Anda di halaman 1dari 27

HASIL PEMERIKSAAN

BAB I GAMBARAN UMUM

1. Tujuan Pemeriksaan Pemeriksaan pendapatan daerah dilakukan untuk mengetahui dan menilai apakah : a. Pendapatan daerah yang seharusnya menjadi hak daerah yang bersangkutan telah diterima tepat waktu dan dalam jumlah yang menjadi haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Anggaran pendapatan daerah telah ditatausahakan atau dicatat secara tertib dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c. Sistem pengendalian manajemen pengelolaan anggaran pendapatan daerah telah cukup memadai. 2. Sasaran Pemeriksaan Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, pemeriksaan diarahkan pada: a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah c. Hasil/Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) d. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah; e. Dana Perimbangan.

3. Metode Pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan secara uji petik atas dokumen-dokumen yang terkait dengan pendapatan daerah, konfirmasi dengan pejabat satuan kerja, penilaian pelaksanaan pemungutan pendapatan yang terkait, dan pengecekan di lapangan.

4. Jangka Waktu Pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan sejak tanggal 29 Agustus sampai dengan 28 September 2005.

5. Obyek Pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan atas Pendapatan Daerah Pemerintah Propinsi Jawa Timur Tahun Anggaran (TA) 2004 dan 2005 (s.d. Agustus 2005). Adapun anggaran dan

realisasi Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2004 dan 2005 dimaksud disajikan sebagai berikut. Tahun Anggaran 2004
No. 1. a. b. c. d. 2. a. b. c. 3. a. Uraian Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba Usaha Daerah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan yang Sah Dana Penyeimbang Anggaran (Rp) 2.354.750.126.881,00 2.065.000.000.000,00 163.238.733.969,00 50.212.254.612,00 76.299.138.300,00 751.828.000.000,00 288.500.000.000,00 463.328.000.000,00 0,00 230.643.000.000,00 230.643.000.000,00 3.337.221.126.881,00 Realisasi (Rp) 2.860.561.594.826,15 2.540.067.579.945,00 175.966.812.053,15 50.418.647.788,24 94.108.555.039,76 862.509.974.425,00 399.181.974.425,00 463.328.000.000,00 0,00 230.643.000.000,00 230.643.000.000,00 3.953.714.569.251,15 Persentase (%) 121,48 123,01 107,80 100,41 123,34 114,72 138,36 100,00 0,00 100,00 100,00 118,47

Jumlah Pendapatan

Tahun Anggaran 2005 (s.d. Agustus) No.


a. 1. 2. 3. 4 b. 1 2. 3 c. 1

Uraian Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Bagian Laba Usaha Daerah Lain-lain Pendapatan yang syah Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan yang sah Bantuan Dana dari Pusat

Anggaran (Rp)
2.499.422.727.681,00 2.225.000.000.000,00 164.218.799.769,00 47.557.254.612,00 62.646.673.333,00 747.890.000.000,00 293.250.000.000,00 454.640.000.000,00 00,00 235.480.000.000,00 235.480.000.000,00 3.482.792.727.681,00

Realisasi (Rp)
1.635.990.043.062,14 1.448.221.286.982,00 93.715.904.378,43 45.178.213.968,90 48.874.637.732,81 405.404.087.050,00 140.200.337.050,00 265.203.750.000,00 00,00 3.394.522,00 3.394.522,00 2.041.397.524.634,14

(%)
65,45 65,09 57,07 95.00 78,02 54,21 47,81 58,33 0,00 0,00 0,00 58,61

Jumlah Pendapatan

BAB II HASIL PEMERIKSAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN Pengendalian intern adalah suatu proses yang didesain dan dijalankan untuk memberikan keyakinan memadai guna mencapai tujuan keandalan laporan, efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Lima komponen beserta penilaian Tim atas efektivitas sistem pengendalian intern pada entitasentitas pengelola pendapatan daerah di Propinsi Jawa Timur dapat disajikan sebagai berikut. 1. Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian menunjukkan corak suatu organisasi yang mempengaruhi sikap, kesadaran dan tindakan manajemen terhadap lingkungan pengendalian intern. Lingkungan pengendalian antara lain mencakup integritas dan nilai etika, komitmen terhadap kompetensi, partisipasi, filosofi dan gaya operasi manajemen, struktur organisasi, pemberian wewenang dan tanggungjawab, kebijakan dan praktek sumber daya. a. Integritas dan Nilai Etika Manajemen memegang peran penting dalam membentuk dan memelihara nilainilai etika organisasi, menyediakan pedoman kepatutan berperilaku,

menghilangkan dorongan bagi karyawan untuk melakukan perilaku tidak etis, dan penegakan disiplin. Manajemen yang memiliki integritas dan memegang teguh nilai etika dalam kepemimpinannya merupakan soft control utama bagi karyawan yang dipimpinnya. Pengelolaan pendapatan daerah Propinsi Jawa Timur diselenggarakan oleh beberapa unit kerja penghasil, meliputi Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Perhubungan, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Dinas Kehutanan, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas atau Satker lainnya sebagaimana telah ditetapkan oleh Gubernur Propinsi Jawa Timur. Setiap unit kerja sebagai penghasil telah ditarget jumlah pendapatan yang akan diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Untuk mencapai hal tersebut dan meningkatkan integritas dan ditegakkannya nilai-nilai etis oleh pegawai pada dinas-dinas tersebut Pemerintah Propinsi Jawa Timur telah memotivasi pegawai dengan memberikan jasa pungut. Selain hal tersebut Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Timur menjunjung tinggi terhadap nilai-nilai etika dalam organisasi antara lain dengan menyediakan

loket khusus untuk wajib pajak lanjut usia dan ibu hamil menyediakan pemandu kepada wajib pajak dalam pengurusan STNK dan pembayaran PKB dan BBNKB. b. Komitmen pada Kompetensi Setiap karyawan perlu memiliki dan memelihara tingkat kompetensi mereka untuk menyelesaikan tugasnya dan memahami pentingnya pengendalian intern yang baik. Manajemen harus mengidentifikasi pengetahuan dan keahlian yang tepat (dipersyaratkan) untuk setiap jenis tugas dan menyediakan pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan karyawan disamping bimbingan yang membangun (constructive counseling) dan pengukuran kinerja. Pemerintah Propinsi Jawa Timur, khususnya Dinas Pendapatan Daerah, mempunyai komitmen untuk mengembangkan kompetensi pegawai. Hal ini tercermin dari dilakukannya upaya-upaya pendidikan formal maupun pelatihanpelatihan tugas di bidang pendapatan secara intensif.

c. Peran Pengawasan Dalam rangka menjalankan kegiatan operasionalnya manajemen membentuk satuan pengawas intern yang berfungsi melakukan pengawasan atas kegiatan tiap bagian entitas. Satuan pengawas ini menjadi mata dan telinga manajemen untuk mengidentifikasi kelemahan sistem dan kekurangan yang mungkin timbul serta mengusulkan perbaikannya. Secara umum, pengawasan intern pada unit kerja pengelola pendapatan daerah telah dilakukan secara memadai. Sebagai contoh, dalam organisasi Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Timur telah dibentuk Subdinas Bimbingan dan Pengawasan yang bertindak sebagai satuan pengawas intern di unit organisasi tersebut. Pada TA 2004 dan 2005, Subdinas ini telah melakukan kegiatan pengawasan melalui pemeriksaan rutin yang hasilnya telah dituangkan dalam Laporan Pengawasan. Laporan ini selanjutnya dijadikan bahan evaluasi intern guna peningkatan kinerja Dinas Pendapatan pada masa yang akan datang. Kegiatan pengawasan juga dilakukan oleh Badan Pengawas (Bawas) Propinsi Jawa Timur selaku aparat fungsional pengawasan intern di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Pada TA 2004 dan 2005 Bawas juga telah melakukan pemeriksaan pada Dinas Pendapatan Daerah yang hasilnya dilaporkan kepada Gubernur. 6

d. Filosofi dan Gaya Operasi Manajemen Faktor ini menentukan pendekatan manajemen dalam mengelola risiko dan tingkat risiko yang dapat diterima (acceptable risk). Manajemen bergaya risk lover akan mengambil setiap opsi dengan tingkat risiko yang paling tinggi dan kurang menyadari pentingnya pengendalian intern yang baik. Disamping itu filosofi manajemen terhadap manajemen berbasis kinerja (performance-based management), sistem informasi, akuntansi, fungsi personalia, pengawasan dan pemeriksaan, evaluasi akan sangat berpengaruh terhadap struktur pengendalian intern. Semakin baik pandangan manajemen terhadap praktek manajemen yang sehat (prudent management practice) semakin baik ia berusaha merancang SPI di jajarannya. Kesadaran akan praktik manajemen pendapatan daerah yang sehat oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur tercermin dari beberapa kebijaksanaan inovatif di bidang pemungutan pendapatan daerah antara lain kemudahan pembayaran PKB dan BBNKB dengan menggunakan cek, bilyet, giro dan transfer antar bank, pengembalian kelebihan pembayaran PKB dan BBNKB, memberikan pelayanan PKB dan BBNKB tidak tergantung pada domisili wajib pajak dan lain sebagainya. Dengan meningkatkan beberapa layanan tersebut berdampak kepada kesadaran para wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya.

e. Struktur Organisasi Alat ini memberikan kerangka kerja bagi perencanaan, pengarahan dan pengendalian kegiatan secara menyeluruh untuk mencapai tujuan entitas. Pengendalian intern yang baik menghendaki struktur organisasi dapat mendefinisikan secara jelas wewenang dan tanggung jawab masing-masing bagian. Struktur tersebut dapat menciptakan kesatuan perintah dan garis pelaporan yang tepat. Dinas Pendapatan Daerah sebagai koordinator pendapatan seluruh satuan unit kerja penghasil telah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 40 Tahun 2000 tentang Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Timur masing telah dilengkapi dengan uraian tugasnya. yang masing-

f. Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab Lingkungan pengendalian juga dipengaruhi oleh cara bagaimana manajemen mendelegasikan wewenang dan tanggung jawabnya di seluruh bagian entitas. Pendelegasian ini mencakup wewenang dan tanggung jawab kegiatan, hubungan pelaporan, dan prosedur otorisasi. Pendelegasian yang dinyatakan secara jelas dan tertulis dan didukung dengan sistem tindak lanjut yang efektif dapat menciptakan lingkungan pengendalian yang lebih baik. Pengelolaan pendapatan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur yang dikoordinasi oleh Dinas Pendapatan Daerah dilakukan melalui pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang jelas. Hal ini tampak jelas dengan dibentuknya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendapatan Daerah yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Timur. UPT-UPT tersebut berfungsi sebagai kepanjangan tangan Dinas Pendapatan Daerah dalam mengelola pendapatan daerah yang diperoleh di kabupaten/kota di Jawa Timur. Sebagai perwakilan Dinas Pendapatan Daerah, UPT-UPT harus melakukan kegiatan perencanaan, pemungutan, penyetoran, pencacatan, dan pelaporan pendapatan secara berkala.

g. Kebijakan dan Praktek Sumber Daya Manajemen SDM yang tepat harus diselenggarakan pada tahap perekrutan, orientasi, pelatihan, evaluasi, bimbingan dan supervisi, promosi, kompensasi, dan pemberian hukuman (tindakan perbaikan) bagi karyawan. Hal tersebut akan menghasilkan karyawan yang memenuhi kualifikasi kebutuhan entitas sebagai salah satu elemen dalam membangun dan mengimplementasikan SPI dengan baik. Manajemen SDM pada Dinas Pendapatan Daerah telah dilakukan secara memadai. Sistem rotasi pegawai yang telah dipraktikkan oleh Dinas Pendapatan Daerah memungkinkan pegawai memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup memadai dalam hal pengelolaan pendapatan. Dari wawancara, Tim BPK mengetahui bahwa orang-orang yang mempunyai jabatan di kantor pusat Dinas Pendapatan Daerah adalah mereka yang pernah bertugas di UPT-UPT. Pola penempatan semacam ini memungkinkan pejabat tersebut memiliki pemahaman yang lebih baik tentang seluk beluk permasalahan pengelolaan pendapatan daerah. 8

Dari sisi jumlah pegawai, Dinas Pendapatan Daerah dinilai telah memiliki pegawai yang cukup, baik kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini terlihat dari ratarata tingkat pendidikan yang dicapai oleh pegawai.

2. Penaksiran Risiko Penilaian risiko terkait dengan mekanisme yang dibuat untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mengelola risiko sehubungan dengan berbagai kegiatan organisasi. Pengendalian intern harus menyediakan penilaian risiko yang dihadapi entitas baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar entitas. Penilaian risiko merupakan bagian dari pengelolaan risiko yang harus dilakukan oleh manajemen. Kunci sukses dari pengelolaan risiko adalah dukungan dari manajemen puncak, kebijakan entitas yang disusun dan dikomunikasikan secara efektif, pengelolaan risiko secara berjenjang, dan pencatatan yang memadai sehingga mempermudah pengawasan dan review secara terus-menerus untuk perbaikan/ pemutakhiran. Pengelolaan pendapatan daerah merupakan aktivitas yang berisiko tinggi karena melibatkan arus uang yang besar setiap hari. Untuk mengurangi risiko tersebut Dinas Pendapatan Daerah telah menggunakan prosedur kanalisasi. Dengan prosedur ini, seluruh pendapatan daerah dikelola secara langsung oleh UPT-UPT yang tersebar di seluruh Jawa Timur. Pendapatan yang dipungut atau diterima UPT-UPT tersebut selanjutnya setiap hari disetor langsung kas daerah ke Bank Jatim yang membuka perwakilan di UPT terkait. Selanjutnya secara periodik, Bank Jatim dan Dinas Pendapatan Daerah melakukan rekonsiliasi atau pencocokan antara laporan penerimaan pendapatan dan setoran pendapatan secara riil. Meskipun demikian, kelemahan dalam pengelolaan pendapatan di tingkat dinas penghasil masih dijumpai. Berikut adalah contohnya. a. Dinas Perhubungan Penerimaan dari Dinas Perhubungan Jawa Timur berupa laporan realisasi yang disampaikan kepada Dinas Pendapatan Daerah hanya berupa realisasi jumlah uang yang diterima, tetapi tidak melaporkan jumlah arus penumpang dan barang (kendaraan bermotor) yang telah melewati pelabuhan. Dengan demikian laporan

realisasi pendapatan dari diragukan kebenarannya. b. Dinas LLAJR

Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Timur masih

Salah satu pendapatan yang dikelola unit kerja ini adalah kompensasi kelebihan muatan. Melalui serangkaian observasi pada beberapa pos jembatan timbang, Tim menemukan bahwa pelaksanaan jembatan timbang masih menggunakan sistem manual, meskipun penghitungan kelebihan muatan barang telah dilakukan dengan bantuan komputer, namun Tim masih menemukan bahwa petugas jembatan timbang kadang-kadang tidak mengidentifikasi nomor polisi kendaraan yang ditimbang. Dengan demikian, besar kemungkinan terjadi manipulasi laporan penerimaan pendapatan oleh petugas jembatan timbang karena komputer hanya akan melaporkan realisasi penerimaan pendapatan dari kendaraankendaraan yang teridentifikasi nomor polisinya. c. PT Perhutani Pendapatan yang diterima dari PT Perhutani ini adalah sumbangan Pihak Ketiga dari hasil pelelangan kayu hasil hutan dan retribusi tempat pelelangan. Tim menemukan bahwa laporan realisasi sumbangan dan retribusi tersebut tidak dilampiri data pendukungnya yaitu berapa volume kayu yang telah dilelang oleh PT Perhutani tersebut.

3. Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian ini meliputi kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme yang terintegrasi dalam setiap tingkatan dan fungsi manajemen. Kegiatan tersebut harus menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan dan tujuan pengendalian tercapai secara efisien dan efektif. Lingkungan pengendalian merupakan soft control yang tidak tertulis sehingga sulit untuk menerapkannya secara konsisten pada setiap kondisi satuan kerja dan karyawan. Sedangkan aktivitas pengendalian merupakan hard control yang tertuang secara tertulis dalam berbagai kebijakan, standar operasi, prosedur, manual akuntansi dan pelaporan, serta indikator kinerja, sehingga menjamin konsistensi penerapan dan review perbaikannya.

10

Aktivitas pengendalian pada Dinas Pendapatan Daerah diwujudkan dengan penyusunan peraturan-peraturan yang terkait dengan pengelolaan pendapatan daerah. Peraturan-peraturan tersebut memberikan batasan yang jelas mengenai jenis, pemungutan, pencatatan, penyetoran, dan pelaporan pendapatan daerah. Beberapa peraturan yang telah diterbitkan dan dilaksanakan antara lain: a. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2001 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor; b. Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan e. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah; f. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Pertambangan Bahan Galian Strategis dan Vital di Propinsi Jawa Timur; g. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2002 Tentang Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang di Jawa Timur. 4. Informasi dan Komunikasi Informasi dan komunikasi terkait dengan sistem yang memungkinkan orang-orang dalam organisasi untuk mendapatkan dan memberikan informasi yang diperlukan untuk melaksanakan, mengelola dan mengendalikan kegiatan. Informasi harus dicatat dan dikomunikasikan kepada manajemen dan pihak lain dalam entitas yang membutuhkannya, dan dalam bentuk dan jangka waktu yang memungkinkan mereka menyelenggarakan pengendalian intern dan tanggung jawab lainnya. Manajemen membutuhkan informasi operasional dan keuangan untuk menentukan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya organisasi, kepatuhan pada perundangan dan peraturan yang berlaku, menyusun laporan keuangan secara periodik, membuat keputusan operasional, mengawasi kinerja, dan mengalokasikan sumber daya. Manajemen harus memastikan adanya komunikasi yang efektif atas aliran informasi

11

dalam entitas, alat komunikasi yang memadai untuk memperoleh dan memberikan informasi dari/kepada stakeholder, manajemen teknologi informasi yang efektif untuk menjamin pencatatan dan pengkomunikasi informasi yang berguna, andal dan kontinyu. Pelaporan periodik atas realisasi perolehan pendapatan telah dilakukan secara teratur oleh semua UPT Dinas Pendapatan Daerah. Dinas Pendapatan sendiri juga telah membuat laporan realisasi pendapatan secara akurat dan tepat waktu. Dalam pengelolaan pendapatan, khususnya Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pemerintah Propinsi Jawa Timur juga telah menggunakan teknologi informasi. Penggunaan teknologi ini sangat membantu kelancaran pelayanan Pemerintah Propinsi dari sisi internal dan eksternal. Dari sisi internal, teknologi tersebut membantu Pemerintah Peovinsi untuk mengelola database kendaraan se-Jawa Timur dan menghitung PKB-BBNKB secara tepat dan akurat. Dari sisi ekternal, teknologi tersebut telah mempermudah para wajib pajak untuk mengetahui pajak terutang dengan menggunakan layanan short message service (SMS).

5. Pemantauan Pemantauan dilakukan terhadap keseluruhan proses untuk menyesuaikan dengan perkembangan kondisi atau situasi yang terjadi. Pemantauan pengendalian intern harus selalu menilai kualitas kinerja dan memastikan bahwa temuan audit dan review lainnya diselesaikan dengan segera. Pemantauan ini terintegrasi dalam operasi entitas misalnya kegiatan yang bersifat supervisi, perbandingan, rekonsiliasi, dan kegiatan lain yang dilakukan karyawan dalam menyelesaikan tugasnya secara periodik. Pemantauan pengendalian intern ini dapat juga dilaksanakan secara terpisah dari kegiatan rutin dengan menitikberatkan pada efektivitas pengendalian pada saat tertentu, dan dilakukan oleh aparat pengawasan intern maupun auditor ekstern. Kelemahan yang ditemukan dari pemantauan tersebut dikomunikasikan kepada

pihak terkait dan manajemen yang lebih tinggi untuk langkah perbaikannya.

12

Manajer harus mengevaluasi dengan segera temuan audit dan review lainnya, menentukan tindak lanjut yang tepat sesuai dengan rekomendasi yang diberikan, menyelesaikanya dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Penyelesaian temuan dianggap selesai jika tindakan telah selesai dilakukan oleh yang mengoreksi kesalahan, menghasilkan perbaikan, dan menunjukkan bahwa temuan dan rekomendasi tidak memerlukan tindakan manajemen. Kinerja Dinas Pendapatan Daerah beserta unit penghasil pendapatan lainnya telah dipantau oleh aparat pengawasan fungsional seperti Badan Pengawas Daerah dan Inspektorat Jenderal Departeman Dalam Negeri. Bersamaan dengan Tim BPK pada saat melakukan pemeriksaan, Badan Pengawas Daerah Propinsi sedang melakukan pemeriksaan pada Dinas Kehutanan, Dinas Lalu Lintas Jalan Raya dan Dinas Perikanan dan Kelautan. Hasil pemeriksaan telah disampaikan kepada Tim BPK khususnya bidang pendapatan daerah. Tim BPK telah mempelajari temuan-temuan kedua aparat pengawasan tersebut dan menilai bahwa temuan-temuan yang dilaporkan telah ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Berdasarkan uraian pemeriksaan terhadap SPI yang dikemukakan di atas kami menyimpulkan bahwa secara umum sistem pengendalian intern dalam pengelolaan pendapatan daerah Propinsi Jawa Timur sudah memadai. Namun demikian, kami masih menemukan beberapa kelemahan yang perlu perbaikan demi peningkatan kinerja pada masa yang akan datang seperti diuraian dalam lembaran temuan pemeriksaan.

13

BAB III TEMUAN PEMERIKSAAN.

1. Pajak Kendaraan Bermotor sebesar Rp57.992.292.749,00 belum tertagih

Pada Tahun Anggaran (TA) 2004 dan 2005 Pemerintah Propinsi Jawa Timur menganggarkan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dengan jumlah keseluruhan sebesar

Rp1.745.000.000.000,00 dan Rp1.905.000.000.000,00 dengan realisasi sebesar Rp2.170.161.142.972,00 atau 124.36% (TA 2004) dan Rp1.495.560.286.959,00 atau 78.50% (TA 2005 s.d Juli).

Anggaran dan Realisasi PKB dan BBNKB TA 2004-2005 TA 2004 Jenis Pajak PKB BBNKB Jumlah 2005 (s.d Juli) PKB BBNKB Jumlah Anggaran (Rp) 825.000.000.000,00 920.000.000.000,00 1.745.000.000.000,00 940.000.000.000,00 965.000.000.000,00 1.905.000.000.000,00 Realisasi (Rp) 946.484.147.791,00 1.223.676.995.181,00 2.170.161.142.972,00 637.641.307.552,00 857.918.979.407,00 1.495.560.286.959,00 % Realisasi 114,73 133,01 124,36 67,83 88,90 78,51

Pemungutan dan penyetoran PKB dan BBNKB dikoordinasi oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendapatan yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Timur. Secara teknis pengenaan PKB dan BBNKB dilakukan oleh SAMSAT yang berada di setiap UPT. PKB dan BBNKB yang terpungut disetor oleh Pembantu Pemegang Kas Daerah (PPKD) secara harian ke Bank Jatim yang juga berlokasi di kantor SAMSAT. PKB dikenakan berdasarkan potensi riil kendaraan bermotor wilayah Jawa Timur. Data potensi kendaraan tersebut diperoleh Dinas Pendapatan (Dispenda) Pemprov Jawa Timur dari seluruh SAMSAT di Jawa Timur. Data tersebut dimutakhirkan secara harian melalui jaringan komputer yang dimiliki oleh Dispenda. Sampai dengan akhir Juli 2005, jumlah kendaraan yang menjadi wajib PKB wilayah Jawa Timur adalah sebagai berikut.

14

Data Objek dan Potensi Penerimaan PKB Dalam Satu Tahun Fiskal 2005 Seluruh Jawa Timur Bulan Laporan: Juli 2005 Jenis Kendaraan Sedan Jeep Station Wagon Bus Truk Sepeda Motor Berat Jumlah Jumlah Kendaraan 113.774 63.459 368.438 13.781 283.922 4.647.874 371 5.491.619 Potensi Penerimaan PKB (Rp) 103.250.294.500,00 46.526.323.200,00 247.099.325.100,00 5.250.831.400,00 192.731.273.580,00 414.201.026.455,00 119.128.391,00 1.009.178.202.626,00

Namun demikian, tidak semua potensi PKB Jawa Timur dibayar oleh wajib pajak. Dalam pemeriksaan diketahui bahwa sampai dengan Agustus 2005 tunggakan PKB pada UPT di seluruh Jawa Timur adalah Rp57.992.292.749,00 dengan rincian tunggakan PKB dengan Penetapan Jabatan (PJ) Rp56.996.013.615,00 dan tunggakan PKB (non PJ) Rp996.269.119,00. Tunggakan tersebut berasal dari tahun penetapan 2001-2005 seperti tersaji dalam tabel berikut.

Tahun Penetapan PJ 2005 2004 2003 2002 2001 Jumlah

Tunggakan PKB Non-PJ 693.085.544,00 209.856.625,00 85.013.550,00 1.337.400,00 6.976.000,00 996.269.119,00

Jumlah (Rp) 27.896.859.174,00 18.249.155.129,00 7.856.218.853,00 2.510.997.402,00 1.479.062.191,00 57.992.292.749,00

27.203.771.625,00 18.039.296.500,00 7.771.203.300,00 2.509.658.000,00 1.472.084.190,00 56.996.013.615,00

Terjadinya tunggakan PKB tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Pasal 24 yang menyatakan bahwa setiap perangkat Daerah yang mempunyai tugas memungut atau menerima Pendapatan Daerah wajib melaksanakan intensifikasi pemungutan pendapatan tersebut. 15

Tunggakan PKB tersebut mengakibatkan tertundanya pendapatan yang harus diterima Pemerintah Propinsi pembiayaan daerah. Jawa Timur sehingga mengurangi kemampuan

Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain alamat wajib pajak tidak jelas, kendaraan rusak, dan kendaraan hilang.

Kepala Dinas Pendapatan Daerah sependapat dengan temuan Tim BPK dan akan mengupayakan penagihan tunggakan tersebut seoptimal mungkin.

Atas permasalahan seperti diuraikan di atas, BPK RI merekomendasikan Gubernur melalui Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timar untuk segera melakukan pendataan kembali wajib PKB yang menunggak dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) dan lebih aktif mengupayakan penagihan tunggakan sebesar Rp57.992.292.749,00 tersebut dan melaporkan hasilnya kepada BPK.

16

2. Penyetoran PBBKB dari PT Pertamina UPMS V tidak sesuai dengan ketentuan

Pada Tahun Anggaran (TA) 2004 dan 2005 Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur menganggarkan penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) masing-masing sebesar Rp290.000.000.000,00. Untuk TA 2004 PBBKB yang telah terealisasi adalah Rp334.475.175.081,00 dan untuk TA 2005 sampai dengan Juli adalah Rp206.176.560.733,00.

Anggaran dan Realisasi PBBKB TA 2004-2005 TA 2004 2005 (s.d Juli) Anggaran (Rp) 290.000.000.000,00 290.000.000.000,00 Realisasi (Rp) 334.475.175.081,00 206.176.560.733,00

Realisasi PBBKB yang diterima Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur berasal dari setoran PT. Pertamina Unit Pemasaran III (Jakarta), IV (Semarang) dan V (Surabaya) selaku wajib pungut PBBKB untuk BBM yang dijual di wilayah Jawa Timur. Dari pemeriksaan uji petik di PT. Pertamina Unit Pemasaran V (UPMSV) Tim mengetahui bahwa penyetoran PBBKB dari wajib pungut tersebut dilakukan dengan cara transfer ke rekening Pemprov Jawa Timur pada Bank Jatim dengan nomor 0011150000. Penyetoran ini dilakukan setelah PT. Pertamina UPMS V memperoleh data penjualan bahan bakar minyak (BBM) yang menjadi objek PBBKB untuk wilayah Jawa Timur dan menerima transfer dana dari kantor pusat Pertamina Jakarta. Dari data yang dikumpulkan dan hasil wawancara dengan Kepala Perbendaharaan PT. Pertamina UPMS V Tim menemukan bahwa setoran PBBKB bagian Februari 2005 sebesar Rp24.857.369.550,00 baru disetor oleh PT Pertamina UPMS V kepada Pemprop Jawa Timar secara bertahap pada bulan April sampai Agustus 2005 sebesar Rp16.357.369.550,00 sehingga masih terdapat kekurangan setoran sebesar

Rp8.500.000.000,00. Berikut perhitungan setoran yang telah dilakukan UPMS V.

17

PBBKB Bagian Februari 2005 Cicilan: 1) 25 April 2005 2) 28 April 2005 3) 03 Juni 2005 4) 03 Juni 2005 5) 27 Juli 2005 6) 25Agustus 2005 Jumlah cicilan Kekurangan setoran Rp4.857.369.550,00 Rp2.000.000.000,00 Rp5.000.000.000,00 Rp1.000.000.000,00 Rp2.000.000.000,00 Rp1.500.000.000,00

Rp24.857.369.550,00

Rp16.357.369.550,00 Rp 8.500.000.000,00

Kepala Perbendaharaan PT. Pertamina UPMS V menjelaskan bahwa pembayaran secara bertahap setoran bagian Februari 2005 tersebut dilakukan dengan alasan kesulitan likuiditas. Permintaan penundaan pembayaran tersebut telah diajukan kepada Dinas Pendapatan Pemprov Jawa Timur melalui surat tanggal 18 April 2005. Atas dasar surat permohonan tersebut Kepala Dinas Pendapatan Pemprov Jawa Timur telah melayangkan dua surat balasan Nomor 970/4448/101.24/2005 tanggal 11 Mei 2005 dan Nomor 970/12952/101.24/2005 tanggal 31 Agustus 2005. Inti dari kedua surat tersebut adalah bahwa Dinas Pendapatan Pemprov Provinsi Jawa Timur bisa memahami kesulitan keuangan PT. Pertamina UPMS V dan meminta supaya kekurangan setoran PBBKB segera dibayarkan. Dari uraian tersebut Tim menilai bahwa upaya penagihan kekurangan setoran PBBKB tersebut tidak dilakukan melalui penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Dengan demikian sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% perbulan, seperti diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2001 tentang Pajak Bahan Bakar, tidak bisa dikenakan. Jika mengacu pada peraturan ini, maka bunga yang seharusnya dikenakan kepada PT. Pertamina UPMS V adalah sebesar Rp744.052.304,03 dengan perhitungan sebagai berikut.

18

Perhitungan Bunga Keterlambatan Penyetoran PBBKB Oleh PT. Pertamina UPMS V

Cicilan ke 1 1 2 3 4 5 6

Besar Cicilan (Rp) 2 4.857.369.550,00 2.000.000.000,00 5.000.000.000,00 1.000.000.000,00 2.000.000.000,00 1.500.000.000,00

Tgl Cicilan 3 25/04/2005 28/04/2005 03/06/2005 03/06/2005 27/07/2005 25/08/2005

Jatuh Tempo 4 25/03/2005 25/03/2005 25/03/2005 25/03/2005 25/03/2005 25/03/2005

Tenggang (hari) 5 (4-3) 31 34 70 70 124 153 Total

Bunga (%) 6 (2%:5) 0,0206667 0,0226667 0,0466667 0,0466667 0,0826667 0,102

Bunga (Rp) 7 (2x6) 100.385.637,37 45.333.333,33 233.333.333,33 46.666.666,67 165.333.333,33 153.000.000,00 744.052.304,03

Penundaan setoran PBBKB dan tidak ditempuhnya mekanisme standar penagihan pajak oleh Pemprov Jawa Timur seperti diuraikan di atas tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2001 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor: a. Pasal 17, yang menyatakan bahwa pembayaran PBBKB harus dilakukan sekaligus lunas; b. Pasal 18 Ayat (1) huruf a yang menyatakan bahwa Gubernur dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) apabila PBBKB dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. Selanjutnya pada ayat (2) dinyatakan bahwa jumlah kekurangan PBBKB yang terutang dalam STPD sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak terutangnya PBBKB.

Keterlambatan dan penundaan penyetoran PBBKB seperti diuraikan sebelumnya mengakibatkan hal-hal berikut. a. Tertundanya penerimaan pendapatan pajak Provinsi Jawa Timur b. Timbulnya piutang sanksi administrasi berupa bunga yang harus ditagih ke PT Pertamina UPMS V minimal sebesar Rp744.052.304,03 (belum termasuk bunga PBBKB sebesar Rp8.500.000.000,00 yang belum disetor sampai dengan saat pemeriksaan).

19

Keterlambatan dan penundaan penyetoran tersebut disebabkan kurangnya upaya Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur dalam menyelesaikan masalah penundaan pembayaran PBBKB bagian bulan Februari 2005 oleh PT. Pertamina UPMS V.

Kepala Dinas Pendapatan Daerah sependapat dengan temuan Tim BPK dan akan segera mengupayakan penagihan kekurangan setor PBBKB tersebut kepada PT Pertamina UPMS V.

Atas permasalahan

tersebut BPK RI merekomendasikan Gubernur Jawa

Timar melalui Kepala Dinas Pendapatan untuk melakukan hal-hal berikut. 1) Menerbitkan STPD untuk menagih sisa setoran PBBKB sebesar

Rp8.500.000.000,00 kepada PT. Pertamina UPMS V dan memperhitungkan dan menarik bunga atas keterlambatan penyetoran tersebut terhitung dari tanggal 25 Februari 2005 sampai dengan tanggal penyetoran kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timar. 2) Memperhitungkan dan menarik bunga atas keterlambatan penyetoran PBBKB sampai dengan Agustus 2005 sebesar Rp744.052.304,03.

20

3. P3ABT Dan P3AP sebesar Rp1.640.650.447,00 belum tertagih

Pada Tahun Anggaran 2005 Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur menargetkan penerimaan dari Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah (P3ABT) dan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan (P3AP) masingmasing sebesar Rp15.000.000.000,00. Target penerimaan ini didasarkan pada data objek pajak yang sampai dengan Juli 2005 mencapai 7.776 objek pajak tersebar di kabupaten/kota seluruh Jawa Timur. Dari jumlah tersebut 7.251 diantaranya merupakan objek P3ABT, sedangkan sisanya 525 adalah objek P3AP. Sampai dengan Juli 2005 realisasi penerimaan P3ABT mencapai Rp9.747.605.168,00 (64,98%) dan P3AP mencapai Rp8.465.005.500,00 (56,43%).
Target dan Realisasi P3ABT dan P3AP Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2005 Objek Pajak P3ABT P3AP Target (Rp) 15.000.000.000,00 15.000.000.000,00 Realisasi s.d. Juli 2005 (Rp) 9.747.605.168,00 8.465.005.500,00 Capaian (%) 64,98 56,43

Sampai dengan saat pemeriksaan, diketahui bahwa Dinas Pendapatan Provinsi Jawa Timur belum mampu menagih tunggakan untuk kedua jenis pajak tersebut dengan jumlah keseluruhan Rp1.640.650.447,00, terdiri dari tunggakan P3ABT Rp719.855.419,00 dan tunggakan P3AP Rp920.795.028,00. Tunggakan-tunggakan tersebut berasal dari tahun penetapan 2002-2005 dengan rincian sebagai berikut.

Tunggakan P3ABT dan P3AP Sampai dengan Juli 2005 Objek Pajak P3ABT P3AP Jumlah 2002 61.917.757,00 8.016.400,00 69.936.159,00 Tunggakan Menurut Tahun Penetapan (Rp) 2003 80.635.465,00 26.463.477,00 107.100.945,00 2004 86.457.749,00 205.717.150,00 292.176.903,00 2005 490.844.448,00 680.598.001,00 1.171.444.454,00 719.855.419,00 920.795.028,00 1.640.650.447,00 Jumlah (Rp)

21

Terjadinya tunggakan P3ABT dan P3AP tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Pasal 24 yang menyatakan bahwa setiap perangkat Daerah yang mempunyai tugas memungut atau menerima Pendapatan Daerah wajib melaksanakan intensifikasi pemungutan pendapatan tersebut.

Terjadinya tunggakan tersebut mengakibatkan tertundanya pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sehingga mengurangi kemampuan pembiayaan daerah.

Kondisi tersebut disebabkan oleh kondisi perusahaan (wajib pajak) yang mengalami kesulitan likuiditas.

Kepala Dinas Pendapatan Daerah sependapat dengan temuan Tim BPK dan akan mengupayakan penagihan tunggakan tersebut seoptimal mungkin.

Atas permasalahan seperti diuraikan di atas, BPK RI merekomendasikan Gubernur melalui Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timar untuk segera melakukan pendataan kembali wajib P3ABT dan P3AP yang menunggak dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) dan lebih aktif mengupayakan pencairan tunggakan tersebut dan melaporkan hasilnya kepada BPK.

22

4. Pemberian Bantuan Biaya Operasional kepada Ditjen PPTKLN Depnaker Dan Transmigrasi merugikan daerah sebesar Rp3.883.220.001,00.

Dalam rangka pembenahan dan peningkatan pelayanan serta perlindungan tenaga kerja keluar negeri, Pemerintah Propinsi Jawa Timur melaksanakan kegiatan antara lain : a. Mengembangkan fungsi/peranan Balai Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) dengan melengkapi Unit SAMSAT TKI yang merupakan operasional bersama disatu tempat/lokasi; b. Membantu counter pelayanan kedatangan TKI di Bandara Juanda yang merupakan operasional BP2TKI , APJATI dan Bank Jatim untuk memberikan layanan dan pengamanan kepada TKI yang baru pulang dari luar negeri; c. Mengadakan sosialisasi Kepmenaker Nomor 104 A Tahun 2002 kepada Kepala Desa, Lurah, Camat, Kejaksaan dan Polres se Jawa Timur untuk menangkal praktek penempatan secara illegal; d. Meningkatkan kualitas calon tenaga dengan kerja luar negeri uji melalui

pelatihan/peningkatan ketrampilan dan bahasa;

ketrampilan

dilakukannya

kompetensi

e. Memberikan bantuan dana untuk meringankan beban bagi calon TKI yang akan bekerja ke luar negeri meliputi bantuan administrasi dokumen keberangkatan, pelatihan dan penempatan. Untuk menunjang kegiatan tersebut diperlukan dana yang cukup besar yang

diperoleh dari pungutan para Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang besarnya US $ 15 untuk setiap TKI sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2000 Tentang Tenaga Kerja Indonesia dan Instruksi Gubernur Nomor 44 Tahun 2001 Tentang Biaya Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia. Pungutan ini semula merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang masuk/disetorkan ke kas negara. Namun sejak era otonomi daerah dengan dilimpahkannya tugas dan wewenang pengurusan tenaga kerja keluar negeri dari Departemen Tenaga Kerja kepada daerah dhi. Pemerintah Propinsi Jawa Timur pungutan tersebut menjadi hak dan wewenang daerah dan disetorkan ke kas daerah. Pungutan ini termasuk jenis Retribusi Ijin Tertentu yang mendasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.

23

Menurut Sdr. Moch. Bahrudin selaku Pejabat Wakil Kepala Dinas Kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur kepada Tim BPK pada tanggal 19 September 2005 menjelaskan bahwa gagasan menyetorkan hasil pungutan tersebut ke Pemerintah Pusat sebesar 30% dilatarbelakangi oleh Sistem Bagi Hasil PBB. Kemudian Gubernur Jawa Timur pada tanggal 12 Agustus 2003 mengirimkan surat kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan Nomor

560/3345/112.05/2003 tentang Program Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja ke Luar Negeri. Di dalam surat tersebut dijelaskan bahwa selain melaporkan kegiatan pembenahan dan peningkatan pelayanan terhadap TKI yang akan ke luar negeri, dikemukiakan pula tentang rencana Pemerintah Propinsi Jawa Timur mengalokasikan dana bantuan operasional/pembinaan kepada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja ke Luar Negeri Depnakertrans RI sebesar 30% dari dana pembinaan yang dihimpun dari para PJTKI tersebut di atas. Satu hari berikutnya yaitu pada tanggal 13 Agustus 2005 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI membalas Surat Gubernur Jawa Timur dengan Surat Nomor 704.KU.01.19.2003 perihal Bantuan Dana Operasional/Pembinaan Penempatan TKI ke luar negeri. Isi surat tersebut pada prinsipnya Menteri Tenaga Kerja dapat menyetujui maksud Gubernur Jawa Timur mengalokasikan dana sebesar 30% dari realisasi pendapatan dana pembinaan kepada Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja ke Luar Negeri Depnakertrans RI. Atas dasar surat menyurat ini Gubernur Jawa Timur menerbitkan Surat Keputusan Nomor 188/191/KPTS/013/2004 tanggal 28 Juli 2004 tentang Bantuan

Operasional/Pembinaan Penempatan dan Perlindungan TKI ke luar negeri. Isi surat keputusan ini antara lain memberikan bantuan operasional/pembinaan penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri kepada Dirjen PPTKLN sebesar 30% dari penerimaan bersih Dana Pembinaan Penyelenggaraan dan Penempatan TKI (DP3TKI). Pada saat pemeriksaan tanggal 6 September 2005 realisasi dana yang telah diserahkan Gubernur Jatim dan diterima oleh Dirjen PPTKLN sebesar

Rp3.883.220.001,00 dengan rincian sebagai berikut : a. b. c. Bukti kuitansi tanggal 26 Agustus 2003 sebesar Bukti kuitansi tanggal 28 Oktober 2003 Bukti kuitansi tanggal . September 2004 .. Rp1.275.000.000,00 Rp1.291.377.501,00 Rp1.316.842.500,00

24

Bantuan biaya operasional ini diserahkan kepada Dirjen PPTKLN (Sdr I Gusti Made Arka NIP 160 012 999) dengan cara memberikan cek masing-masing Nomor 00 111 75180 dan Nomor 00 111 79631. Dari bukti-bukti yang diperoleh baik mengenai proses pencairan dana maupun

praktek penyaluran/penyerahan ke pemerintah pusat diketahui bahwa uang yang telah di keluarkan dari Kas Daerah sebesar Rp3.883.220.001,00 diduga tidak masuk ke Rekening Ditjen PPTKLN untuk kepentingan dinas, tetapi diterima secara pribadi oleh pejabat Ditjen PPTKLN Depnakertrans Sdr. I Gusti Made Arka NIP 160 012 999. Hal ini jelas merupakan perbuatan melawan hukum, dan diduga ada unsur merugikan keuangan daerah. Proses pencairan dana tersebut dari kas daerah dilakukan oleh Biro Keuangan dengan menerbitkan SPP dan SPMU Nomor 0002787/RT/2003 tanggal 22 Agustus 2003, Nomor 0003363/RT/2003 tanggal 2 Oktober 2003 dan Nomor 0004219/BT/2004 tanggal 5 Agustus 2004 tanpa dilengkapi bukti-bukti yang sah.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Pasal 27 ayat (1) dan (2) dan Pasal 44 ayat (1) dan (2) sebagai berikut : Pasal 27 ayat (1) dan (2) a) Setiap pembebanan APBD harus didukung oleh bukti-bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih b) Setiap orang yang diberi wewenang menandatangani dan atau atau mengesahkan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggungjawab atas kebenaran dan akibat dari penggunaan bukti tersebut 2) Pasal 44 ayat (1) Setiap kerugian daerah baik yang langsung maupun tidak langsung sebagai akibat perbuatan melanggar hukum atau kekeliruan harus diganti oleh yang bersalah dan atau lalai

Penyetoran sebesar 30% dari pendapatan kepada Pejabat Ditjen PPTKLN mengakibatkan kerugian daerah sebesar Rp3.883.220.001,00.

Hal ini terjadi karena kebijakan Gubernur Jawa Timur dan kelalaian Kepala Biro Keuangan dhi. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPP dan SPMU

25

kurang memperhatikan kelengkapan dan sah nya bukti-bukti yang menjadi persyaratan terbitnya SPMU.

Penjelasan Wakil Kepala Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur, bahwa sepanjang hal tersebut demi kebaikan kami siap melaksanakan saran BPK.

BPK-RI merekomendasikan kepada Gubernur Jawa Timur agar tidak lagi mengalokasikan dana sebesar 30% dari realisasi pendapatan dana pembinaan kepada Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja ke Luar Negeri dan menarik kembali uang yang telah diberikan untuk dimasukkan ke Kas Daerah Rp3.883.220.001,00. sebesar

26

5. Pungutan Dana Kompensasi Bagi Pengguna Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP) dan Dana Pembinaan Pelatihan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (DP3TKI) kurang disetor sebesar Rp5.309.727.030,00

Dalam rangka meningkatkan ketrampilan tenaga kerja Indonesia pada umumnya dan tenaga kerja pendamping pada khususnya guna melaksanakan alih teknologi, Pemerintah Propinsi Jawa Timur memungut dana kompensasi bagi pengguna TKWNAP. Pungutan ini berkaitan dengan dilimpahkannya kewenangan untuk mengeluarkan surat ijin perpanjangan memperkerjakan (IMKA) TKWNAP dan ijin kerja yang bersifat sementara atau mendesak di wilayah kerjanya. IMKA wajib dimiliki oleh para pengguna tenaga kerja dan dapat diperoleh setelah yang bersangkutan membayar retribusi melalui Bank Jatim sebesar US $ 100 (seratus US dolar) per bulan bagi setiap orang TKWNAP sesuai dengan Instruksi Gubernur Jawa Timur Nomor 43 Tahun 2001. Hasil pungutan retribusi tersebut oleh Bank Jatim selanjutnya dimasukkan ke Rekening Kas Daerah Propinsi 200.03.01/14731. Selain itu dalam rangka melaksanakan program pembinaan, pelatihan dan perlindungan tenaga kerja di luar negeri Gubernur Jawa Timur melalui Instruksi Gubernur Nomor 44 Tahun 2001 memungut biaya pembinaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebesar US $ 15 untuk setiap TKI. Biaya ini dibebankan Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan hasilnya dimasukkan ke dalam rekening Kas Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 200.0301/14732 pada Bank Jatim. Pemeriksaan atas buku register, bukti pungutan dan penyetoran serta menurut penjelasan petugas Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur diketahui bahwa dalam Tahun 2004 telah dikeluarkan sebanyak 1.245 IMKA dengan jumlah jangka waktu 13.901 bulan @ US $100 atau senilai sebesar Rp12.540.671.500,00. Sementara itu realisasi pendapatan atas retribusi IMKA tersebut menurut Kas Daerah sebesar Rp12.281.775.170,00, sehingga terdapat selisih kurang sebesar Rp258.896.330,00. (Perhitungan pada Lampiran I) Dalam Tahun Anggaran 2005 Ijin Kerja Perpanjangan TKWNAP dan Dana Pembinaan, Pelatihan dan Perlindungan TKI digabung menjadi satu dengan kode rekening 41.1.09.0100.1.02.03 (Retribusi Perijinan Tertentu) Jawa Timur Nomor

27

Hasil pemeriksaan atas buku register, bukti pungutan dan penyetoran serta wawancara dengan beberapa petugas Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur diketahui bahwa dalam Tahun 2005 (s.d. Agustus 2005) telah dikeluarkan sebanyak 763 IMKA dengan jumlah jangka waktu 8.794 bulan retribusi sebesar Rp9.807.524.500,00 sedangkan @ US $100 atau senilai TKI yang telah

untuk

diberangkatkan ke luar negeri sebanyak 38.564 TKI dengan nilai retribusi sebesar Rp5.502.260.175,00, sehingga jumlah IMKA dan TKI sebesar Rp15.309.784.675,00 (Rp9.807.524.500,00 + Rp5.502.260.175,00). Sementara itu realisasi pendapatan atas retribusi IMKA dan TKI yang telah disetorkan ke kas daerah sampai dengan Agustus 2005 sebesar Rp10.258.953.975,00, sehingga terdapat selisih kurang sebesar Rp5.050.830.700,00. Dengan demikian retribusi yang disetor ke kas daerah kurang sebesar

Rp5.309.727.030,00 (Rp258.896.330,00 + Rp5.050.830.700,00) Rincian selengkapnya terlampir.

Hal tersebut tidak sesuai dengan : a. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Ijin Kerja Perpanjangan, Sementara dan Mendesak bagi Tenaga Kerja Warga Negera Asing Pendatang dalam Pasal 4 ayat (3) dan Instruksi Gubernur Nomor 43 Tahun 2001 tentang Kewenangan Penerbitan Perpanjangan Ijin Memperkerjakan TKWNA di Propinsi Jawa Timur, antara lain menyatakan bahwa biaya ijin perpanjangan penggunaan TKWNAP sebesar US $ 100 setiap orang per bulan disetorkan ke dalam rekening Kas Daerah seluruhnya. b. Perda Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2005 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dalam Lampiran (butir K.B.6) dan Instruksi Gubernur Jawa Timur Nomor 44 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Pembinaan Pelatihan dan Perlindungan Tenaga Kerja Keluar Negeri butir ketiga antara lain menyebutkan pengelolaan biaya pembinaan TKI sebesar US $ 15 setiap TKI yang akan ditempatkan ke luar negeri. c. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dalam Pasal 24 ayat (3) disebutkan bahwa pendapatan daerah disetor sepenuhnya tepat pada waktu ke kas daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

28

Perhitungan nilai retribusi IMKA dan TKI yang seharusnya disetor ke kas daerah dibandingkan dengan realisasi pendapatan retribusi yang telah disetor ke kas daerah terjadi selisih kurang tersebut, mengakibatkan Retribusi IMKA dan TKI kurang disetor ke kas daerah sampai dengan bulan Agustus 2005 minimal sebesar Rp5.310.176.030,00.

Hal ini terjadi karena kelalaian dari masing-masing pihak antara Bank Jatim, kas daerah dan Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur tidak melaksanakan

tugasnya secara optimal.

Kepala BPPTKI dan Bagian Keuangan Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur menjelaskan bahwa yang bersangkutan hanya menerima bukti pembayaran dari Bank Jatim oleh para TKA dan TKI serta laporan dari kas daerah yang

selanjutnya sebagai bahan laporan realisasi pendapatan.

BPK-RI

merekomendasikan

kepada

Gubernur

Jawa

Timur

untuk

memerintahkan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja, Kepala Kas Daerah dan Bank Jatim untuk melakukan klarifikasi dan rekonsiliasi atas penerimaan retribusi IMKA dan TKI Tahun Anggaran 2004 dan 2005, menyetorkan kekurangan retribusi minimal sebesar Rp5.310.176.030,00 dan melaporkan kepada BPK-RI

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

29

Anda mungkin juga menyukai