Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN TUTORIAL KASUS

Nama : Hafid Nurochman Ibrahim


NIM : 220060
Kelas : 2B

LEARNING OBJECTIVE KASUS

Konsep Penyakit Diabetes Melitus

Definisi
Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang ditandai dengan ciri-ciri berupa
tingginya kadar gula (glukosa) darah. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel
tubuh manusia. Glukosa yang menumpuk di dalam darah akibat tidak diserap sel tubuh
dengan baik dapat menimbulkan berbagai gangguan organ tubuh. Jika diabetes tidak
dikontrol dengan baik, dapat timbul berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa
penderita..
Kadar gula dalam darah dikendalikan oleh hormon insulin yang diproduksi oleh
pankreas, yaitu organ yang terletak di belakang lambung. Pada penderita diabetes,
pankreas tidak mampu memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insulin, sel-sel
tubuh tidak dapat menyerap dan mengolah glukosa menjadi energi.

Etiologi
Dimulai ketika glukosa dari makanan tidak dimetabolisme dengan normal oleh
tubuh menyebabkan akumulasi glukosa meningkat dalam darah, disebut hiperglikemia.
Akumulasi glukosa akhirnya diekskresikan dalam urin, disebut glikosuria (air kencing
mengandung gula). Kondisi glikosuria menyebabkan diuresis osmotik, menyebabkan
peningkatan produksi urin, disebut poliuria.
 DM Tipe-1
Diabetes tipe 1 (diabetes melitus tergantung insulin) disebabkan kerusakan
sel Beta pankreas. Penyebab kerusakan sel B pada diabetes tipe I tidak diketahui.
Beberapa kasus diabetes tipe 1 akibat infeksi virus. Virus penyebab diabetes tipe 1
adalah virus coxsakie atau virus mumps.
Autoimunitas diyakini sebagai mekanisme utama yang terlibat.
Autoantibodi sel islet hadir dalam serum 90% dari kasus DM tipe 1 didiagnosis
awal. Antibodi tersebut menyerang beberapa komponen sel, termasuk sitoplasma
dan membran antigen atau terhadap insulin itu sendiri (IgG dan IgE antibodi).
Aktifitas Limfosit T juga menyerang sel Beta, ini telah ditunjukkan pada beberapa
pasien diabet tipe 1.
 DM Tipe-2
Insulin basal (insulin alami yang dikeluarkan pankreas) biasanya normal,
tetapi pelepasan insulin secara cepat dan jumlah banyak setelah makan menjadi
pokok permasalahan karena menyebabkan kegagalan metabolisme karbohidrat
secara normal.Beberapa data menunjukkan adanya pola cacat sekresi insulin
diwariskan, kondisi ini bertanggung jawab untuk kecenderungan keluarga Diabetes
Melitus Tipe-2 (DMT2) turun-temurun. Faktor genetik sangat kuat pada Diabetes
Melitus Tipe-2 (DMT2), dengan riwayat diabetes hadir di sekitar 50% dari keluarga
tingkat pertama.
Suatu tindak defek pada respon jaringan terhadap insulin diyakini
memainkan peran utama dalam etiologi Diabetes Melitus Tipe-2 (DMT2).
Fenomena ini disebut resistensi insulin dan disebabkan oleh reseptor insulin yang
rusak pada sel target. Resistensi insulin biasanya dihubungkan dengan obesitas dan
kehamilan.
Pada individu normal yang mengalami obesitas atau hamil, sel Beta
mensekresikan jumlah besar insulin untuk mengkompensasi. Pasien yang memiliki
kerentanan genetik atas diabetes, tubuh mereka tidak dapat mengkompensasi
karena cacat bawaan pankreas dalam sekresi insulin.

Manifestasi Klinis
Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu, bahkan
beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang tidak
menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun, karena
gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa ciri-ciri diabetes tipe 1 dan tipe 2 meliputi:
 Sering merasa haus.
 Sering buang air kecil, terutama di malam hari.
 Sering merasa sangat lapar.
 Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.
 Berkurangnya massa otot.
 Terdapat keton dalam urine. Keton adalah produk sisa dari pemecahan otot dan
lemak akibat tubuh tidak dapat menggunakan gula sebagai sumber energi.
 Lemas.
 Pandangan kabur.
 Luka yang sulit sembuh.
 Sering mengalami infeksi, misalnya pada gusi, kulit, vagina, atau saluran kemih.
Beberapa gejala lain juga bisa menjadi ciri-ciri bahwa seseorang mengalami diabetes,
antara lain:
 Mulut kering.
 Rasa terbakar, kaku, dan nyeri pada kaki.
 Gatal-gatal.
 Disfungsi ereksi atau impotensi.
 Mudah tersinggung.
 Mengalami hipoglikemia reaktif, yaitu hipoglikemia yang terjadi beberapa jam
setelah makan akibat produksi insulin yang berlebihan.
 Munculnya bercak-bercak hitam di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan,
(akantosis nigrikans) sebagai tanda terjadinya resistensi insulin.
 Beberapa orang dapat mengalami kondisi prediabetes, yaitu kondisi ketika glukosa
dalam darah di atas normal, namun tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai
diabetes. Seseorang yang menderita prediabetes dapat menderita diabetes tipe 2 jika
tidak ditangani dengan baik.
Klasifikasi
 Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang terjadi ketika tubuh kurang
atau sama sekali tidak dapat menghasilkan hormon insulin.Padahal, insulin dibutuhkan
untuk menjaga kadar gula darah tetap normal. Kondisi ini lebih jarang terjadi dibandingkan
DM tipe 2.Umumnya, diabetes tipe 1 terjadi dan ditemukan pada anak-anak, remaja, atau
dewasa muda, meski bisa terjadi pada usia berapa pun.
Diabetes tipe 1 kemungkinan besar disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang
seharusnya melawan patogen (bibit penyakit) malah keliru sehingga menyerang sel-sel
penghasil insulin di pankreas (autoimun).Kekeliruan sistem imun pada tersebut bisa
dipengaruhi oleh faktor genetik dan paparan virus di lingkungan.Oleh karena itu, orang
yang memiliki riwayat keluarga dengan jenis diabetes ini berisiko tinggi terkena penyakit
ini.Sering kali penderita DM tipe 1 memerlukan terapi insulin seumur hidup untuk
mengendalikan gula darahnya.

 Diabetes tipe 2
Jenis diabetes ini lebih umum terjadi dibandingkan tipe 1. Mengutip dalam laman
CDC, diperkirakan sekitar 95 persen kasus kencing manis adalah diabetes tipe 2.Secara
umum, jenis diabetes ini dapat menyerang siapa saja pada semua kalangan usia.Namun,
diabetes tipe 2 biasanya lebih mungkin terjadi pada orang dewasa dan lansia karena faktor
gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurang gerak dan kelebihan berat badan.Gaya hidup
tak sehat menyebabkan sel-sel tubuh kebal atau kurang sensitif merespons hormon insulin.
Kondisi ini disebut juga dengan resistensi insulin.
Akibatnya, sel-sel tubuh tidak dapat memproses glukosa dalam darah menjadi
energi dan glukosa pun akhirnya menumpuk di dalam darah.Untuk mengatasi gejala
diabetes tipe 2, pasien perlu menjalani polah hidup diabetes yang lebih sehat, seperti
mengatur pola makan dan memperbanyak aktivitas fisik.Dokter juga mungkin akan
memberikan obat diabetes untuk menurunkan gula darah yang tinggi dalam perawatan DM
tipe 2.Tidak seperti DM tipe 1 yang memerlukan tambahan insulin, pengobatan melalui
terapi insulin tidak umum dilakukan untuk mengendalikan gula darah pada DM tipe 2.

 Diabetes tipe 3
Diabetes tipe 3 adalah kondisi yang disebabkan oleh kurangnya suplai insulin ke
dalam otak.Minimnya kadar insulin dalam otak dapat menurunkan kerja dan regenerasi sel
otak sehingga memicu terjadinya penyakit Alzheimer.Penyakit Alzheimer sendiri termasuk
ke dalam penyakit neurodegeneratif atau penurunan fungsi otak yang terjadi secara
perlahan akibat berkurangnya jumlah sel-sel otak yang sehat.Kerusakan sel otak tersebut
ditandai dengan penurunan kemampuan berpikir dan mengingat.
Suatu studi dari jurnal Neurology menunjukkan risiko Alzheimer dan demensia
bisa berkali lipat lebih tinggi pada penderita diabetes dibandingkan dengan individu yang
sehat.
Dijelaskan dalam studi tersebut hubungan antara diabetes dan Alzheimer sebenarnya
merupakan hal yang kompleks.Penyakit Alzheimer pada penderita diabetes kemungkinan
disebabkan oleh resistensi hormon insulin dan tingginya kadar gula dalam darah sehingga
menyebabkan kerusakan dalam tubuh, termasuk kerusakan dan kematian sel-sel
otak.Kematian sel-sel otak tersebut disebabkan otak tidak memperoleh glukosa yang
cukup. Padahal otak adalah organ vital tubuh yang paling banyak memerlukan gula darah
(glukosa).
Sementara itu, otak sangat bergantung pada hormon insulin untuk dapat menyerap
glukosa.Saat otak tidak memiliki cukup insulin, asupan glukosa ke otak akan
berkurang.Akibatnya distribusi glukosa menuju otak tidak merata dan sel otak yang tidak
mendapatkan glukosa akan mengalami kematian dan memicu munculnya
Alzheimer.Meskipun demikian, terdapat mekanisme lain yang menjelaskan bahwa
Alzheimer bisa saja terjadi dengan sendirinya tanpa mengikut penyakit diabetes.
Namun, keduanya dipicu oleh faktor risiko yang serupa, yaitu pola konsumsi tinggi
karbohidrat dan glukosa.Terlebih lagi pengobatan diabetes tipe 1 dan 2 tidak
mempengaruhi kadar insulin otak sehingga tidak memiliki dampak positif terhadap
penanganan penyakit Alzheimer.Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut masih diperlukan
untuk memahami mekanisme kondisi diabetes memicu terjadinya Alzheimer.

 Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah jenis diabetes yang terjadi pada ibu hamil. Tipe
diabetes ini terjadi selama kehamilan bisa menyerang ibu hamil, walau tidak memiliki
riwayat diabetes.Menurut American Pregnancy Association, klasifikasi diabetes ini muncul
karena plasenta ibu hamil akan terus menghasilkan sebuah hormon khusus.Nah, hormon
inilah yang menghambat insulin bekerja dengan efektif. Akibatnya, kadar gula darah Anda
pun menjadi tidak stabil selama kehamilan.Sebagian besar wanita tidak mengetahui bahwa
dirinya mengalami diabetes jenis ini karena seringnya diabetes gestasional tidak
memunculkan gejala dan tanda yang spesifik.Kabar baiknya, kebanyakan wanita yang
mengalami jenis diabetes ini akan sembuh selepas melahirkan.
Agar tidak menimbulkan komplikasi, ibu hamil yang mengalami tipe diabetes
melitus ini perlu mengecek kesehatan dan kehamilannya pada dokter secara rutin. Selain
itu, gaya hidup juga perlu diubah jadi lebih sehat.Wanita yang hamil di usia 30 tahun,
memiliki berat badan berlebih, pernah mengalami keguguran atau bayi lahir mati
(stillbirth), atau punya riwayat penyakit hipertensi dan PCOS, berisiko tinggi mengalami
diabetes gestasional.

Komplikasi

Sejumlah komplikasi yang dapat muncul akibat diabetes tipe 1 dan 2 adalah:
 Penyakit jantung
 Stroke
 Gagal ginjal kronis
 Neuropati diabetik
 Gangguan penglihatan
 Katarak
 Depresi
 Demensia
 Gangguan pendengaran
 Frozen shoulder
 Luka dan infeksi pada kaki yang sulit sembuh
 Kerusakan kulit atau gangrene akibat infeksi bakteri dan jamur, termasuk bakteri
pemakan daging
 Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai dengan
tingginya kadar keton di dalam tubuh. Salah satu tanda khas saat seorang penderita
diabetes mengalami kondisi ini adalah munculnya bau mulut yang beraroma buah.
Ketoasidosis diabetik merupakan kondisi gawat darurat yang perlu segera mendapat
penanganan medis. Kondisi ini lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1
dibandingkan pada penderita diabetes tipe 2.
Diabetes akibat kehamilan dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil dan bayi.
Contoh komplikasi pada ibu hamil adalah preeklamsia. Sedangkan contoh komplikasi yang
dapat muncul pada bayi adalah:
 Kelebihan berat badan saat lahir.
 Kelahiran prematur.
 Gula darah rendah (hipoglikemia).
 Keguguran.
 Penyakit kuning.
 Meningkatnya risiko menderita diabetes tipe 2 pada saat bayi sudah menjadi
dewasa.

Patofisiologi/Patologi
 DM Tipe-1
Patofisiologi diabetes mellitus tipe 1 berupa penurunan sekresi insulin akibat
autoantibodi yang merusak sel-sel pulau Langerhans pada pankreas.
Kerusakan sel pulau Langerhans pankreas pada diabetes mellitus tipe 1 terjadi
akibat terbentuknya autoantibodi. Mekanisme autoimun ini masih tidak diketahui
penyebabnya, tetapi diduga berhubungan dengan faktor genetik dan paparan faktor
lingkungan. Autoantibodi yang terbentuk akan merusak sel-sel β pankreas di dalam pulau-
pulau Langerhans pankreas disertai terjadinya infiltrasi limfosit. Kerusakan sel β pankreas
ini tidak terjadi dalam jangka pendek tetapip dapat terjadi hingga bertahun-tahun tanpa
diketahui karena gejala klinis baru muncul setelah setidaknya 80% sel β pankreas
mengalami kerusakan.
 DM Tipe-2
Patofisiologi diabetes mellitus tipe 2 terjadi sebagai akibat kombinasi beberapa
aspek yang berlangsung lama, dapat bertahun-tahun secara subklinis. Aspek-aspek tersebut
adalah penurunan sekresi insulin, resistensi insulin, dan ominous octet.
 Penurunan Sekresi Insulin
Penurunan sekresi insulin terjadi akibat disfungsi sel-sel β pankreas. Suatu
penelitian menemukan bahwa gangguan fungsi sel pankreas ini terjadi secara dini bahkan
sebelum adanya resistensi insulin.[2]
 Resistensi Insulin
Resistensi insulin akan terjadi bila alur penyimpanan nutrisi yang bertugas
memaksimalkan efisiensi penggunaan energi terpapar terus menerus dengan surplus energi.
Surplus energi ini akan menurunkan sensitifitas insulin. Paparan surplus energi dalam
jangka panjang akan menyebabkan sensitifitas insulin semakin menurun hingga terjadi
resistensi insulin, terutama pada jaringan otot, hepar, dan lemak.
Resistensi insulin akan menyebabkan penurunan asupan glukosa perifer diiringi
dengan peningkatan endogen produksi glukosa oleh hepar melalui proses glukoneogenesis.
Selain itu, jaringan tubuh yang tidak mendapat energi juga akan memecah lipid dalam
jaringan sel lemak sehingga terjadi katabolisme lemak tubuh atau lipolisis.[1,3-5]
 Ominous Octet
Resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin akan menyebabkan terjadinya
ominous octet yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Ominous octet adalah
gabungan dari kondisi berikut:
 Penurunan sekresi insulin pancreas
 Penurunan efek incretin
 Peningkatan lipolysis
 Peningkatan reabsorpsi glukosa
 Penurunan uptake glukosa perifer
 Disfungsi neurotransmitter
 Peningkatan produksi glukosa oleh hepar
 Peningkatan sekresi glukagon dari sel-sel alfa pulau Langerhans
Keadaan hiperglikemia yang terjadi karena ominous octet ini dapat berlangsung
selama bertahun-tahun secara subklinis sebelum gejala klinis penyakit muncul.

Pemeriksaan Penunjang
1. Tes gula darah sewaktu
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada jam tertentu secara acak. Tes
ini tidak memerlukan pasien untuk berpuasa terlebih dahulu. Jika hasil tes gula darah
sewaktu menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih, pasien dapat didiagnosis
menderita diabetes.
2. Tes gula darah puasa
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada saat pasien berpuasa. Pasien
akan diminta berpuasa terlebih dahulu selama 8 jam, kemudian menjalani pengambilan
sampel darah untuk diukur kadar gula darahnya. Hasil tes gula darah puasa yang
menunjukkan kadar gula darah kurang dari 100 mg/dL menunjukkan kadar gula darah
normal. Hasil tes gula darah puasa di antara 100-125 mg/dL menunjukkan pasien
menderita prediabetes. Sedangkan hasil tes gula darah puasa 126 mg/dL atau lebih
menunjukkan pasien menderita diabetes.
3. Tes toleransi glukosa
Tes ini dilakukan dengan meminta pasien untuk berpuasa selama semalam terlebih
dahulu. Pasien kemudian akan menjalani pengukuran tes gula darah puasa. Setelah tes
tersebut dilakukan, pasien akan diminta meminum larutan gula khusus. Kemudian sampel
gula darah akan diambil kembali setelah 2 jam minum larutan gula. Hasil tes toleransi
glukosa di bawah 140 mg/dL menunjukkan kadar gula darah normal. Hasil tes tes
toleransi glukosa dengan kadar gula antara 140-199 mg/dL menunjukkan kondisi
prediabetes. Hasil tes toleransi glukosa dengan kadar gula 200 mg/dL atau lebih
menunjukkan pasien menderita diabetes.
4. Tes HbA1C (glycated haemoglobin test)
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa rata-rata pasien selama 2-3 bulan ke
belakang. Tes ini akan mengukur kadar gula darah yang terikat pada hemoglobin, yaitu
protein yang berfungsi membawa oksigen dalam darah. Dalam tes HbA1C, pasien tidak
perlu menjalani puasa terlebih dahulu. Hasil tes HbA1C di bawah 5,7 % merupakan
kondisi normal. Hasil tes HbA1C di antara 5,7-6,4% menunjukkan pasien mengalami
kondisi prediabetes. Hasil tes HbA1C di atas 6,5% menunjukkan pasien menderita
diabetes. Selain tes HbA1C, pemeriksaan estimasi glukosa rata-rata (eAG) juga bisa
dilakukan untuk mengetahui kadar gula darah dengan lebih akurat.
Hasil dari tes gula darah akan diperiksa oleh dokter dan diinformasikan kepada pasien.
Jika pasien didiagnosis menderita diabetes, dokter akan merencanakan langkah-langkah
pengobatan yang akan dijalani. Khusus bagi pasien yang dicurigai menderita diabetes tipe
1, dokter akan merekomendasikan tes autoantibodi untuk memastikan apakah pasien
memiliki antibodi yang merusak jaringan tubuh, termasuk pankreas.

Penatalaksanaan Medis

Diabetes mellitus tipe 2 memerlukan penatalaksanaan yang komprehensif, berupa


penurunan berat badan, pemberian obat antidiabetes, dan perubahan gaya hidup. Kontrol
keberhasilan terapi menggunakan pemeriksaan HbA1c penting untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Selain itu, penatalaksanaan diabetes juga harus memperhatikan komorbid
lainnya yang perlu dikontrol seperti tekanan darah dan profil lipid pasien.
 Terapi Nonfarmakologis
Terapi nonfarmakologis merupakan bagian dari penatalaksanaan komprehensif diabetes.
Terapi yang diberikan menyangkut perubahan gaya hidup, diet, dan penanganan obesitas.
 Perubahan Gaya Hidup
Gaya hidup sedentari memiliki asosiasi yang erat dengan diabetes mellitus tipe 2. Anjurkan
pasien untuk olahraga secara teratur karena olahraga dapat membantu mengatasi resistensi
insulin. Pada tahap awal penyakit, olahraga bahkan cukup untuk mengatasi diabetes
mellitus tipe 2 tanpa penambahan terapi farmakologis.
 Diet
Mayoritas pasien diabetes mellitus tipe 2 merupakan pasien obesitas sehingga doktter
sebaiknya merujuk pasien ke ahli gizi. Target penurunan berat badan 5-10% dalam jangka
waktu setahun terbukti tidak hanya menurunkan kadar gula darah, tetapi juga menurunkan
kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL, risiko penyakit kardiovaskular, dan tekanan
darah.
 Medikamentosa
Terdapat beberapa pilihan golongan pengobatan untuk diabetes mellitus tipe 2, yaitu:
 Biguanida
 Sulfonilurea
 Derivat meglitinide
 Thiazolidinediones
 Glucagonlike peptide-1 (GLP-1) agonists
 Dipeptidyl peptidase IV (DPP-4) inhibitors
 Selective sodium-glucose transporter-2 (SGLT-2) inhibitors
 Insulin
 Agonis dopamin

 Metformin
Metformin merupakan obat antidiabetes oral golongan biguanide yang digunakan sebagai
terapi lini pertama untuk diabetes mellitus tipe 2. Hal ini disebabkan oleh risiko efek
sampingnya yang jauh lebih minim dibandingkan obat antidiabetes lainnya. Dosis awal
umumnya 500 mg, diberikan 2 kali sehari. Sesuaikan dosis dengan respon terapi setiap 2
minggu sampai kontrol gula darah tercapai. Umumnya dosis yang dibutuhkan untuk
mencapai kontrol gula darah adalah 1500-2550 mg/hari dibagi dalam 2-3 kali pemberian.
Dosis maksimal pemberian metformin adalah 2550 mg/hari.
Metformin dapat dikombinasikan dengan obat antidiabetes oral lainnya atau juga dengan
insulin
 Sulfonilurea
Obat golongan sulfonilurea seperti glibenclamide, glipizide, dan glimepiride dapat
digunakan sebagai terapi diabetes mellitus tipe 2. Generasi kedua obat golongan
sulfonilurea ini dikonsumsi sekali sehari dan dapat dikombinasi dengan obat antidiabetes
oral lainnya atau insulin.
Dosis sulfonilurea yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
 Chlorpropamide:
o Dosis awal, 100-250 mg oral, sekali sehari, dititrasi naik 50-125 mg sesuai
respon terapi setiap 3-5 hari
o Dosis maintenance, 100-500 mg per hari
o dosis maksimum, 750 mg per hari
 Tolbutamide:
o Dosis awal, 1-2 gram oral sekali sehari atau dalam dosis terbagi
o Dosis maintenance, 0,25-3 gram oral sekali sehari atau dalam dosis terbagi
o Dosis maksimum, 3 gram per hari
 Glibenclamide:
o Dosis awal standar, 2,5-5 mg oral sekali sehari
o Dosis titrasi, meningkat tidak lebih daripada 2,5 mg pada interval mingguan
o Dosis maintenance, 1,25-20 mg oral sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi
o Dosis maksimum, 20 mg per hari
 Glimepiride:
o Dosis awal, 1-2 mg oral sekali sehari
o Dosis maintenance, dinaikkan 1 atau 2 mg tiap 1-2 minggu berdasarkan
respon glukosa dalam darah
o Dosis maksimum, 8 mg per hari
 Obat Antidiabetes Oral Lainnya
Derivat meglitinide seperti repaglinide dan nateglinide umumnya digunakan pada pasien
yang memiliki alergi terhadap obat golongan sulfonilurea. Thiazolidinediones
(pioglitazone atau rosiglitazone) tidak hanya menurunkan kadar gula darah tetapi juga
memiliki efek menghammbat progresi diabetes. Walau demikian, obat ini memiliki risiko
efek samping edema dan peningkatan berat badan, terutama jika dikombinasi dengan
insulin.
GLP-1 agonis seperti liraglutide tidak hanya memiliki efek antidiabetes tetapi juga
menurunkan berat badan sehingga saat ini diteliti sebagai terapi untuk obesitas. DPP-4
inhibitor seperti linagliptin dan sitagliptin memiliki risiko efek samping yang lebih kecil
dibandingkan metformin, terutam efek samping gastrointestinal seperti mual dan diare.
Selain kedua golongan tersebut, terdapat juga obat golongan SGLT-2 inhibitor seperti
canagliflozin yang juga dapat digunakan untuk mengontrol gula darah pasien diabetes
mellitus tipe 2.
Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi diabetes mellitus tipe 2 adalah
bromocriptine mesylate, obat golongan agonis dopamine. Obat ini dapat dipertimbangkan
pada pasien obesitas yang tidak merespon terhadap pengobatan antidiabetes lainnya.
 Insulin
Berbeda dengan diabetes mellitus tipe 1, pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi resistensi
insulin sehingga pemberian insulin pada pasien harus dibuat secara individual. Indikasi
pemberian insulin adalah pasien diabetes mellitus tipe 2 yang telah diterapi dengan obat
antidiabetes oral dengan kadar gula darah tidak terkontrol dan HbA1c >6.5% selama
setidaknya 3 bulan.Dosis insulin dimulai dengan pemberian 10 unit/hari secara subkutan
atau 0,1-0,2 unit/kgBB/hari dalam dosis terbagi 2/3 pada pagi hari dan sisanya pada malam
hari. Pada pagi hari, insulin yang digunakan adalah insulin regular dan intermediate-acting
dengan rasio 1:2. Pada malam hari, insulin diberikan dengan rasio insulin regular dan
intermediate-acting 1:1.
 Self Monitoring
Pasien harus diedukasi untuk dapat memonitor dan mencatat kadar gula darah harian
menggunakan glukometer. Dokter juga harus memberikan edukasi mengenai kemungkinan
komplikasi diabetes dan gejalanya, tanda hipoglikemia serta penanganan pertamanya, dan
gejala ketoasidosis diabetik yang memerlukan kunjungan segera ke rumah sakit.
 Follow Up
Follow up teratur merupakan hal yang penting dilakukan untuk memantau keberhasilan
terapi dan mengatur dosis dan pilihan obat yang diberikan. Follow up juga bermanfaat
untuk deteksi dini kemungkinan komplikasi yang terjadi akibat diabetes mellitus tipe 2.
[37]
Pemantauan keberhasilan terapi dilakukan dengan pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan
sekali dan bila kadar gula darah sudah terkontrol dengan baik dapat diperpanjang menjadi
6 bulan sekali.Follow up juga dilakukan untuk memantau risiko komplikasi yang mungkin
terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah
pemeriksaan mata setiap tahun, kontrol tekanan darah <130/80 mmHg, pemeriksaan
neurologis, pemeriksaan kaki, kadar kolesterol, serta fungsi ginjal..

Pencegahan
Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah karena pemicunya belum diketahui. Sedangkan,
diabetes tipe 2 dan diabetes gestasional dapat dicegah, yaitu dengan pola hidup sehat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah diabetes, di antaranya adalah:
 Mengatur frekuensi dan menu makanan menjadi lebih sehat
 Menjaga berat badan ideal
 Rutin berolahraga
 Rutin menjalani pengecekan gula darah, setidaknya sekali dalam setahun
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.A

Hari/tanggal pengkajian :
Jam :
Ruang :

I. IDENTITAS

A. PASIEN

Nama : Tn.B
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 55 tahun
Agama :
Status perkawinan :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
No.CM
Tanggal masuk RS :
Tanggal Pengkajian :
Diagnosa medik :

B. PENANGGUNG JAWAB

Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
No.Tlp :
II. RIWAYAT KESEHATAN

A. RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Keluhan utama

Klien mengeluh neuropati dan retinopati

2. Riwayat penyakit sekarang

3. Riwayat Penyakit Masa Lalu


Klien mempunyai riwayat ketoasidosis diabetikum

B. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

1. Genogram
a. Dengan siapa tinggal dan berapa jumlah anggota keluarga?
b. Apakah ada yang menderita penyakit serupa?
c. Apakah ada yang menderita penyakit menular dan menurun?
d. Bagaimana efek bagi keluarga bila ada salah satu anggota keluarga
yang sakit?

C. PENGKAJIAN POLA FUNGSI GORDON

1. Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan


2. Pola aktivitas dan latihan
a. Rutinitas mandi ( Kapan, bagaimana, dimana, sabun yang
digunakan?)
b. Kebersihan sehari-hari (pakaian dll)
c. Aktivitas sehari-hari (jenis pekerjaan, lamanya, dll)
d. Kemampuan perawatan diri

Skore 0 = mandiri
Skore 1 = dibantu sebagian
Skore 2 = perlu dibantu orang lain
Skore 3 = perlu bantuan orang lain dan alat
Skore 4 = tergantung/tidak mampu

AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian/berdanda
n
Mobilisasi di TT
Pindah
Ambulasi
Makan/minum
3. Pola istirahat dan tidur
a. Pola istirahat dan tidur
b. Waktu tidur, lama, kualitas
c. Insomnia, somnambulism?

4. Pola nutrisi metabolik


5. Pola eliminasi
6. Pola kognitif dan perceptual
7. Pola konsep diri
8. Pola koping
9. Pola seksual-reproduksi
10. Pola peran berhubungan
11. Pola nilai dan kepercayaan

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. KEADAAN UMUM

Suhu Tubuh : 37.5 C


Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Frekuensi Nadi : 88x/menit
Respirasi : 28x/menit
Kesadaran :
Skala Nyeri ( NRS ) :

B. PEMERIKSAAN SECARA SISTEMIK

1. PARU-PARU dan JANTUNG


2. ABDOMEN
3. EKSTREMITAS
 Luka ulkus diabetik gr II a/g pedis sinistra

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. PEMERIKSAAN LAB.
 GDS : 400 mg/dl
 Keton urin (+)
 HbA1c : 10

IV. TERAPI YANG DIBERIKAN


 captopril 3 x 12,5 mg

V. ANALISA DATA
No. Data Masalah Keperawatan Etiologi
1. DS : Defisien Volume Poliuri > Polidipsi >
 Menurut keluarga,klien Cairan Penurunan Berat
mengalami poliuri Badan > Defisien
 Menurut keluarga,klien Volume Cairan
mengalami polidipsi
 Menurut keluarga,klien
mengalami penurunan berat
badan (sebelum sakit 72 kg, saat
ini 55 kg)
DO :

Batasan Karakteristik :
 Peningkatan konsentrasi urine
 Penurunan berat badan tiba-tiba
 Haus
2. DS : Kerusakan Integritas Luka ulkus diabetik
kulit gr II a/g pedis sinistra
DO : > Kerusakan
 Luka ulkus diabetik gr II a/g Integritas kulit
pedis sinistra
Batasan Karakteristik :
 Gangguan Integritas Kulit
3. DS :

DO :

Faktor Resiko :

VI. Diagnosa Keperawatan


 Defisien Volume Cairan b.d Poliuri > Polidipsi > Penurunan Berat Badan
 Kerusakan Integritas Kulit b.d Luka ulkus diabetic gr.II a/g pedis sinistra

VII. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Defisien Volume Setelah dilakukan asuhan NIC : Manajemen Cairan
Cairan keperawatan selama 3x24 1. Timbang berat badan setiap
jam diharapkan hari dan monitor status
keseimbangan cairan pasien
pasien membaik 2. Jaga intake/asupan yang
NOC : Keseimbangan akurat dan catat output
Cairan 3. Berikan terapi IV,seperti
yang ditentukan
Dengan kriteria hasil :
4. Berikan cairan,dengan tepat
1. Berat badan stabil
dari skala 3 (Cukup
Terganggu) ke skala
4 (Sedikit
Terganggu)
2. Kehausan dari skala
3 (Sedang) ke skala
4 (Ringan)

2. Kerusakan Integritas Setelah dilakukan asuhan NIC : Perawatan Luka


Kulit keperawatan selama 3x24 1. Ukur luas luka,yang sesuai
jam diharapkan status 2. Berikan perawatan ulkus
Integritas jaringan pasien pada kulit,yang diperlukan
membaik 3. Berikan balutan yang sesuai
NOC : Integritas dengan jenis luka
Jaringan : Kulit dan 4. Pertahankan Teknik balutan
Membran Mukosa steril Ketika melakukan
Dengan kriteria hasil : perawatan luka,dengan tepat
5. Periksa luka setiap kali
1. Integritas kulit dari
perubahan balutan
skala 3 (Cukup
Terganggu) ke skala 4
(Sedikit Terganggu)
3.

Anda mungkin juga menyukai