Anda di halaman 1dari 29

dr.

Anidar, SpA Divisi Neurologi Anak RSUDZA/FK Unsyiah

Susunan Saraf
Terbagi 2:
1. Susunan saraf pusat atau UMN (upper motor

neuron) otak ke sumsum tlg belakang (medula spinalis disebut jaras kortikospinal 2. Susunan saraf tepi atau lower motor neuron (LMN) dari cornu anterior sampai otot

Bl pasien lumpuh perlu dibedakan apakah lesi UMN

atau LMN Kelumpuhan akibat lesi UMN bersifat kaku/hipertoni/spastik dengan peningkatan refeks fisiologis, rf patologis positif, tidak ada pengecilan otot kecuali yg berlangsung lama. Kelumpuhan akibat lesi LMN : bersifat layuh/lemas (flaccid), rf fisiologis menurun sampai menghilang, rf patologis negatif , dan disertai pengecilan otot.

Gejala AFP biasanya berkaitan dg lesi LMN


LMN dapat mengenai kornu anterior (poliomielitis),

radiks, akson, mielin (Sindroma Gullain Barre), atau mengenai otot itu sendiri

Definisi Poliomielitis
adalah penyakit infeksi

virus yang akut yang melibatkan medulla spinalis dan batang otak. Predileksi virus polio adalah pada sel kornu anterior medulla spinalis, inti motorik batang otak dan area motorik korteks otak. Telah diisolasi 3 jenis virus yaitu tipe Brunhilde, Lansing dan Leon yang menyebabkan penyakit ini, masing-masing tidak menyebabkan imunitas silang. Bila seseorang mengalami infeksi dengan satu jenis virus, ia akan mendapatkan kekebalan yang menetap terhadap virus tersebut.

Etiologi
Virus polio merupakan virus yang ultra microscopic

dengan ukuran 27 , termasuk virus RNA golongan Enterovirus, family Picornaviridae. Pada tahun 1951, telah dapat diisolasi ketiga jenis virus polio yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing) dan tipe 3(Leon). Yang paling virulen Brunhilde sampai yang jinak Lansing, Leon. Virus polio tahan terhadap pengaruh fisik dan bahan kimia, dapat tahan hidupberbulan-bulan dalam tinja. Dapat dihancurkan oleh bahan yang bersifat oksidatif (formaldehid, klorinasi), dan sinar ultraviolet.

Epidemiologi
Kira-kira 10% kasus poliomielitis terjadi pada anak

usia di bawah 2 tahun dan 70% di bawah 10 tahun, dilaporkan juga adanya kejadian infeksi pada masa neonatal. Horstmann melaporkan kejadian polio paralitik pada 90% anak di bawah usia 5 tahun, kemudian terjadi pergeseran ke usia lebih tua, puncak kejadian ditemukan pada usia 5-14 tahun. Infeksi polio lebih sering ditemukan pada anak lakilaki daripada perempuan.

Patogenesis
Secara mendasar, kerusakan saraf merupakan cirri khas

pada poliomyelitis. Virus akan berkembang pertama kali di dalam dinding faring atau saluran cerna bagian bawah, menyebar ke jaringan getah bening lokal dan regional, dan menyebar marsuk ke dalam aliran darah sebelum menembus dan berkembang biak di jaringan saraf. Transmisi virus polio adalah melalui fekal-oral atau yang paling jarang melalui orofaringeal-oral. Setelah virus masuk, terdapat dua pintu utama yang berperan yaitu orofaring dan saluran cerna bagian bawah yang member jalan virus untuk sampai ke jaringan interna tanpa proses inaktivasi

Faring

merupakan tempat utama virus polio bermultiplikasi, menyebar ke jaringan limfe dan tonsil. Virus dapat dideteksi pada nasofaring setelah 24 jam sampai 3-4 minggu. Dari faring virus polio masuk pembuluh limfe yang lebih dalam kemudian ke pembuluh darah. Virus bermultiplikasi dalam saluran cerna bagian bawah pada jaringan limfe, plak Payeri, keluar bersama tinja dan ditemukan pada tinja 24-48 jam setelah infeksi sampai 2-6 minggu kemudian, virus masuk ke pembuluh limfe yang lebih dalam kemudian ke pembuluh darah dan terjadi viremia. Gejala klinis viremia berupa minor illness.

Invasi

virus ke susunan saraf masih merupakan kontroversial apakah hematogen atau melalui perjalanan saraf. Dalam beberapa penelitian kedua-duanya mungkin, tetapi secara hematogen lebih mungkin. Virus masuk ke susunan saraf melalui sawar darah otak dengan berbagai cara yaitu : 1.Tranfort pasif dengan cara dari piknositosis 2.Infeksi dari endotel kapiler 3.Dengan bantuan sel mononuclear yang mengadakan transmisi ke dalam susunan saraf pusat 4.Kemungkinan lain melalui saraf perifer, transport melalui akson atau penyebaran melalui jaras olfaktorius

Patofisiologi dan patologi


Kejadian neuropati pada poliomyelitis merupakan akibat

langsung dari multiplikasi virus, merupakan gejala yang patognomonik, tidak semua saraf yang terkena akan mati. Kerusakan bisa saja bersifat reversibel dan fungsinya akan kembali seperti sediakala dalam waktu 3-4 minggu setelah onset. Secara histologik hanya ditemukan reaksi meningeal ringan. Terdapat kelainan perivaskular dan infiltrasi interstitial sel glia. Secara histologik pada umumnya kerusakan saraf yang terjadi cukup luas dan ini tidak tampak dari gejala klinis yang timbul.

Patofisiologi dan patologi


Lesi saraf pada poliomielitis dapat ditemukan pada :
Medula spinalis (terutama di daerah kornu anterior, sedikit

di daerah kornu intermediate dan dorsal serta di ganglia radiks dorsalis) Medula oblongata (nuclei vestibularis, nuclei saraf cranial dan formation retiularis) Serebelum Midbrain Thalamus dan hypothalamus Palidum Korteks serebri (bagian motorik)

Manifestasi klinis
Infeksi virus polio pada manusia sangat bervariasi, dari

gejala yang sangat ringan sampai terjadi paralisis. Infeksi virus polio dapat diklasifikasikan menjadi minor illness (penyakit dengan gejala ringan) dan major illness (termasuk jenis non-paralitik dan paralitik).

Minor Ilness
Pada minor illness terjadi gejala yang sangat ringan atau

tanpa gejala. Keluhan biasanya nyeri tenggorok dan perasaan tak enak di perut, gangguan intestinal, demam ringan, perasaan lemas, dan nyeri kepala ringan. Gejala terjadi selama 1-4 hari, kemudian menghilang. Gejala ini merupakan fase enteric dari stadium viremia. Masa inkubasi 1-3 hari dan jarang lebih dari 4 hari. Selama waktu itu virus ber-replikasi pada nasofaringdan saluran cerna bawah, kemudian terjadi viremia. Gejala ini terdapat pada 90-95% kasus polio.

Mayor illness
Mayor illness merupakan gejala penyebaran dari infeksi

enterik dan viremia dari minor illness. Demam, kelemahan yang terjadi dalam beberapa jam, nyeri kepala dan muntah. Dalam waktu 24 jam terlihat kekakuan pada leher dan punggung. Penderita terlihat mengantuk, irritabel, dan kecemasan. Bila tidak terjadi paralisis, keadaan ini sukar dibedakan dengan meningitis aseptik. Bila terjadi paralisis biasanya dimulai dalam beberapa detik sampai 5 hari sesudah keluhan nyeri kepala.

Mayor illness
Pada anak, stadium pre-paralisis lebih singkat dan

kelemahan otot terjadi pada waktu penurunan suhu, pada saat penderita merasa lebih baik. Lebih sering kerusakan pada segmen lumbal dan servikal dibandingkan torakal. Medula spinalis lebih sering terkenan dibandingkan batang otak. Kerusakan motor neuron menimbulkan kelainan asimetri. Proses peradangan juga berpengaruh terhadap saraf otonom dan sensoris tapi biasanya tidak menimbulkan kelainan yang permanen.

Manifestasi klinis dari paralisis terbagi 2 yaitu tipe spinal dan tipe bulbar.
1. Poliomielitis tipe spinal Kelainan motorneuron spinal dapat pada otot-otot ekstremitas bawah dan atas. Paralisis ekstremitas bawah lebih sering dibandingkan ekstremitas atas dan otot tubuh Kelemahan bagian proksimal lebih berat dari distal, fleksor lebih sering daripada ekstensor, asimetris. Otot mengalami kelumpuhan flaksid, reflex tendon menghilang dan atropi terjadi 5-7 hari setelah lumpuh dan berubah cepat dalam beberapa minggu.

2. Poliomielitis Bulbar paralisis dari otot yang mendapat persarafan dari nuclei motoris di batang otak terdapat pada 10%-15% kasus. Paresis saraf IX dan X memberi gejala gangguan menelan dan fonasi Paralisis otot fasialis, kadang-kadang terdapat kelumpuhan otot lidah. Keadaan berat dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kontrol kardiovaskular Kerusakan pusat respirasi menyebabkan pernafasan irregular dan ataksia sehingga bisa terjadi sleep apnea.

Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi perifer Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk diagnosis poliomielitis. 2. Cairan serebrospinal Terjadi peningkatan jumlah sel 20-300 sel/ l pada minggu pertama dengan dominasi PMN selanjutnya dominasi limfosit dan jumlah sel menurun pada minggu ke-2 menjadi 10-15/ l. Kadar gula dan protein likuor meningkat 30-200 mg/dl pada minggu ke-2 dan kembali normal dalam 1 bulan.

Pemeriksaan penunjang
3. Pemeriksaan serologik Diagnosis poliomyelitis ditegakkan berdasarkan peninggian titer antibodi 4x atau lebih antara fase akut dan konvalesen yaitu dengan cara pemeriksaan uji netralisasi dan uji fiksasi komplemen. 4 . Isolasi virus Penderita mulai mengeluarkan virus ke dalam tinja saat sebelum fase paralitik terjadi. Pada isolasi feses yang diambil 10 hari dari awitan gejala neurologic 8090% positif untuk virus polio, oleh karena ekskresi terjadi intermiten maka yang sebaiknya diambil 2 atau lebih specimen dalam beberapa hari. Virus dapat diisolasi sampai 3 bulan setelah penyakit mulai. Lama ratarata ekskresi virus ialah 5 minggu setelah penampakan klinis penyakit.

Diagnosis banding
1. Sindroma Guillain-Barre Biasanya terdapat polineuropati, rasa lemah yang timbul simetris, tidak dijumpai demam 2. Mielitis transversa akut Terdapat kelainan pada saraf sensorik dan motorik setinggi segmen spinal yang mengalami peradangan 3. Paralitik histerikal Penderita tidak tampak sakit akut dan tanpa kelainan refleks tendon. Distribusi paresis berpola simetris. 4. Ensefalitis

Diagnosis
Pada polio yang paralitik didapatkan kelmpuhan yang

flaksid dan asimetris. Cairan serebrospinal hampir selalu abnormal.

Pengobatan
Tidak ada yang spesifik
Tirah baring merupakan pengobatan yang penting

untuk menjaga terjadinya footdrop pada fase preparalitik. Pada fase paralitik dapat diberikan analgetik non narkotik. Fisioterapi dimulai pada masa konvalesens untuk mencegah kontraktur.

Pencegahan
Poliomielitis dapat dicegah melalui vaksinasi polio. Polio dengan virus yang di non aktifkan (Salk) dan

virus hidup yang dijinakkan (Sabin). Vaksin oral trivalen diperkenalkan pada tahun 1963 dan banyak digunakan sampai saat ini.

Prognosis
Prognosis pada non paralitik pada umumnya baik,

biasanya sembuh sempurna. Angka kematian pada poliomielitis paralitik 5-10%. Paralisis otot yang terjadi pada fase akut terjadi pada minggu pertama, Pada kasus paralisis ringan membaik pada 20-30% kasus dalam waktu 6 bulan, minimal terjadi perbaikan dalam waktu 1-2 tahun.

Anda mungkin juga menyukai