Anda di halaman 1dari 55

Norms and Roles in Groups

Kelompok adalah dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi melalui interaksi sosial (Forsyth, 1983). Kelompok juga merupakan unit sosial yang ditandai sejumlah individu yang mempunyai status, hubungan peran, norma tertentu yang semuanya itu mengatur tingkah laku anggota kelompok (Sherif & Sherif, 1959). Perilaku anggota kelompok mungkin didasarkan pada kepribadian anggota, tetapi hal tersebut juga sangat dipengaruhi oleh norma-norma kelompok dan posisi atau peran anggota dalam kelompok. Ciri-ciri yang penting dari kelompok, yaitu berstruktur dan dua komponen dari sebuah kelompok yang berstuktur adalah norma dan peran.

Group Norms (Norma Kelompok)


Norma kelompok adalah aturan-aturan mengenai apa yang anggota kelompok harus pikirkan dan lakukan, apa itu baik atau tidak menurut kelompok. Norma adalah standar kelompok untuk berperilaku dalam kelompok. Mereka berbagi harapan-harapan tentang bagaimana anggota-anggota dari sebuah kelompok seharusnya berperilaku (Levine & Moreland, 1990). Norma mungkin dapat menjadi formal jika di ditetapkan dalam undangundang dan buku pegangan. Dan dapat menjadi informal walaupun tidak pernah dibahas secara eksplisit, namun tetap penting untuk kelompok tesebut. Groups Have Norms Salah satu hal pertama yang dilakukan dalam sebuah kelompok yang baru dibentuk adalah menetapkan norma-norma. Kelompok menetapkan norma-norma untuk berbagai alasan, salah satu alasan yang menonjol adalah bahwa dengan perilaku anggota yang terstruktur, norma memungkinkan kelompok untuk berfungsi lebih efisien dan lancar. Festinger, Schacter and Back (1950) menyebut sumber norma kelompok group locomotion karena keseragaman dari standar kelompok membantu untuk locomote atau menggerakkan kelompok menuju tujuannya. Norma memiliki nilai heuristik (heuristik adalah strategi untuk mengurangi jumlah berpikir yang harus kita lakukan). Norma juga dapat mengurangi ketidakpastian dalam kelompok yang membantu kita untuk mengetahui apa yang diharapkan orang lain. Setelah norma ditetapkan atau dipelajari oleh anggota-anggota baru, mereka dapat mudah berperilaku

sesuai dengan pemikiran dan negosiasi. Hal tersebut dapat membebaskan tenaga untuk kinerja tugas dan mengurangi stress anggota. Norma juga berkontribusi bagi groupness, karena standar bersama tersebut dapat membedakan kelompok dengan kelompok yang lain. Norma kelompok sering

direpresentasikan sebagai identitas kelompok. Keakraban dengan norma-norma kelompok adalah salah satu cara untuk membedakan orang dalam dari orang luar, sehingga norma berkontribusi bagi kohesi kelompok. How Norms Develop in Groups Awal pola perilaku dalam sebuah kelompok sering memadat menjadi norma (Feldman, 1984). Seiring dengan waktu, kelompok mengembangkan standardized operating procedures (SOPs), yaitu cara-cara kebiasaan dalam melakukan sesuatu. Mereka mulai melakukan sesuatu dengan cara-cara tertentu dan kemudian menjadi tradisi kelompok. Misalnya seperti merayakan ulang tahun salah satu anggota kelompok. Peristiwa penting dalam sejarah kelompok juga dapat menyebabkan pengembangan norma kelompok (Feldman, 1984). Contohnya, kelompok sering mengembangkan aturan-aturan untuk menghadapi masalah perilaku-perilaku anggota. Norma dapat muncul dengan tiga cara (Opp, 1982), yaitu Institutional norms, Voluntary norms, dan Evolutionary norms. Institutional norms ditentukan oleh sebuah pimpinan kelompok atau pihak luar yang berwenang. Contohnya, untuk mempertahankan akreditasi, sebuah Rumah Sakit harus memberlakukan norma tentang pengendalian infeksi. Yang kedua, yaitu Voluntary norms. Voluntary norm adalah norma yang dinegosiasikan oleh kelompok, sering untuk menyelesaikan konflik dan berkontribusi bagi kelancaran fungsi kelompok. Misalnya, kelompok teman serumah setuju bahwa anggota-anggota harus mencuci piring dengan segera setelah mereka makan sehingga tersedia bagi orang lain yang akan menggunakannya. Ketiga, Evolusionary norms berkembang saat seorang anggota menanggapi sebuah situasi dengan cara tertentu dan anggota yang lain mengadopsi hal tersebut. Anggota yang menmiliki pengalaman norma dalam kelompok lain yang sesuai dengan kelompok ini juga akan memasukkan norma-norma ke dalam kelompok (Bettenhausen & Murninghan, 1985; Feldman, 1984). Anggota pada umumnya dapat melakukan penyesuaian terhadap norma kelompok dan melakukan apa yang menjadi harapan kelompok kepada mereka. Meskipun kita mungkin tidak suka memikirkan diri kita sebagai konformis, namun kenyataannya banyak dari kita

yang seperti itu dan biasanya itu menguntungkan kita. Kecenderungan untuk dipengaruhi oleh norma-norma kelompok adalah hal yang alami dan berakar pada kebutuhan dan ketergantungan kita terhadap orang lain untuk informasi.

Conformity Due to Informational Pressure (Konformitas yang Terkait pada Tekanan Informasi)
Hidup dan apa yang berkaitan dengan hidup kita tidak selalu didasarkan pada selfexplanatory, tetapi juga bergantung pada informasi dari yang lainnya untuk membantu kita memahami mengenai hidup. Sebuah kelompok dapat memiliki fungsi sebagai pemberi informasi. Pernahkah Anda bergabung dengan sebuah kelompok mayoritas karena Anda belum memiliki opini akan sesuatu dan mempercayai kelompok mayoritas tersebut? Atau pernahkah Anda, dalam menyelesaikan sebuah prosedur penting seperti pendaftaran sekolah baru atau pekerjaan baru, Anda mengikuti petunjuk dari orang lain karena Anda belum memiliki keyakinan akan apa yang harus Anda lakukan? Hal tersebut merupakan contoh dari pengaruh kelompok yang berkaitan dengan tekanan informasi (informational pressure). Informational pressure merupakan tekanan untuk menyamakan diri (conform) karena adanya ketidakpastian/ketidakyakinan dan kebutuhan akan sebuah informasi. Anggota-anggota kelompok menyesuaikan diri (conform) karena adanya kebutuhan akan sebuah informasi. Tanpa mengetahui apa yang dipikirkan dan dilakukan, seorang anggota kelompok akan cenderung sejalan dengan pendapat kelompok yang dianggap benar. Sherifs Classical Study on Informational Pressure Studi yang paling terkenal mengenai tekanan informasi (informational pressure) adalah studi yang dilakukan oleh Muzafer Sherif 1936 yang menunjukkan perkembangan norma dalam kelompok. Pembelajaran yang dilakukan oleh Sherif merupakan pembelajaran yang penting karena hasilnya menunjukkan konformitas berkaitan dengan kebutuhan akan sebuah informasi dan menunjukkan bahwa konformitas menyebabkan tekanan informasi yang secara nyata mampu mengubah perilaku dan belief (kepercayaan). Sherif mengambil konsep autokinetic effect, sebuah ilusi perseptual dimana sebuah sasaran cahaya di dalam kegelapan akan bergerak muncul secara tidak beraturan. Sebagai contoh, terkadang sebuah bintang di langit yang sangat gelap kan terlihat seperti bergerak,

lampu belakang sebuah mobil akan muncul menyinari jalanan, atau ketika mematikan televisi di dalam ruangan yang gelap, gambar yang redup akan terlihat bergerak secara singkat. Efek autokinetik merupakan sebuah stimulus yang ambigu, karena terlalu sulit untuk dikatakan dengan pasti bagaimana terjadinga perpindahan tersebut. Sherif melakukan studi terhadap tiga grup, dimana ketiga grup ini diatur untuk melihat titik cahaya dalam sebuah ruangan gelap kemudian setiap harinya (selama 3 hari), mereka diminta untuk memberikan perkiraan seberapa jauh jarak antara diri mereka dengan titik cahaya. Hasil akhir studi Sherif mengemukakan bahwa perkiraan anggota-anggota kelompok menggambarkan norma kelompok, lebih daripada perkiraan mereka sendiri. Dengan kata lain, mereka meyakini bahwa perkiraan dibentuk oleh kelompok. Informational Pressure in Ambiguous and Stressful Situation Informational pressure (tekanan informasi) akan lebih terlihat ketika berada pada situasi yang ambigu dan anggota kelompok berada dalam keadaan yang tidak yakin (Baron, Vandello, & Brunsman, 1996; Wooten & Reed, 1998). Jika permasalahan sudah terselesaikan, maka tidak lagi dibutuhkan informasi, dan anggota tidak akan membutuhkan anggota lain untuk menentukan apa yang dipikirkan dan apa yang dilakukan. Penelitian dalam psikologi sosial menunjukkan bahwa ketika dalam keadaan cemas, orang-orang akan mengambil kebijakan dari pedoman yang mereka percayai mengenai bagaimana merespon suatu situasi dari orang lain yang ia yakini. Pada umumnya, hal tersebut diatas dapat membantu kita melihat orang lain untuk mendapatkan informasi dalam suatu situasi krisis dan ambigu. Tetapi di samping itu, anggota kelompok bisa saja secara tidak sengaja menyamakan diri (conform) dengan informasi yang salah. Hal ini dinamakan sebagai pluralistic ignorance, yang menggambarkan bagaimana orang yang terlibat dalam sebuah situasi (bystander) berada dalam keadaan gagal karena kesalahan dalam mengasumsikan kenyataan yang sebenarnya. Salah satu kasus ekstrem dari tekanan informasi adalah mass psychogenic illness, yaitu terjadinya dalam kelompok sejumlah gejala fisik yang sama antaranggota tanpa diketahui penyebab penyakit yang jelas.grup yang mengalami illness biasanya memulai dengan melaporkan ketidakjelasan penyakit dari satu atau dua anggota kelompok. Anggota kelompok lainnya kemudian mengemukakan pengalaman berupa gejala yang serupa yang bisa saja hal ini dipicu karena kesalahan informasi atau karena adanya rasa ketakutan.

Informational Pressure and Improving Group Effectiveness Sebagian besar masalah ditimbulkan karena adanya kesalahan informasi. Kunci untuk memperoleh informasi yang akurat dan untuk mengurangi ketidakpastian antara lain sebagai berikut: 1. Menghindari pluralistic ignorance. Di dalam situasi yang ambigu, berhati-hatilah akan kecenderungan kelompok untuk membentuk opini berdasarkan informasi yang keliru sehingga terdapat kesalahan dalam menafsirkan informasi. Jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa apa yang menjadi persepsi kelompok sudah pasti benar. Mengajukan pertanyaan, mencari bukti, dan berdiskusi. 2. Jika Anda berada dalam posisi kepemimpinan, dan Anda ingin mempengaruhi atau mengelola persepsi anggota yang lainnya, maka yang terbaik adalah dengan berbagi informasi mengenai perubahan yang akan mempengaruhi keadaan kelompok. Sebisa mungkin lakukan sesuatu yang mampu mereduksi ketidakpastian dan ambiguitas. 3. Anggota bisa saja salah mengenai normatif grup dan dapat juga salah menafsirkan isyarat-isyarat yang berupa informasi sosial. Untuk mencegah kesalaahan tersebut, jadilah anggota yang memiliki keterbukaan dan spesifik terhadap sentimen kelompok atau pemimpin.

Conformity Due to Normative Pressure


Anggota dalam suatu kelompok menyesuaikan diri mereka karena kebtuhan akan suatu informasi, tapi mereka juga suka meneyesuaikan diri agar diterima disuatu kelompok. Kita mungkin mempelajari hal ini sejak kanak-kanak ketika mengalami penolakan dari salah satu rekan bermain. Seperti yang kita ketahui, beberapa remaja juga melakukan hal yang sama agar bisa diterima disuatu kelompok. Normative Pressure adalah suatu tekanan dalam menyesuaikan diri agar bisa diterima secara sosial dan menghindari penolakan secara sosial. Motivasi kita untuk menyesuaikan diri pada suatu norma kelompok biasanya didasarkan pada keinginan untuk diterima dan masuk kedalam suatu kelompok, dan keinginan untuk disukai dalam suatu kelompok. Salah satu perasaan terburuk yang dirasakan dalam hidup bermasyarakat adalah ketika mengalami penolakan dari anggota dalam sebuah kelompok.

Secara psikologis, pengalaman menjadi orang yang diasingkan atau menyimpang merupakan hal yang sangat sulit, dan kita cenderung menjauhi pengalaman ini dengan cara berusaha menyesuaikan diri dengan norma yang ada disuatu kelompok. Enhancing Normative pressure : Social Impact Theory Menurut Social Impact Theory, konformitas bergantung pada 3 faktor: 1. strength, seberapa pentingnya suatu kelompok bagi kita. 2. immediacy, seberapa dekat suatu kelompok ini pada kita 3. number, berapa banyak orang yang ada dalam suatu kelompok Jika kita tidak terlalu peduli terhadap apa yang anggota kelompok lakukan dan anggapan anggota terhadap kita (strength). maka kita cenderung tidak akan termotivasi dengan tekanan normative (normative pressure). sebaliknya, ketika kita sangat tertarik terhadap suatu kelompok dan mengindentifikasinya dengan kuat, maka kita cenderung untuk menyesuaikan diri untuk karena tekanan normative tersebut. Konformitas akan lebih meningkat ketika suatu group beranggotakan 3-5 orang, tapi ketika kurang dari 3 orang maka konformitasnya menurun. intinya, jumlah didalam suatu group mempengaruhi meningkatnya konformitas. Tight culture : Budaya dimana norma-normanya sudah jelas dan terpercaya, sehingga jika terjadi penyimpangan akan dihukum melalui kritikan dan penolakan secara sosial, seperti budaya Jepang dan Korea. Culture, Gender, and Normative Pressure Budaya juga bisa membuat perbedaan ketika adanya tekanan normatif karena beberapa budaya ada yang bisa memberikan toleransi lebih untuk suatu penyimpangan. Loose Culture : Budaya dimana norma-normanya kurang jelas dan jika terjadi suatu penyimpangan bisa ditoleransi. seperti budaya barat. Collectivistic culture: Budaya yang menekankan pentingna kelompok dan masyarakat dan yang sesuai nilai. seperti budaya timur. Individualistic Culture : Budaya yang menekankan pentingnya individu.

Normative Pressure and Improving Group Effectiveness. Sebagian orang peduli terhadap apa yang difikirkan orang lain, dan sebagian kelompok menggunakan ini untuk memastikan kesesuaian dengan norma-norma kelompok. Tekanan normatif dapat berguna dalam mendapatkan anggota kelompok yang bisa mematuhi norma yang berlaku sehingga bisa membantu kelompok dalam memenuhi tujuannya. Namun bisa juga mendorong kesesuaian dengan norma yang berbahaya bagi kelompok dan anggotanya. Berikut adalah beberapa saran untuk menggunakan tekanan normatif untuk meningkatkan efektifitas kelompok : 1. Tekanan kelompok dapat dibawa untuk menanggung pada anggota yang menyimpang tindakannya seperti menyakiti anggota kelompok, tetapi sangat penting bagi kelompok tersebut untuk menjelaskan apa norma yang dilanggar dan mengapa norma tersebut penting bagi kelompok. 2. Jika konformitas penting untuk pemenuhan tugas kelompok, anda mungkin ingin melakukan hal-hal untuk menumbuhkan kekompakan kelompok. 3. Untuk mengubah norma maladaptif atau menciptakan norma-norma baru, minta bantuan anggota lain untuk membahas dan bisa memperkuat norma baru tersebut. 4. Untuk benar-benar meemukan apa yang anggota lain fikirkan, Tanya mereka secara pribadi. maka ini akan mengurangi pengaruh dari tekanan normatif tersebut.

5. Buatlah keinginan norma tersebut lebih jelas dan spesifik. anggota harus lebih berhatihati terhadap etika dan perilaku yang akan menghasilkan persetujuan sebelum mereka dapat mematuhi norma tersebut.

Dissent
Konformitas yang dilakukan pada kelompok memiliki nilai baik dan buruk. Nilai baiknya dapat memberikan kelancaran pada fungsi kelompok, dan tentu saja dapat mengurangi proses berpikir karena yang perlu dilakukan hanya mengikuti aturan kelompok yang ada. Namun disisi lain, terdapat pula nilai buruknya ketika aturan kelompok tersebut telah usang atau sudah tidak sesuai, maka ketika anggota kelompok tetap memutuskan untuk mengikuti aturan/ norma kelompok tersebut maka dampak yang terjadi antara lain mengurangi produktivitas kelompok dan melumpuhkan kreativitas dengan mencegah perubahan ketika perubahan dibutuhkan.

Konformitas yang kuat juga dapat mengarah pada keputusan yang buruk ketika anggota enggan untuk mengambil resiko apa yang ada. Bahkan ada kalanya kelompok mengembangkan norma-norma yang kondusif untuk perilaku yang tidak etis atau antisosial. Maka dari itu ada saatnya anggota kelompok dimungkinkan untuk menentang norma kelompok antara lain dengan cara memilih untuk berbeda pendapat dengan kelompok. Dapatkah anggota minoritas dalam suatu kelompok mempengaruhi anggota kelompok mayoritas? Kelompok akan melakukan tekanan pada anggota yang tidak sesuai dengan norma kelompok dan mungkin saja mengeluarkan mereka dari kelompok. Sehingga ini membuat kita berpikir bahwa anggota kelompok yang minoritas tidak dapat mempengaruhi anggota mayoritas kelompok. Namun dalam suatu penelitian dinyatakan bahwa ternyata suara kecil yang diberikan anggota yang minoritas dapat menggoyahkan kelompok. Hal ini disebut dengan minority influence. Minority influence adalah ketika anggota kelompok minoritas dalam suatu kelompok dapat mempengaruhi persepsi ataupun cara berpikir anggota kelompok mayoritas. Idiosyncrasy credits Ada beberapa pendekatan untuk pengaruh minoritas. Dikatakan bahwa tingginya status anggota membuatnya untuk lebih mudah dalam melawan norma kelompok. Maka dari itu beberapa ahli menyarankan bahwa jika kita ingin efektif dalam melawan kelompok, kita harus terlebih dahulu mendapatkan hak untuk melakukannya. Hal ini disebut dengan theory of idiosyncrasy credits. Jadi ada kalanya kita lebih baik untuk selalu sesuai dengan normanorma kelompok sehingga akhirnya status kita dalam kelompok tersebut meningkat dan dengan otomatis kita memiliki hak untuk menentang norma kelompok. Namun sebelumnya kita harus yakin terlebih dahulu bahwa kita telah memiliki kredibilitas yang baik serta dipercayai oleh anggota kelompok ataupun status kita sudah tinggi sehingga walaupun akhirnya kita menentang kelompok, anggota yang lain mau mengikutinya. Mau itu disebabkan karena kredibilitasan diri kita ataupun karena mereka sudah percaya bahwa mungkin adanya konsekuensi yang diberikan jika mereka tidak mau mengikutinya. Theory of innovation Teori ini menyatakan bahwa kekuatan, kekonsistenan anggota minoritas dapat menggoyahkan mayoritas dan dapat menyebabkan perubahan. Namun minoritas awalnya akan dianggap tidak benar, dan akan dianggap mengganggu proses kelompok, tapi selama minoritas tetap gigih, konsisten, rasional, tidak bias, dan keras kepala, anggota mayoritas

biasanya akan memikirkan kembali posisi mereka. Teori ini ditemukan oleh Moscovici. Dan teori ini disebut inovasi karena diasumsikan bahwa kelompok mengubah pemikiran mereka sebagai hasil dari pengaruh minoritas karena ide minoritas memiliki manfaat ataupun nilai terpuji bagi kelompok. Dengan kata lain, terkadang anggota memutuskan untuk mengikuti mayoritas itu disebabkan karena mereka ingin diakui oleh kelompok bukan karena mereka sudah memikirkan issue yang ada secara mendalam. Sebaliknya ketika anggota memutuskan untuk mengikuti minoritas ini biasanya disebabkan karena mereka telah memikirkan issue-issue dengan mendalam dan dan menemukan poin-poin yang tidak baik, maka ini dapat mengubah opini mereka dan cenderung untuk mengikuti ide-ide dari minoritas. Dan ketika minoritas mengenalkan ideidenya, ini mungkin saja saat yang menantang bagi kelompok untuk memeriksa keadaan dengan lebih hati-hati dan mengarahkan kelompok untuk menerima semua ataupun sebagian dari pandangan minoritas. Gagasan bahwa mayoritas dan minoritas menggunakan pengaruh keduanya pada kelompok namun dengan cara yang berbeda disebut dengan dual-process approach to minority influence. The Importance of Minority Positions Pandangan minoritas dapat mengakibatkan stres, kemarahan dan kesenjangan dalam kelompok. Tapi sebelum kita terlalu dipengaruhi dengan pandangan minoritas, kita harus ingat bahwa minoritas secara positif dapat mempengaruhi kinerja kelompok. Dalam sebuah studi, kelompok dengan satu penentang hadir dengan solusi yang asli untuk masalah bisnis yang sulit dibandingkan apa kelompok pikirkan. Seorang peneliti pernah mengatakan, Kita menemukan bahwa perbedaan pendapat minoritas muncul untuk memberikan manfaat praktis. Penelitian kami menunjukkan bahwa paparan perbedaan pendapat minoritas merangsang kita untuk menerima informasi lebih banyak, memikirkan informasi dengan cara yang lebih berbeda, melakukannya lebih baik, berpikir lebih kreatif, dan untuk mendeteksi solusi yang benar yang seharusnya tak terdeteksi. Pandangan minoritas mungkin benar atau hanya sebagian benar tapi bagaimanapun dapat merangsang deteksi solusi yang benar. Terkadang, keinginan satu orang untuk berbicara dapat mengubah arah seluruh rencana kelompok karena menjadi jelas asumsi yang salah tentang apa yang orang lain inginkan. Hal ini disebut Abilene paradoks.

Applications of Deviance for Enchancing Group Effectiveness Beberapa poin di bawah ini merupakan saran untuk meningkatkan keefektifan kelompok: 1. Lebih mendorong pandangan minoritas karena mereka dapat membawa informasi yang baik yang akan membuat kelompok lebih baik. 2. Ketika anda merupakan salah satu anggota baru dalam suatu kelompok atau memiliki status yang rendah, maka hal yang paling aman dilakukan adalah meningkatkan status anda menjadi lebih tinggi.dimana kita lebih mempertanyakan, mempertimbangkan kemungkinan bahwa orang lain mungkin setuju dengan anda. 3. Ketika anda belum bisa mencapai status yang tinggi, maka anda dapat mempengaruhi kelompok dengan tenang dan terus-menerus menyajikan sebuah argument yang wajar, ini bisa memperngaruhi anggota untuk menyukai anda.

4. Menghindari Abilene paradoks. Norm and Group Performance (Norma dan Performa kelompok)
Tipe norma yang bagaimana yang harus ditingkatkan di dalam kelompok dan bagaimana cara menyelesaikannya? Bagaimana pelanggaran norma dapat mengganggu tujuan kelompok? Anggota Baru (Sosialisasi) Salah satu alasan menjadi anggota baru dari suatu kelompok yang membuat stress adalah karena biasanya anggota baru tersebut hanya mempunyai pikiran yang umum tentang apa yang diterima dan yang diharapkan di dalam kelompok tersebut. Karena mereka tidak mengetahui norma-norma yang ada di kelompok tersebut, mereka kadang merasa bukan merupakan bagian dari kelompok. Kebanyakan cara yang digunakan untuk mempelajari norma kelompok yaitu melalui observasi. Para anggota baru mengamati perilaku orang lain yang bisa mendapatkan hukuman atau diberi penghargaan. Selain itu, mereka juga belajar dengan cara trial and error atau coba-coba. Misalnya, jika mereka melakukan sesuatu yang sesuai dengan norma kelompok, mereka akan mendapatkan penghargaan, tapi jika kebalikannya, mereka akan menerima kritik, koreksi atau perlakuan yang dingin dari anggota kelompok yang lain.

Semakin banyak waktu yang digunakan anggota baru untuk melakukan observasi atau trial and error agar dapat memahami norma kelompok, maka semakin produktif pula dia dalam kelompok tersebut. Usaha yang sadar dari sebuah kelompok untuk mensosialisasikan kepada anggota baru norma suatu kelompok dapat mengurangi waktu mereka untuk belajar mengenai apa-apa yang ada dalam kelompok tersebut. Terkadang, sebuah kelompok yang besar mempunyai buku panduan tentang norma-norma yang ada di dalam kelompok itu. Hal tersebut dapat membantu, tapi banyak juga norma kelompok yang informal yang sebenarnya lebih penting. Selain itu, banyak juga anggota kelompok yang menemukan bahwa apa yang sudah disepakati menjadi norma namun ternyata dalam kenyataannya berbeda, misalnya di dalam buku panduan dikatakan bahwa tidak boleh terlambat datang rapat, namun di kenyataannya banyak yang datang telat dan tidak diberi hukuman apa pun. Ini sangat penting kemudiannya untuk diajarkan kepada anggota baru tentang norma-norma yang sudah ada. Namun sayangnya, sulit untuk memberikan informasi kepada anggota baru tentang norma kelompok jika anggota kelompok itu sendiri juga tidak terlalu memahami norma kelompok tersebut. Sehingga konsekuensinya mereka baru menyadari norma kelompok jika sudah ada pelanggaran mengenai norma tersebut. Menanggapi Pelanggaran Norma dalam Kelompok Idealnya, kelompok itu memiliki norma yang dapat menyokong pencapaian tujuan kelompok itu sendiri. Namun, banyak juga dalam kenyataannya, anggota tidak mematuhi norma kelompok yang sudah ditetapkan untuk mencapai tujuan kelompok. Pertama, ada anggota kelompok yang tidak mematuhi norma, namun dia tidak diberikan hukuman, sehingga anggota lainnya menganggap pelanggaran terhadap norma tersebut diizinkan karena mereka tidak mendapatkan hukuman karenanya. Misalnya, jika ada seorang anggota tidak datang rapat tanpa memberikan keterangan apa pun, padahal sudah dikatakan oleh ketua jika tidak datang rapat akan diberikan hukuman, namun ketika anggota ini di rapat selanjutnya datang dan dia tidak diberikan hukuman oleh ketua, sehingga anggota lainnya di rapat-rapat selanjutnya juga tidak segan untuk tidak datang rapat tanpa keterngan apa pun. Selain itu, pelanggaran norma di dalam kelompok bisa terus-terusan terjadi karena ketika anggota merasa mereka memiliki pemimpin yang memiliki kekuatan yang lemah terhadap anggotanya, anggota kelompok bisa jadi marah kepada pemimpin jika pemimpinnya tidak memberikan respon terhadap pelanggaran norma.Terkadang, anggota kelompok

menanggapi pelanggaran tersebut dengan cara yang aman seperti memberikan pandangan dingin, menyindir prilaku orang yang melanggar norma tersebut dengan candaan, namun semntara itu mereka juga tetap mengharapkan pemimpin untuk bertindak. Sebenarnya, para anggota kelompok juga tidak nyaman dengan sikap mereka yang seperti itu dan menganggap ini adalah tugas sang pemimpin. Makanya, pemimpin itu harus memberikan respon yang cepat terhadap pelanggaran norma. Terkadang,pelanggaran norma juga bisa terjadi karena anggota kelompok tidak begitu menyadari apa pentingnya norma tersebut di dalam kelompok mereka. Pemimpin harusnya secara rutin dengan cermat meneliti norma-norma dan menggantinya jika sudah ada yang using atau dapat menahan kretaivitas dan perbedaan. Anggota biasanya juga akan bersikap konsisten dengan norma kelompok jika mereka juga ikut memutuskan norma tersebut dan mereka juga mengerti alasan dibalik norma tersebut yang dapat memberikan manfaat kepada kelompoknya. Norms of Cooperation vs Norms of Competition Kelompok dapat memiliki norms of cooperation atau norms of competition. Kelompok kooperatif memiliki norma dalam mendukung berbagi bahan dan informasi, berkomunikasi tentang tugas, dan mendukung satu sama lain menuju pencapaian tujuan kelompok (Jhonson & Jhonson, 2000). Pada kelompok kompetitif, anggota bekerja terhadap satu sama lain untuk mencapai tujuan tersebut dan hanya sedikit yang bisa mencapainya (Jhonson & Jhonson, 2001). Dengan kata lain, anggota berusaha untuk mencapai tujuan pribadi dengan mengorbankan anggota yang lain, enggan untuk berbagi dengan anggota lain atau memberikan bantuan kepada kelompok lain, dan tidak mendorong satu sama lain tuntuk mencapai tujuan tersebut. Umumnya, kelompok dengan norma-norma kooperatif lebih produktif daripada kelompok dengan norma kompetitif antara anggota, Meta analisis menunjukkan bahwa kerja sama dalam kelompok memiliki sejumlah manfaat positif dibandingkan dengan upaya kompetitif atau individualistik. Misalnya, anggota dalam kelompok kooperatif lebih bersedia untuk melakukan tugas sulit untuk bertahan bahkan dalam situasi yang menantang, menghasilkan lebih banyak ide, strategi, dan solusi, dan memiliki sikap positif terhadap tugas dan motivasi yang lebih besar untuk menyelesaikan tujuan mereka (Jhonson & Jhonson, 1989). Norma kelompok kompetitif (dalam grup) lebih umum dalam budaya individualistis seperti Amerika Serikat. Sejumlah studi menunjukkan bahwa orang-orang dari budaya

individualis kurang dapat melakukan kerjasama jika dibandingkan dengan orang yang berbudaya kolektivis (cox, Lobel, & McLeod, 1991; Parks & Vu, 1994). Tidak seperti budaya kolektivis yang menekankan pencapaian tujuan kelompok, orang-orang dalam budaya individualistik memberikan prioritas yang lebih tinggi untuk tujuan pribadi mereka, bahkan ketika mereka bertentangan dengan tujuan kelompok (triandis, 1994). Hal ini bukan untuk mengatakan bahwa orang dari budaya kolektivis tidak kompetitif, meskipun mereka cukup kompetitif dalam situasi di mana kelompok mereka berada dalam persaingan dengan kelompok lain (triandis, 1994) Jika Anda masih tidak yakin bahwa norma kompetitif merugikan fungsi kelompok, Anda mungkin bingung terhadap norma-norma yang mendukung persaingan antara kelompok dengan norma pendukung persaingan dukungan dalam kelompok. persaingan antara kelompok-kelompok dapat mendorong kerja sama dan produktivitas dalam kelompok (meskipun ada banyak kasus di tempat yang dapat menimbulkan konflik antara kelompok tidak produktif, lihat Bab 7). Persaingan dalam suatu kelompok dapat meningkatkan produktivitas anggota yang tidak percaya mereka memiliki kesempatan untuk menang. Persaingan di antara anggota kelompok, dan interferest dengan kerjasama yang diperlukan untuk mencapai tujuan kelompok. Pengaruh menempatkan anggota kelompok ke dalam kompetisi dengan satu sama lain cenderung negatif kecuali pencapaian tujuan kelompok tidak memerlukan koordinasi dan kerjasama antar anggota (levi, 2001). Meskipun manajer dan pemimpin sering mengatakan "tidak ada 'Aku' dalam 'Tim'" mereka sering menyusun kelompok sedemikian rupa bahwa kerja sama dan kerja sama tim tidak dihargai. Memang, norma persaingan biasanya berasal dari sebuah kepemimpinan yang menciptakan struktur penghargaan di mana pujian, perhatian, dan kehangatan yang langka dan anak-anak merasa bahwa mereka harus bersaing untuk persetujuan orangtua. Dalam hal ini saudara menjadi lawan. Seringkali para pemimpin percaya bahwa membuat anggota bersaing untuk hadiah terbatas akan memotivasi anggota kelompok untuk bekerja lebih keras, tapi apa yang mereka lakukan gagal untuk mengenali adalah kerusakan pada kelompok yang mungkin terjadi. Semua ini tidak berarti bahwa anggota kelompok tidak harus dihargai untuk berjalan dengan baik. Idealnya, bagaimanapun, ini harus dilakukan tanpa membuat sebuah konteks kompetitif di mana hanya beberapa anggota kelompok akan berhasil, misalnya, dalam satu organisasi Amerika, semua karyawan menerima kenaikan gaji 2% tetapi diberi tahu bahwa mereka sekarang akan bersaing dengan rekan kerja di departemen mereka sendiri untuk kenaikan gaji tambahan. Setiap karyawan akan menyerahkan laporan tahunan desribing

apa yang dia telah dilakukan untuk bukti bahwa dia pantas mendapatkan kenaikan gaji tambahan. Pada tahun berikutnya, banyak anggota mengambil proyek-proyek kelompok, di mana kontribusi mereka akan terlihat, dan ketika mereka melakukannya, mereka mencoba mengambil sebagai kredit pribadi sebanyak mungkin untuk keberhasilan kelompok. anggota yang terampil dan berpengalaman kurang termotivasi untuk membantu mereka yang kurang terampil dan berpengalaman. Karyawan yang tidak "menjadi bintang" di departemen itu dan karena itu tidak mungkin untuk menerima penghargaan, menjadi demoralisasi dan malu. Mengetahui bahwa mereka tidak akan terlihat baik dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, kinerja mereka menurun. Produktivitas Norma Salah satu awal dari penelitian menemukan dinamika kelompok bahwa kelompok kerja sering memiliki produktivitas atau norma produktif yang menentukan bagaimana bekerja keras dan berapa banyak kerja keras yang dihasilkan. Misalnya, pada pertengahan 1920-an, serangkaian percobaan yang dikenal sebagai studi Hawthorne dilakukan di pabrik listrik umum di Hawthorne, Illinois (Roethlisberger & Dickson, 1939). Dalam "perakitan kabel percobaan operasional room experience," salah satu studi Hawthorne beberapa, para peneliti mengharapkan pekerjaan yg dibayar menurut hasil yang dikerjakan kelompok rencana insentif untuk meningkatkan produksi (pekerja lebih cepat diharapkan mampu menekan pekerja yang lebih lambat untuk meningkatkan produksi). Bukan ini yang terjadi sebaliknya, para pekerja memutuskan apa yang mereka fikirkan adalah output yang dapat diterima dan diterapkan sebagai tekanan sosial untuk mencapai dan maitain standar. Mereka adalah anggota yang melebihi standar kelompok itu disebut "rate busters" atau "speed king" dan mereka yang underperformed disebut "chiselers". Norma produktif dari sebuah kelompok mungkin tidak kongruen dengan kinerja tinggi seperti yang didefinisikan oleh organisasi kerja atau kepemimpinan. Beberapa kelompok bahkan mungkin bangga dalam melakukan pekerjaan sedikit, terutama jika mereka tidak menyukai atau menghormati manajer mereka atau kepemimpinan organisasi, atau merasa bahwa standar yang ditetapkan oleh pemimpin tidak masuk akal. Kelompok lebih mungkin memiliki norma yang menguntungkan produksi ketika identitas kelompok adalah sama dan sebangun dengan produksi tinggi, kelompok ini telah berbagi tujuan yang terkait dengan produksi, tujuan pribadi terikat dengan tujuan kelompok produksi, dan kelompok menyukai dan menghargai kepemimpinan (Levine, 1989). Satu studi klasik (Coch &

Perancis, 1948) menemukan bahwa kelompok yang secara langsung berpartisipasi dalam menentukan perubahan dalam praktek kerja lebih mungkin untuk mengembangkan norma konsisten dengan produksi yang tinggi. Tema ini akan dibahas dalam bab produktivitas dan kepemimpinan. Aktivitas Norma dan Efektivitas Kelompok Di bagian ini, Anda belajar tentang anggota baru sosialisasi, norma kooperatif versus kompetitif, dan bagaimana kelompok biasanya memiliki norma produksi. Berikut adalah beberapa saran untuk meningkatkan efektivitas kelompok yang mengikuti dari materi yang disajikan dalam bagian ini. 1. Secara sadar mengidentifikasi norma-norma kelompok yang penting, dan jelas mengkomunikasikan hal ini kepada anggota kelompok, terutama yang baru. 2. Untuk membantu anggota baru belajar norma-norma kelompok, mereka harus di berikan mentor, sebaiknya satu yang mengingat pengalaman sosialisasi dan sangat akrab dengan norma-norma kelompok. 3. Jangan terlalu kaku tentang norma-norma kelompok yang saran untuk perbaikan atau cara-cara kreatif untuk tugas-tugas pendekatan tidak dipertimbangkan. 4. Periksa norma untuk melihat apakah mereka sudah ketinggalan jaman, sewenangwenang, atau kontraproduktif terutama dalam kasus-kasus pelanggaran. jika demikian, harus segera mengubahnya. 5. Jika anggota melanggar norma yang penting untuk efektivitas kelompok, harus bertindak cepat. Jika tidak, pelanggaran akan terjadi, dan dapat melanggar normanorma yang lain juga. 6. Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap norma, harus meminta masukan anggota, dan pastikan bahwa anggota memahami tujuan norma kelompok itu. 7. Jika Anda berada dalam peran kepemimpinan, menyadari bahwa anggota sering mengharapkan Anda untuk menangani pelanggaran norma dan kepercayaan mereka pada kepemimpinan, Anda akan menurun jika Anda gagal untuk melakukannya dengan tepat. 8. Untuk mencapai komunikasi kelompok, yang diperlukan adalah berbagi informasi dan sumber daya, dapat membantu satu sama lain, maka jangan membuat anggota saling bersaing untuk hadiah terbatas, bahkan penghargaan kelompok untuk bekerja sama.

9. Norma produksi yang tinggi dengan berkonsultasi dengan kelompok tentang tujuan produksi dan memberikan penghargaan berdasarkan pada pencapaian tujuan tersebut.

10.Jika Anda berada dalam posisi kepemimpinan, ingatlah bahwa hubungan antagonis
dengan anggota kemungkinan akan mengakibatkan kontraproduktif norma.

Roles
Roles (peranan) merupakan komponen penting lainnya dalam struktur kelompok. Setiap kelompok memiliki pekerjaan atau posisi atau peran yang berbeda. Levine dan Moreland menyatakan bahwa beberapa peran ditemukan pada banyak kelompok. Satu dari banyak peran adalah pemimpin, seorang pemimpin cenderung muncul dalam kelompok yang tidak punya inisial seorang pemimpin. Peran lainnya adalah sebagai pendatang baru, pendatang baru diharapkan menjadi cemas, pasif, dependen dan mengikuti dan diterima jika mereka memenuhi pengharapan kelompok. Seperti norma, peran terdiri dari peran formal dan informal. Peran formal ditetapkan sebagai peraturan dan resmi, mampu dilihat dalam bagian sebuah organisasi atau posisi standar dalam sebagian jenis dari kelompok (seperti ayah dan ibu dalam keluarga). Peran informal adalah peran yang dirancang tidak resmi seperti joker (yang menghibur kelompok dengan kebodohan). Tetapi mereka dapat berdampingan dalam kelompok yang sama. Adanya Role expectation norma yang diharapkan menjelaskan bagaimana perilaku orang dalam posisi yang berbeda di suatu kelompok. Jika anggota melanggar role expectation, biasanya mendapat konsekuensi. Peran memiliki pengaruh yang kuat dalam perilaku anggota. Kita menerima perilaku anggota adalah gambaran kepribadiannya, ketika kenyataannya perilaku mereka sesuai dengan perilaku mereka, inilah mengapa anggota kelihatannya berubah ketika perannya berubah. Why group have role? Peran selalu menyiratkan pembagian kerja, dan apa yang dilakukan dalam kelompok. Pembagian tanggung jawab (peran) muncul ketika suatu kelompok memiliki kegiatan untuk dilakukan (Catwright & Zander, 1968). Ketika suatu kelompok mendapatkan sebuah pekerjaan yang harus dilakukan, mereka sering mengkhususkan suatu tugas pada anggotaanggotanya secara terstruktur, yang membantu mengatur pekerjaan tersebut melalui keteraturan tugas dan tanggung jawab. Role Differentiation, pengembangan peran yang berbeda dalam suatu kelompok, dimana anggota kelompok mengambil tugas yang berbeda.

Bales (1950) menyatakan bahwa peran juga muncul karena individu menginginkan lingkungan sosial yang stabil. Argumennya adalah kita suka dengan struktur yang ada dalam kelompok peran mengurangi keraguan. Misalnya kita mengetahui harapan orang lain berdasarkan perannya dalam kelompok. Peran memberi tahu kita apa yang harus dilakukan dan siapa kita didalam kelompok dalam hubungan dengan orang lain. Karena peran anggota ada dalam hubungan dengan peran anggota lain, kita dapat memprediksi bagaimana anggota lain berperilaku terhadap kita dan kita juga tahu bagaimana berperilaku terhadap mereka. Dan juga, peran dapat mengatakan apa yang diharapkan untuk kita lakukan. Peran memberikan keamanan dari sanksi negatif, jika kita melakukan sesuatu yang diharapkan oleh kelompok sesuai dengan peran kita, kita bisa yakin bahwa kita tidak memiliki masalah dalam kelompok tersebut, Hal ini yang menyebabkan keambiguitiasan peran (role ambiguity) sangat membuat setress. Role ambiguity terjadi ketika ada kebingungan tentang apa peran kita dalam kelompok atau ketidk jelasan tentang apa yang di harapkan pada kita dalam peran kita. Role conflict (koflik peran) ketika adanya berbagai tuntutan yang bertentangan dengan peran kita (intrarole conflict) atau ketika tuntutan beberapa peran yang kita duduki secara bersama, saling bertentangan satu sama lain (interole conflict). Penelitian menemukan bahwa konflik peran dan keambiguitasan peran dapat menyebabkan stress dan penurunan produktivitan. Serta, kejelasan pendefinisian peran dapat meningkatkan kepuasan karyawan dan performa. Emotional and Task Roles Bales (1950) menyarankan bahwa peranan kelompok cenderung dibagi menjadi dua jenis yaitu sosioemosional atau tugas. Peranan sosioemosional merupakan pusat yang memuaskan kebutuhan emosional kelompok. Peran-peran ini melibatkan menyemangati orang lain, konflik media, dan memberikan kehangatan dan pujian. Misalnya, harmonizers menengahi konflik kelompok, encouragers memuji dan mendorong orang lain., dan expediters membuat saran untuk mempromosikan proses kelompok dan pastikan semua orang diikutsertakan (Benne & Sheats, 1948). Task roles difokuskan untuk menyelesaikan pekerjaan, termasuk mereka yang memberikan informasi, dengan focus pembahasan pada tugas dan menugaskan suatu pekerjaan. Task roles termasuk inisiator-kontributor, yang merekomendasikan solusi, informasi dari para pencari, yang mencoba untuk mendapatkan fakta-fakta yang dibutuhkan dan recorders, yang membuat catatan dan menyimpan catatan (Benne & Sheats, 1948). Bales (1995) penelitian disarankan kebanyakan orang tertarik ke arah tugas maupun peranan

kelompok sosioemosional dan mengingat peran tuntutan bersaing, yang relative langka bagi individu yang sama untuk menempati kedua jenis peran dalam kelompok tersebut. Gender, Etnik, dan Peranan-peranan Setelah mengetahui perbedaan tugassosioemosional, banyak orang ingin tahu apakah anggota kelompok perempuan cenderung lebih menganggap peranan sosioemosional dan laki-laki yang lebih cenderung kepada instrumental (tugas), mengingat stereotip gender secara umum, bahwa teori ini akan menjadi benar. Pada kenyataannya, beberapa penelitian yang menemukan bahwa dalam campuran-jenis kelamin kelompok, laki-laki lebih cenderung untuk menganggap peran tugas dan perempuan yang sosioemosional (Wood, 1987). Namun penelitian lain menunjukkan bahwa hal ini tidak terlalu tergantung pada jenis kelamin dan lebih pada apakah seseorang merasa lebih kompeten atau yang task. Regardless gender, mereka yang merasa kompeten lebih mungkin untuk menganggap peran tugas, dimana mereka merasa apakah mereka tidak memiliki kompetensi yang cenderung menganggap peran sosioemosional (Wood & Karten, 1986). Ketika laki-laki dan wanita sama-sama merasa kompeten, mereka menganggap peran dan bagaimana mereka bertindak sangat mirip (Dovidio, Ellyson, Keating, Heltman, & Brown, 1988). Karena perilaku kita dalam kelompok sering ditentukan oleh harapan dari peran kita, orang-orang dalam peran yang sama sering berperilaku yang sangat sama. Namun, stereotip dapat mempengaruhi peran tugas kelompok. Kita sering memiliki gambaran bahwa dalam pikiran kita tentang tipe orang yang sesuai untuk peran (prototipe), dan bahwa gambaran mental sering mencakup jenis kelamin, usia dan etnis. Kita memilih anggota untuk peran yang berbeda yang berdasarkan pada sebagian mereka yang cocok pada prototype peran kami. Keyakinan tentang apa tipe orang yang sesuai untuk peran apa yang dating sebagian dari tipe orang yang telah kita lihat menempati peran di masa lalu. Peran gender misalnya, semua masyarakat yang tersegregasi, melihat peran paling sebagai idealnya ditempati oleh satu atau jenis kelamin lainnya. Hampir setiap perkerjaan terdaftar oleh U.S.Departement Pekerjaan didominasi baik oleh perempuan atau laki-laki. Sebagai hasilnya, kita lebih cenderung untuk menetapkan beberapa peran (seperti pemimpin) untuk anggota laki-laki dan peran lain (seperti sekretaris atau perekam) untuk anggota perempuan. Dalam bab-bab dalam status, keragaman dan kepemimpinan, Anda akan belajar lebih banyak tentang proses yang

karakteristik demogarfi seperti jenis kelamin, usia, dan etnis pengaruh tugas, peranan dan partisipasi anggota dalm kelompok. Roles and Improving Group Effectiveness Ketika membahas peranan dan efektivitas kelompok, kunci utama adalah kejelasan dan konsisitensi tentang peranan harapan: 1. Mengurangi ketidakjelasan peran dengan mengklarifikasi peran harapan terutama untuk anggota grup baru. Dalam kelompok-kelompok tugas, deskripsi pekerjaan mungin akan terbantu. 2. Kecenderungan untuk peran berkembang dalam kelompok tanpa diskusi berarti bahwa anggota dapat memiliki asumsi yang berbeda tentang tugasnya adalah melakukan apa yang mengurangi kesalahpahaman dan kebingungan dengan membahas peran harapan. 3. Untuk mengurangi konflik peranan intra, hindari memberikan tugas peranan pada anggota dengan tuntutan persaingan. 4. Tidak mengembangkan peranan ekspektasi dan deskripsi yang terlalu kaku sehingga kelompok tidak mampu untuk merespon perubahan. Jika tidak, saat tugas-tugas baru atau tuntutan pada kelompok berkembang, anggota akan mengalami kesulitan untuk menanggapi mereka, sehingga mengganggu adaptasi kelompok dengan keadaan baru. 5. Berhati-hatilah untuk memberikan peranan berdasarkan pada kualifikasi, bukan pada variabel-variabel demografis seperti jenis kelamin, usia atau etnis.

Daftar Pustaka
Burn, S. M. 2004. Groups Dynamics : Theory & Practice. Pacific Grove : Wadsworth/ITP http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/10/pengertian-kelompok-dalam-psikologi.

Status Basics
Status mengacu pada kedudukan individu di dalam hirarki dari sebuah kelompok berdasarkan martabat, penghormatan, dan rasa hormat yang diberikan kepada individu dari anggota lainnya (Lovaglia & Houser, 1996). Kebanyakan teori setuju bahwa di dalam kelompok tatap muka, status mempunyai tiga komponen utama: (1) attention dengan jumlah yang asimetris, (2) rasa hormat dan harga diri dengan jumlah yang berbeda beda, dan (3) pengaruh di dalam kelompok dengan jumlah yang berbeda beda. Dengan kata lain, individu dengan status yang lebih tinggi lebih menonjol atau kelihatan dan menerima lebih banyak attention di dalam kelompok, lebih dihargai dan diberi penghormatan yang besar. Dan diizinkan memberi kendali lebih pada keputusan dan proses pada kelompok (Anderson, John, Keltner, & Kring, 2001). Status system pada sebuah kelompok merefleksikan pemberian kekuasaan dan martabat diantara anggota kelompok tersebut, termasuk chain of command (Forsyth, 1999; Moreland & Levine, 1995). Status dapat diperoleh (achieved status), atau dapat juga diberikan pada individu berdasarkan kepemilikan mereka akan beberapa karakteristik yang menurut kelompok tersebut berwibawa dan berharga (ascribed status). Manusia dapat mempunyai gelar, derajat, atau spesialisasi yang mengarahkan kelompok untuk memberi mereka status yang tinggi. Demikian juga manusia dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin, ras, kekayaan, kecantikan, umur, kemampuan membaca, dialek, dan karakteristik lainnya, dan perbedaan tersebut biasanya memiliki makna sosial yang besar dalam kelompok (Webster & Hysom, 1998) juga mempengaruhi status anggota. Status itu kontekstual, artinya status ditetapkan dengan mengacu pada kelompok tertentu (Anderson et al., 2001). Formal and Informal Status Hierarchies Sistem status pada sebuah kelompok atau hierarki biasanya direfleksikan pada struktur resminya. Sebagai contoh, kebanyakan organisasi pada bidang pekerjaan dipisahkan kedalam kelompok kelompok, setiap kelompok dengan sebuah struktur hierarki terdapat didalamnya lebih sedikit posisi high-status dan lebih banyak posisi low-status. Derajat pendidikan seperti PhD atau MD juga digunakan sebagai tanda dari status. Memang, kita lebih familiar untuk menggunakan gelar sebagai tanda dari status seseorang yang kemudian kita secara otomatis memberi high status kepada mereka yang mempunyai gelar dan bersikap berbeda terhadap mereka (Cialdini, 2001). Struktur status dari sebuah kelompok dapat dengan mudah diidentifikasi dari struktur resmi atau formal dari kelompok. Bagaimanapun, tidak semua kelompok mempunyai struktur

formal (peran dan gelar resmi dikeluarkan oleh kelompok atau organisasi), dan bahkan mereka yang mempunyai struktur formal juga mempunyai struktur informal. Berbeda dari struktur formal, struktur informal ada tanpa dijelaskan dengan jelas atau bertumpu pada suatu perjanjian formal (Cartwright & Zander, 1968). Misalnya, bahkan kelompok pertemanan pun biasanya mempunyai seorang pemimpin, sebuah bentuk cara untuk berkomunikasi diantara anggota kelompok, dan perbedaan status antar anggota.

Status Markers Status markers adalah perilaku verbal dan nonverbal yang menunjukkan status, seperti kontak mata yang kuat dan memerintah dan menyela orang lain. Secara khusus, anggota dengan high-status bertindak berbeda dengan mereka yang mempunyai status yang lebih rendah. Anggota dengan high-status adalah mereka yang berdiri tegak, menjaga kontak mata, berbicara dengan suara yang tegas, lebih sering berbicara dan mengkritik, mengkomando, dan menginterupsi anggota yang lain (Harper, 1985; Skvoretz, 1988; Weisfeld & Weisfeld. 1984). Mereka terlibat dalam perilaku yang lebih mendominasi dan mengarahkan daripada snggota dengan status yang lebih rendah, juga dievaluasi lebih positif dan mempunyai selfesteem yang lebih besar (Levine & Moreland, 1990; Ridgeway & Berger, 1988). Mereka diizinkan untuk menyimpang dari norma kelompok tanpa konsekuensi lebih daripada anggota dengan low-status (Hollander, 1958, 1960), dan mempunyai kebebasan lebih untuk mengekspresikan emosi negatif.

Earned Status
Menurut Levine & Moreland (1990), seorang individu dalam suatu kelompok dapat meraih status yang lebih tinggi dalam kelompoknya dengan cara membantu mencapai tujuan kelompok dan mengorbankan dirinya demi kepentingan kelompok. Anggota yang mengharumkan nama kelompoknya atau membuat kelompok itu berfungsi lebih baik sering diberikan status yang lebih tinggi. Misalnya saja, seorang pemain sepak bola yang sering mencetak gol ke gawang lawan, maka pemain bola tersebut bisa saja menjadi kapten dalam tim bolanya. Kelompok merasa bahwa ia menjadi suatu bagian yang penting dan berpengaruh dalam tim tersebut. Contoh yang lain misalnya, seorang perawat yang diberikan penghargaan oleh kelompoknya karena ia berkerja keras waktu demi waktu demi kualitas pelayanannya, ataupun seorang desainer software yang selalu memberikan ide-ide untuk kelompoknya dimana ide-ide tersebut menjadi software yang paling berhasil maka ia akan meraih status yang lebih tinggi.

Status Dues System Status Dues System merupakan segala sesuatu yang diharapkan atau diminta kelompok untuk dipenuhi oleh anggotanya sebelum mereka meraih status yang lebih tinggi. Anggota yang memiliki status yang lebih tinggi pada awalnya mereka pernah berstatus rendah pada waktu tertentu dan dengan memperlihatkan kemampuan tertentu atau menjalani berbagai peran dari status yang rendah sehingga mereka mencapai status yang lebih tinggi. Jalan untuk meraih status yang lebih tinggi bervariasi dan tergantung pada kelompoknya, namun apabila kita memperhatikan dan mendefinisikan senior yang memberikan bimbingannya, maka kita akan mengetahui bagaimana cara untuk meraih status dalam kelompok. Climbing the Status Ladder and Paying Status Dues Banyak kelompok yang mensyaratkan anggotanya untuk bekerja dan menapaki tingkatan-tingkatan status sebelum mereka diizinkan untuk menempati peran atau status yang lebih tinggi. Sebagai anggota kelompok yang statusnya lebih rendah, anda sering diharapkan untuk memenuhi status dues dengan memenuhi peran sebagai status yang lebih rendah dalam waktu tertentu sebelum anda diberikan hak yang sesuai terhadap anggota yang berstatus tinggi. Misalnya saja dalam dunia perkuliahan ada komitmen yang mengatakan bahwa seorang anggota baru atau junior memiliki hak yang lebih sedikit dan harus tunduk dan patuh terhadap anggota kelompok senior. Status Violations Menurut Ridgeway & Berger (1998), mereka yang berprilaku menyimpang dari status kelompok mereka dikatakan sebagai suatu pelanggaran status. Ketika anggota kelompok yang memiliki status rendah terlibat dalam prilaku yang tidak pantas pada kedudukan mereka, biasanya mereka di cap sebagai orang yang lancang atau sombong dan tentunya mereka akan mendapat perlawanan dari kelompok senior. Pada kelompok dengan status due system, anggota baru tidak boleh disamakan

dengan anggota kelompok yang lebih senior, tanpa keahlian atau bakat khusus yang dibutuhkan oleh kelompok. Anggota senior sering merasa bahwa mereka telah melakukan kewajiban-kewajibannya dan meraih status mereka dan enggan untuk memberikannya kepada siapapun yang tidak berjalan pada lingkaran yang sama. Sebagai anggota junior mereka memandang kepada hari dimana mereka akan menjadi salah satu yang memiliki posisi status dimana anggota kelompok yang berstatus rendah menunjukkan perbedaannya Anggota baru dalam kelompok yang secara sengaja ataupun tidak sengaja menghindar dari proses status akan ditolak dan akan lama dalam menaiki jenjang statusnya. Untuk

menghindari itu semua alangkah baiknya apabila kita memperhatikan dan mendengarkan bimbingan dari senior agar kita tidak salah langkah dan mempercepat untuk menaiki kedudukan status kita.

Ascribed Status
Suatu ide ketika kita mendapatkan status itu menarik karena menunjukkan bahwa status tinggi anggota kelompok layak menerima status tinggi mereka dan itu terlihat jujur dan adil. Bagaimanapun, walaupun kita mungkin berpikir bahwa status selalu diperoleh dan pantas didapatkan, pengalaman kita yang memberitahukannya. Berpikir kembali dari pengalaman beberapa kelompok . pernahkah kamu menemukan dirimu sendiri bingung tentang bagaimana individu tertentu memiliki status yang tinggi sementara lainnya tidak layak? Seperti banyak hal lain dalam hidup, tugas dari status itu tidak selalu adil, dan semua status itu tidah didapatkan. Kelompok sering menganggap atau memberikan status pada anggota sebelum mereka mendapatkannya, atau gagal memperolehnya yang tak terlihat dalam bagian dai status yang tinggi. The Rapid Development of Status Systems in Groups Ada beberapa bukti bahwa perkembangan system status itu sangat cepat dalam kelompok, hamper dalam saat pembentukan kelompok (Bales, 1950; Barchas & Fisek, 1984; Levine & Moreland, 1990). Terlihat jelas dalam beberapa kasus, amggota-anggota tersebut belum memiliki peluang untuk mendapatkan status mereka. Dalam kelompok kerja, kelompok pelajar, kelompok pertemanan dan kelompok teman sekelas, system status berkembang dengan cepat. Dalam kelompok yang baru terbentuk, individu-individu yang ditugas status tinggi oleh kelompok sering menerima perbedaan ini dengan hanya melihat dan bertindak seolah-olah mereka memiliki status sosial yang tinggi. Penanda status seperti berjabat tangan yang erat, kontak mata secara langsung, dan percaya

diri berkomunikasi bahwa seseorang harus dihormati (Leffler, Gillespie, & Conary, 1982). Secara verbal berbicara dengan jelas dan kuat tanpa tentatif akan berkontribusi terhadap persepsi yang lain bahwa kamu berada dalam status yang tinggi (Lee & Ofshe, 1981). Memberitahu orang-orang apa yang dilakukan, menafsirkan pernyataan orang lain, mengkonfirmasi atau membatah klaim orang lain, dan merangkum dan merenungkan juga komunikasi bahwa seseorang memiliki status yang tinggi (Stiles, Lyall, Knight, Waung, Hall & Primeau, 1997). Mendominasi pembicaraan dan mengalihkan diskusi ke hal-hal yang kamu tahu juga dapat membantu (Dovidio, Brown, Heltman, Ellyson, & Keating, 1988; Godfrey, Jones, & Lord, 1986). Anngota peserta yang tertinggi itu, orang yang berbicara

paling banyak-biasanya menjadi anggota urutan tertinggi dalam waktu yang singkat (Bales, 1970). Mungkin tidak mengejutkan, sifat kepribadian ekstrovet dihubungkan pada status yang lebih tinggi dalam kelompok (Anderson et. Al, 2001). Ini karena orang ekstrovert lebih ahli bersosialisasi daripada orang yang introvert dan menarik perhatian lebih untuk diri mereka sendiri dan keterampilan dan kemampuan mereka. Ethological Approach to status Beberapa teori berusaha untuk menjelaskan perkembangan yang cepat dari system status. Satu teori, the ethological approach to status, berfokus pada kekuatan dari anggota sebagai factor penentu status relatif mereka dalam kelompok (Mazur, 1985). Studi etologis bukan manusia, hewan dalam habitat alami mereka dan mencoba untuk menentukan peran yang melayani berbagai perilaku dalam kelangsungan hidup hewan. Etologis sering berasumsi bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sama pada hewan lainnya. Contohnya, banyak bukan manusia-hewan dapat diobservasi terlibat dalam kontes dominan. Etolog percaya bahwa manusia melakukannya juga. Mereka berpendapat bahwa anggotaanggota yang lebih kuat (menunjukkan ukuran, otot-otot, ekspresi wajah, dan karakteristik personal lainnya) ditugaskan status yang tinggi dalam kelompok tersebut. Beberapa teori berpendapat bahwa kontes status, di mana anggota merundingkan tempat status mereka melalui tindakan verbal, gesture dan posture, yang umumnya dalam email kelompok diskusi, perkumpulan sosial, dan rapat ( Owens & Sutton, 2001). Misalnya beberapa anggota boleh menyela yang lain untuk mengarahkan aktivitas kelompok dalam arah yang akan

meningkatkan status sosial mereka. Dengan memutar mata mereka atau dengan agresif menggelengkan kepala mereka karena tidak setuju ketika yang lain berbicara, anggota mungkin mencoba untuk mendiskreditkan pesaing yang lain untuk status yang tinggi. bahkan perilaku seperti datang terlambat untuk rapat atau pergi lebih awal dapat "perpindahan status", dalam arti bahwa mereka berkomunikasi saya memiliki hal yang lebih penting untuk dilakukan dan telah menghiasi kelompok dengan kehadiran saya. Expectation States Theory Expectation States Theory (EST) menawarkan penjelasan alternatif tentang penetapan status dalam kelompok manusia. Menurut EST, status ditunjukkan oleh harapan anggota kelompok yang mempunyai kemampuan dan potensi untuk berkontribusi pada kelompok (Berger & Conner, 1974; Berger, Rosenholtz, & Zelditch, 1980; Meeker, 1994; Ridgewat, 2001a, b; Ridgeway & Berger, 1988). Ini disebut performance expectations. Menurut teori tersebut, anggota segera membuat asumsi tentang kemampuan dari anggota kelompok lain untuk berkontribusi dalam tujuan kelompok. Performance expectation sering

berdasarkan

pada

status

characteristics-karakteristik

personal

yang

mempengaruhi

kepercayaan anggota kelompok tentang yang lain (Lovaglia & Houser, 1996). Karakteristik status mungkin keahlian atau pengalaman yang berkaitan (specific-status characteristic), atau fitur visual yang jelas seperti usia, jenis kelamin, suku, atau daya tarik (diffuse-status characteristic). Specific-status characteristics adalah kualitas yang khusus berhubungan terhadap kinerja pada tugas di tangan (seperti keahlian, latihan, atau kemampuan khusus). Misalnya, kamu mungkin ditugaskan status dalam kelompok berdasarkan tingkat pendidikan tertentu atau pengalaman kerja yang secara langsung berkaitan dengan tugas. Kontrasnya, diffuse-status characteristic biasanya membawa harapan untuk kompetensi dalam berbagai situasi (Lovaglia & Houser, 1996). Pengaruh dari diffuse-status characteristic pada harapan kompetensi disebabkan oleh stereotype. Jika kamu wanita berambut pirang usia 20 tahun, anggota kelompok mungkin memiliki harapan kinerja yang lebih rendah padamu daripada yang mereka lakukan untuk pria euroamerika usia 35 tahun. Sejumlah studi yang mendukung berpendapat bahwa karakteristik status disertai dengan evaluasi berbeda, yang menyebabkan harapan yang berbeda dan ketidaksetaraan dalam interaksi (Driskell,& Mullen, 1990; Knottnerus, 1997; Webster & Foschi, 1988). Lebuh spesifiknya, kinerja harapan penting karena mereka mempengaruhi sejauh mana anggota melihat anggota lain untuk berkontribusi (disebut aksi peluang); mereka mempengaruhi persepsi tentang nilai dari kontribusi anggota (disebut kinerja keluaran); dan mereka mempengaruhi siapa ynag menang dalam kasus perselisihan (mempengaruhi). Dengan kata lain, jika anggota grup mulai dengan harapan kinerja yang rendah untukmu, itu akan lebih kuat untukmu mendapatkan status dalam kelompok. Kamu tidak akan diberikan peluang untuk berkontribusi, kontribusimu tidak mungkin dievaluasi dengan positif; dan ketika perselisihan meningkat di antara kamu dan seorang anggota lainnya yang memiliki harapan kinerja yang lebih tinggi, kelompok tersebut mungkin berada di sisi anggota lain. Performance expectation juga dipengaruhi oleh task cues-perilaku interaksional yang menyediakan informasi tentang seorang anggota yang actual atau kinerja potensial dalam tugas (Rashotte & Smith-Lovin, 1997). Task cues terutama berpengaruh dalam pembentukan kelompok yang baru yang mana, sejak awal, ada tidak adanya harapan kinerja. Dalam kasus seperti, expectation states theorists mengatakan bahwa anggota akan terlibat dalam kekuatan dan prestisi prilaku dalam usaha untuk menetapkan tempat mereka dalam hirarki status (Berger & Conner, 1974; Ridgeway & Berger, 1988). Seperti diskusi tugas, anggota akan menanyakan dan ditanyakan untuk tugas kontribusinya, dan akan menawarkan kontribusi tugas, akan memberikan dan

menerima evaluasi dari kontribusi, dan akan memiliki ide yang diterima atau ditolak oleh orang lain.

Gender, Ethnicity, and Status


Status Characteristic Theory Status Characteristic Theory merupakan cabang dari Expectation States Theory yang focus pada bagaimana perbedaan status eksternal di antara anggota ditentukan oleh distribusi kekuatan dan wibawa di dalam grup (Knottnerus, 1997). Teori ini menyatakan bahwa grup yang berorientasi pada tugas, hirarki status akan terbentuk secara konsisten dengan status yang dimiliki anggota grup dalam suatu lingkungan social yang besar. (Lovaglia & Hauser, 1996).

Task Cues

Diffuse Status Characteristic Performance Expectations

Specific Status Characteristic

Influence Actions kj Opportunities Performance Outputs

Status Assigment

SCT biasanya membahas mengenai Status Generalization, yaitu kecenderungan anggota grup menggunakan diffuse-characteristic status (status yang diserap, biasa dapat diperoleh dari budaya), untuk menambah status di dalam grup, walaupun kadang karakteristik tersebut tidak relevan dengan situasi. Misalnya sebagai contoh, jika dalam suatu daerah lakilaki dianggap lebih rasional dari wanita, laki-laki dianggap lebih logica daripada wanita, serta laki-laki lebih dianggap berharga dalam suatu grup, maka akan terbentuk status generalization berdasarkan gender. Diffuse status tersebut akan mempengaruhi performance expectations, yaitu apa yang anggota harapkan untuk member kontribusi kepada grup, serta performa expectation tersebutlah yang akan mempengaruhi status assignment.

Self-fulfilling Prophecies and Stereotype Threat Self-fulfilling prophecies terjadi ketika stereotype menyebabkan performance expectations yang kemudian ditentukan oleh kesempatan melakukan sesuatu yang diberikan kepada anggota grup. Dalam hal ini grup tidak member kesempatan pada orang yang terkena stereotype menunjukkan bahwa stereotype itu salah, melainkan sesuatu yang bisa diterima. Stereotype Threat terjadi ketika anggota grup menyadari bahwa anggota grup yang lain mempunyai performance expectations yang rendah karena diffuse status characteristic dan pengetahuan yang menciptakan kecemasan performa sehingga akan mempengaruhi performa mereka. Changing Early Status Assignment Misalkan, jika seseorang di dalam grupnya memiliki status yang rendah, tidak dianggap berharga, apakah itu akan menjadi sesuatu hal yang tetap? Jawabannya adalah tidak. Status dalam grup dapat diubah. Misalkan seseorang yang memiliki status rendah jika menunjukkan kontribusi yang bagus bagi grupnya, maka status tersebut dapat meningkat. Diffuse status characteristic juga dapat diubah. Misalkan status yang didasarkan pada gender, dimana perempuan memiliki status yang rendah dalam dunia pekerjaan, dan dianggap laki-laki memiliki status lebih tinggi. Tetapi semakin banyaknya wanita bekerja, menunjukkan bahwa mereka memiliki kompetensi yang tinggi, maka perlahan status tersebut berubah menjadi stara dengan laki-laki. Kesimpulannya, pada saat status sudah melekat pada diri seseorang, status itu tidak menjadi sesuatu yang tetap, tapi dapat berubah. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan menunjukkan kompetensinya, membuktikan diri bahwa dia mampu, serta memberikan kontribusi yang besar bagi anggota grup. Implications of Earned and Ascribed Status for Enhancing Group effectiveness Moral utama dalam pembentukan status dalam sebuah grup adalah menghindari pembentukan status yang didasarkan pada Diffuse-Status, karena hal itu akan menciptakan ketidakadilan dan beresiko. Pemimpin adalah orang yang berperan menambah anggota untuk berperan didalam grup. Jika berada dalam posisi pemimpin, maka : 1. Menyadari kecenderungan memberikan posisi yang lebih tinggi kepada anggota gender dan etnis yang dinilai lebih berharga oleh lingkungan social. 2. Memberikan kepada semua anggota tanpa terkecuali pelatihan dan pengalaman yang diperlukan untuk mencapai status yang lebih tinggi di dalam grup.

3. Menyadari bahwa seorang pemimpin mempunyai tanggung jawab special untuk membuat model penambahan status yang berdasarkan pada jasa yang diberikan, bukan didasarkan stereotype. Cara untuk meningkatkan status di dalam grup diantaranya adalah : 1. Jika kamu adalah anggota baru, harus menyadari bahwa kita harus memberikan status due sehingga dapat memperoleh status yang lebih tinggi. Status due adalah prasyarat untuk mencapat status tertentu. 2. Karena status bersifat contextual, maka sadari bahwa jalan menuju status lebih tinggi bervariasi tergantung pada grupnya. Bertanya kepada senior yang bisa di percaya. 3. Meningkatkan performance expectations orang lain terhadap diri kita. 4. Bekerja pada Power and Prestige behavior, seprti menjaga kontak mata, dan prilaku yang menungkinkan meningkatkan status kita. Jika orang lain memiliki performance ecpectations yang rendah terhadap diri kita, maka hal yang dapat dilakukan : 1. Mengingatkan diri sendiri bahwa kita termasuk bagian dari setiap orang. 2. Bekerja keras untuk memberikan kontribusi di dalam grup. 3. Menunjukkan diri kita kepada pemimipin untuk mendapatkan promosi status.

The Effect of Status Differences on Members and The Group


Perbedaan status dalam kelompok adalah fakta kehidupan tapi memiliki potensi yang merusak jika dipersepsikan tidak adil, jika dibesar-besarkan, atau jika pertanyaan mengenai status dalam kelompok menimbulkan suatu kompetisi antara anggota yang mengganggu kemampuan mereka untuk dapat bekerja sama. Why People Desire High Status in Groups Salah satu tujuan penting kehidupan social adalah untuk mendapatkan status dalam kelompok dimana mereka berada (Anderson et al., 2001). Lagipula orang dengan status yang lebih tinggi memiliki kesempatan yang lebih untuk mempengaruhi kelompok dan memang lebih berpengaruh (Levine & Moreland, 1990). Mereka juga dievaluasi lebih positif dibanding yang berstatus rendah yang kelihatannya melakukan hal yang sama (Humphrey, 1985; Sande, Ellard, & Ross, 1986). Status individual dalam kelompokjuga sering mempengaruhi kepribadian mereka sendiri (Anderson et al., 2001). Karena status seseorang mempengaruhi self-evaluationnya (Levine & Moreland, 1990), individu yang lebih rendah statusnya bisa saja merasa buruk terhadap dirinya sendiri. Seperti yang Brown (1998) tulis,

dengan menempatkan diri sendiri dalam struktur status, kita mendapat pemahaman dalam kemampuan yang relative dengan sebaya kita. Status rendah menunjukkan bahwa kita dipandang kurang berharga. Kemper (1991) menemukan bahwa kehilangan status dihubungkan dengan perasaan marah dan pencapaian status dihubungkan dengan perasaan bahagia. How The Quest May Interfere With Cooperation Banyak kelompok tersusun dari

posisi dengan status yang tinggi yang kemudian banyak orang berlomba-lomba untuk mnedapatkan posisi tersebut. Sayangnya persoalan status ini tidak selalu menjadi suatu persaingan yang sehat. Beberapa anggota kelompok berusaha mendapatkan status tersebut dengan cara berpura-pura atau taktik manipulatif seperti menjatuhkan orang lain atau berperilaku agresif (Anderson et al., 2001). Mereka akan menyalahkan atau menyerang orang lain, akses control untuk mendapatkan informasi, bergabung dengan orang yang mempunyai kekuatan, melakukan tindakan-tindakan baik agar orang menyukai dan mendapatkan promosi, semua usaha untuk mencapai keuntungan yang dimaksud (Allen, Madison, Porter, Renwick, & Mayes, 1979; Mintzberg, 1983). Political behavior adalah tindakan yang diambil oleh anggota kelompok untuk mendapatkan kekuatan dan status dari orang lain. Political behavior memiliki 2 sumber, situasional dan personal. Political behavior umumnya terjadi ketika ada kompetisi dalam kelompok untuk sumber yang langka (termasuk status) dan ketika proses pengambilan keputusan tidak jelas (Beeman & Sharkey, 1987; Gandz & Murrary, 1980). Ketika ambiguitas rendah karena jelasnya peraturan, political behavior menurun. Akan tetapi political behavior tidak selalu mengenai situasi. Beberapa orang memiliki kebutuhan akan power yang tinggi, hasrat dasar untuk mempengaruhi orang lain dan mengontrol situasi, dan sebagian lagi memiliki kebutuhan achievement, kebutuhan untuk bersaing, dan (McClelland, 1985). Kebutuhan ini bisa mendorong political behavior untuk mendapatkan power dan status. Beberapa anggota kelompok akan menekankan pada pembedaan status untuk meningkatkan self esteemkarena mereka ingin merasa superior dibanding orang lain. Contohnya di kelompok kerja, orang-orang dengan status yang lebih tinggi memperlakukan orang dengan orang dengan status rendah dengan tidak hormat. Perilaku ini akan dirasa tidak bermoral oleh mereka yang berstatus rendah dan mengurangi kepuasan dan komitemn pada kelompok. Beberapa anggota kelompok berusaha mencapai status untuk menekankan bahwa mereka ingin membuat pembeda status yang tidak perlu yang dengan kerjasama antar anggota kelompok.

Akhirnya, pencapaian status bisa merusak kelompok dan membuat orang-orang yang seharusnya bekerja sama menjadi bersaing antara satu dengan yang lain. Sebagai contoh, sebagai usaha untuk meningkatkan status nya, anggota kelompok seringkali bersaing untuk mendapat kepercayaan ketika kelompoknya sukses dan ini bisa menjadi masalah (Leary & Forsyth, 1987). Kemudian, karena kegagalan kelompok akan berakhir dengan kehilangan status, anggota kelompok cenderung menyalahkan anggota kelompok yang lainnya. Ini juga menyebabkan masalah lain antar anggota kelompok. Disamping ketidakadilan pada individu dan menyebabkan dinamika kelompok yang buruk, menekankan perbedaan status juga dapat menjauhkan saran baik kelompok dari anggota berstatus rendah dan dapat membiarkan kelompok mendapat ide yang salah dari orang berstatus tinggi (Webster & Hysom, 1998) Anggota dengan status rendah biasanya rentan terhadap kritik atau ketidaksetujuan dengan anggota status tinggi dan ide dan opini anggota status tinggi memiliki pengaruh yang lebih dan cenderung dievaluasi dengan baik, bahkan ketika dasar status mereka tidak berhubungan dnegan pengambilan keputusan (Yukl, 1998). Member Dissatisfaction Due To Illegitimate Status Inequities Jenis status ditentukan secara relative pada orang lain. Tidak mengejutkan kalau banyak orang yang membanding-bandingkan untuk menentukan status mereka dalam kelompok. Sebagai contoh dalam organisasi kerja, karyawan sering memakai ukuran check pembayaran sebagai indicator status dan sangat peduli terhadap status penghasilan orang lain seperti siapa yang punya daerah kerja yang bagus, furnitur kerja, dan daerah parkir. Dalam kelompok pertemanan yang pertama kali disebut sebagai kejadian signifikan dalam kehidupan seseorang dimulai oleh anggota yang menyebutkan sesuatu mengenai status

anggota kelompok. Bahkan dalam keluarga, saudara membandingakan siapa yang punya kamar lebih besar, siapa yang mendapat bantuan dalam pendidikannya, dan lain-lain. Anggota kelompok membuat penilaian berdasarkan kelayakan status tugas. Mereka sangat tertarik apakah orang-orang tersebut pantas berstatus tinggi dan apakah status tugasnya adil. Komitmen dan kepuasan anggota kelompok sebagian bergantung pada kepuasan anggota dengan posisi mereka dalam hierarki kelompok. Anggota status rendah khususnya mungkin untuk mengalami ketidakpuasan apabila mereka merasa bahwa status rendah mereka tidak adil atau tidak sesuai. Karena tergantung pada respon kelompok, integritas kelompok bisa saja menolong atau malah menyakitkan. Teori mengenai hubungan personal, equity theory menyatakan bahwa orang-orang termotivasi untuk mendapatkan keseimbangan masukan dan pengeluaran mereka dengan

orang lain. Intinya adalah kita mengorbankan sesuatu (seperti waktu, energy, dan kualifikasi) dan mendapatkan imbalannya (seperti bayaran, promosi, dan status). Untuk menentukan apakah pengeluaran adil berdasarkan pemasukan, kita melihat bagaimana mereka menyusun apa yang anggota kelompok lain korbankan dan dapatkan. Menurut equity theory, underpayment inequity terjadi ketika kita merasa apa yang kita dapatkan tidak adil dibanding dengan apa yang orang lain dapatkan. Equity theory memprediksi bahwa individu yang mengalami underpayment inequity umumnya bertindak untuk mengembalikan keseimbangan. Mereka melakukannya dengan berbagai cara. cara yang paling dasar melibatkan penyesuaian pada pemasukan dan pengeluarannya. Sebagai contoh banyak orang mulai dengan mencoba meningkatkan pengeluarannya dengan menekankan ketidakseimbangan. Mereka sering berasumsi bahwa ketika kelompok atau ketuanya peduli terhadap ketidakseimbangan itu, mereka akan memperbaikinya. Jika tidak berhasil, anggota yang bersangkutan bisa meminta promosi, untuk kontribusi yang lebih besar pada kelompok atau untuk keuntungan yang dihubungkan dengan status yang lebih tinggi dalam kelompok. Jika ini tidak berhasil, mereka bisa membuatnya lebih seimbangdengan cara menurunkan pemasukannyasebagai contoh dengan mengurangi usahanya. Atau mereka bisa meninggalkan kelompok dan mencari kelompok dimana ia mendapatkan pengeluaran yang sesuai dengan pemasukan yang ia berikan. Jadi, banyak kelompok yang telah kehilangan anggota karena mereka tidak menerima penghargaan yang mereka rasa pantas didapat. Persepsi yang berdasarkan status-illegitimacy bisa muncul tidak hanya pada level individual tapi juga pada level kelompok, ketika anggota kelompok mempersepsikan bahwa dalam perbandingannya ke kelompok lain, kelompok mereka telah didiskriminasi. Ini sering disebut fraternal deprivation (Brewer & Miller, 1996; Rubin, Pruitt, & Kim, 1994). Perasaan fraternal deprivation dihubungkan dengan persepsi ketidakadilan social dan hasrat akan perubahan social (Brewer & Miller, 1996). Sebagai contoh, anggota dari gender atau kelompok etnis tertentu akan kesal apabila mereka percaya bahwa mereka dan anggota lain yang mirip dengan mereka secara tidak adil dimasukkan dalam status rendah dalam kelompok. Jadi, anggota subkelompok secara kolektif merasa telah didiskriminasi karena keanggotaan subkelompok mereka. Tindakan kolektif untuk mempertahankan kesesuaian kemudian mengarahkan schisms dalam kelompok yang lebih besar. Social identity theory menggambarkan dinamika kelompok. Inti dari teori ini adalah proses dimana kelompok yang kohesif dibagi ke dalam subkelompok yang bersaing (Turner & Haslim, 2001). Ini bisa terjadi ketika subkelompok subordinat bertindak secara kolektif

untuk meningkatkan status dimana mereka percaya status rendah tidak pantas dan mereka ditolak kesempatan dalam kelompok untuk menaikkan status. Menurut teoris social identity, anggota kelompok yang diperlakukan dengan salah akan melihat diri mereka sebagai anggota kelompok yang didiskriminasi. Ini menjadi identitas social yang penting untuk mereka dan menjadi sumber groupness (kesamaan takdir dan tujuan dapat membentuk kelompok melalui identifikasi social). Identitas subkelompok ini bergerak menuju identifikasi mereka dengan kelompok yang lebih besar (disebut kelompok superordinat) dan diperkuat oleh kepercayaan bahwa tindakan kolektif dalam artian keanggotaan sub kelompok mereka adalah usaha terbaik mereka dalam mengubah sesuatu. Kohesivitas kelompok superordinat sekarang terancam oleh kompetisi antara subkelompok dan identitas yang dibagi. Moral cerita kelompok ini adalah bahwa ketika anggota sub kelompok menaikkan perhatian terhadap ketidaksesuaian, kelompok dan ketuanya harus mengambil perhatian ini membuat usaha untuk memperbaikinya. Status Differences and Enhancing Group Effectiveness Pembahasan efek perbedaan status pada kelompok memuat banyak informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas kelompok. 1. Jika Anda seorang ketua, jangan biarkan anggota status rendah diperlakukan buruk oleh anggota status tinggi. Saling menghormati dan menghargai sangat berkontribusi dalam kelompok. Semua anggota harus diperlakukan dengan baik tanpa peduli perbedaan statusnya. 2. Jangan buat status sebagai sumber yang langka yang arus diperebutkan anggota kelompok. Jika tidak, kompetisi dan political behavior akan mengganggu efektifitas kelompok. 3. Gunakan sistem yang adil untuk memberikan status dan pendukungnya seperti gelar, sumber daya, dan kebebasan. Jika bukan ini masalahnya, kebencian dan ketidakramahan mungkin saja, dan integritas kelompok akan dikompromikan 4. Dalam kelompok yang tiap anggota kelompoknya memiliki pengetahuan yang relevan dan tak seorangpun yang mendominasi ide, itu akan meminimalkan pengaruh perbedaan status dalam keputusan kelompok (Yukl, 1998). Salah satu cara adalah tetap bebas menemui symbol status yang jelas seperti insignia, gelar, dan keuntungan lainnya. Pendekatan lain adalah mengembangkan norma saling menghormati dan menghargai untuk keanggotaannya. tiap ide dan kontribusi sesorang tanpa peduli status secara serius dan

5. Jangan acuhkan anggota yang merasa tidak mendapatkan prestige dan tidak dihargai yang sepatutnya mereka dapatkan. Jika tidak, komitmen mereka pada kelompok bisa saja berkurang dan mereka meninggalkan kelompok tersebut ketika punya kesempatan. Kesadaran akan nilai mereka pada kelompok dan melakukan apa yang bisa kamu lakukan untuk right status wrongs akan mengembalikan integritas dan usaha dan komitemen anggota kelompok.

Power
Power dipengaruhi oleh kemampuan anggota di dalam kelompok agar anggota lain mau melakukan apa yang mereka inginkan dan berfikir sesuai dengan apa yang mereka pikirkan . Anggota kelompok sering berbeda dalam memiliki dan menunjukkan power mereka di dalam kelompok tersebut. Beberapa diantara mereka lebih mampu mengarahkan orang lain dan sebagian lebih nyaman ketika diarahkan oleh orang lain. Power dan status memiliki hubungan erat. Dalam kelompok , anggota yang memiliki status tinggi umumnya memiliki lebih banyak power dalam kelompok dari pada anggota yang statusnya lebih rendah. Social power theory yang berasal dari paper klasik yang ditulis oleh Franch and Raven ( 1959) mengidentifikasikan base dari power. Positition power adalah power yang didasarkan pada posisi normal seseorang dalam kelompok meliputi kekuatan yang sah, penghargaan koersif dan informasi. Posittition power dibagi menjadi empat yaitu legimate power , reward power , coercive power dan information power. Legitimate power memiliki keyakinan berdasarkan hak dan wewenang yang dimiliki individu tersebut. Contohnya orangtua memiliki kewenangan yang sah atas anak anak mereka atau guru terhadap siswa mereka. Dua basis power berasal dari kontrol atas rewards dan punnishment. Ketika orang memiliki power karena memiliki sumber daya yang diinginkan. Ini dikatakan sebagai reward power. Coercive power berdasarkan kemampuan orang lain untuk menghukum dikarenakan orang lain tidak melakukan apa yang dia harapkan atau inginkan. Reward power adalah ketika individu memiliki sumber daya yang diinginkan oleh kelompok. Information power adalah ketika seseorang memiliki power dikarenakan ia memiliki informasi yang dibutuhkan orang lain. Personal power adalah power yang muncul dari karakteristik individu itu sendiri. Personal power dibagi menjadi Expert , Referent , Persuasive , dan Charisma . Persuasive power berasal dari kemampuan seseorang untuk menggunakan argument rasional , fakta dan

ajakan kepada orang lain yang dapat mempengaruhi orang lain. Sementara Referent Power berdasarkan saran dan masukan dari anggota kelompok lain. Expert power ketika seseorang memiliki keahlian dan kemampuan yang dapat mempengaruhi orang lain. Dan charisma kekuatan yang berasal dari pesona yang dimiliki oleh individu tersebut. The Relationship Between Status Power sangat membantu dalam memahami mengapa orang yang memiliki status tinggi dalam kelompok terlihat powerfull dalam kelompok. Peran status yang tinggi sering memberikan kekuasaan yang koersif. Individu yang memiliki power yang tinggi akan mempunyai otoritas. Anggota lain diharapkan mematuhi dan melakukan apa yang diharapkan individu tersebut. Tidak semua individu yang memiliki status tinggi memiliki power yang tinggi juga. Hal ini dikarenakan peran mereka dalam kelompok dipengaruhi oleh peran lain yang lebih berpengaruh. Beberapa anggota kelompok diberikan status yang tinggi dalam sebuah kelompok karena mereka disukai dan dihormati oleh anggota lainnya.Anggota yang memiliki peran rendah dalam kelompok mungkin memiliki power karena pengetahuan dan keahliannya yang terkadang diperlukan oleh kelompok saat keadaan tertentu. Influence Tactics Taktik apa yang paling tepat kita gunakan agar anggota kelompok mau melakukan apa yang kita inginkan ? berikut ini ada sembilan taktik yang dikemukakan oleh Yukl dan Falbe (1993) yaitu: 1. Rational persuasion : seseorang yang menggunakan logika dan fakta dalam

beragumen untuk mempengaruhi anggota kelompok. 2. Inspirational appeals : seseorang menggunakan tujuan atau goal seseorang dengan usul yang demikiannya agar diterima. 3. Consultation : seseorang memohon pentunjuk kepada terget dalam

merencanakan segala sesuatu agar menarik perhatiannya. 4. Ingratiation : seseorang mencoba bersikap baik kepada seseorang, lalu

setelah itu meminta korban melakukan apa yang aia inginkan. 5. Personal appeals : seseoarang menggunakan kesetian atau persaahabatan sebagai

alasan dalam memita sesuatu 6. Exchange mau membantunya. 7. Coalition tactics : seseorang meminta oarang lain yang menjadi teman : seseorang menjanjikan sesuatu yang berharga apabila target

dekat target untuk melakukan apa yang diinginkannya.

8. Pressure

: seseorang menggunakan perintah, ancaman, dan peringatan

untuk mempengaruhi targer. 9. Legitimating tactics : seseorang meminta bantuan target dengan mengatakan bahwa

semua yang dilakukannyan akan sesuai dengan tujuan dan harapan organisasi.

Penggunaan taktik-taktik ini sendiri tergantung pada situasinya. Kita harus melihatkan budaya dari kelompok, norma-norma yang ada di dalamnya, dan hal lainnya. Kita juga harus memperhatikan power bases apa yang kita miliki. Contonya, legitimating tactics dan teferent power membantu kita dalam menggunakan taktik personal appeals. Secara umum, semakin tinggi status kita dalam kelompok, maka akan semakin bervariasi taktik yang dapat kita gunakan dalam mempengaruhi individu.

Taktik ini akan semakin efektif apabila sebelum kita telah memiliki hubungan baik dengan target. Studi mengindikasikan bahwa hubungan kita dengan target sangat berpengaruhi dalam usaha kita mempengaruhii mereka. Jenis-jenis dibagi menjadi: 1. Upward 2. Downward 3. Lateral : usaha kita mempengaruhi orang yang berada di atas kita : usaha kita mempengaruhi oarang yang berada di atas kita : usaha kita mempengaruhi orang yang setara dengan kita

semisal teman sebaya.

Tapi yang harus diingat penggunaan rencana serta intimidasi sangat tidak bijaksana ketiika digunkan dengan orang yang memiliki status lebihh tinggi dari kita, apabila dia memiliki reward dan coercive power atas diri kita. Terakhir, kita harus memiliki untung rugi ketika menggunakan berbagai macam taktik tadi. Pasti akan ada efek sampaing dari setiap tindakan yang berlaku. Contohnya, ketika kita menggunakan ingritation ketika mempengaruhi atasan kita. Orang lain atau teman kita mungkin akan menganggap kita sebagai penjilat dan selajutnya citra kita akan buruk dimata mereka. Pun ketika kita ingin menggunkan pressure untuk mempengaruji org lain, konbinasikanlah dengan rasionalitas dan kekuasaan kita karena itu lebih bail dari pada hanya menggunakn pressure saja. Culture, Gender and Power

Study mengenai taktik kebudayaan, kekuasaan, memiliki pengaruh terbatas dan di fokuskan pada orang orang dalam budaya yang berbeda. Meskipun study ini menunjukkan pengaturandi seluruh dunia menggunakan strategi yang mirip untuk mempengaruhi bawahan (Schmidt & Yeh, 1992 ). Penelitian lain menunjukkan seberapa sering taktik digunakan ( Hirokawa 7 Miyahara, 1986 ; Rao & Hashimoto, 1996; Rao & Schmidt,1995 ). Sebagai contoh beberapa kebudayaan seperti cina sangat mementingkan izin yang lain untuk mempertahankan self- face dan other face di penggunaan kata, untuk menghindari rasa malu dan membuat orang lain merasa buruk. Ini penting untuk menjaga keharmonisan dalam kelompok. Ketika datang gender dan kekuasaan, mungkin di katakana, umumnya, laki laki lebih kuat sebab itu posisi kekuasaan lebih besar kepada mereka, sehingga akses kekuasaan berbasis kepada mereka.contohnya, laki laki lebih suka memiliki penghargaan dan kekuasaan yang lebih besar sebab control sumber daya lebih mungkin di milki oleh laki laki (Eagly, 1987; Johnson, 1976) Diberikan perbedaan gender dalam mengakses kekuasaan, tidak mengherankan gender sesuai dengan pengaruh taktik yang digunakan. Penelitian mensugesti bahwa pria lebih suka menggunakan kekerasan dan strategi lansung dan wanita lebih lembut dan memggunakan strategi yang tidak langsung (Bui, Raven, & Schwarzwald, 1994; Hirokawa, Kodama, & Harper, 1990; Steil 7 Weltmen, 1992), sebab strategi yang keras di lihat sebagai social yang tidak dapat diterima oleh wanita (Buttner & McEnally, 1996; Eagly, 1995; Rudman 7 Glick, 2001; Tepper, Brown & Hunt, 1993). The Implications Of Power For Increasing Group Effectiveness Beberapa sugesti khusus untuk meningkatkan keefektifan kelompok: 1. Meningkatkan kekuasaan dengan menunjukkan pengetahuan dan membuat anggota sadar akan kepercayaan, tapi jujur. Kekuasaanmu akan terkikis denagn yang lain jika kamu tidak menjukkan keahlian yang kamu katakan. Juga, menyadari ketidakmoralan anggota kelompok melebih lebihkan keahliannya untuk meningkatkan

kekuasaanya.terkadang ide bagus anggota kelompok di periksa terlebih dahulu sebelum bertindak dan di rekomendasikan. 2. Kesenangan dapat meningkatkan kekuasaan. Menjadi ramah, hangat. Positif dan tertarik pada yang lain dapat membantu. Mereka yang bekerja dengan baik dan bertindak dengan integritas juga penting untuk proses kekuasaan. Tentunya kamu juga harus melihat ketidakjujuran anggota kelompok melalui kehangatannya untuk

memanipulasi dan menipu yang lain untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih banyak dalam kelompoknya. 3. Menggunaka kekuasaan untuk meningkatkan resistensi, menghindari penggunaan kekuasaan bahakn menghindari pemaksaan. 4. Memperhatikan yang lain dalam merespon arahan anda . 5. Ketika bersosialisasi dengan anggota kelompok yang baru. Harus eksplisit mengenai hubungan komando dan daerah mana untuk diikuti laki laki atau perempuan untuk latihan. 6. ingat bahwa orang-orang dalam posisi status resmi rendah mungkin sebenarnya memiliki kekuatan yang cukup besar karena mereka kunci untuk mendapatkan informasi Anda atau sumber daya yang Anda butuhkan. 7. Norma mengenai taktik yang mempengaruhi berdasarkan kebudayaan, kelompok dan bahkan preferensi pribadi. 8. Atur anggota kelompok yang memiliki kebutuhan tinggi untuk mendominasi kelompok dan yang lain mengenai biaya anggota kelompok.

Daftar Pustaka Burn, Shawn (2004). Groups, Theory and Practic. Thomson Wadsworth: Canada

Komunikasi dalam Grup


Komunikasi adalah transmisi informasi dan pengertian antar anggota grup. Interaksi dan pengaruh sangat diperlukan dalam pembentukan grup yang mana dibentuk dengan adanya komunikasi. Komunikasi juga merupakan struktur dari sebuah sturktur grup (Cartwright & Zander, 1968). Setiap anggota grup harus mampu berkomunikasi untuk menukar informasi, menyelesaikan masalah, dan mengkoordinasikan kemampuan atau keahlian mereka. Kegagalan dalam berkomunikasi akan menimbulkan kesalahpahaman dan konflik, kemampuan dan sumber daya anggota grup tidak maksimal, serta menghabiskan banyak waktu. Untuk pekerjaan yang membutuhkan interaksi dan koordinasi, komunikasi adalah pusat untuk membuat kemampuan kita dikenal oleh anggota grup lainnya, meminta dan

member informasi, mengundang orang lain untuk berbagi ide dan saran, mengarahkan orang lain untuk melakukan sesuatu, dan mengatur sosialisasi antar anggota grup (Orasanu, Fischer, & Davison, 1997). Komunikasi sebagai bagian dari sebuah stuktur grup Bagaimana cara anggota kelompok berinteraksi dengan sesamanya? Kepada siapakah dalam sebuah kelompok kita mencari target komunikasi? Pertanyaan-pertanyaan ini berhubungan dengan struktur komunikasi. Kebanyakan grup telah memiliki jaringan komunikasi sebagai bagian dari struktur komunikasi dalam grup (Cartweight & Zander, 1968). Struktur komunikasi dalam grup ini termasuk juga siapa berbicara dengan siapa. Jaringan Komunikasi Pusat dan Tersebar Bentuk dari komunikasi pusat adalah semua orang melapor atau berkomunikasi dengan satu orang. Anggota yang banyak berbicara menjadi pemimpin dan menjadi target komunikasi (Bales, Strodbeck, Mills & Roseborough, 1951; Brown & Miller, 2000). Sedangkan dalam jaringan komunikasi tersebar, informasi dapat tersebar antar anggota grup, tidak harus kepada satu orang dan porsi informasi kurang lebih sama dan mengetahui informasi tersebut (Foushee, 1984; Tushman, 1979). Jaringan komunikasi pusat lebih efektif digunakan pada pekerjaan yang sederhana karena hanya hanya memerlukan sedikit pengumpulan informasi, sedangkan pada struktur tersebar digunakan karena pekerjaan cukup kompleks dan memerlukan proses informasi yang lebih ekstensif (Brown & Miller, 2000 ; Hirokawa, 1990; Watson & Michaelsen, 1988). chain wheel circle Y

comcon Figur diatas menggambarkan jaringan komunikasi pusat (bentuk y, wheel & chain) dan jaringan komunikasi tersebar ( circle & comcon). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa jaringan pusat (bentuk y, wheel & chain) lebih efektif karena bentuk tersebar menghabiskan banyak waktu dalam hal solusi, kemungkinan kesalahan informasi, dan jumlah komunikasi (Leavitt, 1951). Kemudian penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa bentuk

terpusat itu memang paling efektif hanya apabila anggota grup sedikit, sederhana, dan berupa rutinitas pekerjaan. Untuk pekerjaan yang kompleks, terutama yang kurang jelas dan tidak tentu pekerjaannya, diperlukan tidak hanya informasi, tetapi juga analisis, jaringan komunikasi tersebar sangat cocok digunakan. Ketika kelompok besar menggunakan jaringan komunikasi pusat, moral anggota grup akan menurun dan menciptkan produktifitas negatif (Bavelas, 1950). Selain itu, manusia lebih suka terlibat dalam jaringan komunikasi, orang yang mengalami communication loop itu sangat tidak nyaman.

Grapeviness dan Gosip Grapeviness adalah sebutan yang digunakan untuk sebuah alur yang dilewati oleh gosip, rumor dan informasi tak resmi yang mengelilingi sebuah grup. Grapevine dengan bahasa Indonesia sering disebut selentingan gosip atau sekedar kabar angin. Terkadang, lewat grapevine saja, orang bisa mengetahui informasi resmi tanpa harus melewati jalur resminya sebuah informasi dapat tersampaikan dalam sebuah grup. Gosip dan rumor juga sampai pada para anggota grup via grapevine. Gosip didefinisikan sebagai kabar yang didengar-dengar baik itu positif atau negatif. Yang membedakan gosip dan rumor adalah rumor itu selalu tak berdasar sedangkan gosip itu mungkin didsarkan fakta ataupun tidak. Menurut research, apa yang dibincangkan laki-laki itu bisa dikatakan gosip sedangkan wanita lebih ke arah rumor dan gosip. Bila beberapa lakilaki dan perempuan duduk dan membincangkan beberapa hal di dua kumpulan yang bereda, maka perempuan lebih cenderung dikatakan sedang bergosip. Gosip bisa berdampak baik atau buruk dalam sebuah ikatan sosial. Beberapa orang akan merasa lebih dekat ketika ia merasa bisa berbagi gosip dengan yang lain. Bisa juga menyebabkan kerusakan hubungan jika salah satu anggota kelompok sosial saling menjatuhkan atau membicarakan keburukan, sehingga yang paling buruk akan menyebabkan konflik dan keluarnya salah seorang anggota kelompok sosial. Gosip dapat digunakan untuk social comparison ( perbandingan sosial ) dari sebuah grup dengan grup lain. Kita bisa belajar dari teman seanggota atau bahkan dari grup lain mengenai hal-hal yang diterima atau tidak diterima di dalam sebuah grup atau lingkup sosial. Dari gosip juga kita bisa mengurang kejenuhan dan kebosanan, bisa menambah pengetahuan akan pengalaman orang lain dan terkadang lewat gosip banyak kesulitan bisa di share

bersama. Sehingga sebenarnya, gosip itu tidak buruk juga untuk kekuatan sebuah grup dan memperjelas batasan-batasan sebuah grup. Struktur komunikasi dan peningkatan efektivitas grup. Beberapa cara untuk meningkatkan fungsi grup : 1. Tinjau ulang bagaimana struktur komunikasi grup. Kalau memang lebih baik secara centralized maka gunakanlah centralized, bila decentralized maka gunakanlah decentralized. Namun ubahlah bila ada salah satu yang lebih baik 2. Aturlah agar gosip dan rumor tidak membahayakan keadaan grup 3. Membudayakan kelompok yang koperatif sehingga gosip tidak akan mengganggu reputasi mereka. 4. Pemimpin grup harus memperhatikan gosip apa dan sudah sebesar apa gosip yang sudah masuk ke dalam grupnya. Jika hanya rumor, maka harus segera dicari sumbernya. 5. Anggota kelompok berhak untuk bersikap netral bahkan asertif untuk menolak mendengar sebuah gossip 6. Mengecek informasi sebelum disebar ke anggota kelompok yang lain.

Verbal and Nonverbal Communication


Komunikasi itu ideal nya ada pesan yang disampaikan dan ada pesan yang diterima. Namun dalam menerima atau menyampaikan pesan ini, terkadang kurang akurat karena banyak hal seperti tidak adanya kesepakatan simbol dan bahasa, nada, gestur dan postur atau bahkan tidak mendengar pesan dengan baik. Komunikasi verbal adalah cara berkomuniaksi dengan kata-kata. Sedangkan komunikasi nonverbal adalah komunikasi dengan bahasa tubuh seperti gesture, postur, sentuhan, kedekatan pribadi, paralanguage dan ekspresi wajah. Biasanya semakin baik kedekatan kita dengan seseorang maka intensitas melakukan eye contact dan sebtuhan akan lebih tinggi. Komunikasi nonverbal juga bisa digunakan untuk meberitahukan hal-hal yang sensitif atau bahkan memalukan. Sedangkan paralanguage adalah bentuk komunikasi bukan kata tapi meliput nada suara, kualitas dan kecepatan seperti mengeluh mck atau tssk atau mungkin oh jika kita mengerti sesuatu. Pada komunikasi non verbal, nudaya sangat mempengaruhi pesan yanhg disampaikan. Karena gerakan dan ekspresi satu budaya dan budaya lain belum tentu sama. Sehingga

memang harus ada seperti persetujuan atau agrrement ketika kita melakukan sebuah nonverbal communication agar pesan yang dikirim sama denga pesan yang diterima. Komunikasi nonverbal pada kelompok akan menarik ketika kamu mampu meskipun hanya satu orang yang berbicara, orang-orang yang lainnya juga mampu berkomunikasi secara nonverbal pada saat yang sama. Mereka membuka mata dengan lebar dan dan menaikkan alis mata mereka ketika terkejut. Mereka mungkin mengerutkan alis ketika bingung, menjulurkan lidah ketika merasa jijik, atau menggelengkan kepala yang menunjukkan ketidaksetujuan. Mereka mungkin tersenyum pada ide yang bagus atau menganggukkan kepala menunjukkan bahwa mereka setuju. Semua hal tersebut merupakan komunikasi nonverbal yang dapat terjadi di suatu grup, dengan alasan ini kita dapat mengetahui apakah kamu seseorang pembicara atau pendengar. Congruent Communication Ketika pesan verbal dan nonverbal sesuai dan mampu untuk dikomunikasikan pesan yang sama, kita sebut itu sebagai pesan yang congruent (sejalan). Pesan Congruent akan lebih mudah dipahami karena informasinya konsisten, kita tidka perlu untuk mencari tahu pesan mana yang sesuai. Adapun konten verbal yang menyatakan sesuatu hal, kita menerima pesan yang berbeda dari bahsa nonverbal, hal ini disebut dengan pesan yang incongruent (tidak sejalan). Sebagai contoh ketika seseorang mengatakan Its okay, namun bahasa non verbal mereka menunjukkan mata yang menangis, gemetaran, yang memberikan kita pesan bahwa Its not okay. Komunikasi incongruent biasanya membingungkan, karena kita tidak yakin pesan mana yang harus didengar atau kita harus menerka-nerka. Apakah pesan yang berlawanan merupakan komunikasi? Atau ini hanya interpretasi yang merupakan proyeksi dari keinginan dalam diri atau ketidakamanan? Ketika kita bingung mengenai suatu pesan, tanyalah untuk klarifikasi. Sebagai contoh, kamu bisa katakan, Saya tahu kamu mengatakan X, tetapi terkadang saya menangkap bahwa kamu merasakan Y. Biasanya statement tertentu dapat memberikan diskusi yang berarti. Kamu bisa lari melewati anggota kelompok yang biasanya memberikan pesan campur, pesan yang mungkin didapat di beberapa cara yang berbeda. Sebagai contoh, seseorang dapat mengatakan sesuatu mengenai penampilan kamu di dalam suatu grup yang membuat kamu merasa sakit hati tetapi disisi lain hal tersebut merupakan candaan dari teman yang kita tidak tahu bagaimana cara mengahadapinya. Meskipun beberapa orang mendapatkan pesan yang campur untuk menyakiti oranglain dan menghindari tamggungjawab mengenai hal tersebut, biasanya orang-orang yang melakukan ini adalah orang-orang yang takut menghadapi konflik sehingga mengkomunikasikan rasa ketidakpuasaan atau ketidaksetujuan mereka dengan cara tersebut. Begitu juga di beberapa

grup dan budaya, hal ini merupakan sesuatu yang normatif untuk memberikan feedback secara tidak langsung. Sayangnya, beberapa orang akan secara sadar maupun tidak sadar menolak pesan yang mereka tidak sukai, menempatkan beban pada kamu untuk mengirimkan pesan secara langsung. Beberapa lainnya tidak mendengar pesan tersebut karena tidak memiliki kemampuan untuk memahami, perbedaan budaya atau karena kurang kemampuan untuk mengartikannya Guidelines for Effective Verbal and Nonverbal Communication Kamu baru saja mempelajari multipel level dari komunikasi. Berikut adalah beberapa arahan dalam menggunakan informasi ini untuk mengirim pesan apa yang mau kamu berikan, dan menerima pesan yang orang lain berikan. 1. Cobalah untuk mengkomunikasikan pesan yang congruent (pesan yang secara verbal, nonverbal, paralanguage sesuai - tidak berlawanan). 2. Tanya untuk klarifikasi jika kamu merasa menerima pesan yang campur. 3. Pertimbangkan pendengarmu, dan sesuaikan pesan kamu untuk meningkatkan kesenangan yang akan mereka terima ketika menerima pesan dari kamu. 4. Sensitif terhadap kenyamanan oranglain dengan membaca tanda-tanda bahasa nonverbal. Sentuh dan kurangi jarak yang dapat menimbulkan perasaan di dominasi, terintimidasi, merasa tidak dihargai, bahkan pelecehan seksual. 5. Sadarilah bahwa meskipun kamu tidak berbicara, kamu berkomunikasi secara nonverbal. Bekerja untuk mengirimkan pesan yang mau kamu kirim.

Group Communication Climate


Merupakan konteks dimana komunikasi kelompok terjadi. Konteks ini memberikan rasa bagaimana kelompok dapat bekerjasama. Grup yang mana yang kamu inginkan untuk menjadi anggota disana- Kelompok A, dimana komunikasi kebanyakan dilakukan dengan cara saling mendukung dalam bekerja, atau kelompok B, dimana anggotanya memiliki pertahanan dan bersikap kompetitif terhadap anggota lainnya? Dalam kelompok A, komunikasi terjadi dalam konteks kooperasi dan penyelesaian masalah bersama. Kelompok B, komunikasi yang terjadi dalam konteks kompetisi. Supportive (Cooperative) and Defensive (Competitive) Communication Climates Apakah anggota kelompok saling mempercayai satu dengan yang lainnya dan menganggap hubungan mereka merupakan hubungan yang kooperatif dimana mereka dapat bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan masalah dan meraih tujuan mereka? Dalam keadaan yang kooperatif atau keadaan saling mendukung (cooperative or supportive

climates), setiap anggota kelompok merasa bebas dalam berkomunikasi secara jujur dan komunikai secara langsung terjadi dalam pekerjaan kelompok. Atau adakah kompetitif atau keadaan pertahanan (competitive or defensive climate) yang dimana anggota kelompok merasa saling tidak percaya satu dengan yang lainnya, melihat anggota lain sebagai lawan? Dalam keadaan ini, anggota merasa menjaga atau melakukan komunikasi pertahanan untuk melindungi diri mereka sendiri atau untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Keadaan saling mendukung akan merujuk pada kooperasi, dan keadaan pertahanan akan merujuk pada kompetisi. Pada keadaan pertahanan, komunikasi anggota diorientasikan pada mempertahankan diri mereka untuk melawan pendapat yang negatif mengenai diri mereka, mencoba melawan anggota untuk mengontrol kelompok, mencoba mencari perhatian, mencoba untuk dihargai oleh orang lain, dan mencoba mendapatkan tempat di hati mereka. Ketika anggota kelompok melakukan pertahanan, ikatan kepercayaan dalam suatu kelompok akan rusak. Dalam keadaan saling mendukung, komunikasi yang terjadi di dalam suatu kelompok mengarah pada prestasi dan kesejahteraan pada kelompok. Anggota kelompok merasa aman dalam berbagi ide dan dapat mengatakan sesuatu yang mengindikasikan bahwa mereka peduli terhadap kelompok, tugas, dan anggota kelompok lainnya. Feedback bersifat membangun, dan keadaan saling menghargai serta fleksibel dalam pemecahan masalah. Komunikasi yang kooperatif memiliki beberapa manfaat. Komunikasi yang bersifat kooperatif dalam suatu kelompok akan mengarah pada peningkatan ikatan dan produktivitas yang tinggi. Ketika kooperasi tinggi, orang akan bekerja dengan lebih kuat dan lebih lama dalam mengerjakan tugas-tugas. Perilaku kooperatif akan mengarah pada kelompok sosial yang lebih baik, meningkatkan usaha anggota dalam koordinasi. Anggota kelompok akan merasa puas dalam suatu kelompok ketika mendapatkan dukungan dan melakukan komunikasi yang kooperatif. Penting untuk mengetahui apa yang orang lakukan dalam suatu kelompok, apakah mengarah pada keadaan yang saling mendukung atau komunikais pertahanan. Artikel yang dikemukakan oleh Gibb (1961), mengidentifikasikan enam kategori dari perilaku anggota kelompok yang mempengaruhi keadaan saling mendukung atau melakukan pertahanan: 1. Evaluasi vs deskripsi. Daam kelompok yang melakukan pertahanan, anggota merespon ide-ide yang tidak mereka sukai dengan reaksi pernyataan yang negatif yang membuat orang yang memberi ide merasa di kritik. Respon evaluasi akan mengurangi rasa saling percaya dan kedekatan. Sebagai contoh, setelah satu anggota memberikan sugesti, yang lainnya dapat berkata Itu tidak mungkin, hal itu tidak akan

berjalan dengan baik. Respon evaluatif dapat terjadi secara nonverbal seperti memutarkan bola mata atau menggelengkan kepala. Tergantung pada orangnya, respon evalutif dapat mengarahkan anggota untuk mundur dari suatu kelompok meskipun sebenarnya mereka tidak menginginkan hal tersebut. Dalam kelompok yang saling mendukung, ide yang buruk mungkin untuk ditolak, tetapi hal in akan menghilang dengan sendirinya, tanpa memberikan sugesti bahwa orang tersebut memberikan ide yang sangat buruk. Orang yang menerima ide tersebut akan mersepon dengan menjelaskan apa yang ia fikirkan, rasakan, dan lihat. Seperti contoh, Saya suka ide kamu, hanya saja saya tidak tahu apakah hal tersebut dapat dilakukan sekarang. Contoh tadi merupakan cara untuk menolak ide yang diberikan namun juga memberikan dukungan pada orang yang memberi ide tersebut. 2. Kontrol vs orientasi masalah. Keadaan pertahanan biasanya terjadi ketika satu atau lebih
anggota mencoba untuk memanipulasi atau mengontrol kelompok untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Orientasi kontrol dapat terlihat dari angka perbedaan perilaku anggota kelompok. Sebagai contoh, anggota kelompok mungkin mencoba merendah, dan anggota kelompok juga bisa mencoba untuk mendominasi diskusi kelompok. Beberapa angota kelompok mengintimidasi anggota lainnya dengan berteriak atau melakuakn kekerasan fisik. Banyak anggota yang akan melawan orang-orang yang mencoba mengontrol kelompok, mengambil waktu yag berharga dari kelompok. Beberapa anggota akan mundur dari kelompok. Dalam kelompok yang saling mendukung, tidak ada anggota yang berusaha untuk mempertahankan keinginannya sendiri, sehingga kelompok dapat menyelesaikan masalah bersama.

3. Strategi vs spontanitas. Keadaan pertahanan biasanya terjadi ketika anggota percaya bahwa anggota lainnya memanipulasi kelompok untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Jika beberapa anggota kelompok merasa tertipu, maka anggota lainnya akan berperilaku untuk mendapatkan keuntungan personal dan hal ini akan tidak baik untuk kelompk, biasanya akan terjadi pertahanan dan perlawanan. Sebaliknya, keadaan saling mendukung, anggota akan berperilaku jujur, tidak menipu, dan tidak egois. 4. Netral vs empati. Jika beberapa anggota terlihat tidak peduli akan kelompoknya, tugas-tugas dan anggota lainnya, pola pertahanan akan muncul. Sebagai contoh, anggota yang secara nyata tidak memberikan perhatian pada saat meeting kelompok, berada di sudut ruang meeting, atau yang secara tidak respon mengganggu kelompok. Ketika anggota berbeda pendapat dengan angota lainnya, hal tersebut merupaka pertanda bahwa ia melepaskan diri dari kelompok. Dalam keadaan saling mendukung,

anggota mengikuti kegiatan tidak hanya secara fisik, namun secara interpersonal juga. Anggota peduli dengan anggota lainnya dan dapat menerima pendapat serta memberikan pendapat 5. Superioritas dan equal. Ketika bebrapa anggota berperilaku superior, maka hal ini akan mengarah pada pertahanan yang membuat anggota lainnya menarik diri, atau mencoba mempertahankan kehormatan mereka. Pada keadaan saling mendukung, anggota merasa bernilai dan dihargai serta percaya bahwa mereka tidak akan dibuat rendah diri oleh anggota lainnya. 6. Kepastian vs profesionalisme. Pertahanan biasanya terjadi ketika beberapa anggota tidak terbuka mengenai ide-ide dari orang lain dan bertingkah bahwa mereka sudah mengetahui semua jawabannya. Tipe ini sangat keras kepala dan menjengkelkan. Respon Mengesahkan dan Tidak Mengesahkan Dalam situasi komunikasi yang baik, respon anggota terhadap proses pernyataan ide adalah melalui mengesahkan/ menegaskan serta mendukung ide-ide tersebut. Sayangnya pada banyak grup anggota merasa tidak diihargai atau ditolak oleh respon dari anggota lain, yang menyebabkan mereka menarik diri dari anggota grup. Respon confirming adalah respon mendukung terhadap ide yang dikeluarkan. Observasi mengenai grup efektif dan yang tidak efektif menyarankan agar komunikasi harus memiliki lebih banyak respon confirming, seperti berikut ini: 1. Pengakuan secara langsung Pengakuan seperti Hal itu sangat bagus untuk kita pertimbangkan menjelaskan bahwa pesan dari anggota didengarkan/ dihargai. 2. Menambah informasi yang diberikan orang lain Menambahkan ide Donna yang saya rasa benar, merupakan salah satu bentuk penguatan terhadap ide anggota. 3. Respon mendukung Respon seperti Saya dapat mengerti hal ini sangat penting untuk Anda dapat menunjukkan pengertian dan perhatian. 4. Menjelaskan suatu respon Respon Kami ingin tahu lebih banyak mengenai hal tersebut menunjukkan bahwa pendengar ingin tahu lebih banyak apa yang sedang pembicara ingin sampaikan.

5. Ekspresi perasaan positif

Respon seperti Saya menyukai ide Anda. Kelima poin di atas membuat pembicara merasa dihargai. Di sisi lain, dalam grup yang tidak efektif, komunikasi lebih banyak menggunakan respon disconfirming. Respon disconfirming adalah respon tidak mendukung yang membuat anggota merasa ditolak atau tidak dihargai seperti: 1. Respon kebal/ impervious response Muncul keika tidak ada respon balik dari pendengar mengenai apa yang dikatakan anggota. Diabaikan membuat anggota merasa kecil dan ditolak. 2. Respon menggangu/ interrupting response Ketika anggota lain memotong/ menyela pembicara yang sedang menyampaikan ide membuat orang yang dipotong merasa dihilangkan dan frustasi. 3. Respon tidak berhubungan/ irrelevant response Terjadi ketika seorang anggota menyampaikan ide dan direspon anggota kedua dengan mengubah subjek pembicaraan yang tidak berhubungan. 4. Respon tidak berkelanjutan/ tangential response Terjadi ketika pendengar membuat kesimpulan mengenai ide yang dikemukakan dan tiba-tiba dilanjutkan kea rah lain seperti Benar, tetapi. Semua respon tidak mengesahkan di atas membuat anggota merasa tidak dihargai dan tidak penting. Oleh karenanya, keempat poin di atas mengganggu keefektifan organisasi dan grup. Saran untuk Mengembangkan Iklim Komunikasi Mendukung Respon anggota terhadap ide anggota lain memainkan peran yang sangat penting dalam menciptakan iklim grup yang koperatif atau kompetitif. Berikut adalah beberapa cara untuk meningkatkan perilaku grup Anda: 1. Hindari respon menghakimi. Ekspresikan ketidaksetujuan tanpa menunjukkan orang lain tidak berpendidikan. Jangan pernah menggunakan kata bodoh dalam merespon. 2. Jangan memaksakan ide Anda adalah ide terbaik. 3. Jangan mencoba memanipulasi grup agar setuju dengan Anda. Berperilakulah jujur dan terbuka dalam grup. 4. Berpartisipasi dalam grup. 5. Mengesahkan ide orang lain dengan cara menambahkan ide mereka, menanyakan penjelasan lebih lanjut dan menyatakan dukungan. 6. Hindari respon tidak mengesahkan seperti mengubah subjek pembicaraan.

7. Jangan menyela orang lain. Jika Anda terlanjur menyela, katakan Maaf, s aya menyela Anda. Mohon lanjutkan apa yang sedang Anda sampaikan. 8. Jika respon Anda menolak respon dari anggota grup lain, analisa respon Anda untuk mengetahui mengapa Anda merespon menolak. Berdiskusilah dengan anggota yang membuat Anda menolak ide tersebut dan jelaskan mengapa Anda berespon demikian. 9. Jika Anda adalah ketua grup dan melihat grup Anda lebih banyak menyatakan respon menolak daripada menerima, pertimbangkan untuk mendidik grup mengenai komunikasi yang mendukung. Pimpin diskusi dan bantu anggota untuk setuju dengan norma berkomunikasi mendukung. Komunikasi Tegas Anda mungkin tidak selalu setuju dengan orang lain. Terkadang apa yang orang lain lakukan membuat Anda merasa tidak nyaman. Bagaimana Anda menangani situasis ini mempengaruhi hubungan Anda dengan anggota lain dan komitmen Anda terhadap grup. Perilaku tidak tegas (pasif), Agresif dan Tegas Banyak orang berperilaku tidak tegas dan pasif ketika orang lain memohon kepadanya. Orang yang tidak tergas takut terhadap emosi dan kemarahan orang lain atau percaya bahwa orang yang baik harus tunduk dan tidak mengeluh. Orang yang tidak tegas menyangkal dirinya sendiri, mengizinkan orang lain untuk menentukan sesuatu bagi dirinya, merasa malu, cemas, dan tidak dapat mencapai tujuannya. Mereka tidak menyatakan sesuatu sendiri dan tidak menolak permintaan tidak logis dari orang lain. Orang yang tidak tegas menolak untuk berpartisipasi dalam grup secara keseluruhan. Dengan tidak mengizinkan orang lain untuk mengetahui apa yang mereka pikirkan dan rasakan, anggota tidak tegas tidak membiarkan kita untuk mengerti dia secara keseluruhan dan hal ini pula yang membuat orang tidak tegas sulit untuk berpartisipasi penuh dalam grup. Merupakan hal yang umum bila orang yang tidak tegas bereaksi berlebihan pada dorongan dalam dirinya ketika ia tidak dapat menahannya lagi. Ketika merasa tidak senang dengan anggota lain, seseorang dapat bertindak secara agresif atau tegas. Orang yang agresif memaksakan apa yang mereka pikirkan dan memungkinkan untuk berteriak dan membully orang lain. Orang yang agresif mencegah orang lain untuk berpartisipasi secara seimbang dengannya dan berusaha membela diri serta menyukai iklim kompetitif dalam grup. Mereka mungkin dapat

mendapatkan apa yang mereka inginkan namun perilaku mereka menyakiti orang lain dan mengganggu kelanggengan grup. Perilaku tegas meningkatkan kesamaan hak dalam hubungan manusia, memberi kesempatan kepada kita untuk berperilaku yang menurut kita paling baik, dapat membuat kita mandiri berpendapat sendiri tanpa merasa cemas,

mengekspresikan perasaan jujur, dan untuk melatih mengutarakan hak personal tanpa melaggar hak orang lain. Perilaku tegas biasanya menyebabkan perubahan pada perilaku verbal maupun non-verbal. Seseorang tidak boleh terlalu kuat atau terlalu lembut dalam menyampaikan pesannya. Dan juga pesan tegas disampaikan secara lancar dan mengalir tanpa adanya keragu-raguan. Gender and Assertiveness Pada tahun 1970, peran wanita pada saat itu adalah berfokus pada peran relational, yang mendorong untuk berpusat pada yang lainnya dan beberapa bersikap patuh, terutama pada pria. Sebaliknya, peran pria pada waktu itu menekankan pada kompetisi atau daya saing, lebih sesuai dengan respon yang asertif dan agresif. Pada umumnya, orang yang berstatus sosial tinggi lebih asertif dibandingkan dengan orang yang berstatus sosial rendah. Dan pria relative berstatus sosial tinggi dibandingkan wanita dalam bermasyarakat juga berkontribusi besar dalam sikap asertif dan agresif. Studi terbaru di Amerika Serikat menemukan perbedaan jenis kelamin dalam ketegasan (Twenge, 2001). Kelompok atau anggota kelompok dengan pemikiran tradisional tentang gender mungkin akan melabel wanita yang asertif sebagai agresif dan pria yang asertif sebagai pria yang pasif. Culture and Assertiveness Budaya mempengaruhi ketegasan dalam beberapa cara. Seperti disebutkan sebelumnya, budaya mungkin memiliki pandangan berbeda tentang perilaku pasif, tegas dan agresif tergantung pada apakah anda perempuan atau laki-laki. Selain itu, budaya bervariasi dalam jarak kekuasaan, jumlah hormat dan hormat yang kurang kuat (bawahan) para anggota diharapkan dapat memperkuat. Dalam budaya jarak kekuasaan yang tinggi, dianggap pantas untuk menyatakan diri ketika berinteraksi dengan orang yang lebih tua dan mereka yang berwenang. Hal ini juga penting untuk mempertimbangkan bahwa perilaku asertif efektif mungkin berbeda tergantung pada budaya, terutama karena manusia cenderung menemukan diri bekerja dalam kelompok dengan anggota yang berbeda-beda. Dalam beberapa konteks budaya, secara ketegasan yang afektif mungkin diperlukan lebih langsung, bahasa halus dari dalam budaya lain. Contoh, dibandingkan dengan kelompok

lain, Asia Amerika dan Amerika Latin seringkali lebih sederhana dan lebih menghormati orang lain ketika menyatakan diri juga apa yang tegas dalam satu konteks budaya dapat dianggap sebagai agresif di negara lain. Sebagai contoh, Cheek (1976) mencatat bahwa bahasa Afrika Amerika diucapkan dengan semangat dan energi, dengan volume yang relatif tinggi, dan dapat dianggap sebagai luar agresif dari lingkungan budaya. Karena budaya mempengaruhi komunikasi pasif, agresif, atau tegas, Cheek (1976) merekomendasikan kita untuk terlibat dalam message matching. Maksud dari message matching adalah gagasan bahwa pengirim pesan harus menyesuaikan pesan mereka ke target sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Juga harus dicatat bahwa message matching berlaku pada tingkat individu dan budaya. Banyak orang menolak pendekatan secara lebih fleksibel, lebih memilih untuk melihat praktek-praktek budaya mereka sendiri sebagai yang benar dan menuntut orang lain mengikuti garis budaya mereka. Communicating and Resolving Differences Terkadang kita perlu berbicara dengan seorang anggota kelompok tentang masalah yang sulit yang mengancam hubungan, mengganggu kerja kelompok, atau mempersulit untuk bekerja sama. Mengekspresikan pandangan tentang konflik dan pada saat yang sama menunjukkan keterbukaan tulus kepada orang lain untuk melakukan hal yang sama merupakan cara terbaik. Ini adalah pusat dari Constructive confontations. Constructive confontations melibatkan klarifikasi dan mengeksplorasi isu-isu, kebutuhan peserta, dan perasaan mereka (Johnson & Johnson, 2000). Konfrontasi bekerja dengan baik bila kita tenang dan berpikir matang tentang bagaimana mempresentasikan konflik. Menentukan konflik dengan cara sederhana dan spesifik. Jangan membawa segala sesuatu yang pernah mengganggu tentang seseorang atau hubungan. Dalam konfrontasi hubungan intim, sangatlah penting untuk tetap tenang. Lerner (1989) mengatakan bahwa untuk mendapatkan kebenaran emosional sebenarnya mungkin memerlukan tindakan yang tidak terlalu emosional. Ketika menyampaikan pengertian tentang suatu hal, berusahalah juga mendengar orang lain. Harriet Lerner (1989) mengatakan suatu tantangan besar mendapat suatu keadaan yang kita harapkan untuk mengerti orang lain. Sama halnya dengan harapan kita dimengerti orang lain, butuh pemikiran yang luas dan kerelaan untuk memahami orang lain. Mungkin membutuhkan waktu tapi itulah poin yang tepat untuk suatu konflik.

Meminimalkan kemungkinan defensif dengan tidak menyerang self-concept seseorang. Artinya berpikir tentang orang seperti apa yang mereka suka melihat sebagai dirinya dan meyakinkan kalau kita tidak menyerangnya. Mengatakan hal yang memang sanggup untuk mereka hadapi jika mungkin. bahkan jika kita berpikir kalau mereka seharusnya malu atau merasa bersalah, ingatlah jika kita akan malu atau bersalah seperti mereka, sikap defensif akan mungkin saja berakibat mencegah dialog yang membangun. Seorang psikolog sering mengatakan kepada kita untuk menggunakan pernyataan dalam setiap situasi misalnya dengan membuat pernyataan saya rasa/pikir/dengar. Kita tidak boleh menggunakan kata Anda yang menunjukkan kesalahan seseorang secara terang-terangan. Jika orang tersebut bertindak menyerang, dengan lembut yakinkan dirinya bahwa anda tidak bermaksud seperti itu. Jika mereka menyerang Anda , janganlah membalasnya dengan marah. Tetapi bersikaplah tenang dan buat dirinya merasa nyaman dengan anda. Komunikasi yang tegas Seseorang tidak akan selalu setuju dengan anggota kelompok lain.kadang-kadang mereka melakukan sesuatu yang membuat perasaan yang tidak nyaman. Kadang-kadang kita mungkin merasa tidak dihargai dengan tindakan anggota kelompok yg lain. Dan kita mungkin menemukan diri kita sendiri pada situasi dimana kelompok mengerjakan perilaku yang diri kita sendiri tidak menyetujuinya atau sungguh-sungguh tidak ingin berpartisipasi di dalamnya. Bagaimana kita dapat menangani situasi yang mempengaruhi hubungan dengan anggota lainnya dan komitmen dengan kelompok. Seorang psikolog sering mengatakan kepada kita untuk menggunakan pernyataan dalam setiap situasi misalnya dengan membuat pernyataan saya rasa/pikir/dengar. Kita harus menghilangkan penggunaan Anda yang memperlihatkan kesalahan seseorang secara terang-terangan tanpa ada yg tertutupi. Jika orang tersebut bertindak seperti ingin menyerang, dengan lembut yakinkan padanya, Anda tidak bermaksud seperti itu. Jika mereka ingin menyerang Anda,jangan membalasnya dengan marah. katakan sesuatu seperti saya tidak melihat kamu sedang sedih, dan dapat dimengerti, tapi jika kita tetap fokus, saya rasa kita pasti bisa mengatasinya. dan jika kita mengerti orang bersangkutan dengan baik, cobalah untuk mengantisipasinya dan meresponnya dengan kata kata yang lembut. Apa yang akan kamu lakukan ketika anggota kelompok kamu mengahadapkanmu dengan perilaku kamu ?ketika seseorang mendekatkan kepada suatu masalah dimana org tersebut menyuruh kamu untuk melakukannya. Lakukanlah yang terbaik dengan menggunakan 4 metode R (Donohue&kolt,1992) :

1) Menerima komentar yg lain tanpa gangguan atau defensif. Mendengarkan emosi sebelum solusi dapat didiskusikan ,emosi butuh ditayangkan, 2) Mengulang komentar untuk mencerminkan emosi, dan didalam proses mengesahkan orang-orang yang mempunyai pengalaman emosional 3) Meminta informasi lebih lanjut tentang masalahnya. 4) Meninjau pilihan dan memutuskan pendekatan yang terbaik. Komunikasi dalam kelompok yang beragam Konvensi komunikasi sangat bergantung pada usia,kultur,dan terkadang jenis kelamin.dan pada umumnya kita akan merasa kurang nyaman saat kita berada dengan orang yg kita rasa berbeda dengan kita.disini berarti bahwa keanggotaan kelompok yang bervariasi akan menimbulkan beberapa tantangan yang berbeda untuk komunikasi kelompok. Pengaruh keragaman pada komunikasi kelompok. Beberapa penelitian menunjukkan keragaman yang mengurangi frekuensi dan kuantitas komunikasi antara anggota kelompok (smith dkk, 1994; Wagner,, Pfeffer, & O'Reilly, 1984). homogenitas pada sifat demografis (kesamaan anggota) mengarah ke bahasa bersama tentang kelompok (weirsema & bantel, 1992) kita lebih termotivasi untuk berkomunikasi dengan individu yang sama karena pahala kemudahan dan validasi konsensual. kita dapat menghindari komunikasi dengan orang lain yang berbeda dengan kita karena kita butuh upaya yang diperlukan karena ketidaknyamanan kita dengan mereka. ini mempengaruhi kohesi kelompok karena peningkatan tingkat interaksi sosial yang berhubungan dengan bentuk perasaan positif antar anggota, dimana dapat mengarahkan afek individu menuju ke kelompok secara keseluruhan (Tolbert, graham, & andres, 1999).perbedaan anggota kelompok juga membuat kemungkinan miskomunikasi lebih mungkin terjadi dan dengan cara ini dapat menyebabkan sulitnya koordinasi bahkan akan timbul konflik.seperti yang telah dipelajari sebelumnya, miskomunikasi terjadi ketika penerima mendapatkan pesan yang berbeda dari apa yang pengirim maksudkan. perbedaan budaya juga mempengaruhi sumber miskomunikasi,seperti pengalaman yang berbeda dari pengirim dan penerima,makna dan interpretasi dari kata-kata tertentu, dan enkoding dan dekoding pesan (tung, 1997). bahkan ketika kita berkomunikasi dalam bahasa yang sama, miskomunikasi mungkin timbul dari aksen yg tidak familiar atau penggunaan logat umum untuk satu budaya tetapi tidak untuk lainnya. kesalahan komunikasi juga mungkin timbul dari perbedaan budaya dalam gaya komunikasi yg diterima. kita juga mungkin tidak memahami kata halus dan sindiran yg bergabung dengan budaya lain.

Idealnya,kita ingin memberikan makna yg sama untuk prilaku orang lain yg mereka harap untuk diterima.inilah yang disebut dengan atribusi isomorfis (triandis,1994).perbedaan kultural dalam komunikasi,namun, menimbulkan terjadinya lebih besar dari non isomorfis dalam komunikasi, yang di mana pesan yang dimaksud adalah bukan salah satu yang diterima. Kesalahpahaman dan ketidaknyamanan dapat dengan mudah timbul sebagai akibat perbedaan bahasa, perbedaan budaya dalam kesesuaian kontak mata, sejauh mana gerakan yang digunakan dan apa yang ingin dikomunikasikan, seberapa dekat orang berdiri ke yg lain, dan seberapa banyak sentuhan yg diterima. albert (1996) meninjau penelitian tentang perbedaan-perbedaan tersebut antara latin dan amerika utara amures budaya. misalnya, ketika mahasiswa menurunkan matanya ketika berbicara dengan guru, utara american menafsirkan ini american tidak menghormati dan latin dipandang sebagai menunjukkan perasaan hormat. komunikasi melalui gerak tubuh lebih sering terjadi pada amerika latin dari dalam budaya amerika utara dan latin amerika umumnya berdiri dan duduk lebih dekat dengan orang lain thsn kebiasaan di america utara. jumlah sentuhan juga jauh lebih besar di antara latin amerika, tetapi sangat tergantung pada hubungan dan konteks. gerak tubuh juga berbeda. di brazil, mantan presiden amerika serikat nixon menciptakan cukup gempar ketika ia menggunakan isyarat amerika yang berarti "oke" (ibu jari dan jari telunjuk dalam lingkaran) yang digunakan oleh beberapa orang di brazil untuk membuat proposisi seksual (triandis, 1994) Terkadang kita menyadari bahwa pesan kita tidak dimengerti atau apa yang kita tidak mengerti pada pesan orang lain, dan klarifikasi yg tepat pun terbentuk.terkadang kita sering pula tidak memberikan informasi yang cukup untuk dapat saling pengertian. (et al.1997 orasanu). terkadang kenyamanan kita lebih besar pada anggota yang kita rasa sama dengan kita dan akibatnya kita jadi lebih sering berbicara dengan mereka.jika anggota kelompok berinteraksi satu sama lain atas dasar identitas sub kelompok, mereka mungkin menjadi eksklusif dalam komunikasi mereka dan bahkan mungkin menunjukkan bias yang terbuka terhadap yg bukan subkelompok mereka tsbt(larkey.1996) ini pengecualian, dan tantangan umum berkomunikasi dengan anggota dari berbagai latar belakang, dapat membatasi kemampuan kelompok untuk mendapatkan masukan berharga dari anggota minoritas. pengecualian dari anggota minoritas dari diskusi kelompok dapat membatasi ide-ide dan pilihan dianggap oleh kelompok. Hal itu menyebabkan anggota minoritas merasa tak diinginkan dan meninggalkan kelompok Eksplorasi budaya sebagai solusi untuk miskomunikasi budaya

Ketika komunikasi, kognisi, persepsi, dan penalaran ketika komunikasi dan perilaku "orang asing" tidak sesuai dengan pola pikir kita, kita cenderung menghubungkannya

dengan karakter yang tidak diinginkan sucrh sebagai kesombongan atau tidak masuk akal, ketimbang memperhitungkan arti tindakan mereka dalam konteks budaya Kimmel recomends bahwa kita terlibat dalam proses eksplorasi antar budaya, sebagai berikut: 1) mengidentifikasi asumsi-asumsi budaya yang besar dan nilai-nilai yang membimbing persepsi dan perilaku kita dalam negosiasi 2) berkomunikasi ini sebagai bagian dari perundingan; mendorong negosiator lain untuk berkomunikasi asumsi utama mereka budaya 3) bergerak ke arah pemecahan masalah secara kreatif dan kolaboratif. Intinya adalah untuk mencegah atau mengklarifikasi kesalahpahaman dan kesalahan persepsi dan untuk membuat microculture (hubungan yg berkembang) di mana ada Persamaan dalam arti, norma komunikasi dan perilaku, dan berbagi persepsi dan harapan. Budaya komunikasi dengan konteks rendah dan konteks tinggi

Budaya juga berbeda dalam apakah suatu komunikasi adalah dengan konteks tinggi (high context communication) atau konteks rendah ( low context communication). Contoh, dalam budaya individualistis, komunikasi dengan konteks rendah (low context) agak tipikal. Ini berarti bahwa apa yang dikatakan - yaitu, lisan adalah di mana kita menemukan pesan sebenarnya. Komunikasi konteks rendah bersifat langsung dan tepat, dan nilai ditempatkan pada penyediaan pesan yang jelas melalui kata-kata. Sebaliknya, dalam budaya kolektivis, tinggi konteks komunikasi lebih khas. Ini berarti bahwa makna pesan lebih mungkin ingin disampaikan oleh bagaimana sesuatu dikatakan bukan apa yang dikatakan. Dalam konteks komunikasi tinggi, arti ini sering ditemukan dalam konteks, seperti menyentuh, jarak, kontak mata, gerak tubuh, dan sinyal nonverbal lainnya. Salah satu harus mampu "membaca yang tersirat" karena komunikasi lebih tidak langsung. Konteks berkomunikasi erkomunikasi penting karena dapat berkontribusi pada

kesalahpahaman dan konflik ketika individu dari budaya konteks rendah berinteraksi dengan individu dari budaya konteks tinggi. Sebagai contoh, bayangkan sebuah situasi di mana seseorang dari budaya konteks rendah (LCC) dan seseorang dari budaya konteks tinggi (HCC) berinteraksi. Orang LCC akan berkomunikasi terutama dengan kata-kata dan memperhatikan kata-kata dan memperhatikan konteks dari pesan orang LCC. Kesulitan dalam berkomunikasi tidak akan mengejutkan dalam situasi seperti ini. komunikator konteks rendah dapat frustrasi karena mereka tidak yakin apa yang orang dengan komunikasi konteks tinggi coba komunikasikan. Sementara itu, komunikator konteks tinggi mungkin akan

terkejut dan memandang rendah konteks komunikator sebagai orang yang kasar karena keterusterangan dalam mengekspresikan makna mereka, atau mereka mungkin gagal untuk memahami maknanya karena perhatian mereka pada konteks, bukan kata-kata. Masalah komunikasi dalam kelompok yang beragam

dalam kelompok yang beragam, perlu diingat bahwa komunikasi mungkin akan lebih menantang dan konflik lebih mungkinterjadi. Saran berikut akan membantu. 1. Carilah miskomunikasi yang dihasilkan dari perbedaan bahasa dan gaya yang mungkin yang dapat mengganggu koordinasi dan meningkatkan konflik. Masalah bisa diselesaikan dengan lebih mudah jika Anda menganggap mereka karena kesalahpahaman yang jujur daripada menagnggap sebagai tindakan yang disengaja yang timbul dari arogansi atau permusuhan. 2. Pelajari tentang konvensi komunikasi dari budaya anggota lain sehingga Anda dapat berkomunikasi lebih baik dengan mereka. 3. Hindari gaya gaul yang mungkin tidak dipahami oleh sebagian anggota. 4. Bertujuan untuk budaya kelompok di mana semua anggota yakin bahwa mereka akan didengar, dipahami, dan divalidasi ketika mereka berbagi pengalaman dan perspektif. 5. Perhatikan bahasa anda, dan dorong orang lain untuk melakukannya hal yang sama. Beberapa hal yang bisa dikatakan tanpa pikir panjang dalam budaya atau subkultur mungkin sangat ofensif kepada anggota kelompok lain dan dapat mengikis kepercayaan dan kohesi dalam kelompok. Daripada membela diri dengan memberi label bahwa orang lain terlalu sensitif, seriuslah

mempertimbangkan untuk mengubah bahasa Anda. Komunikasi sebagai bagian dari subkultur kelompok 1. Kebanyakan kelompok memiliki jaringan komunikasi yang dibangun yang merupakan bagian dari struktur kelompok. Jaringan ini meliputi saluran komunikasi dalam kelompok dan siapa berkomunikasi dengan siapa. 2. Dalam jaringan komunikasi terpusat, anggota harus melalui orang pusat untuk berkomunikasi dengan satu sama lain, dan orang sendiri dalam kelompok adalah sumber utama dan target komunikasi. Dalam jaringan komunikasi desentralisasi, arus informasi mengalir antara anggota tanpa melalui orang pusat, dan komunikasi serta akses informasi yang lebih merata.

3. Untuk tugas sederhana hanya membutuhkan pengumpulan dalam informasi, jaringan terpusat sangat efektif. Struktur desentralisasi bekerja dengan baik ketika tugas-tugas yang kompleks dan memerlukan pengolahan informasi yang lebih luas. 4. Sebagian besar kelompok formal memiliki jaringan komunikasi resmi atau komunikasi formal dan salura komunikasi, tetapi semua kelompok memiliki jaringan komunikasi informal, tidak secara resmi ditunjuk oleh kelompok, yang berevolusi dari waktu ke waktu. 5. Bagian penting dari struktur kelompok komunikasi informal adalah selentingan, atau saluran melalui kelompok. Gosip adalah suatu yang umum karena melayani beberapa fungsi. Ini mungkin memiliki efek positif atau negatif pada kelompok tergantung pada bagaimana ia diatur dan apakah kelompok adalah koperativ atau kompetitif. Komunikasi verbal dan nonverbal 1. mengatakan kata ini dikenal sebagai komunikasi verbal, tetapi banyak atau lebih dikomunikasikan secara nonverbal. Komunikasi nonverbal adalah cara kita berkomunikasi menggunakan bahasa tubuh sebagai gerak tubuh, orientasi tubuh, menyentuh, jarak pribadi, dan ekspresi wajah. Paralanguage adalah bagian dari komunikasi nonverbal dan termasuk suara pitch, tingkat, kualitas dan nada serta komunikasi non kata seperti "tsking" dan mendesah 2. Perilaku nonverbal sering menceritakan tentang status relatif dari anggota kelompok dan meta - komunikatif, melayani untuk memenuhi syarat perilaku verbal juga kurang tunduk pada sensor dari perilaku verbal dan sering "kebocoran" pesan emosional. 3. Budaya dan gender mempengaruhi komunikasi nonverbal 4. Ketika pesan verbal dan nonverbal cocok, pesan tersebut kongruen, ketika mereka bertentangan, pesan tersebut inkongruen. Pesan kongruen lebih mudah untuk mengerti.

Anda mungkin juga menyukai