2
c = Varians populasi
= 2894,282833
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
P = Proporsi kebutaan katarak
= ai
mi
= 0,1
M = mi
n
= 291,8265
mi = jumlah kebutaan secara nasional
= 1,5 %
ai = banyak kebutaan akibat katarak
= 0,78
Dengan demikian, sampel jumlah untuk masing masing Kecamatan yaitu :
Kecamatan
Jlh
Penduduk
Jumlah
kebutaan
(mi)
Banyak
Kebutaan
(ai) mi*mi ai*ai ai*mi
G =
6 %
Angkola Barat 47087 706 367 498867 134894 259411 85
Sayurmatinggi 36733 551 287 303595 82092 157870 66
Batang
Angkola 30771 462 240 213042 57607 110782 55
Sipirok 30494 457 238 209224 56574 108796 55
Batang Toru 25918 389 202 151142 40869 78594 47
Angkola Timur 23548 353 184 124764 33736 64877 42
194551 2918 1517 1500635 405772 780330 351
Tabel 3 Distribusi Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan Sumber (BPS prop. Sumut tahun
2008)
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
4.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Kriteria inklusi :
- semua penderita katarak dengan visus <3/60 dan dengan pemeriksaan direk
ophthalmoskop dengan midriatikum dijumpai kekeruhan lensa
- usia penderita lebih dari 5 tahun
- Bersedia ikut dalam penelitian
Kriteria eksklusi :
- Tekanan intra okuli tinggi
- Dijumpai adanya kelainan pada segmen anterior dan posterior mata
4.6. IDENTIFIKASI VARIABEL
Variabel terikat adalah kebutaan akibat katarak
Variabel bebas adalah :
- sosial ekonomi
- budaya
- geografi
- sumber daya manusia
- sarana dan prasana kesehatan
4.7. BAHAN DAN ALAT
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Snellen Chart
2. Direct ophthalmoskop
3. Senter
4. Lup
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
5. Tonometer Schiotz
6. Tropicamide 1 % tetes mata
7. Pantocain 0, 5 % tetes mata
8. Fenicol 1 % tetes mata
9. Alkohol 70 % dan kapas
10. Kapas steril
11. Kertas kuesioner
12. Alat tulis
4.8. JALANNYA PENELITIAN DAN CARA KERJA
Untuk pengumpulan data akan digunakan suatu formulir kuesioner dimana berisi
data karateristik dari sample, sarana dan prasarana didaerah penelitian. Daerah penelitian
untuk satu kabupaten akan diwakili oleh satu kecamatan terpilih berdasarkan informasi dari
dinas kesehatan dimana di wilayah itu dijumpai kasus katarak yang tidak tertangani yang
cukup tinggi, jika dibanding dengan kecamatan lain di kabupaten yang sama. Peneliti akan
mengunjungi seluruh unit pelayanan kesehatan di wilayah penelitian yang terdiri puskesmas
induk, puskesmas pembantu, bidan desa dan fasilitas kesehatan swasta. Kemudian peneliti
akan memberikan informasi kepada dokter umum/perawat/bidan yang bertugas diwilayah
penelitian tentang cara pengisian formulir kuesioner mengenai data pasien katarak yang
berkunjung ke unit pelayanan kesehatan, lalu penderita katarak dikumpulkan pada suatu
tempat dan waktu tertentu, kemudian peneliti akan memeriksa langsung sampel. Peneliti akan
tinggal di wilayah penelitian sampai seluruh pasien yang telah mengisi formulir kuesioner
diperiksa. Data akan disimpan dan dikomputerisasi dengan menggunakan software SPSS
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
4.9. ANALISIS DATA
Analisa data dilakukan secara deskripsi dan disajikan dalam bentuk tabulasi data
4.10. LAMA PENELITIAN
Lama penelitian diperkirakan 3 bulan seperti pada tabel dibawah :
Bulan Februari Juli Agustus Desember
Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Usulan
penelitian
Penelitian
Penyusunan
Laporan
Presentasi
4.11. PERSONALIA PENELITIAN
Peneliti : Herna Hutasoit
Pembantu penelitian : 1. Vanda Virgayanti
2. Herman
3. Lesus Eko Sakti
4.Iskandar Mirza B.
5.Fithria Aldy
6.Muhammad
7.Hasnawati
4.12. PERTIMBANGAN ETIKA
1. Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat bagian ilmu penyakit mata
FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.
Penelitian ini telah disetujui oleh rapat komite etika PPKRM Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
2. Inform konsen dan kerahasiaan
Penelitian ini melibatkan langsung pasien katarak yang ada di wilayah penelitian,
sehingga membutuhkan kerjasama lintas sektoral dalam bentuk tembusan surat izin
untuk melakukan penelitian kepada instansi terkait seperti Dinas Kesehatan Kota/
Kabupaten, Puskesmas, Camat, Kepolisian, serta aparat desa setempat.
4.13. BIAYA PENELITIAN
Ditanggung sendiri
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berbentuk survei yang dilakukan pada tanggal 29 Juni 2009 sampai
dengan 31 Juli 2009 pada 6 kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan didapat penderita yang
mengalami kebutaan sebanyak 360 orang, dari beberapa desa yang terdapat sampel buta
dengan jumlah penduduk 29332 orang. Dimana dijumpai kebutaan dua mata yang sesuai
dengan kriteria WHO sejumlah 155 orang.
Jumlah sampel buta yang didapat dari 6 kecamatan adalah sebagai berikut, yaitu :
Kecamatan Angkola Barat : 22 jiwa, Kecamatan Sayurmatinggi : 103 J iwa, Kecamatan
Batang Angkola : 99 jiwa, Kecamatan Sipirok : 43 jiwa, Kecamatan Batang Toru : 30 jiwa,
Kecamatan Angkola Timur : 63 jiwa.
Hal ini sesuai dengan rumus pengambilan sampel, dimana jumlah sampel yang
diambil sesuai dengan rumus Cluster dengan cara Propositional Allocation methode.
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
5.1 HASIL PENELITIAN
5.1.1 DATA UMUM SAMPEL
1. Usia
Tabel 5.1.1.1 Sebaran sampel berdasarkan usia.
USIA ( TAHUN ) LAKI - LAKI PEREMPUAN
<10 4 2
10 20 10 12
21 30 5 4
31 40 11 15
41 50 12 14
51 60 16 49
61 70 22 89
71 80 22 55
>80 2 16
JUMLAH 104 256
Dari tabel 5.1.1.1 distribusi sampel berdasarkan usia diatas, didapatkan jumlah sampel
terbanyak pada usia 61 -70 tahun yaitu 111 orang. Selanjutnya usia 71 - 80 tahun sebanyak
77 orang .
2. Jenis kelamin
Tabel 5.1.1.2. Sebaran sampel berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin N %
Laki laki 104 28,89
Perempuan 256 71,11
Jumlah 360 100
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
Hasil tabel 5.1.1.2. didapatkan sampel berjenis kelamin laki laki sebanyak 104 orang
( 28,89% ) dan perempuan sebanyak 256 orang ( 71,11% ).
3. Tingkat Pendidikan
Tabel 5.1.1.3. Sebaran sampel berdasarkan tingkat pendidikan.
Tingkat Pendidikan N %
Tidak Sekolah 63 17,50
SD 226 62,78
SMP 40 11,11
SMA 30 8,33
Akademi / PT 1 0,28
Jumlah 360 100
Hasil tabel 5.1.1.3. memperlihatkan bahwa sampel yang tidak sekolah sebanyak 63
orang, SD / sederajat 226 orang , SMP / sederajat 40 orang, SMA / sederajat 30 orang.
Akademi / Perguruan Tinggi 1 orang. Sebagian besar tingkat pendidikan sampel adalah
Sekolah Dasar atau yang sederajat.
4. Jenis pekerjaan
Tabel 5.1.1.4. Sebaran sampel berdasarkan jenis pekerjaan
Pekerjaan N %
Petani 251 69,72
Pengemudi 3 0,83
Pegawai 5 1,39
Ibu Rumah Tangga 25 6,95
Dagang / wiraswasta 35 9,72
Lainnya 41 11,39
Jumlah 360 100
Dari tabel 5.1.1.4. diatas tampak bahwa petani merupakan porsi terbesar yaitu sebanyak 251
orang atau 69,72%.
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
5. Suku Bangsa
Tabel 5.1.1.5. Sebaran sampel berdasarkan suku bangsa
Suku Bangsa N %
Jawa 5 1,39
Mandailing 232 64,44
Melayu 1 0.28
Batak lainnya 117 32,50
Minang 5 1,39
Jumlah 360 100
Berdasarkan tabel 5.1.1.5. diatas tampak bahwa suku Mandailing merupakan suku
yang terbanyak.
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
5.1.2. PESERTA PENELITIAN
Dari penduduk yang diperiksa , didapatkan penderita katarak sebanyak 142 orang.
Penderita katarak dua mata berjumlah 70 orang sedangkan penderita katarak satu mata
berjumlah 72 orang yang juga ditampilkan sebagai perbandingan. Gambaran dan karakteristik
sosiodemografi penderita dapat dilihat pada tabel tabel berikut.
Karakteristik Peserta Penelitian
1. Usia
Tabel 5.1.2.1.Sebaran Kebutaan Katarak berdasarkan Usia
Usia
Dua mata Satu mata
N % N %
5 - 20 2 2,88 1 1,42
21 - 40 - - 5 7,00
41 - 60 5 7,12 15 20.76
61 - 80 53 75,71 50 69.44
>81 10 14,29 1 1,38
Jumlah 70 100 72 100
2. Mata yang terkena
Tabel 5.1.2.2 Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Mata yang Terkena
Mata yang terkena Jumlah %
Satu Mata 72 50,70
Dua Mata 70 49,30
Jumlah 142 100
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
Dari tabel 5.1.2.2 di atas tampak bahwa penderita kebutaan katarak satu mata
lebih banyak dibandingkan dua mata yaitu sejumlah 72 orang, sedangkan penderita
dua mata sebanyak 70 orang.
3. Jenis Kelamin
Tabel 5.1.2.3 Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Dua mata Satu mata
N % N %
Laki laki 15 21,43 21 29,17
Perempuan 55 78,57 51 70,83
Jumlah 70 100 72 100
Dari tabel 5.1.2.3 tampak bahwa penderita kebutaan katarak lebih banyak
diderita oleh perempuan yaitu sebanyak 105 orang atau 73,94 %, sedangkan laki-
laki sebanyak 37 orang atau 26,06 %.
4. Tingkat Pendidikan
Tabel 5.1.2.4 Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat
Pendidikan
Dua mata Satu mata
N % N %
Tidak Sekolah 20 28,57 15 20,83
SD 48 68,57 46 63,89
SLTP 1 1,43 4 5,56
SLTA 1 1,43 7 9,72
Akademi / PT - -
Jumlah 70 100 72 100
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
Dari tabel 5.1.2.4 di atas tampak bahwa penderita katarak dua mata ataupun satu mata
lebih banyak terdapat pada penderita katarak dengan pendidikan sekolah dasar yaitu
sebesar 68,60 % dan 63,8 %.
5. Pekerjaan
Tabel 5.1.2.5 Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan
Dua mata Satu mata
N % N %
Petani 58 82,86 55 76,39
IRT 5 7,14 7 9,72
Dagang 1 1,42 1 1,39
Buruh - - - -
Pegawai 3 4,29 3 4,17
Pengemudi - - - -
Lainnya 3 4,29 6 8,33
Jumlah 70 100 72 100
Pekerjaan penderita kebutaan katarak dua mata yang terbanyak adalah petani
sebanyak 82,86 % diikuti dengan ibu rumah tangga sebanyak 7,14 %.
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
6. Lama Menderita Katarak
Tabel 5.1.2.6 Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Lama Menderita Katarak
Lama Menderita
Katarak
Dua mata Satu mata
N % N %
<1 tahun _ _ _ _
1 2 tahun 16 22,86 18 25,00
>2 tahun 54 77,14 54 75,00
Jumlah 70 100 72 100
Dari tabel 5.1.2.6 di atas tampak bahwa penderita kebutaan katarak dua mata
dan kebutaan satu mata kebanyakan mengeluhkan kebutaan selama >2 tahun,
yaitu sebesar 77,14 % dan 75 %
7. Riwayat Penyakit DM
Tabel 5.1.2.7 Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Riwayat Penyakit DM
Riwayat Penyakit
DM
Dua mata Satu mata
N % N %
DM 5 7,14 6 8,33
Tidak DM 65 92,86 66 91,67
Jumlah 70 100 72 100
Dari tabel diatas, terlihat bahwa kebanyakan penderita katarak dua mata
maupun satu mata tidak menderita DM yaitu 92,86% dan 91,67%.
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
8. Riwayat Merokok
Tabel 5.1.2.8 Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Riwayat Merokok
Riwayat Merokok Dua mata Satu mata
N % N %
Merokok 18 25,71 21 29,16
Tidak Merokok 52 74,29 51 70,84
Jumlah 70 100 72 100
Dari tabel 5.1.2.8 di atas tampak bahwa kebanyakan penderita katarak dua
mata maupun satu mata tidak mempunyai riwayat merokok, yaitu sebesar 74,29 %
dan 70,84%.
9. Tempat berobat
Tabel 5.1.2.9 Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Tempat Berobat
Tempat Berobat
Dua mata Satu mata
N % N %
Puskesmas 31 44,29 14 19,44
RS Pemerintah 9 12,85 16 22,22
RS Swasta 5 7,14 7 9,73
Tradisional 5 7,14 5 6,95
Obati Sendiri 10 14,29 8 11,11
Dibiarkan 10 14,29 22 30,55
Jumlah 70 100 72 100
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
Puskesmas adalah sarana kesehatan yang paling banyak digunakan oleh
penderita katarak dua mata yaitu sebesar 44,29% . Sedangkan penderita kebutaan katarak
satu mata lebih banyak membiarkan keluhannya yaitu sebesar 30,55%.
10. Jenis Katarak
Tabel. 5.1.2.10 Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Jenis Katarak
Jenis Katarak Dua Mata Satu Mata
Kanan Kiri Kanan Kiri
Nuklear 37 36 20 16
Kortikal 3 5 1 2
Subkapsular
Posterior
1 1 1 0
Matur / Hipermatur 29 28 16 16
Komplikata 0 0 0 0
Jumlah 70 70 38 34
Dari tabel 5.1.2.10 didapat jenis katarak yang terbanyak adalah nuklear baik pada dua
mata maupun satu mata.
11. Pengetahuan tentang Katarak
Tabel 5.1.2.11 Sebaran Kebutaan Katarak Berdasarkan Pengetahuan tentang Katarak
Pengetahuan Tentang
Katarak
Dua mata Satu mata
N % N %
Tahu 7 10,00 12 16,67
Tidak Tahu 63 90,00 60 83,33
Jumlah 70 100 72 100
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
Dari tabel 5.1.2.11 di atas tampak bahwa penderita kebutaan katarak kebanyakan
tidak mempunyai pengetahuan tentang katarak. Ketiadaan pengetahuan mempengaruhi
penderita dalam menyikapi keadaannya.
12. Estimasi Angka Kebutaan dan Prevalensi Kebutaan akibat Katarak
Tabel 5.1.2.12 Estimasi Angka Kebutaan dan Prevalensi Kebutaan akibat Katarak
Kabupaten Tapanuli Selatan Estimasi Pada CI 95 %
( Batas bawah ; Batas atas )
Prevalensi Kebutaan
70 / 29332 x 100 % =0.24 %
( 0,1840 % ; 0,2960 % )
Angka Kebutaan
70 / 155 x 100 % = 45,16 %
(37,4 % ; 52,9 % )
Prevalensi Kebutaan Tapanuli Selatan
155 / 29332 x 100 % = 0,53 %
(0,447 % ; 0,613 % )
5.2 PEMBAHASAN
Dari tabel 5.1.1.1 sampai tabel 5.1.1.5 tampak gambaran karakteristik penduduk
sampel sampel dari wilayah penelitian.
Dari tabel 5.1.1.1 dan 5.1.1.2 terlihat distribusi umur dan jenis kelamin menunjukkan
lebih banyak penduduk dalam usia 61 -70 tahun yaitu berkisar 30,83% dan jenis kelamin
terbanyak perempuan yaitu berkisar 71,11 %. Distribusi umur ini sesuai dengan gambaran
kependudukan di Indonesia umumnya. Seperti pada negara-negara yang sedang berkembang
lainnya seperti Burma dan India.
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
Dari tabel 5.1.1.3 terlihat distribusi bahwa tingkat pendidikan sebagian besar penduduk
mempunyai tingkat pendidikan hanya sampai sekolah dasar (SD) sederajat. Rendahnya
tingkat pendidikan ini menyebabkan rendahnya sumber daya manusia dan dampaknya ini juga
akan menyebabkan kurangnya pengetahuan penduduk tentang penyakit mata khususnya
katarak.
Dari tabel 5.1.1.4 terlihat bahwa sebagian besar penduduk mempunyai pekerjaan
sebagai petani yaitu sebesar 69,72%, hal ini sangat sesuai dengan daerah Indonesia yang
berdaerah agraris.
Dari tabel 5.1.1.5 terlihat bahwa suku terbanyak sebagai sampel dari 6 kecamatan
adalah suku Mandailing, diikuti suku batak lainnya.
Dari tabel 5.1.2.1 terlihat bahwa kelompok usia 61-80 tahun merupakan penderita
kebutaan katarak terbanyak baik pada dua mata yaitu sebesar 75,71% maupun pada kebutaan
katarak satu mata yaitu sebesar 69,44%. Katarak secara alamiah memang merupakan jenis
penyakit yang banyak diderita orang tua.
Dari tabel 5.1.2.2 terlihat bahwa penderita kebutaan katarak satu mata lebih banyak
dibandingkan dua mata yaitu sejumlah 72 orang, sedangkan penderita dua mata sebanyak 70
orang.
Dari tabel 5.1.2.3 terlihat bahwa penderita kebutaan katarak dua mata dan satu mata
lebih banyak diderita oleh perempuan yaitu 78,57 % dan 70,83%. Menurut Saw, Husain,
Gazzard dkk dalam satu penelitiannya di Riau tidak didapatkan perbedaan bermakna angka
kebutaan antara laki-laki dan perempuan.
Dari tabel 5.1.2.4 terlihat bahwa penderita katarak dua mata dan satu mata lebih banyak
terdapat pada mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu 68,57% dan 63,89%.
Menurut kepustakaan angka kebutaan banyak terjadi pada mereka yang mempunyai tingkat
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
pendidikan dasar ke bawah. Menurut suatu penelitian oleh Delcourt et al. resiko menderita
katarak lebih rendah pada mereka yang mempunyai pendidikan lebih tinggi.
28
Dari tabel 5.1.2.5 terlihat bahwa sebagian besar penderita kebutaan katarak adalah
petani dan keadaan ini sesuai dengan kepustakaan bahwa pekerjaan dengan paparan matahari
lebih banyak mempunyai resiko lebih tinggi terhadap kebutaan katarak. Pada suatu studi oleh
Neale et al. melaporkan adanya hubungan positif yang kuat antara pekerjaan yang terpapar
sinar matahari pada usia antara 20 dan 29 tahun dengan katarak nuklear. Paparan yang terjadi
di usia lebih lanjut mempunyai hubungan yang lebih lemah.
28
Dari tabel 5.1.2.6 terlihat bahwa penderita kebutaan katarak kebanyakan telah menderita
kebutaan lebih dari 2 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa perhatian masyarakat terhadap
kesehatan mata masih kurang.
Dari tabel 5.1.2.7 terlihat bahwa kebanyakan penderita kebutaan katarak dua mata
maupun satu mata tidak mempunyai riwayat diabetes melitus yaitu 92,86% dan 91,67%.
Telah kita ketahui bahwa penyakit DM merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
katarak, khususnya mereka yang berusia kurang dari 70 tahun.
29
Dari tabel 5.1.2.8 terlihat bahwa kebanyakan penderita katarak tidak mempunyai
riwayat merokok. Telah diketahui juga bahwa merokok merupakan salah satu faktor
predisposisi untuk terjadinya katarak. Tan et al. melaporkan hubungan antara merokok dan
insidensi katarak jangka panjang dan operasi katarak. Efek merokok lebih besar pada mereka
yang merokok lebih dari 36 bungkus per tahun dibanding dengan yang tidak pernah merokok.
Orang yang belum lama merokok juga menderita katarak nuklear lebih cepat dari orang yang
tidak merokok. Tidak ada hubungan statistik yang signifikan antara status merokok dan
insidensi katarak kortikal atau PSC.
28
Dari tabel 5.1.2.9 terlihat bahwa sebagian besar penderita kebutaan katarak dua mata
berobat ke Puskesmas yaitu sebesar 44,29% dan kebutaan katarak satu mata lebih banyak
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
membiarkan keluhannya yaitu sebesar 30,55%. Tidak adanya tenaga dokter spesialis mata
dan perawat mahir mata, maka pelayanan dan pemberian informasi yang benar kepada
masyarakat tentang penyakit mata khususnya kebutaan katarak tidak dapat dilakukan.
Dari tabel 5.1.2.10 terlihat bahwa jenis katarak yang banyak ditemukan yaitu nuklear.
Dari tabel 5.1.2.11 terlihat bahwa penderita kebutaan katarak kebanyakan tidak
mempunyai pengetahuan mengenai penyakitnya dan ini kemungkinan disebabkan oleh
tingkat pendidikan penduduk yang sebagian besar masih rendah.
Prevalensi Kebutaan Katarak di Kabupaten Tapanuli Selatan
Dari jumlah sampel 360 orang, dijumpai kebutaan katarak dua mata yang sesuai dengan
kriteria WHO sejumlah 70 orang. Prevalensi didapatkan dengan rumus jumlah penderita /
jumlah sampel dikali 100 %, sehingga dijumpai prevalensi kebutaan katarak untuk Kabupaten
Tapanuli Selatan adalah 0,24%.
5.2.1 Hubungan faktor geografi dengan kebutaan akibat katarak
Pada penelitian ini, geografi dari kabupaten Tapanuli Selatan dikategorikan daerah
pegunungan dengan ketinggian 0-1915 meter diatas permukaan laut. Walaupun demikian
prasarana jalan dari desa ke pusat-pusat pelayanan kesehatan bisa dilalui kendaraan roda dua.
Jadi faktor geografis tidak menjadi penghalang bagi penderita katarak untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan mata.
5.2.2 Hubungan faktor Sosial-Ekonomi dengan kebutaan akibat katarak
Dari hasil survey yang kami lakukan terhadap sampel ternyata masih banyak penduduk
yang berpenghasilan rendah. Ini kemungkinan disebabkan oleh derajat pendidikan yang masih
rendah serta pekerjaan yang kebanyakan petani. Oleh sebab itu untuk keberhasilan program
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
kebutaan perlu pemberian pelayanan gratis bagi orang-orang yang tidak mampu. Terutama
penderita katarak, yang memerlukan bahan lensa tanam sebagai tambahan untuk
menanggulangi kebutaannya.
5.2.3 Hubungan faktor Budaya tentang Pemeliharaan Kesehatan Mata dengan
kebutaan akibat katarak
Dari hasil survey yang kami lakukan terhadap sampel kebanyakan penderita kurang
peduli dengan kesehatan matanya.
Ini terlihat dari lamanya menderita katarak yang tidak segera ditangani oleh dokter spesialis
mata. Kemudian masih adanya penderita yang percaya dengan pengobatan tradisional untuk
mengobati kataraknya. Bahkan ada yang membiarkan kebutaannya dengan alasan umur sudah
lanjut. Tingkat pengetahuan yang masih rendah terhadap katarak juga turut mempengaruhi.
Untuk mengatasi keadaan ini, petugas pelayanan kesehatan harus tetap konsisten untuk
memberikan informasi ke masyarakat tentang pentingnya kesehatan mata tersebut.
5.2.4 Hubungan faktor Sumber Daya Manusia dengan kebutaan akibat katarak
Sumber daya manusia di kabupaten Tapanuli Selatan terutama petugas kesehatan
belum memadai walaupun semua desa telah mempunyai bidan desa. Program puskesmas
tentang kesehatan mata yang juga termasuk dalaam 18 program pokok kesehatan puskesmas
belum terlaksana dengan baik. Khususnya mengenai tenaga Spesialis Mata yang masih belum
ada sampai sekarang di Kabupaten Tapanuli Selatan. Oleh karena itu perlulah menjadi
perhatian bagi kita semua khususnya bagi pengambil keputusan untuk pengadaan tenaga
Spesialis Mata yang sangat dibutuhkan di Kabupaten Tapanuli Selatan.
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
5.2.5 Hubungan faktor sarana dan Prasarana Kesehatan dengan kebutaan akibat
Katarak
Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kabupaten Tapanuli Selatan belum memadai
dimana ada 1 (satu) RSU Pemerintah yang semestinya sudah dapat melakukan operasi
katarak terhadap penderita-penderita katarak, namun sampai sekarang belum bisa melayani
pelayanan kesehatan mata secara optimal oleh karena belum tersediannya sarana untuk
pelayananan kesehatan mata serta belum adanya tenaga dokter spesialis mata di Kabupaten
Tapanuli Selatan.
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Prevalensi Kebutaan Katarak adalah 0,24%, ini berarti lebih kecil dari
prevalensi Kebutaan Katarak secara nasional yaitu 0,78 %.
2. Faktor ketidaktahuan dan kurangnya pengetahuan tentang katarak merupakan
faktor penyebab tingginya prevalensi Kebutaan Katarak ini. Keadaan ini
sebagian besar disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dari sebagian
besar penduduk setempat.
3. Faktor Geografi pada penelitian ini tidak menjadi hambatan terhadap penderita
Katarak untuk mendapatkan pelayanan.
4. Faktor Pekerjaan masyarakat secara mayoritas adalah petani, yang mana faktor
pekerjaan ini sangat berpengaruh terhadap tingginya prevalensi untuk
terjadinya Kebutaan Katarak.
5. Faktor Budaya tentang Pemeliharaan Kesehatan Mata juga mempunyai
peranan terhadap keberhasilan penanggulangan Kebutaan Katarak dan hal ini
erat hubungannya dengan tingkat pendidikan.
6. Masih kurangnya tenaga medis maupun paramedis, hal ini terlihat dari tidak
adanya dokter spesialis mata dan tidak adanya tenaga paramedis yang mahir
dalam menangani penyakit penyakit mata di Kabupaten Tapanuli Selatan
tersebut.
7. Faktor Sarana dan Prasarana Kesehatan yang belum memadai untuk
memberikan pelayanan Kesehatan Mata, khususnya operasi katarak
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
8. Faktor sosioekonomi ini juga merupakan penyebab dari peningkatan prevalensi
Kebutaan Katarak oleh karena rendahnya penghasilan masyarakat setempat
yang pada umumnya penduduk di Kabupaten Tapanuli Selatan tersebut
mempunyai pekerjaan sebagai petani.
B. SARAN
1. Untuk mengurangi penderita Kebutaan Katarak perlu dilakukan operasi
katarak secara gratis yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten
Tapanuli Selatan bekerjasama dengan Persatuan Dokter Mata Indonesia
(PERDAMI) Cabang Sumatera Utara, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
yang menaruh perhatian terhadap kesehatan khususnya kesehatan Mata serta
Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.
2. Perlunya menambah dan menempatkan tenaga tenaga ahli, seperti dokter
spesialis mata dan perawat mahir mata serta penyediaan sarana untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan mata.
3. Penyuluhan tentang kesehatan mata terhadap masyarakat sebaiknya rutin
dilakukan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu dan tempat
pelayanan kesehatan lainnya agar masyarakat dapat semakin mengerti dan tahu
bahwa betapa pentingnya menjaga kesehatan mata serta semakin tahu bahwa
penyakit katarak dapat disembuhkan dengan cara operasi.
4. Masih perlu dilengkapi faktor prasarana yang memadai..
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kebutaan di Indonesia Merupakan Bencana Nasional. Available from :
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1073465780,28036
2. Kebutaan RI Tertinggi di Asia. Available from :
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=2865
3. 1,5 % Penduduk Indonesia Mengalami Kebutaan. Available from:
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3233
4. Khurana A.K. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology, Fourth
Edition, Chapter 20, New Delhi, New Age International Limited Publisher, 2007, p
443 446.
5. World Blindness overview available in www.cureblindness.org
6. Dua HS. Said DG. Otri AM. Are we doing too many cataract operations? Cataract
surgery : a global perspective. British Journal Ophthalmology. Volume 93. No. 1.
January 2009. p1-2
7. Sirlan F. Faktor Resiko Buta Katarak Usia Produktif : Tinjauan Khusus Terhadap
Enzim Glutation Reduktase dan Riboflavin Darah; 2000. p 1,12,19-20
8. Pembentukan Komnas Penanggulan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan. Available
from : http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=647
9. Sirlain F, Blind Reduction Rate, Is It Important to Evaluate?, Majalah Opthalmologica
Indonesiana, Volume 33, No. 3, Sept-Des 2006, CV. Usaha Prima, Jakarta, 2006.
10. Pratomo H, Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak di Tanjung Balai Tahun 2004,
Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU, Medan, 2004, hal 3, 37-41
11. Silalahi E, Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak di Kabupaten Karo Tahun 2004,
Bagian Ilmu Penyakit Mata FK USU, Medan, 2004, hal 3, 37-41
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
12. American Academy of Ophthalmology. Cataract in International
Ophthalmology.Chapter 14, Section 13; 2004 2005.p 161-170.
13. Ocampo VVD. Foster CS. Cataract, Senile. Available from :
http://www.emedicine.com
14. Khurana AK. Community Ophthalmology in Comprehensive Ophthalmology. Fourth
Edition. Chapter 8. New Delhi. New Age International Limited Publisher; 2007. p
167-176
15. American Academy of Ophthalmology. Anatomy in Lens and Cataract. Section 11.
Chapter 1. Basic and Clinical Science Course; 2007-2008. p 5-9
16. Soekardi I. Hutauruk JA. Anatomi dan Fisiologi Lensa dalam Transisi menuju
Fakoemulsifikasi : Langkah-langkah menguasai teknik dan menghindari komplikasi.
Edisi I. Granit, Kelompok Yayasan Obor Indonesia. Jakarta; 2004. p 8-13
17. Steinert RF. Cataract Surgery : Techniques, Complications and Management. Second
Edition. Saunders. Philadelphia; 2004. p 9-12
18. Sperduto RD, Epidemiologic Aspects of Age-Related Cataract in Duanes Clinical
Ophthalmolgy. Volume 1. Chapter 73A. Revised Edition. Lippincot Williams &
Wilkins;2004. p 3-4
19. American Academy of Ophthalmology, Pathology in Lens and Cataract, Section 11.
Chapter 5. Basic and Clinical Science Course;2007-2008. p 45-48
20. Taylor A. Nutritional and Environmental Influences on Risk for Cataract in Duanes
Clinical of Ophthalmology. Volume 1. Chapter 72C. Lippincot Williams &
Wilkins;2004. p 4
21. Khurana AK. Khurana I. Anatomy and Physiology of Eye. India: CBS Publishers &
Distributors; 2005. p90
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
22. Cataracts. Available from: http://www.umm.edu/patiented/articles/what_risk
_factors_cataracts_000026_5.htm
23. American Academy of Ophthalmology, Evaluation and Management of Cataract in
Adult in Lens and Cataract. Section 11. Chapter 7. Basic and Clinical Science Course ;
2007-2008. p 75-77
24. Langston DP. The Crystalline Lens and Cataract in Manual of Ocular Diagnosis and
Therapy. Fifth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia; 2002. p142
25. Kanski JJ. Lens in Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. Sixth Edition.
Chapter 12. Philadelphia ST Louis. Elsevier Limited;2003. p337 - 338
26. Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka 2008, Badan Pusat Statistik Kabupaten
Tapanuli Selatan 2008.
27. Kabupaten Tapanuli Selatan available from :
http://www.sumutprov.go.id/ongkam.php?me=potensi_tapsel
28. Sinha R. et al Etiopathogenesis of cataract : Journal review. Indian Journal of
Ophthalmology Vol.57 No.3; May June 2009. p248 249
29. Age-Related Eye Disease Study Research Group. Risk Factors Associated with Age-
Related Nuclear and Cortical Cataract A Case-control Study in the Age-Related Eye
Disease Study, AREDS Report No.5. Ophthalmology Vol. 108, Number 8, August
2001.p1406
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
Lampiran
LEMBARAN PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Telah menerima dan mengerti penjelasan Dokter tentang penelitian PREVALENSI
KEBUTAAN AKIBAT KATARAK DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN dengan
menimbang untung ruginya dan dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersediamenjadi
peserta peneliti tersebut.
Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat atas dasar kesadaran sendiri tanpa paksaan
siapapun.
Tapanuli Selatan, 2009
(..)
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
SURVEI PREVALENSI KEBUTAAN
DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN PROPINSI SUMATERA UTARA
TAHUN 2009
NAMA RESPONDEN NOMOR :
I. PENGENALAN TEMPAT
a. Kabupaten : Tapanuli Selatan
b. Kecamatan :
c. Desa/Kelurahan :
d. Daerah : 1. Perkantoran 2. Pedesaan
e. Letak Geografis : 1. Pantai 3. Dataran Rendah
2. Pegunungan 4. Dataran Tinggi
II. FASILITAS RUMAH TANGGA
a. Penerangan dirumah tangga 1. Listrik 3. Lampu minyak
2. Petromak 4. Lainnya
b. Air bersih untuk mandi 1. Air ledeng 3. Air hujan 5.Sumur Bor
2. Sumur tertutup 4. Sungai 6. Lainnya
c. Bahan bakar memasak 1. Listrik 3. Kayu
2. Minyak tanah 4. Lainnya
III. KETERANGAN ANGGOTA RUMAH TANGGA
No Nama Hub. Dg KK Umur /
IV. SOSIAL DAN DEMOGRAFI
a. Nama Responden :
b. Umur : .tahun
c. Kelamin :1. Laki-laki 2. Perempuan
d. Suku : 1. Mandailing 3.Jawa 5. Melayu
2. Batak lainnya 4. Minang 6. Lainnya
e. Pendidikan yang ditamatkan 1. Tak sekolah 3. SLTP 5. Akademi
2. SD 4. SLTA 6. Perg. Tinggi
f. Pekerjaan yang sering dilakukan 1. Petani 3. Dagang 5. Pegawai 7. Lainnya
2. IRT 4. Buruh 6. Pengemudi
g. Lama Bekerja ..Tahun .Bulan
h. Lokasi tempat kerja 1. Terbuka 2. Tertutup
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
NAMA RESPON : NOMOR :
V HASIL PEMERIKSAAN MATA KANAN KIRI
A a. Tandai 1 jika Tajam Penglihatan <3/60
b. Tandai 2 jika tajam penglihatan 3/60
Jika dikoreksi (Bila umur responden lebih dari 5tahun Sph
Cy
Ax
B Bila umur responden dari 40 tahun
a. Tandai 1 bila tonometri <21 mmHg
b. Tandai 2 bila tonometri 21 mmHg
C KELAINAN-KELAINAN KANAN KIRI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jawab 2 =ya 1=Tidak
Kelainan Refraksi
Sikatrik Kornea
Katarak
Glaukoma
Afakia
Uveitis
Kelainan retina
Atropi Papil
Strabismus
Lainya
VI. KESIMPULAN
III. A VISUS LEBIH KECIL DARI 3/60 ATAU BUTA,
APAPENYEBAB KEBUTUHAN ?
1. REFRAKSI
2. KORNEA
3. LENSA
4. GLAUKOMA
5. RETINA
6. RADANG
7. TRAUMA
8. KEL PAPIL OPTIK
9. LAINNYA
KANAN KIRI
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
VII. ANAMNESA KESEHATAN MATA PENDERITA KATARAK
1. Sudah berapa lama mata bapak/ibu/sdr mengalami kekaburan ?
..tahun .bulan
2. Apakah bapak/ibu/sdr mengetahui tentang katarak? 1. Tidak 2. Ya
Jika jawab tidak, terus ke pertanyaan 9
3. Bila ya, katarak itu adalah : 1.Buta 2. Remang-remang 3. Rasa sakit 4. Lainnya
4. Apakah katarak dapat diobati? 1. Tidak 2. Dapat 3.Tidak tahu
Jika jawab tidak/tidak tahu , terus ke pertanyaan 9
5. Bila dapat diobati, setahu bapak/ibu/sdr, dimana tempatnya ? 1. Rumah sakit
2.Tradisional 3. Lainnya ............
6. Apakah bapak/ibu/sdr pernah dianjurkan operasi? 1. Tidak 2. Pernah
7. Jika pernah kenapa sampai sekarang 1. Tidak cukup biaya 2. Merasa tidak ada guna
belum operasi 2. Takut operasi 4. Lainnya.
8. Menurut bapak/ibu bagaimana jarak 1. Jauh, sulit dicapai 2. Dekat ,sulit dicapai
Tempat tinggal ke RS tempat operasi 3. Jauh, mudah dicapai 4.Dekat,mudah dicapai
9. Ketika mempunyai keluhan
mata kabur bapak/ibu/sdr
telah berobat?
Lingkari nomor
( boleh lebih dari satu)
Tempat berobat
1
1
Petugas
Puskesmas
RS Pemerintah
RS/BP Swasta
Tradisional
Obati sendiri
Dibiarkan
2
3
4
5
6
Dokter Mata
Dokter umum
Paramedis
Dukun
lainnya
2
3
4
5
10. Kalau mengobati sendiri pakai apa? 1.Tetes/zalf 2.Air cuci mata 3.Ramuan tanaman. 4.dll
11. a.Apakah bapak/ibu punya kebiasaan minum alkohol 3x seminggu/lebih 1.Tidak 2. Ya
b.Jika Ya, sehari berapa gelas . gelas
c. Sudah berapa tahun .. tahun bulan
12. a.Bapak/ibu mempunyai kebiasaan merokok? 1. Ya 2. Tidak
b. Jika Ya, berapa batang sehari ? batang
c. Sudah berapa tahun? tahun bulan
13. Apakah sering makan sayuran/buah? 1. Ya 2. Tidak
Warna sayuran/buah yang sering dimakan
a. Sayur hijau 1. Ya 2. Tidak
b. Mangga/pepaya dll 1. Ya 2. Tidak
14. a. Mana yang lebih sering dimakan ? 1. Ikan 2. Daging (sapi, ayam dll )
b. Dalam bentuk apa ? 3. Segar 4. Diawetkan
15. a. Apakah bapak/ibu/sdr juga menderita sakit gula ? 1. Tidak 2. Ya
b. Jika Ya, sudah berapa lama ? tahun .bulan
c. Kontrol teratur ke dokter ? 1. Tidak 2. Ya
. VII KESIMPULAN KEBUTAAN KATARAK
Kiri
1. Katarak Nuklear
2. Katarak Kortikal
3. Katarak Subkapsular Posterior
4. Katarak Matar / Hipermatur
5. Katarak Komplikata
Kanan
Herna Hutasoit : Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan, 2010.
ALUR PENELITIAN
- Registrasi (umur >5 thn)
- Pengisian kuesioner
Pemeriksaan visus
<3/60, tidak dapat di koreksi
Pemeriksaan TIO
>21 mmHg Normal (10-21 mmHg)
Pemeriksaan ophthalmoskop direk
dengan pupil dilatasi
Lensa jernih Lensa keruh,tanpa kelainan
segmen anterior dan posterior
Katarak
Eksklusi
Eksklusi