sebagai penggunaan ≥ 2 obat antidiabetes

oral atau obat oral dikombinasi dengan insulin. Keuntungan terapi

kombinasi dalam beberapa contoh manfaat tambahan dapat ditunjukkan

dari 2 tipe obat berbeda yang dapat melengkapi dan memantapkan satu

sama lain.

Beberapa klien diabetes tipe (kebanyakan nonobesitas) yang hanya

minum obat sulfonylurea gagal menormalkan kadar glukosa darah, terapi

insulin telah dibutuhkan untuk mencapai control metabolic sangat dini

dalam perjalanan penyakit. Pada klien ini, dosis insulin harian mencolok

lebih tinggi dibandingkan klien diabetes tipe 1. Hal ini dihubungkan dengan

resistansi insulin. Oleh karena obat sulfonylurea mempertinggi pengaruh

insulin endogen dengan mengurangi resistensi insulin, hal ini dipikirkan

bahwa mengkombinasikan terapi insulin dengan sulfonylurea mungkin

menjadi efektif. Satu resep obat adalah injeksi insulin kerja sedang pada

waktu tidur dengan waktu siang hari sulfonylurea. Rejimen ini umumnya

disebut BIDS (bedtime insulin with daytime sulfonylurea).

8. Komplikasi
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 13 /
22
 Komplikasi Akut Diabetes

a. Hiperglikemia dan ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia akibat saat glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel

karena kurangnya insulin. Tanpa tersedianya karbohidrat untuk bahan

bakar sel, hait mengubah simpanan glikogennya kembali ke glukosa

(glikogenolisis) dan meningkatkan biosintesis glukosa

(gluconeogenesis). Sayangnya, namun, respons ini memperberat

situasi dengan meningkatnya kadar glukosa darah bahkan lebih tinggi.

Pada diabetes tipe 1, seperti kebutuhan untuk bahan bakar sel

bertambah lebih kritis, tubuh mulai mengambil simpanan lemak dan

protein untuk energy. Sejumlah besar asam lemak dikerahkan dari sel

jaringan adipose dan diangkut ke hati. Kemudian, hati mempercepat

laju produksi benda keton (ketogenesis) untuk katabolisme jaringan

tubuh lain, terutama jaringan otot. Seiring meningkatkannya metabolism

lemak, hati mungkin menghasilkan terlalu banyak benda keton dan

dikeluarkan dalam urin (ketonuria).

b. Ketosis dan Asidosis

Asidosis metabolic berkembang dari pengaruh asam pH akibat keton

asetoasetat dan hidroksibutirat-beta. Asidosis berat mungkin

menyebabkan klien diabetes

c. Dehidrasi

Klien dengan ketoasidosis kehilangan cairan dari beberapa sumber.

Klien mengekskresikan sejumlah besar urin di dalam upaya tubuh untuk


Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 14 /
22
menghilangkan kelebihan glukosa dan keton. Kedua, asidosis dapat

menyebabkan mual dan muntah, dengan kehilangan cairan serta

elektrolit lebih lanjut (khususnya Na dan Cl). Terakhir, air hilang dalam

pernapasan karena upaya tubuh untuk membersihkan diri dari aseton

dan CO2. Secara khusus, klien koma diabetik kehilangan sejumlah air

sama dengan 10%BB, ditambah sekitar 40g Na. Dehidrasi berat akibat

kehilangan cairan ini mungkin diikuti dengan syok hipovolemik dan

asidosis laktat.

d. Ketidakseimbangan elektrolit

Oleh karena pH darah turun (asidosis), akumulasi ion hydrogen pindah

dari cairan ekstraseluler ke cairan intraseluler. Pergerakan ion

hydrogen ke dalam sel meningkatkan pergerakan kalium keluar sel

menuju ke dalam cairan ekstraseluler, yang mengakibatkan

pengenceran kalium intraseluler berat dan peningkatan kadar kalium

ekstraseluler. Awalnya, penurunan kalium intraseluler mungkin tidak

teridentifikasi karena kadar kalium serum sering normal atau naik.

Namun, akibat diuresis osmotic berlanjut, banyak kalium diekskresikan

dalam urin. Jika klien menjadi dehidrasi berat, hemokonsentrasi dan

oliguria mungkin menyebabkan kadar serum kalium meningkat bahkan

lebih tinggi, yang mengancam kehidupan dan mengakibatkan disritmia

jantung.

Penggantian Cairan IV pada Ketoasidosis Diabetik

Jam 1

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15 /
22
 Berikan 15-20 ml/kg NaCl isotonic (0,9%) (normal salin) atau

Ringer Laktat (RL) kekuatan penuh (larutan RL).

Jam 2

 Teruskan cairan di atas pada 15 ml/kg. Jika klien hypernatremia,

mempunyai gagal jantung, atau anak-anak, pertimbangkan NaCl

kekuatan separuh (0,45% normal salin).

Jam 3

 Kurangi asupan cairan sampai 7,5 ml/kg pada orang dewasa.

Cairan seharusnya 0,45% normal salin.

Jam 4

 Sesuaikan asupan cairan untuk memenuhi kebutuhan klinis.

Pertimbangkan laju keluaran urin dalam perhitungan.

 Komplikasi Kronis Diabetes

Klien dengan DM yang hidup lebih lama, dengan peningkatan risiko untuk

komplikasi kronis. Komplikasi kronis adalah penyebab utama kesakitan dan

kematian pada klien DM. Perubahan ini banyak memengaruhi sistem tubuh

dan dapat menghancurkan klien dan keluarganya; perubahan ini

memengaruhi klien DM tipe 1 dan tipe 2. Komplikasi terkait diabetes

diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Makrovaskular, termasuk penyakit jantung coroner, penyakit jantung

pembuluh, hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer dan infeksi.

b. Mikrovaskular, termasuk retinopati, nepropati dan neuropati.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 16 /
22
9. Evidence Based Practice

Sukarno et al., (2019) melaporkan efektivitas madu Indonesia dalam proses

penyembuhan luka kaki diabetik. Didapatkan bahwa Madu Indonesia dapat

meningkatkan granulasi jaringan, mengurangi nekrosis dan mempercepat

epitelisasi.

Sukarno et al. (2019). The Effectiveness of Indonesian Honey On Diabetic Foot

Ulcers Healing Process: Observational Case Study. International Journal of

Nursing and Health Services; 2(2): 20-28.

10. Asuhan Keperawatan Pascaoperasi Klien dengan Diabetes Mellitus

Diagnosis keperawatan yang dapat terjadi adalah:

a. Kesiapan untuk Meningkatkan Kemampuan Perawatan Mandiri

b. Risiko Glukosa Darah Tidak Stabil

Diagnosis keperawatan:

Kesiapan untuk Meningkatkan Kemampuan Perawatan Mandiri

Hasil yang diharapkan (NOC):

 Klien akan terkait mekanisme patofisiologi DM menjelaskan kebutuhan

aktivitas fisik dan perencanaan makan dalam pengobatan, dan daftar

gejala komplikasi akut dan kronis.

 Klien akan merencanakan program aktivitas fisik untuk menjaga kadar

glukosa darah pada set awal dan akan mengidentifikasi strategi untuk

memantau dan mencegah komplikasi terkait olahraga.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 17 /
22
 Klien akan menetapkan hubungan penatalaksanaan diet terhadap

pengendalian glukosa darah, dan akan memilih makanan yang

memenuhi kebutuhan kalori serta menawarkan diet seimbang yang baik.

 Klien akan mengenali kapan ia perlu mengganti makanan atau

mengurangi ukuran porsi untuk menjaga control glukosa darah.

 Klien akan mendiskusikan dengan tim pelayanan kesehatan mengenai

kesulitan yang dihadapinya dalam kepatuhan rencana diet, menjaga

kadar glukosa darah dalam parameter sebelumnya.

Intervensi (NIC)

 Menjelaskan patofisiologi DM

 Rencana program aktivitas fisik

 Mencegah komplikasi dari aktivitas fisik

 Perencanaan terapi diet untuk mencapai target kadar glukosa darah

Diagnosis keperawatan:

Risiko Glukosa Darah Tidak Stabil

Hasil yang diharapkan (NOC):

 Klien akan menetapkan tujuan personal untuk parameter keton dalam

urin dan pemeriksaan glukosa darah (termasuk waktu) dan

merekomendasikan teknik benar untuk pemeriksaan keton urin dan

pemeriksaan keton urin

 Klien akan memeriksakan kadar glukosa darah secara teratur (termasuk

selama sakit dan dalam perjalanan)

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 18 /
22
 Klien akan memeriksa keton urin saat kadar glukosa tinggi (>240mg/dl)

atau selama sakit.

 Klien menyatakan bahwa insulin dapat menurunkan kadar glukosa darah,

serta menyebutkan jenis dan nama insulin yang diresepkan disertai

onset, puncak dan durasi kerjanya masing-masing.

 Klien akan menginjeksikan pada waktu teratur, 10-60 menit sebelum

makan, setiap hari, bahkan ketika sakit.

Intervensi (NIC)

 Memberikan instruksi pada pemantauan glukosa darah.

 Memberikan instruksi pada pemeriksaan urin

 Mengajarkan pemberian insulin

 Penyimpanan insulin

 Teknik untuk injeksi secara mandiri

Evaluasi

Dengan intervensi tersebut klien akan mempertahankan patensi jalan napas,

dan pertukaran gas yang adekuat.

C. Latihan

1. Tipe diabetes yang diakibatkan oleh defek insulin progresif diikuti dengan

resistensi insulin, umumnya berhubungan dengan obesitas adalah…

a) Diabetes tipe 1

b) Diabetes tipe 2

c) Diabetes gestasional

d) Diabetes tipe spesifik lain

e) Diabetes autoimun
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 19 /
22
2. Berikut ini merupakan faktor resiko dan etiologi dari diabetes tipe 1

adalah…

a) Obesitas

b) Merokok

c) Autoimun

d) Diet tak sehat

e) Alcohol

3. Berikut ini merupakan penatalaksanaan dari diabetes mellitus adalah,

kecuali…

a) Pengaturan nutrisi

b) Peningkatan aktivitas fisik

c) Obat oral hipoglikemik

d) Insulin

e) Bedrest

D. Kunci Jawaban

1. B

2. C

3. E

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 20 /
22
E. Referensi
1. Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah: manajemen

klinis untuk hasil yang diharapkan. Elsevier (Singapore).

2. Butcher, H. K., Bulechek, G. M., Dochterman, J. M. M., & Wagner, C. (2013).

Nursing Interventions classification (NIC) (6th Indone). Elsevier Singapore Lte

Ltd.

3. Gulanick, M., & Myers, J. L. (2016). Nursing care plans: diagnoses,

interventions, and outcomes. Elsevier Health Sciences.

4. Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11.

Jakarta: EGC (11th ed.). Jakarta: EGC.

5. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing

Outcomes Classification (NOC): (5th Indone). Elsevier Singapore Lte Ltd.

6. NANDA International. (2014). Nursing Diagnoses Definitions and Classification

2015-2017. (T. H. Herdman & S. Kamitsuru, Eds.) (10th ed.). United Kingdom:

Wiley Blackwell.

7. Pearce, E. C. (2016). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. PT Gramedia

Pustaka Utama.

8. Sukarno et al. (2019). The Effectiveness of Indonesian Honey On Diabetic

Foot Ulcers Healing Process: Observational Case Study. International Journal

of Nursing and Health Services; 2(2): 20-28.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 21 /
22

Anda mungkin juga menyukai