A. Pendahuluan
”Keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT” merupakan kalimat
yang paling sering diungkapkan, bukan hanya oleh para ulama atau da’i,
namun para politisi dan para penyelenggara negara pun kerap mengungkapkan
hal itu dengan mudahnya. Bahagia memang, jika para tokoh masyarakat sering
mengungkapkan hal itu, karena merupakan cerminan dari kepercayaan
terhadap sang Khalik.
Tetapi, apabila sudah masuk ke tataran pengamalan makna dan
warnanya menjadi samar, bahkan nyaris tidak jelas, karena cerminan
perbuatan iman dan taqwa tersebut bercampurbaur dengan pengamalan yang
didasari tujuan lain. Mungkin ini yang menjadi alasan para khotib, da’i, atau
para pejuang kalimah Allah yang sering mengungkapkan bahwa istilah taqwa
merupakan kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit untuk diamalkan.
Sepintas, ungkapan tersebut ada benarnya. Tetapi apabila terlalu sering
dikumandangkan oleh para penceramah dikhawatirkan akan tertanam kesan di
hati umat bahwa mengamalkan iman dan takwa itu benar-benar sulit, sehingga
secara psikologis akan menjadi penghalang bagi peningkatan amaliah
keagamaan. Bagaimana kalau paradigma itu kita ubah? Bahwa mengamalkan
iman dan takwa itu tidak sesulit yang dibayangkan, kalaupun dalam prakteknya
memang benar sulit, argumentasinya bukan karena sulit pekerjaannya
melainkan karena ada pihak ketiga yang menghendaki agar amalan itu
dianggap sulit. Pihak ketiga tersebut adalah syaitan yang selamanya selalu
menggoda hamba Allah untuk mengamalkan syariat-Nya. Kemudian, untuk
memperkuat motivasi psikologis kita, kenapa tidak meniru iklan di TV yang
sering meneriakkan seruan ”Bisaaa...!!”. Tetapi, tentu bukan bermaksud
takabur, hal ini kita lakukan semata-mata untuk mengikis anggapan bahwa
mengamalkan iman dan takwa itu sulit.
Sekarang, apabila mengamalkan ajaran Islam sudah dianggap mudah,
dan taqwa tidak lagi dianggap sesuatu yang sulit untuk diamalkan. Mari kita
amati firman Allah dalam QS Al Baqarah ayat 177 berikut ini:
ÏΘöθu‹ø9$#uρ «!$$Î/ ztΒ#u ôtΒ §É9ø9$# £Å3≈s9uρ É>Ìøóyϑø9$#uρ É−Îô³yϑø9$# Ÿ≅t6Ï% öΝä3yδθã_ãρ (#θ—9uθè? βr& §É9ø9$# }§øŠ©9
4’yϑ≈tGuŠø9$#uρ 4†n1öà)ø9$# “ÍρsŒ ϵÎm6ãm 4’n?tã tΑ$yϑø9$# ’tA#uuρ z↵Íh‹Î;¨Ζ9$#uρ É=≈tGÅ3ø9$#uρ Ïπx6Í×‾≈n=yϑø9$#uρ ÌÅzFψ$#
nο4θŸ2¨“9$# ’tA#uuρ nο4θn=¢Á9$# uΘ$s%r&uρ ÅU$s%Ìh9$# ’Îûuρ t,Î#Í←!$¡¡9$#uρ È≅‹Î6¡¡9$# tø⌠$#uρ tÅ3≈|¡yϑø9$#uρ
2
3 Ĩù't7ø9$# tÏnuρ Ï!#§œØ9$#uρ Ï!$y™ù't7ø9$# ’Îû tÎÉ9≈¢Á9$#uρ ( (#ρ߉yγ≈tã #sŒÎ) öΝÏδωôγyèÎ/ šχθèùθßϑø9$#uρ
Artinya :
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang
yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka
Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang
bertakwa”. (QS Al Baqarah 177)
ِ ِ ْ ِ َ َ ُ
َ َ َ
َم ِ
ْ َذ
ُ ًَِ
ْ ن ِإ ًَْ وَا
َ َ!
َ َ َم َر# ْ
َ
"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap
pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
(Muttafaqun 'alaih).
Kemudian, dilihat dari amalan-amalan Ramadhan yang dianjurkan,
sedekah, solat, zakat, menepati janji, dan bersabar telah menyatu dengan
ibadah puasa. Berikut penulis kemukakan beberapa keterangan yang berkaitan
dengan hal tersebut.
4
َ َم# 2
َ َو4
َ ِ 5
ْ ُ (
َ %ً &َ'ْ َ َ َم- 2
َ َو,%ٍ &َ'ْ َ (ِ) ُ &ن ُآ
َ +ُْ ْ ََأ ا-َ ِ . ا/
ِ َ 0ُ &َ1
ْ َأ2
َ َو
.ن
َ َ!
َ ْ' َ َر
َ 6
ً
ِ ًَا آ7ْ 8
َ
"Saya tidak pernah mengetahui Rasulullah saw membaca al-Qur`an semuanya,
sembahyang sepanjang malam, dan puasa sebulan penuh selain di bulan
Ramadhan." (HR. Ahmad).
Amalan lainnya yang sangat dianjurkan pada bulan ramadhan adalah
menghidupkan malam-malam di bulan ramadhan dengan shalat tarawih
berjamaah. Shalat tarawih disyari'atkan berdasarkan hadits 'Aisyar radhiyallahu
'anha, ia berkata :"Sesungguhnya Rasulullah saw keluar pada waktu tengah
malam, lalu beliau shalat di masjid, dan shalatlah beberapa orang bersama
beliau. Di pagi hari, orang-orang memperbincangkannya. Ketika Nabi Ι
mengerjakan shalat (di malam kedua), banyaklah orang yang shalat di
belakang beliau. Di pagi hari berikutnya, orang-orang kembali
memperbincangkannya. Di malam yang ketiga, jumlah jamaah yang di dalam
masjid bertambah banyak, lalu Rasulullah saw keluar dan melaksanakan
shalatnya. Pada malam keempat, masjid tidak mampu lagi menampung
jamaah, sehingga Rasulullah saw hanya keluar untuk melaksanakan shalat
Subuh. Tatkala selesai shalat Subuh, beliau menghadap kepada jamaah kaum
muslimin, kemudian membaca syahadat dan bersabda, 'Sesungguhnya
kedudukan kalian tidaklah samar bagiku, aku merasa khawatir ibadah ini
diwajibkan kepada kalian, lalu kalian tidak sanggup melaksanakannya."
Rasulullah saw wafat dan kondisinya tetap seperti ini. (HR. al-Bukhari dan
Muslim).
Keterangan yang lain diriwayatkan dalam shahih Al Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. telah bersabda:
Artinya :
“Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan
dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ta’ala
berfirman: “Kecuali puasa, itu untuk-Ku Aku yang langsung membalasnya. Ia
telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.” Orang yang
berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka
5
öΝä3ª=yès9 öΝà6Î=ö7s% ÏΒ šÏ%©!$# ’n?tã |=ÏGä. $yϑx. ãΠ$u‹Å_Á9$# ãΝà6ø‹n=tæ |=ÏGä. (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ
tβθà)−Gs?
Artinya :
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS Al
Baqarah 183).
×Î7yz tβθè=yϑ÷ès? $yϑÎ/ ª!$#uρ 4 ;M≈y_u‘yŠ zΟù=Ïèø9$# (#θè?ρé& tÏ%©!$#uρ öΝä3ΖÏΒ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# ª!$# Æìsùötƒ (
Artinya :
”...niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”
8
Pembahasan, kita mulai dari ulat. Pertama kali tampak di dunia, mereka
berwujud sebutir telur. Ia belum bernyawa, sehingga belum berdampak apa-apa
terhadap sistem kehidupan lain. Namun setelah menetas dan beraktifitas
(makan), yang paling merasa terusik adalah manusia, sehingga manusia
menganggap ulat adalah musuh yang harus diberantas. Penyebabnya adalah
ulat memiliki sifat serakah. Bayangkan, pohon alpukat bisa gundul hanya dalam
beberapa hari dimakan ulat, atau tanaman sayuran bisa hilang seketika jika ulat
dibiarkan. Maka, petani sayuran dan tembakau sangat membenci ulat,
sehingga lahirlah racun pembunuh ulat yang sekaligus merupakan lambang
keserakahan manusia. Namun jika kita berada di pihak ulat, pandangan
tersebut akan berbeda. Ulat merupakan makhluk yang efektif dan efisien dalam
segi manajemen waktu. Ia tahu diri, waktu yang tersedia untuk tampil sebagai
ulat sangat terbatas, sebab fase berikutnya akan menjadi kepompong dengan
suasana yang berbeda. Ia bertindak proporsional, ia makan pada saat boleh
makan. Ia diam, pada saat harus diam (menjadi kepompong). Hal lain yang
tampak menurut pandangan manusia, penampilan fisik ulat menjijikkan, bahkan
menakutkan. Dari sejumlah manusia, hanya beberapa gelintir saja yang
menyukai ulat, yang lainnya melihat pun bergidig. Yang namanya ulat, berbulu
menakutkan, gundul juga sama saja, kebanyakan orang tidak menyukainya.
Dengan demikian, karakter ulat menurut pandangan manusia, sifatnya serakah,
penampilannya menakutkan, sehingga banyak orang tidak suka melihatnya.
Dikatakan serakah, karena selama hidup sebagai ulat pekerjaannya hanya
makan, bahkan makan sambil buang kotoran. Jika daun muda habis, ia makan
daun tua, daun tua habis, tangkai daun pun ia lahap juga.
Fase berikutnya menjadi kepompong, ulat harus puasa yang lamanya
hampir sama dengan waktu hidupnya menjadi ulat. Proses menjadi
kepompong berjalan pelan-pelan, semua dilakukan atas usaha dan kehendak
sendiri. Beberapa jenis ulat berusaha memasuki masa puasa dengan
membungkus dirinya tanpa bantuan pihak lain, sama artinya dengan menutup
diri dari pergaulan luar atas kesadaran sendiri. Kebiasaaan makan sekehendak
hati ia tinggalkan, keserakahan tak dikenal lagi, maka pelan-pelan wujudnya
pun berubah. Ia puasa, bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi
penglihatan, pendengaran, dan tuntuan lain ia hentikan. Sampai akhirnya tiba
menjadi kupu-kupu.
ia adalah musuh manusia yang harus dibasmi. Tetapi sekarang, berubah 180
derajat. Apa penyebannya? Mari kita amati dengan cermat.
D. Kesimpulan
Hidup ini penuh liku-liku, selama di perjalanan begitu banyak tantangan
dan rintangan. Hanya orang yang sabar dan uletlah yang mampu mengarungi
hidup dengan penuh makna. Hari demi hari, dijejaki dengan penuh asa, asa
disertai dengan do’a, do’a dan tawwakal menyertai hidupnya. Terdapat suatu
falsafah klasik yang masih relevan untuk digunakan saat ini, yakni berusaha
11
agar hari ini lebih baik dari kemarin, besok lebih baik dari hari ini. Dalam
melakukan perubahan, kita pertahankan nilai-nilai lama yang baik dan
padukan dengan nilai-nilai sekarang yang lebih baik.
Hidup ini penuh dengan perjuangan, kurang bijaksana apabila
mengharap kebahagiaan abadi di dunia ini, karena masalah demi masalah
akan selalu muncul sejalan dengan aktifitas manusia. Susah senang, sedih dan
gembira, akan datang silih berganti ikut mewarnai perjalanan hidup manusia.
Hal terpenting yang perlu kita cermati, bagaimana mensikapi setiap masalah
yang dihadapi? Bagaimana merubah tantangan menjadi peluang? Bagaimana
mengelola kekurangan menjadi keunggulan? Kunci jawaban ada pada diri kita
masing-masing. Caranya, integrasikan pikiran, kemampuan fisik, dan emosi
serta jadikan kecerdasan spiritual sebagai pedoman. Renungkan dan cermati
filosofi lingkaran obat nyamuk bakar, kita tetap berada dalam siklus kehidupan
secara alami, tetapi pada setiap putaran terdapat pengembangan, tidak hanya
berputar di garis yang sama. Artinya siklus kedua harus lebih baik dari siklus
pertama, dan seterusnya. Apabila kita kaitkan dengan pembahasan makalah
ini, kualitas hidup pasca puasa tahun ini harus lebih baik dari puasa tahun lalu.
Wallahu ‘alam.
Sumedang, 09-09-09