Anda di halaman 1dari 44

PENGOLAHAN LUMPUR

pada instalasi pengolahan air limbah


Sumber Lumpur



2

a. Grit Chamber
b. Primary Clarifier
c. Final Clarifier
Karakteristik lumpur
3
Karakteristik lumpur tergantung dari sumber lumpur
1. Lumpur dari grit chamber dan primay clarifier
merupakan padatan/lumpur kasar kebanyakan
anorganik
2. Lumpur dari final clarifier sebagian besar tersusun oleh
bahan organik dan merupakan biomassa (mikroba) .
PROSES PENGOLAHAN LUMPUR
4
Thickening
-Gravity
-Flotation
-Centrifugation
Stabilization
-Chlorine
oxidation
-Lime
stabilization
-Heat treatment
-Digestion

Conditioning Dewatering Disposal
-Chemical
-Elutriation
-Heat treatment
-Vacuum filter
-Filter press
-Belt filter
-Centrifugation
-Drying bed
-Land
application
-Composting
-Landfilling
-Incineration
-Recalcination
Pengolahan lumpur biasanya meliputi rangkaian proses:
1. Thickening
2. Stabilization atau Digestion
3. Dewatering
4. Disposal






Diagram alir pengolahan lumpur
THICKENING
5
1. Tujuan proses thickening adalah untuk memekatkan lumpur dan
mengurangi volume lumpur
2. Metoda thickening yang umum:
Gravity
Flotation
Centrifugation
3. Gravity thickener berbentuk lingkaran menyerupai bak
sedimentasi
4. Lumpur yang masuk ke thickener akan menuju tiga zona dalam
thickener, yaitu:
Zone of clear liquid
Sedimentation zone
Thickening zone (lihat Gambar)
6
Zone of clear liquid
Sedimentation zone
Thickening zone
Underflow
Thickening
5. Supernatan yang dihasilkan dari thickener ini (di zone of clear
liquid) masih mempunyai nilai BOD yang besar, karena itu air
dikembalikan ke unit pengolahan limbah
6. Lumpur yang sudah mengalami thickening dikeluarkan dari
bagian bawah dan dialirkan menuju unit pengolahan lumpur
berikutnya
7. Lumpur yang dikeluarkan mempunyai SVR sebesar 0,5 - 2
8. SVR (Sludge Volume Ratio) adalah volume sludge blanket yang
terbentuk di thickener dibagi dengan volume lumpur yang
dibuang
7
Perancangan Thickener
(Kriteria Disain)
1. Luas permukaan minimum didasarkan pada hydraulic
loading atau solid loading (lihat Tabel di bawah)
2. Kedalaman side water umumnya 3 meter
3. Waktu detensi sekitar 24 jam

Design Criteria for Gravity Thickeners
8
Perancangan Thickener
(Prosedur Disain)
A. Luas dan Diameter Thickener
1. Hitung luas permukaan berdasarkan solid loading
A = (massa solid) / (solid loading)
2. Cek hydraulic loading, hitung tambahan air pengencer (bila
perlu)
HL = (volume lumpur perhari) / (luas permukaan)
3. Tentukan jumlah dan diameter thickener
4. Cek kembali solid loading dan hydraulic loading, baik pada
kondisi semua beroperasi maupun pada saat ada
pengurasan

9
Perancangan Thickener
(Prosedur Disain)
B. Kedalaman Thickener
1. Tentukan kadar solid di bagian atas thickening zone dan di
bagian bawah thickening zone, hitung rata-ratanya (lihat
kriteria Tabel di atas)
2. Hitung kedalaman side water dari thickening zone dengan
waktu detensi tertentu
3. Hitung kedalaman central dari thickener (anggap kemiringan
15 20%)
4. Hitung kedalaman keseluruhan (free board + clear zone +
sedimentation zone + thickening zone + central)
10
Perancangan Thickener
(Prosedur Disain)
C. Struktur Influen
Struktur influen pada thickener adalah central well (seperti
pada final clarifier)

D. Pembuangan Lumpur
1. Hitung jumlah lumpur yang dihasilkan
Lumpur dihasilkan = (Lumpur masuk) x (solid capture)
2. Hitung debit pompa lumpur dan pilih pompa yang sesuai
3. Cek Sludge Volume Ratio (SVR)
SVR = (volume thickening zone) / (volume thickened sludge
perhari)

11
Perancangan Thickener
(Prosedur Disain)

E. Struktur Efluen
Struktur efluen pada thickener adalah pelimpah V-notch
di sekeliling bak (seperti pada final clarifier)

F. Kualitas Supernatan
1. Hitung volume overflow dari thickener
Overflow = (Debit lumpur influen) (Debit thickened sludge)
2. Hitung konsentrasi solid di overflow
Konsentrasi = (Massa solid di supernatan) / (Volume overflow)
Massa solid di supernatan = (Massa solid influen) x (1 solid
capture)

12
1. ANAEROBIC DIGESTION: oksidasi lumpur
organik secara biologis oleh mikroba dalam
kondisi anaerobik

2. AEROBIC DIGESTION: oksidasi lumpur organik
secara biologis oleh mikroba dalam kondisi
aerobik
STABILISASI LUMPUR
13
= SLUDGE DIGESTION

Produce sludge that, when disposed off, will not cause
smell or other problems
The process reduces volume as well

Main stages:
Hydrolysis using enzymes to hydrolyse carbohydrates, fats
and proteins to sugars, fatty acids and amino acids
Microbial activity acid production (via alcohols and proteins)
Methane production and CO
2
production (digester gas: 70% CH
4
,
30% CO
2
)



anaerobic stabilisation
14
Temperature:
Cold digestion
Mesophylic digestion (30 - 35 C) 15-30 days
Thermophylic digestion (>40 C) retention times about the
half

The importance of pH
Optimal pH range: 6.8 - 7.2
Required alkalinity: 2000 g/m
3
Low pH: wrong equilibrium between the ratio of acid and
methane producing organisms enrichment of fatty acids, the
process stops
anaerobic stabilisation
15
anaerobic sludge digester
complex organics
(polysaccharides, lipids, proteins)
hydrolysis
monomers
(sugars, fatty acids, amino acids)
acetate
H
2
+ CO
2
CH
4
+ CO
2
CH
4
fermentation
methanogenesis
retention time
2-4 wks
temp: 30-37C
opt 35-37
16
anaerobic sludge digester
17
Anaerobic
Sludge
Digestion

18
19
20
Long term aeration of sludge (biological
decomposition)
Basic steps of aerobic stabilisation:
Hydrolysis of organic matters and multiplication of
cells
Biological decomposition of simple organic matters
and cells
Minimum duration:
15 days if the temperature of sludge is not lower
than 15C
At lower temperatures, longer time is required

aerobic stabilisation
21
Oxidation of organic substances and nitrogen
compounds (nitrification)

Specific oxygen consumption: 1.5 2.0 kg
O
2
/kg organic substance

Elimination of pathogen microorganisms is
not effective
aerobic stabilisation
22
Dewatering atau pengeringan lumpur adalah
penyisihan sejumlah air dari lumpur dengan tujuan
untuk mengurangi volume lumpur.
Dewatering merupakan bagian dari rangkaian
proses pengolahan lumpur.
Metoda dewatering meliputi filter presses, belt
presses, centrifugation, vacuum filtration, dan
sludge drying bed.
PENGERINGAN LUMPUR
23
Filter pres tersusun oleh sejumlah
plat filter vertikal yang menempel
pada tangkai horisontal (lihat
Gambar di bawah).
Filter Press
24
Plat filter mempunyai lubang yang
tertutup oleh kain filter.
Lumpur yang akan disaring masuk
melalui lubang pada tangkai
horisontal, kemudian menuju
lubang pada plat vertikal.
Plat vertikal dapat bergerak
sehingga menekan lumpur dan
mendorong air untuk menembus
kain filter.
Filtrat yang menembus filter ini
mengalir menuju outlet filtrat yang
berada di tepi dengan arah aksial.
Lumpur kering tetap tinggal di
antara plat.
Untuk mengeluarkan lumpur, maka
plat harus digerakkan kembali
dengan arah sebaliknya.

Feed sludge
Filtrate
Moving end
Fixed end
Filter frame
25
Filter press
26
Waktu yang diperlukan untuk mengisi lumpur, menyaring,
hingga mengeluarkan lumpur disebut complete filtration
cycle time, yang diperkirakan 1,5 hingga 2,5 jam.
Tekanan yang diperlukan untuk filter adalah 690 hingga
1700 kPa.
Kadar solid dalam lumpur setelah diolah dengan filter pres
adalah:
lumpur bak sedimentasi I: 45 - 50 %
lumpur bak sedimentasi I dan lumpur aktif segar: 45 - 50 %
lumpur aktif segar: 50 %
lumpur dari digester dan lumpur aktif: 45 - 50 %

Filter Press
27
Belt press tersusun
oleh dua belt yang
ditumpangkan
pada roda berputar
(lihat Gambar).

Belt Press
28
28
Ada tiga zona dalam belt pres, yaitu zona gravitasi, zona
peras, dan zona pelepasan.
Lumpur yang akan diperas masuk melalui zona gravitasi,
berjalan mengikuti belt dan tertekan oleh dua belt.
Di zona peras, lumpur mengalami pemerasan air sehingga air
jatuh melewati belt bawah.
Selanjutnya masuk zona pelepasan, yaitu melalui perjalanan
zigzag agar cake dapat dilepaskan dari kedua belt untuk
kemudian dikeluarkan.
Kadar solid dalam lumpur setelah diolah dengan belt pres
adalah:
lumpur sedimentasi I: 28 - 44 %
lumpur sedimentasi I dan lumpur aktif segar: 20 - 35 %
lumpur sedimentasi I dan trickling filter: 20 - 40 %
lumpur dari digester (anaerob): 26 - 36 %
lumpur dari digester dan lumpur aktif: 12 - 18 %
Belt Pres
29
Belt Press
30
Komponen filter vacuum:
1. Drum silinder dengan
media filter (kain atau
anyaman kawat)
2. Pompa vacuum
3. Penampung filtrat
4. Pompa umpan lumpur

Filter vacuum secara skema
dapat dilihat pada Gambar
berikut:
Filter Vacuum
31
Dried
cake
Filtrate
Feed
sludge
Dewater
ing
Dis-
charge
Cake
formation
32
Drum yang dilapisi media filter diputar dengan kecepatan
tertentu.
Putaran drum akan menghasilkan tiga zona lumpur, yaitu
(i) pembentukan cake, (ii) pengeringan, dan (iii)
pembuangan.
Lumpur masuk ke zona (i), terjadi penempelan lumpur di
permukaan media filter, kemudian ke zona (ii), terjadi
penyerapan air di lumpur oleh pompa vacuum sehingga
terjadi pengeringan, dan akhirnya ke zona (iii), terjadi
pelepasan lumpur kering dari media filter.
Satu kali putaran drum disebut satu cycle time.


33
Filter Vacuum
Perancangan filter vacuum menggunakan persamaan:



Y = filter yield
Ap = perbedaan tekanan vacuum, N/m
2

w = berat kering lumpur per satuan volume filtrat, kg/m
3

o = ratio waktu pembentukan cake terhadap cycle time
= viskositas absolut filtrat, N.det/m
2

R = resistensi spesifik dari lumpur kering, det
2
/kg
u = cycle time, det
g = percepatan gravitasi, m/det
2


Nilai R dapat ditentukan berdasarkkan percobaan laboratorium
menggunakan vacuum filtration testing apparatus

34
2 / 1
Y
|
|
.
|

\
|
u
o A
=
g R
pw 2
Filter Vacuum
Drying atau sludge drying bed merupakan salah
satu metoda dewatering dengan ukuran kecil
hingga medium (maksimum setara dengan 25.000
orang).
Pada unit ini, dewatering terjadi karena evaporasi
dan drain (peresapan).
Pada musim kemarau, untuk mencapai kadar solid
30 - 40 % diperlukan waktu 2 - 4 minggu.

35
Sludge Drying Bed
Unit sludge drying bed terdiri dari:
bak / bed, berukuran 6 - 9 meter (lebar), 7,5 - 37,5 meter (panjang),
20 - 30 cm (kedalaman lumpur)
pasir, tebal 15 - 25 cm
kerikil, tebal 15 - 30 cm
drain, di bawah kerikil untuk menampung resapan air dari lumpur
Luas drying bed dapat dihitung dengan persamaan:

A = K (0,01 R + 1,0)

A = luas per kapita, ft
2
/kap.
K = faktor yang tergantung pada tipe digestion
K = 1,0 untuk anaerobic digestion
K = 1,6 untuk aerobic digestion
R = hujan tahunan, in.
36
Sludge Drying Bed
37
Outside wall
Partition wall
Sand
Gravel
Drain tile
Gambar skema Sludge Drying Bed
Starting the drying process
38
39
Sludge Drying Bed
sludge utilisation
Compost production
Thermal oxidation carried out by microorganisms
Sludge reaches about 70 C
End product is earth-like
Environmnetally attractive
The sludge has to have at least 45% dry matter content mixing
with solid waste
The compost needs to be agitated and ventillated
Can take several months
Agricultural utilisation (organic manure)
Problems with heavy metals, toxic substances
Would be the best way
Source control!!

40


Sludge disposal: Land application
41
42
INCORPORATING BIOMASS INTO BRICKS
43
Can you put on too much?
44

Anda mungkin juga menyukai