Anda di halaman 1dari 23

DASAR DASAR FOTOBIOLOGI PADA KULIT Irene E. Kochevar, Charles R.

. Taylor, Jean Krutmann hal 797-805 Pengetahuan tentang interaksi sinar matahari dengan kulit sangat mendasar sifatnya untuk memahami patogenesis, diagnosis dan pengobatan lebih dari 100 penyakit kulit. Bilamana radiasi ultraviolet (UV) atau cahaya tampak digunakan untuk mendiagnosis atau mengobati kondisi kulit, prinsip- prinsip penting fotofisika yang melibatkan penyerapan dan pemancaran sinar mendasari keberhasilan terapi. Rekomendasi tabir surya berlandaskan pada pemahaman tentang radiasi UV matahari dan dengan cara panjang gelombang bisa diminimalkan. Kanker kulit merupakan masalah klinik epidemik, yang patofisiologinya mengharuskan pemahaman tentang kejadian- kejadian fotofisika, fotokimia dan fotobiologi yang dibahas dalam bab ini. Hampir setiap peradaban kuno menyembah dewa matahari yang kuasa penyembuhannya diyakini berjangkauan luas. Bahkan dewasa ini, keterpaparan sinar matahari dirasakan banyak orang memicu rasa sejahtera. Selain itu, sinar matahari penting bagi sintesa vitamin D3 dan penetapan jam internal. Di sisi negatif, sinar matahari menyebabkan reaksi kulit inflamasi akut dan kronis merugikan, kanker kulit dan fotoaging dan bisa menimbulkan reaksi merugikan terhadap obat tertentu (lihat Bab 89, 90, 91). Walaupun matahari merupakan sumber utama radiasi UV dan cahaya tampak yang berinteraksi dengan kulit manusia, radiasi UV dan/ atau cahaya tampak juga terpancar dari sumber umum seperti lampu fluoresensi, lampu pijar, mesin fotokopi dan lampu fototerapi. Salon pencoklatan adalah contoh yang akrab lainnya. Dokter gigi menggunakan UV untuk pengerasan akrilat, begitupun dengan ahli estetika salon kuku. Dengan demikian, radiasi UV dan cahaya tampak merupakan bagian yang konstan dari lingkungan manusia dan memegang peranan dalam kesehatan, penyakit dan terapi. Fotodermatologi adalah studi tentang interaksi antara kulit manusia dan radiasi UV dan cahaya tampak. Untuk

memahami reaksi kulit terhadap radiasi UV dan cahaya tampak, perlu kiranya diketahui dengan jelas prinsip- prinsip yang mengatur interaksi pita gelombang ini dengan biomolekul di dalam kulit. Bila foton UV dan cahaya tampak mencapai permukaan kulit, serangkaian tahapan mestilah terjadi untuk mengubah energi radiasi menjadi reaksi yang bisa diamati seperti yang diperlihatkan secara skematik dalam Gambar 88-1. Pertama, radiasi harus menembus sampai ke
1

level yang tepat di dalam kulit dimana ia diserap oleh molekul- molekul di dalam kulit, yang disebut dengan istilah kromofor. Kemudian reaksi fotokimia mengubah kromofor menjadi molekul- molekul baru, fotoproduk. Molekul- molekul fotoproduk ini menstimulasi pathway transduksi sinyal seluler yang menyebabkan perubahan biokimia yang berpuncak pada efek seluler, seperti proliferasi, sekresi sitokin dan apoptosis yang diamati sebagai reaksi kulit akut. Sebagai contoh misalnya, dalam kasus pasien yang mengkonsumsi tetrasiklin dan kemudian terpapar sinar matahari, bisa dilihat luka bakar sinar matahari yang memburuk sebagai contoh klasik dari reaksi fototoksik. Rangkaian tahap serupa bertanggungjawab atas reaksi terhadap keterpaparan kronis terhadap radiasi UV seperti keratosis aktinik dan kerutan (fotoaging).

RADIASI ULTRAVIOLET DAN CAHAYA TAMPAK Radiasi UV dan cahaya tampak merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik yang mencakup rentang panjang gelombang yang luas, mulai dari sinar x energi tinggi hingga gelombang mikro dan gelombang radio energi rendah (Tabel 88-1; Gambar 88-2). Panjang gelombang terpendek terkait dengan radiasi energi tertinggi dan panjang gelombang terpanjang dengan radiasi energi terendah. Pita gelombang UV sangat penting karena puluhan penyakit kulit
2

diperburuk oleh panjang gelombang ini dan banyak terapi popular, seperti fototerapi UVB (lihat Bab 238) dan psoralen dan fotokemoterapi sinar ultraviolet A (PUVA) (lihat Bab 239), penggunaan sumber yang memancarkan radiasi UV. Cahaya tampak mencakup panjang gelombang yang dipersepsikan sebagai warna oleh mata manusia dan juga sering digunakan dalam terapi, seperti terapi fotodinamik asam aminolevulenat sinar biru (PDT; lihat Bab 239), dan dipancarkan oleh beberapa laser yang ditujukan untuk target berpigmen (berwarna) di dalam kulit (misalnya pulsed dye dan Q-switched ruby) (lihat Bab 240). Radiasi Ultraviolet Untuk fotobiologi medis, rentang UV (200 sampai 400 nm) dibagi menjadi UVA, UVB dan UVC (lihat Tabel 88-1 dan Gambar 88-2). Pembagian dilakukan pada 290 nm karena panjang gelombang dari sinar matahari yang lebih pendek dari 290 nm diserap ozon di stratosfer dan tidak mencapai permukaan bumi pada ketinggian permukaan laut. Panjang gelombang dalam rentang 200 sampai 290 nm disebut sebagai UVC atau radiasi germicidal. Panjang gelombang ini diserap kuat oleh DNA dan karenanya bisa mematikan sel-sel epidermis atau bakteri. Lampu UVC memancarkan sinar 254 nm dan digunakan untuk pemurnian udara dan air. Harus hati- hati untuk menghindari keterpaparan mata dan kulit terhadap radiasi UVC karena bahaya keratitis UV dan mutasi. Rentang 290 sampai 320 nm dikenal sebagai UVB dan sering disebut sebagai spektrum tengah UV atau spektrum luka bakar sinar matahari. Ini mencakup panjang gelombang paling aktif secara biologik yang mencapai permukaan bumi. Juga, kaca jendela biasa hanya memancarkan panjang gelombang yang lebih panjang. Sebagian tabir surya memantulkan atau menyerap dengan efisien panjang gelombang ini, dan sun protection factor (SPF) didasarkan pada pengujian terhadap pita gelombang ini. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa panjang gelombang yang berbeda di dalam pembagian ini bisa menimbulkan reaksi biologik yang sangat bervariasi. Sebagai contoh misalnya, perhatikan reaksi kulit terhadap dua panjang gelombang dalam rentang UVB, 297 dan 313 nm, radiasi pada 297 nm hampir 100 kali lebih eritemogenik daripada radiasi 313 nm dan lebih efektif menyebabkan kerusakan DNA dan fotokarsinogenesis. Suatu contoh yang relevan dengan fototerapi adalah narrow band UVB (312 nm) dan laser excimer (308 nm) digunakan untuk mengobati psoriasis karena panjang gelombang ini lebih efektif daripada bagian lainnya dari spektrum UVB. UVB hanya menyumbang kira- kira 5,0
3

persen dari UV dan 0.5 persen dari total radiasi yang mencapai permukaan bumi; jumlah yang pasti sangat bervariasi sesuai dengan waktu, musim, kondisi awan dan faktor lainnya. UV gelombang panjang atau UVA (320 sampai 400 nm) kadang- kadang disebut sebagai sinar hitam karena tidak kelihatan pada mata manusia tetapi menyebabkan substansi tertentu memancarkan fluoresensi yang kelihatan. Kira- kira 95 persen dari radiasi UV yang mencapai permukaan bumi adalah UVA. Seperti yang telah dijelaskan untuk radiasi UVB, reaksi kulit terhadap UVA tidak konstan untuk semua panjang gelombang dari 320 sampai 400 nm. Ternyata, UVA dibagi menjadi UVA I (340 sampai 400 nm) dan UVA II (320 sampai 340 nm) karena gelombang yang disebut terakhir lebih merusak kulit yang tidak mengalami sensitisasi daripada panjang gelombang yang lebih panjang. Walaupun sebagian besar tabir surya memberikan perlindungan terbesar terhadap panjang gelombang UVB, produk yang disebut broad- spectrum tentu saja mempunyai kemampuan yang berarti melindungi terhadap panjang gelombang UVA, walaupun belum ada ukuran formal yang ekuivalen dengan angka SPF. Umumnya, semakin tinggi SPF, misalnya 45 ke atas, semakin besar kemungkinannya kita akan menemukan perlindungan UVA pada preparasi tersebut. Substansi tabir surya yang lebih baru meningkatkan perlindungan terhadap sinar UVA yang merusak (lihat Bab 223). Karena kira-kira 95 persen sinar UV yang mencapai permukaan bumi adalah UVA, maka perlindungan terhadap pita gelombang ini sangat penting guna memperkecil efek merugikan kulit seperti fotoaging dan karsinogenesis. Radiasi Cahaya Tampak Spektrum cahaya tampak (400 dan 760 nm) didefenisikan oleh panjang gelombang yang dpersepsikan sebagai warna oleh retina. Sebagian orang bisa melihat panjang gelombang sedikit lebih pendek dari 400 nm dan yang lain bisa melihat panjang gelombang yang lebih panjang dari 760 nm. Warna- warna spesifik terkait dengan panjang gelombang yang berbeda, seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 88-2. Reaksi kulit terhadap cahaya tampak umumnya membutuhkan fotosensitisasi. Sebagai contoh misalnya, pada PDT, digunakan bahan warna yang menyerap cahaya tampak dengan panjang gelombang yang panjang (merah) dan untuk PDT asam levolevulinat, digunakan suatu prodrug yang diubah menjadi protoporfirin IX penyerap biru (lihat Bab 239). Sumber sinar yang bergelombang kuat, biasanya laser, digunakan untuk

mengobati lesi vaskular, lesi berpigmen dan lesi lainnya tanpa penggunaan bahan warna fotosensitisasi (lihat Bab 240).

Pita Gelombang Lain dari Radiasi Elektromagnetik Sinar x dan sinar menempati ujung panjang gelombang pendek (energi tinggi) dari spektrum EM, dan radiasi infrared ditemukan pada panjang gelombang yang lebih panjang (energi lebih rendah) daripada radiasi tampak (lihat Tabel 88.1). Radiasi sinar x dan sinar mengionisasi molekul (menghilangkan elektron) tanpa pandang bulu dan dikenal sebagai radiasi ionisasi, topik radiobiologi (lihat Bab 95). Dalam terapi radiasi tumor, panjang gelombang ini membunuh sel- sel tumor dengan mengionisasi molekul- molekul air dan memproduksi radikal bebas yang merusak DNA. Radiasi infrared (IR) mempunyai energi yang lebih rendah daripada cahaya tampak. Ini dibagi menjadi IR-A (760-1440 nm), IR-B (1440-3000 nm) dan IR-C (3000 nm 1 mm). Berbeda dengan IR-B dan IR-C, IR-A menembus ke dalam dermis dan mengerahkan efek biologiknya. IR-B dan IR-C dirasakan sebagai panas. Studi- studi belakangan ini menunjukkan bahwa panjang gelombang IR-A bisa merusak kulit, tetapi juga bisa berguna secara terapeutik walaupun untuk kedua efek mekanisme masih belum jelas.

SIFAT RADIASI ELEKTROMAGNETIK Prinsip-prinsip tertentu digambarkan secara lebih baik dengan mengkonseptualisasikan radiasi EM sebagai gelombang, sementara yang lainnya lebih bisa dipahami dengan membayangkannya sebagai paket- paket energi yang disebut foton. Kedua deskripsi ini saling melengkapi. Gelombang terdiri dari gerakan periodik atau getaran- getaran yang merambat melalui suatu medium. Bila gerakan tegak lurus terhadap arah perambatan, seperti gelombang yang merambat pada seutas tali, gelombang disebut gelombang melintang. Radiasi EM yang dianggap sebagai gelombang terdiri dari medan listrik dan medan magnet yang bergetar pada sudut tegak lurus terhadap satu dengan lainnya dan terhadap arah perambatan. Akibatnya, radiasi ini bisa dinyatakan menurut frekuensinya (jumlah getaran per detik) atau menurut panjang gelombangnya (jarak yang ditempuh per getaran). Karena semua radiasi EM merambat dengan kecepatan sama melalui ruang, frekuensi dan panjang gelombang mempunyai hubungan terbalik, yang dinyatakan sebagai: v= c/, dimana v= frekuensi getaran per detik, c= kecepatan radiasi (kecepatan sinar, 3x108 m/detik) dan = panjang gelombang dalam meter. Bila sinar dianggap sebagai gelombang, maka warna spesifik radiasi UV dan cahaya tampak terkait dengan panjang gelombang spesifik dari spektrum EM. Sebagai contoh misalnya, sinar merah terkait dengan panjang gelombang sekitar 700 nm, sementara sinar biru terkait dengan panjang gelombang sekitar 470 nm (lihat table 88-1). Selain sifat gelombangnya, radiasi EM bisa dinyatakan sebagai aliran paket-paket diskrit energi yang dikenal sebagai kuantum atau foton. Jumlah energi dalam satu foton (kuantum) berbanding lurus dengan frekuensi radiasi dan berbanding terbalik dengan panjang gelombang radiasi, seperti yang dinyatakan oleh hukum Planck: E=hv = hc/, dimana E= energi foton dalam joule (J), h= konstanta Planck (6,626x 1034 J/s), v= frekuensi getaran per detik, c= kecepatan radiasi (3x108 m/s) dan =panjang gelombang dalam meter. Hubungan ini menunjukkan bahwa energi foton meningkat apabila panjang gelombang lebih pendek dan menurun bila panjang gelombang lebih panjang. Dengan kata lain, radiasi dengan panjang gelombang yang lebih pendek mempunyai energi yang lebih besar per foton. Sebagai contoh misalnya, foton 300 nm mempunyai dua kali energi foton 600 nm. Karena mempunyai energi yang lebih rendah, foton

yang terkait dengan panjang gelombang yang lebih panjang daripada rentang yang tampak biasanya tidak menyebabkan reaksi fotokimia. SUMBER RADIASI ULTRAVIOLET DAN CAHAYA TAMPAK Sinar Matahari Panjang gelombang terpendek dari spektrum sinar matahari yang mencapai permukaan bumi pada ketinggian permukaan laut adalah kira- kira 290 nm, walaupun panjang gelombang yang sedikit lebih pendek terdeteksi di daerah yang tinggi. Panjang gelombang UV yang lebih pendek yang dipancarkan matahari disaring lapisan ozon dan oksigen molekuler stratosfer. Dengan tergantung pada lokasi geografis dan musim, diperkirakan bahwa sinar matahari menghasilkan antara 2 dan 6 mW/cm2 radiasi UV antara 290 dan 400 nm. Penyaringan panjang gelombang lebih kecil dari 290 nm oleh ozon adalah proses yang sangat penting karena panjang UVC yang lebih pendek sangat merusak pada binatang dan tumbuhan. Ozon yang ada di stratosfer terus menerus dihasilkan dan didegradasikan. Karena transmisi UVC dan UVB sinar matahari melalui atmosfer bervariasi secara eksponensial dengan konsentrasi ozon, perubahan kecil pada lapisan ozon bisa menyebabkan peningkatan resiko dalam irradiansi UV di permukaan bumi. Sebagai contoh misalnya, perhitungan efek penipisan ozon memprediksi peningkatan dua kali lipat kejadian kanker kulit hingga tahun 2100 sekalipun pembatasan Protokol Montreal tentang substansi penipisan ozon dipatuhi. Indeks UV yang dikembangkan National Weather Service dan lembaga perlindungan lingkungan AS merupakan usaha untuk menentukan resiko yang dibawa radiasi matahari pada waktu dan tempat tertentu. Selain faktor lainnya, efek garis lintang, ketinggian, musim dan awan diperhitungkan. Skalanya meningkat hingga 15 dan Indeks UV yang lebih besar dari 10 dianggap sebagai hari beresiko tinggi untuk keterpaparan berlebihan yang mungkin terjadi di daerah tersebut. Sumber Buatan Radiasi Ultraviolet dan Cahaya Tampak Kulit terpapar radiasi UV dan cahaya tampak dari berbagai sumber dalam kehidupan sehari-hari dan dari rangkaian sumber cahaya yang berbeda untuk terapi dan diagnosis. Yang

berikut ini merupakan ulasan umum tentang sumber cahaya UV dan cahaya tampak. Informasi spesifik haruslah diperoleh dari pihak manufaktur sebelum menggunakan sumber cahaya baru. SUMBER CAHAYA PIJAR. Sumber cahaya pijar meliputi bola lampu listrik, lampu sorot dan sebagian bola lampu quartz iodide. Pada lampu ini, arus listrik yang lewat melalui filamen logam memanaskan filamen, yang menyebabkan memendarnya radiasi EM. Sebagian besar radiasi yang dipendarkan berada dalam spektrum cahaya tampak dan infrared. Hanya kadang- kadang pasien dengan urtikaria sinar matahari, dermatitis aktinik kronis atau sebagian porfiria terganggu dengan output sumber pijar biasa. Panjang gelombang yang lebih pendek dari 360 nm biasanya tidak dipancarkan karena filament panas terbungkus dalam sarung kaca yang hanya memancarkan radiasi UVA dan cahaya tampak. Lampu pijar tungsten- halogen, yang sering digunakan sebagai lampu sorot, memancarkan radiasi UVA dan cahaya tampak. Sebagian lampu pijar quartz iodide menghasilkan emisi UVA yang signifikan dan sebagian emisi UVB. SUMBER LAMPU ARC. Sumber arc meliputi lampu xenon, lampu merkuri tekanan medium dan tekanan tinggi (hot quartz), lampu fluoresensi dan lampu halida. Pada lampu arc, elektron digerakkan melalui gas dengan perbedaan potensial antara kedua elektroda. Molekul- molekul gas antara elektroda diionisasi dan selanjutnya melepaskan radiasi EM. Radiasi dipancarkan secara preferensial pada panjang gelombang spesifik (garis emisi) dan juga dalam rangkaian kesatuan panjang gelombang. Panjang gelombang dan daya relatif pada masing- masing panjang gelombang tergantung pada gas yang digunakan, temperatur lampu arc, tekanan di dalam lampu dan bahan dinding lampu. Lampu arc xenon memancarkan radiasi UV maupun radiasi cahaya tampak dan sekarang merupakan sumber yang paling umum digunakan dalam simulator sinar matahari. Pengujian fotoprovokasi untuk erupsi polimorfik sering dilakukan dengan sumber seperti itu. Filter digunakan untuk membatasi panjang gelombang untuk fototesting dengan simulator sinar matahari. Arc xenon juga digunakan pada sebagian fototerapi dan aplikasi penelitian fotobiologi. Pada lampu xenon, gas xenon dengan tekanan di bawah 20 sampai 40 atmosfer (atm) dipanaskan hingga temperatur tinggi dalam sarung quartz kaku untuk menghasilkan radiasi cahaya tampak dan UV yang kuat. Pada tekanan ini, spektrum xenon menjadi suatu rangkaian kesatuan yaitu, semua panjang gelombang dipancarkan dan bukan hanya panjang gelombang spesifik.

Panjang gelombang yang dipancarkan lampu arc merkuri sangat dipengaruhi oleh tekanan gas di dalam sarung. Lampu germicidal merkuri tekanan rendah memancarkan 85 persen energi radiant pada 254 nm. Karena temperatur operasi rendah, lampu tersebut juga diketahui sebagai cold quartz lamps. Dengan peningkatan tekanan (1 atm), emisi primer 254 nm diserap oleh atom merkuri lainnya di dalam lampu dan dipancarkan kembali pada panjang gelomabang yang lebih panjang (297, 302, 313, 334 dan 365 nm, dan panjang gelombang tampak). Dengan kenaikan tekanan lebih lanjut (2 sampai 100 atm), garis-garis spektrum ini semakin luas dan menurun relatif terhadap intensitas latar belakang spektral kontiniu. Dalam praktek medis, lampu merkuri (hot quartz) tekanan medium dan tekanan tinggi umumnya digunakan sebagai sumber UVB, walaupun distribusi daya spektralnya terutama berada dalam jarak UVA dan cahaya tampak. Lampu sinar UVB yang umum digunakan (lihat Bab 238) dan lampu UVA untuk terapi PUVA (lihat Bab 239) adalah lampu fluoresensi. Lampu tersebut, merupakan lampu arc merkuri tekanan rendah yang dimodifikasi yang terdiri dari tabung kaca yang mengandung gas merkuri dengan elektroda di kedua ujungnya. Permukaan dalam dari tabung kaca dilapisi dengan fosfor, yang menyerap radiasi 254 nm dan memancarkan kembali energi pada panjang gelombang yang lebih panjang. Komposisi kimia dari fosfor menentukan panjang gelombang mana yang dipancarkan kembali. Pada umumnya, lampu fluoresensi mempunyai spektrum emisi berbentuk lonceng yang relatif lebar, dengan garis- garis emisi spektral merkuri menimpali dari atas, dan disebut sebagai sumber sinar broadband. Fluoresensi lampu matahari (tipe FS) utamanya memancarkan radiasi dalam rentang UVB (Gambar 88-3). Lampu ini sering disebut sebagai lampu UVB, sekalipun lampu tersebut memancarkan sebagian radiasi UVA, karena radiasi yang signifikan secara terapeutik adalah dalam rentang UVB (Tabel 88-2). Lampu fluoresensi dengan puncak emisi utama pada 311 nm (Phillips TL01) dikembangkan untuk digunakan dalam fototerapi (Lihat gambar 88-3). Lampu ini merupakan sumber efisien untuk fototerapi psoriasis karena dibandingkan dengan lampu UVB konvensional, energi yang dipancarkan hampir seluruhnya tumpang tindih dengan spektrum aksi untuk penyembuhan psoriasis. Yang menarik, lampu ini juga berhasil digunakan untuk pengobatan vitiligo, dermatitis atopik dan erupsi sinar polimorfik, dimana spektrum aksi semuanya tidak diketahui dan mungkin berbeda dari terapi untuk psoriasis.

Lampu fluoresensi yang memancarkan UVA dengan intensitas tinggi paling sering digunakan dalam terapi PUVA untuk psoriasis, vitiligo dan penyakit kulit lainnya. Sumber UVA paling efisien untuk terapi PUVA akan memaksimalkan emisi radiasi 320 nm sampai 360 nm untuk fotoaktivasi molekul-molekul psoralen, sambil meminimalkan emisi UVB. Tabel 88-2 memperlihatkan persentase dari total emisi yang ada dalam rentang 320 nm sampai 360 nm dari beberapa sumber sinar yang memancarkan UVA yang digunakan di unit fototerapi. Lampu Wood adalah lampu fluoresensi kecil, tekanan rendah dan memancarkan UVA dengan sarung kaca penyerap cahaya tampak dan memancarkan UVA. Lampu ini berguna dalam praktek klinik karena setelah penyerapan UVA, emisi fluoresensi dari komponen normal dan komponen abnormal kulit, rambut, gigi dan urin bisa bersifat diagnostik (misalnya pada porfiria, vitiligo, dan infeksi jamur). Lampu halida memancarkan rangkaian kesatuan intensitas tinggi dalam UVB dan terutama rentang UVA. Dengan filter yang tepat, lampu ini semakin banyak digunakan sebagai UVB, dan juga sebagai UVA, sumber untuk fototerapi (khususnya terapi UVA1) dan fotokemoterapi. Lampu halida logam biasanya terdiri dari lampu merkuri tekanan tinggi dengan halida logam sebagai bahan additif. Rentang panjang gelombang kontiniu yang dipancarkan dari lampu halida membedakannya dari lampu arc merkuri tekanan medium yang memancarkan sinar dalam rentang panjang gelombang sempit. Kira-kira 20 persen spektrum emisi bisa berupa radiasi UVA.

10

11

LASER (lihat Bab 240). Laser adalah singkatan untuk light amplication by stimulated emission of radiation. Laser menghasilkan pancaran kuat radiasi monokromatik. Laser beroperasi dengan mengeksitasi molekul-molekul ke keadaan tereksitasi yang bisa bermetastasi dari emisi foton yang distimulasi oleh foton selanjutnya yang menerpa molekul yang tereksitasi. Kemudian foton yang dipancarkan dan foton hasil stimulasi masing masing dapat menstimulasi emisi molekul lainnya yang belum tereksitasi, yang akhirnya menghasilkan sejumlah foton dengan panjang gelombang, fase dan arah perambatan yang sama. Laser memancarkan panjang gelombang UV, cahaya tampak atau inframerah dan bisa beroperasi sebagai sumber kontiniu atau bergelombang. Aplikasi laser dalam dermatologi menggunakan kapasitasnya untuk mengkonsentrasikan energi dalam jumlah besar dalam jumlah kecil jaringan.

DOSIMETRI RADIASI ULTRAVIOLET DAN CAHAYA TAMPAK Untuk mengobati pasien dengan jumlah dan panjang gelombang yang tepat dari radiasi UV atau cahaya tampak, perlu dipahami bagaimana kuantitas radiasi dan bagaimana kaitan radiasi dengan waktu keterpaparan. Satuan dasar energi EM adalah joule (J). Daya adalah laju aliran energi, joule per detik (J/s). Dalam kasus radiasi UV dan cahaya tampak, daya adalah laju emisi energi radiant dan diberikan dalam watt (W), dengan satuan J/s. Laju dengan mana energi radiant diberikan ke permukaan, seperti kulit, dinyatakan sebagai daya yang diberikan per satuan luas permukaan (Daya/ luas; W/cm2). Kuantitas ini disebut irradiansi. Energi radiant total yang diberikan per satuan luas permukaan kulit disebut dosis keterpaparan atau fluens dan merupakan perkalian dari irradiansi dan waktu
Irradiansi (W/cm2) x Waktu (detik) = Dosis keterpaparan atau Fluence (J/cm2)

Untuk sebagian besar reaksi terhadap radiasi UV dan cahaya tampak, dosis keterpaparan pada panjang gelombang tertentulah yang menentukan besarnya reaksi. Laju penyampaian energi sumber radiasi umumnya tidak mempengaruhi reaksi dengan menggunakan sumber sinar konvensional, sebaliknya, efek sinar laser sering dipengaruhi irradiansi (lihat Bab 240). Irradiansi yang dihantarkan oleh suatu sumber sebagai fungsi dari panjang gelombang disebut irradiansi spektral dan dinyatakan sebagai satuan irradiansi per nanometer [(W/cm2)/nm].
12

Spektroradiometer digunakan untuk mengukur irradiansi spektral sumber cahaya. Sewaktu mengukur irradiansi sumber cahaya pada daerah spektral tertentu, paling berguna sebuah detektor yang diberi bobot panjang gelombang tepat. Sebagai contoh misalnya, pengukuran radiometrik broadband dengan panjang gelombang kurang dari 315 nm memberikan indikasi kasar tentang panjang gelombang efektif untuk eritema yang dipancarkan sumber radiasi UV. Akan tetapi, tidak ada pengganti untuk mengetahui irradiansi spektral sepenuhnya yang dihantarkan sumber, sebagaimana ditentukan dengan spektroradiometer. Sebagai contoh misalnya dalam fototesting, hanya panjang gelombang penting yang boleh digunakan. Untuk menilai sensitivitas UVA endogen, bagian UVB dari emisi sumber, jika ada, haruslah disaring sehingga panjang gelombang UVB yang lebih eritemogenik tidak menyebabkan penentuan ambang batas eritema yang lebih rendah secara palsu dalam rentang UVA. Spektroradiometer penting dalam menetapkan output spektral sepenuhnya dari sumber cahaya.

SIFAT OPTIK KULIT Bila radiasi UV dan cahaya tampak menerpa kulit, sebagian dipancarkan kembali (dipantulkan dan dipendarkan), sebagian diserap kromofor pada berbagai lapisan dan sebagian dipancarkan ke dalam lapisan-lapisan sel hingga energi sinar yang menerpa terhamburkan (Gambar 88-4 dan 88-5). Sebagian fraksi yang sangat kecil dari radiasi yang terserap diserap dan kemudian dipancarkan kembali pada panjang gelombang yang lebih panjang sebagai fluoresensi. Kedua proses utama yang membatasi penetrasi radiasi UV dan cahaya tampak ke dalam kulit, penyerapan dan pemendaran, bervariasi sesuai dengan panjang gelombang. Panjang gelombang UV lebih kecil dari 320 nm mudah diserap protein, DNA dan komponen lainnya dari sel epidermis. Bersama-sama dengan pemendaran, penyerapan ini menyebabkan penetrasi rendah panjang gelombang ini ke dalam kulit (lihat gambar 88-4). Sebagai contoh misalnya, kira-kira 50 persen radiasi 300 nm dan 10 persen radiasi 350 nm mencapai taut dermal epidermal. Antara 50 persen dan 10 persen sinar yang menerpa dipantulkan oleh permukaan luar stratum korneum. Permukaan ini atau yang disebut dengan specular reflectance relatif konstan untuk semua panjang gelombang tampak dan menyebabkan tampilan permukaan kulit, yang sangat mengkilap jika permukaan mulus, basah atau berminyak.
13

Sebaliknya, jika permukaan tidak rata, cahaya dipendarkan dan kulit tampak tidak mengkilap dan kasar. Moisturizer digunakan pada kulit untuk mengurangi tampilan kasarnya dengan memuluskan ketidakteraturan yang menghubungkan permukaan udara, yang dengan demikian mengurangi specular reflectance dan menjadikan kulit tampak lebih mengkilap. Pemendaran mencakup setiap proses yang membelokkan jalur radiasi optik. Sebagai contoh, misalnya, kulit yang bersisik, seperti pada psoriasis, memendarkan lebih banyak sinar daripada kulit normal. Selama fototerapi, penggunaan emolien pada plak-plak psoriatik membantu mengurangi pemendaran UVR dan memungkinkan lebih banyak panjang gelombang efektif menembus ke dalam jaringan yang hidup. Pada kulit berwarna terang dan putih, sebagian besar pembiasan cahaya tampak, kira-kira 50 persen dari sinar yang menerpa, adalah cahaya yang menembus epidermis dan dipendarkan dari berbagai kedalaman dermis kembali melalui epidermis dan permukaan kulit. Melanin, relatif secara merata menyerap panjang gelombang tampak dan normalnya hanya ada di dalam epidermis, sebagian besar bertindak sebagai filter kepadatan netral untuk mengurangi pembiasan dermis. Melanosom pada orang berkulit lebih gelap lebih besar dan dipendarkan secara satu demi satu dibandingkan dengan melanosom orang berkulit lebih terang. Semakin besar kandungan melanin keseluruhan pada kulit yang lebih gelap menyerap lebih banyak cahaya tampak dan karenanya menyebabkan kulit tampak lebih gelap karena lebih sedikit sinar dipantulkan balik kepada orang yang melihat. Darah (hemoglobin) di dalam dermis menyerap panjang gelombang tampak yang lebih pendek (biru), yang mengurangi daerah spektral dari komponen pembiasan dermis, dan memberikan warna kemerah-merahan kepada persepsi kita atas pembiasan total. Lokasi dan kuantitas abnormal dari pigmen ini atau pigmen lainnya menyebabkan tampilan kulit pada kondisi patologik (misalnya melasma dengan pigmen ekstra di dalam epidermis dan/ atau dermis; vitiligo tanpa adanya melanin epidermal).

14

PENYERAPAN RADIASI ULTRAVIOLET DAN CAHAYA TAMPAK OLEH MOLEKUL MOLEKUL DI DALAM KULIT Bila foton ditangkap kromofor, maka penyerapan telah terjadi. Setelah penyerapan, molekul mengandung energi ekstra dan bisa berubah untuk membentuk molekul baru yang disebut fotoproduk. Molekul baru ini memicu reaksi pada sel-sel kulit. Dengan demikian, penyerapan merupakan tahap pertama dalam reaksi fotobiologik. Kulit pada pokoknya terdiri dari air, molekul organik, seperti protein, lipid dan asam nukleat; dan ion organik, yang meliputi Na+, Ca2+ dan Cl-. Molekul organik menyerap foton di daerah UVA, UVB dan daerah spektral yang tampak. Panjang gelombang spesifik yang diserap masing-masing molekul (disebut spektrum penyerapan) ditentukan oleh struktur molekul (yaitu susunan elektron). Hanya radiasi yang diserap yang bisa memicu reaksi biologik. Hukum fotokimia pertama, yang ditetapkan oleh Grotthus dan Draper pada tahun 1818, menyatakan bahwa hanya sinar yang diserap yang bisa menyebabkan perubahan fotokimia.

15

Spektrum gabungan penyerapan adalah grafik dari probabilitas penyerapan foton dengan panjang gelombang spesifik pada sumbu terhadap panjang gelombang pada sumbu x (Gambar 88-6). Panjang gelombang yang mempunyai probabilitas tertinggi penyerapan disebut maksimum penyerapan, max , dan bisa digunakan untuk target (misalnya, DNA, max= 260 nm; porfirin, max= 400 sampai 410 nm). Banyak biomolekul yang menyerap dalam spektrum UVB sebenarnya mempunyai penyerapan maksimal pada panjang gelombang yang lebih pendek dalam rentang UVC (lihat gambar 88-6). Ini meliputi basa purin dan basa pirimidin dalam DNA dan RNA ( max 260 nm), urocanic acid (UCA; max= 280 nm), asam amino aromatik dalam protein ( max 280 nm) dan 7-dehidrokolesterol ( max =285 nm). Akan tetapi, di dalam kulit maksimal penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih panjang karena panjang gelombang yang lebih pendek ini tidak mengalami penetrasi yang cukup. Serupa halnya, sebagian besar obat fotosensitisasi mempunyai spektrum tindakan efektif dalam rentang UVA walaupun dalam larutan di luar tubuh obat tersebut mempunyai maksimum penyerapan pada panjang gelombang yang lebih pendek. Banyak kromofor kulit endogen menyerap UVA [misalnya, penurunan nikotinamid adenine dinukleotida fosfat (340 nm)]. Yang lainnya menyerap baik UVA maupun radiasi tampak, termasuk hemoglobin ( max =410 nm), bilirubin ( max =450 nm) dan -karoten ( max =460 nm). Melanin menyerap sepanjang spektrum UV dan spektrum cahaya tampak tanpa adanya penyerapan yang berbeda dari panjang gelombang maksimum.

16

REAKSI FOTOKIMIA YANG MENYEBABKAN REAKSI KULIT Setelah menyerap energi foton, kromofor berada dalam keadaan tereksitasi, yang eksis hanya dalam waktu yang sangat singkat sebelum bereaksi dengan molekul-molekul di dekatnya. Produk reaksi ini memicu proses transduksi sinyal yang menyebabkan reaksi yang diamati pada kulit. Molekul Keadaan Tereksitasi Normalnya, molekul berada dalam apa yang disebut dengan keadaan dasar dan mempunyai distribusi tertentu elektron- elektron dalam ruang sekeliling nukleus atom-atomnya. Untuk setiap molekul, juga ada serangkaian keadaan elektron dengan energi yang lebih tinggi dan distribusi elektron-elektron yang berbeda; ini disebut keaadaan tereksitasi. Bila molekul dalam keadaan dasar menyerap energi foton UV atau foton tampak, molekul dipromosikan ke keadaan elektron tereksitasi (Gambar 88-7). Menurut mekanika kuantum, hanya gap energi tertentu yang dibolehkan ada di antara keadaan- keadaan elektron. Akibatnya, molekul bisa menyerap foton hanya dengan energi tertentu; ini menghasilkan spektrum penyerapan unik untuk masing-masing molekul. Molekul eksis dalam keadaan tereksitasi pertama ini yang terbentuk selama periode yang sangat singkat. Ini disebut singlet excited state dan eksis selama beberapa nanodetik. Molekul bisa kembali ke keadaan dasar dengan memancarkan cahaya (fluoresensi) atau melepaskan energi sebagai panas, suatu proses yang disebut konversi internal (lihat gambar 88-7). Sebagai alternatif, singlet excited state bisa mengalami reaksi kimia untuk membentuk fotoproduk, atau bisa diubah ke keadaan tereksitasi lainnya dengan energi yang lebih rendah, triplet excited state, oleh proses yang disebut persilangan antar sistem (lihat gambar 88-7). Singlet dan triplet excited state berbeda dalam putaran sepasang elektron dalam orbital. Jika putaran- putaran bertolak belakang, maka itu disebut singlet states. Jika putaran-putaran sama, disebut triplet state. Keadaan dasar hampir selalu merupakan singlet state. Triplet excited state bisa eksis selama waktu yang lebih lama (yaitu, beberapa mikrodetik). Ini bisa memancarkan cahaya (fosforesensi), mengalami reaksi kimia atau kembali ke singlet ground state melalui persilangan antar sistem (lihat gambar 88-7). Pembentukan fotoproduk oleh reaksi keadaan tereksitasi adalah yang paling penting bagi kita karena fotoproduk memicu reaksi fotobiologik.
17

Proses keadaan tereksitasi bertanggungjawab atas efektifitas cahaya untuk diagnosis dan terapi. Sebagai contoh misalnya, fluoresensi terjadi setiap kali sinar Wood digunakan. UVA yang dipancarkan dari lampu ini menyebabkan autofluoresensi serat-serat kolagen dermis. Bagi dokter yang memeriksa, fluoresensi ini dipandang melalui epidermis di lapisan atas. Dengan demikian, setiap lesi epidermis seperti lentigin cenderung mempunyai batas-batas yang ditegaskan oleh kontras karena fluoresensi diamati paling cerah di sekeliling lesi. Panas yang dihasilkan dengan konversi internal bertanggungjawab atas denaturasi protein dan efek laser bergelombang lainnya (lihat Bab 240). Dalam kasus ini, banyak foton terserap pada volume kecil jaringan dalam waktu yang sangat singkat, dan molekul excited singlet state melepaskan energinya ke air di dalam jaringan, yang menyebabkan kenaikan temperatur dengan cepat. Fototerapi lainnya dan reaksi merugikan terhadap UV (yaitu fototoksisitas obat dan penyakit fotosensitivitas) terjadi akibat dari fotoreaksi excited singlet state dan triplet states dengan molekul-molekul selular.

Fotoproduk Selama reaksi fotokimia molekul keadaan tereksitasi, kromofor bisa diubah menjadi molekul baru yang stabil yang disebut fotoproduk. Molekul fotoproduk sering diproduksi bila kromofor membentuk ikatan kovalen dengan molekul lainnya di dalam sel. Reaksi ini disebut dengan istilah bimolekuler. Contoh pentingnya adalah pembentukan adduct kovalen antara psoralen dan DNA. Fototerapi penyakit seperti psoriasis menggunakan reaksi fotokimia ini (lihat
18

Bab 239). Mekanisme untuk pembentukan fotoproduk DNA-psoralen mempunyai beberapa tahap. Molekul psoralen memasuki nukleus sel dan berinterkalasi antara basa asam nukleat bertangkai. Bila kulit terpapar pada UVA, molekul psoralen menyerap foton. Jika basa di dekatnya merupakan pirimidin (sitosin atau timin), psoralen keadaan tereksitasi bisa terikat kovalen dengan basa, yang membentuk photoadduct. Kemudian photoadduct bisa menyerap foton UVA lainnya dan membentuk rantai dengan basa pirimidin pada untai DNA yang berseberangan yang dengan demikian membentuk rantai-silang dua untai DNA. Rantai-silang DNA-psoralen sangat toksik pada sel dan penting untuk efek fototerapeutik PUVA. Fotoproduk juga penting untuk banyak reaksi dipicu-UVB di dalam kulit. Bila timin atau sitosin menyerap UVB, keadaan tereksitasi bisa terikat kovalen dengan timin atau sitosin di dekatnya, yang membentuk struktur cincin beranggota empat yang disebut dimer cyclobutyl pyrimidin (CPD). Produk tambahan dengan struktur yang agak berbeda, tetapi tetap merupakan hasil dari ikatan kovalen baru, terbentuk dan disebut 6-4 fotoproduk. Kedua produk ini menyebabkan mutasi dan tempat pada untaian DNA dimana produk ini terbentuk terkait dengan tempat mutasi pada kanker kulit nonmelanoma. 7-Dehidrokolesterol adalah kromofor di dalam kulit yang menyerap radiasi UVB (lihat gambar 88-6). Molekul keadaan tereksitasi dikonversi melalui penyusunan kembali ikatan menjadi previtamin D3 tanpa membutuhkan molekul lain, suatu contoh reaksi unimolekuler. Previtamin D3 terisomerisasi panas menjadi vitamin D3, masuk sirkulasi dan akhirnya terhidroksilasi di dalam liver dan ginjal untuk membentuk hormon aktif, 1,25dihidroksivitamin D. Dalam kasus ini, fotokimia dipicu UVB di dalam kulit bermamfaat bagi organisme. Reaksi fotokimia bervariasi dalam efisiensi. Masing-masing molekul kromofor yang menyerap foton mengalami reaksi fotokimia karena seperti yang telah dijelaskan di atas, beberapa pathway tersedia untuk molekul dalam keadaan tereksitasi (misalnya fluoresensi, konversi internal). Istilah hasil kuantum digunakan untuk mendefinisikan kemungkinan bahwa salah satu proses ini terjadi. Sebagai contoh misalnya, hasil kuantum untuk pembentukan fotoproduk tertentu adalah:
Hasil kuantum fotoproduk = Jumlah molekul fotoproduk yang terbentuk Jumlah foton yang diserap 19

Fotosensitisasi Bila obat tertentu (tetrasiklin, quinolon, psoralen) dan bahan warna menyerap UV dan/atau radiasi tampak, ditemukanlah eritema atau inflamasi lambat (lihat Bab 91). Fenomena ini disebut fotosensitisasi, dan bahan warna dan obat disebut fotosensitizer. Pada sebagian besar kasus, oksigen dibutuhkan agar fotosensitisasi terjadi. Pengecualiannya adalah fototoksisitas psoralen, yang tdk membutuhkan oksigen dalam mekanisme fotosensitisasi. Studi-studi tingkat molekul menunjukkan bahwa reaksi fotosensitivitas diantarai oleh reactive oxygen species (ROS), yang merupakan molekul kecil dan radikal bebas yang mengoksidasi molekul sel dengan sel dengan cepat. Contoh ROS meliputi singlet oxygen, hidrogen peroksida, anion superoksida, radikal hidroksil dan nitrit oksida. ROS ini mengoksidasi lipid tak jenuh, asam amino tertentu dalam protein (histidin, methionin, triptofan, sistein) dan asam nukleat. Produk yang terbentuk memicu proses transduksi sinyal, yang menyebabkan produksi mediator inflamasi seperti prostaglandin E2 (PGE2O dan sitokin [ misalnya tumor necrosis factor (TNF), interleukin (IL)1. Bila fotosensitizer menyerap foton UV dengan panjang gelombang yang tepat, perubahan dalam energi elektron bisa menciptakan triplet excited state. Kemudian fotosensitizer bisa bereaksi dengan oksigen keadaan dasar (O2). Transfer energi mengembalikan fotosensitizer ke keadaan dasar sambil menghasilkan singlet oxygen yang sangat reaktif (1O2). Singlet oxygen memang unik di antara ROS karena merupakan molekul keadaaan tereksitasi. Oksigen ini mempunyai usia yang singkat di dalam sel (< 4 mikrodetik) karena bereaksi dengan banyak molekul sel. Fotosenstisasi kulit yang dihasilkan obat PDT dan oleh protoporfirin IX, porfirin yang terakumulasi hingga kadar yang tinggi abnormal di dalam sel darah merah pasien penderita protoporfiria eritropoietik (EPP), melibatkan pembentukan awal singlet oxygen. Oksidasi lipid membran diyakini memicu proses transduksi sinyal, yang menyebabkan reaksi wheal dan flare yang ditemukan pada fotosensitivitas EPP. Singlet oxygen juga terlibat dalam mekanisme fototoksitas untuk sebagian obat fototoksik. Akan tetapi, reaksi fototoksisitas kulit yang diamati sering berbeda dari yang ditemukan dalam fotosensitivitas EPP, mungkin karena keberadaan obat fotosensitisasi di lokasi jaringan yang berbeda-beda (misalnya epidermis, dermis atau pembuluh darah). Fotosensitizer juga bisa berada di lokasi yang berbeda-beda di dalam sel (yaitu nukleus, mitokondria, atau membran sel) yang akan mempengaruhi
20

fotoproduk yang terbentuk dan efek kulit yang ditemukan kemudian. Kromofor penyerap UVA endogen diyakini menghasilkan singlet oxygen di dalam keratinosit dan fibroblast. ROS lainnya juga diproduksi di dalam sel-sel kulit setelah penyerapan foton oleh fotosensitizer dan kromofor endogen. Sebagai contoh misalnya, hidrogen peroksida dan anion superoksida diproduksi setelah mengalami fotosensitisasi dan kerusakan foton langsung pada mitokondria. ROS tersebut juga diproduksi oleh enzim aktif redox di dalam keratinosit dan fibroblas yang distimulasi di dalam sel yang terpapar pada radiasi UVB dan UVA. Reaksi dipicu UVA pada kulit normal dan pada kondisi fotosensitivitas umumnya tergantung pada produksi ROS. Studi-studi belakangan ini menunjukkan bahwa sebagian reaksi dipicu UVB juga melibatkan ROS. Antioksidan bertindak dengan memadamkan(yaitu bereaksi secara kimia dengan dan menghilangkan) ROS dan radikal bebas lainnya sebelum ROS dan radikal bebas tersebut bisa merusak molekul-molekul sel. Spektrum Aksi Spektrum aksi untuk reaksi fotobiologik mengindikasikan panjang gelombang mana yang paling efektif menimbulkan reaksi. Dengan mengetahui spektrum aksi dari fotosensitivitas pasien akan membantu dalam menentukan rencana pengobatan, karena fototerapi paling efisien bila emisi lampu bersesuaian dengan spektrum aksi untuk reaksi bermamfaat. Dalam kasus ideal, spektrum aksi bersesuaian dengan spektrum penyerapan untuk kromofor. Karena itu, penentuan spektrum aksi merupakan alat yang berdaya guna untuk identifikasi kromofor putatif untuk reaksi fotobiologik tertentu. Spektrum aksi digambarkan grafiknya dengan paling akurat sebagai kebalikan dari jumlah foton yang menerpa yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek tertentu(sumbu Y) terhadap panjang gelombang (sumbu X). Secara konvensional dalam dermatologi, kebalikan dari pengaruh minimum (dosis keterpaparan) digambarkan grafiknya versus panjang gelombang. Spektrum aksi digambarkan grafiknya dengan paling akurat sebagai kebalikan dari jumlah foton yang menerpa yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek tertentu (sumbu Y) terhadap panjang gelombang (sumbu X). Secara konvensional dalam dermatologi, kebalikan dari pengaruh minimum (dosis keterpaparan) digambarkan grafiknya versus panjang gelombang. Spektrum aksi sedemikian untuk pembentukan wheal pada pasien dengan EPP menunjukkan maksimum pada 400 nm, yang mendekati maksimum protoporfirin IX, yang mendukung bukti biokimia untuk porfirin ini sebagai kromofor untuk fotosensitivitas.
21

Tidak adanya hubungan antara spektrum aksi yang ditentukan melalui percobaan dan spektrum penyerapan kromofor aktual bisa terjadi disebabkan optik jaringan. Cahaya yang menerpa jaringan biasanya diserap kromofor lainnya di dalam jaringan; cahaya tersebut juga dipantulkan dan dipendarkan (lihat gambar 88-4). Efek ini mengurangi jumlah sinar yang dipancarkan ke kedalaman spesifik di dalam jaringan dan bervariasi sesuai dengan panjang gelombang. Satu contoh yang tidak asing lagi adalah psoralen, yang mempunyai maksimum penyerapan sekitar 295 dan 330 nm, dengan penyerapan sinar yang meluas ke pita gelombang UVA yang lebih panjang secara in vitro. Akan tetapi, penentuan spektrum aksi fotosensitisasi psoralen secara in vivo menunjukkan bahwa reaksi maksimum terjadi dengan panjang gelombang lebih besar dari 320 nm, mungkin disebabkan sifat-sifat optik kulit. Bilamana memungkinkan, keputusan tentang panjang gelombang mana yang akan digunakan untuk pengobatan haruslah didasarkan pada spektrum aksi daripada spekrum penyerapan in vitro obat fotokemoterapeutik.

22

DASAR- DASAR FOTOBIOLOGI DAN FOTOIMUNOLOGI KULIT (Sekilas pandang) Bila sinar memasuki kulit, sinar tersebut disebarkan atau diserap. Hanya sinar yang diserap molekul- molekul (kromofor) di dalam kulit yang bisa menyebabkan reaksi fotobiologik. Radiasi elektromagnetik bisa dikonseptualisasikan sebagai suatu gelombang atau sebagai paket- paket energi yang disebut foton. Energi di dalam foton berbanding terbalik dengan panjang gelombang radiasi. Irradiansi (W/cm2) x Waktu (detik) = Dosis keterpaparan atau Fluence (J/cm2). Spektrum aksi mengindikasikan panjang gelombang mana yang menghasilkan reaksi fotobiologik dengan paling efektif dan digambarkan grafiknya sebagai hubungan timbal balik fluence efektif minimum versus panjang gelombang. Setelah menyerap energi foton, kromofor berada dalam keadaan tereksitasi. Selama reaksi fotokimia molekul dengan keadaan tereksitasi, kromofor berubah menjadi fotoproduk yang stabil. Bila obat tertentu menyerap sinar ultraviolet (UV)/ cahaya tampak timbullah inflamasi. Ini disebut fotosensitisasi. Reaksi fotosensitivitas biasanya diperantarai oleh reactive oxygen species. Radiasi UV bersifat imunosupresif. Imunosupresi lokal dan sistemik telah diakui. Dimer pirimidin, reactive oxygen species dan urocanic acid terlibat dalam imunosupresi dipicu UV. Molekul lainnya adalah interleukin 10, tumor necrosis factor-, platelet- activating factor, dan platelet- activating factor like lipid. Sel utama dalam imunosupresi UV adalah sel Langerhans, keratinosit, makrofag dan sel T. Radiasi UV mengganggu reaksi kekebalan seluler diperantarai Thelper 1.

23

Anda mungkin juga menyukai