Anda di halaman 1dari 11

1

Makna Puasa di Balik Lapar dan Dahaga


Oleh
E. Kosmayadi

A. Pendahuluan
”Keimanan dan ketakwaan terhadap Allah SWT” merupakan kalimat
yang paling sering diungkapkan, bukan hanya oleh para ulama atau da’i,
namun para politisi dan para penyelenggara negara pun kerap mengungkapkan
hal itu dengan mudahnya. Bahagia memang, jika para tokoh masyarakat sering
mengungkapkan hal itu, karena merupakan cerminan dari kepercayaan
terhadap sang Khalik.
Tetapi, apabila sudah masuk ke tataran pengamalan makna dan
warnanya menjadi samar, bahkan nyaris tidak jelas, karena cerminan
perbuatan iman dan taqwa tersebut bercampurbaur dengan pengamalan yang
didasari tujuan lain. Mungkin ini yang menjadi alasan para khotib, da’i, atau
para pejuang kalimah Allah yang sering mengungkapkan bahwa istilah taqwa
merupakan kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit untuk diamalkan.
Sepintas, ungkapan tersebut ada benarnya. Tetapi apabila terlalu sering
dikumandangkan oleh para penceramah dikhawatirkan akan tertanam kesan di
hati umat bahwa mengamalkan iman dan takwa itu benar-benar sulit, sehingga
secara psikologis akan menjadi penghalang bagi peningkatan amaliah
keagamaan. Bagaimana kalau paradigma itu kita ubah? Bahwa mengamalkan
iman dan takwa itu tidak sesulit yang dibayangkan, kalaupun dalam prakteknya
memang benar sulit, argumentasinya bukan karena sulit pekerjaannya
melainkan karena ada pihak ketiga yang menghendaki agar amalan itu
dianggap sulit. Pihak ketiga tersebut adalah syaitan yang selamanya selalu
menggoda hamba Allah untuk mengamalkan syariat-Nya. Kemudian, untuk
memperkuat motivasi psikologis kita, kenapa tidak meniru iklan di TV yang
sering meneriakkan seruan ”Bisaaa...!!”. Tetapi, tentu bukan bermaksud
takabur, hal ini kita lakukan semata-mata untuk mengikis anggapan bahwa
mengamalkan iman dan takwa itu sulit.
Sekarang, apabila mengamalkan ajaran Islam sudah dianggap mudah,
dan taqwa tidak lagi dianggap sesuatu yang sulit untuk diamalkan. Mari kita
amati firman Allah dalam QS Al Baqarah ayat 177 berikut ini:

ÏΘöθu‹ø9$#uρ «!$$Î/ ztΒ#u ôtΒ §ŽÉ9ø9$# £Å3≈s9uρ É>̍øóyϑø9$#uρ É−Ύô³yϑø9$# Ÿ≅t6Ï% öΝä3yδθã_ãρ (#θ—9uθè? βr& §ŽÉ9ø9$# }§øŠ©9

4’yϑ≈tGuŠø9$#uρ 4†n1öà)ø9$# “ÍρsŒ ϵÎm6ãm 4’n?tã tΑ$yϑø9$# ’tA#uuρ z↵Íh‹Î;¨Ζ9$#uρ É=≈tGÅ3ø9$#uρ Ïπx6Í×‾≈n=yϑø9$#uρ ̍ÅzFψ$#

nο4θŸ2¨“9$# ’tA#uuρ nο4θn=¢Á9$# uΘ$s%r&uρ ÅU$s%Ìh9$# ’Îûuρ t,Î#Í←!$¡¡9$#uρ È≅‹Î6¡¡9$# tø⌠$#uρ tÅ3≈|¡yϑø9$#uρ
2

3 Ĩù't7ø9$# tÏnuρ Ï!#§ŽœØ9$#uρ Ï!$y™ù't7ø9$# ’Îû tΎÉ9≈¢Á9$#uρ ( (#ρ߉yγ≈tã #sŒÎ) öΝÏδωôγyèÎ/ šχθèùθßϑø9$#uρ

tβθà)−Gßϑø9$# ãΝèδ y7Í×‾≈s9'ρé&uρ ( (#θè%y‰|¹ tÏ%©!$# y7Í×‾≈s9'ρé&

Artinya :
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang
yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka
Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang
bertakwa”. (QS Al Baqarah 177)

Intinya, ayat itu membahas kebajikan. Untuk mempermudah memahami


ayat tersebut, mari kita rinci kebajikan yang dijelaskan oleh Allah dalam ayat
tersebut, kebajikan adalah :
1. Beriman kepada Allah, hari kiamat, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab
Allah, dan Nabi-nabi.
2. Memberikan sebagian harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan,
orang yang meminta-minta, dan memerdekakan hamba sahaya.
3. Mendirikan sholat
4. Mengeluarkan zakat
5. Menepati janji, apabila berjanji
6. Sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan.
Dengan demikian, tampak jelas bahwa amalan-amalan tersebut
merupakan amalan kebajikan yang dikehendaki Allah. Apabila sudah
diamalkan, maka orang yang mengamalkannya sudah termasuk orang yang
beriman dan bertaqwa, sebagaimana dijelaskan oleh Allah pada akhir ayat
tersebut, bahwa ” Mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka Itulah orang-orang yang bertakwa”. Kemudian, masihkan ada
pernyataan bahwa mengamalkan iman dan taqwa itu sulit? Butir-butir amalan
dari nomor 1 s.d 6 semuanya mungkin dapat dilakukan oleh setiap individu,
kalaupun zakat dianggap berat karena harus mengeluarkan harta, mengapa
harus dipikirkan? yang tidak memiliki harta justru masuk ke dalam daftar
mustahiq zakat.
Di samping itu, dalam ayat di atas tidak tertera puasa dan haji, sudah
barang tentu hal ini bukan karena Allah lupa, tetapi justru Allah itu Maha Adil
dan Bijaksana. Sebagai makhluk yang dianugerahi akal dan kemampuan
berpikir, mari kita renungkan lebih mendalam mengapa demikian?
3

Penulis berpendapat, dengan tidak dicantumkannya puasa pada ayat


tersebut, tidak berarti puasa bukan cerminan iman dan taqwa, tapi justru puasa
merupakan wahana diklat bagi orang yang beriman untuk menguji kadar
keimanannya sehingga diharapkan akan meningkatkan derajatnya menjadi
taqwa. Demikian juga ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima
(terakhir), hanya diwajibkan bagi orang yang mampu, baik ilmunya,
keterampilannya, maupun bekalnya. Ibadah haji merupakan representasi dari
kadar keimanan dan ketakwaan seseorang terhadap Allah SWT.
Dalam makalah ini, pembahasan difokuskan kepada masalah puasa.
Apa yang dimaksud puasa sebagai diklat bagi orang yang beriman? Akan
dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya.

B. Makna Puasa Ramadhan


Dalam pembahasan makalah ini terdapat dua kata kunci, yakni iman dan
taqwa. Dua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda, tetapi maknanya saling
berdekatan bahkan mungkin menyatu dan penyebutannya pun selalu beriringan
(iman dan taqwa).
Pada bab terdahulu telah penulis kemukakan bahwa puasa merupakan
wahana diklat (pendidikan dan pelatihan) bagi umat yang beriman. Istilah ini
hanya digunakan oleh penulis, sekedar untuk memberikan ilustrasi agar mudah
memahami apa yang akan disampaikan. Dikatakan demikian, karena semua
kebajikan yang tertera pada surat Al Baqarah ayat 177 tersebut, menjadi
kurikulum (content) pada saat ibadah puasa dijalankan selama sebulan penuh.
Dari keenam butir kebajikan yang telah dikemukakan di atas, mana yang tidak
menyatu dengan ibadah puasa? Penulis berpendapat, semuanya menjadi core
(inti) yang terintegrasi dalam amalan puasa.
Pada saat seorang yang beriman menjalankan puasa, yang mengetahui
apakah ia berpuasa atau tidak hanya Allah dan dirinya sendiri. Kepada orang
lain masih bisa berpura-pura, tetapi kepada Allah tidak. Hal ini berarti kadar
keimanan seseorang yang sedang berpuasa benar-benar diuji, sehingga Allah
menyatakan bahwa ”Puasa itu untuk-Ku”. Keimanan dalam melaksanakan
ibadah puasa membuat semakin bermakna, bahkan dijanjikan oleh Allah
tentang hapusnya dosa-dosa yang telah lalu, sebagaimana sabda Rosulullah
saw. yang menyatakan:

ِ ِ ْ ‫ ِ َ َ ُ
َ َ َ َم ِ
ْ َذ‬
ُ ًَِ 
ْ ‫ن ِإ ًَْ وَا‬
َ َ!
َ ‫َ َم َر‬# ْ
َ
"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap
pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
(Muttafaqun 'alaih).
Kemudian, dilihat dari amalan-amalan Ramadhan yang dianjurkan,
sedekah, solat, zakat, menepati janji, dan bersabar telah menyatu dengan
ibadah puasa. Berikut penulis kemukakan beberapa keterangan yang berkaitan
dengan hal tersebut.
4

Rasulullah saw. selalu memperbanyak membaca al-Qur`an di hari-hari


Ramadhan, seperti diceritakan dalam hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia
berkata:

‫َ َم‬# 2
َ ‫ َو‬4
َ ِ 5
ْ ُ ( 
َ %ً &َ'ْ َ ‫َ َم‬- 2
َ ‫ َو‬,%ٍ &َ'ْ َ (ِ) ُ & ‫ن ُآ‬
َ +ُْ ْ ‫ ََأ ا‬-َ ِ .‫ ا‬/
ِ َ 0ُ &َ1
ْ ‫ َأ‬2
َ ‫َو‬
.‫ن‬
َ َ!
َ ‫ ْ' َ َر‬
َ 6
ً
ِ َ‫ًا آ‬7ْ 8
َ
"Saya tidak pernah mengetahui Rasulullah saw membaca al-Qur`an semuanya,
sembahyang sepanjang malam, dan puasa sebulan penuh selain di bulan
Ramadhan." (HR. Ahmad).
Amalan lainnya yang sangat dianjurkan pada bulan ramadhan adalah
menghidupkan malam-malam di bulan ramadhan dengan shalat tarawih
berjamaah. Shalat tarawih disyari'atkan berdasarkan hadits 'Aisyar radhiyallahu
'anha, ia berkata :"Sesungguhnya Rasulullah saw keluar pada waktu tengah
malam, lalu beliau shalat di masjid, dan shalatlah beberapa orang bersama
beliau. Di pagi hari, orang-orang memperbincangkannya. Ketika Nabi Ι
mengerjakan shalat (di malam kedua), banyaklah orang yang shalat di
belakang beliau. Di pagi hari berikutnya, orang-orang kembali
memperbincangkannya. Di malam yang ketiga, jumlah jamaah yang di dalam
masjid bertambah banyak, lalu Rasulullah saw keluar dan melaksanakan
shalatnya. Pada malam keempat, masjid tidak mampu lagi menampung
jamaah, sehingga Rasulullah saw hanya keluar untuk melaksanakan shalat
Subuh. Tatkala selesai shalat Subuh, beliau menghadap kepada jamaah kaum
muslimin, kemudian membaca syahadat dan bersabda, 'Sesungguhnya
kedudukan kalian tidaklah samar bagiku, aku merasa khawatir ibadah ini
diwajibkan kepada kalian, lalu kalian tidak sanggup melaksanakannya."
Rasulullah saw wafat dan kondisinya tetap seperti ini. (HR. al-Bukhari dan
Muslim).
Keterangan yang lain diriwayatkan dalam shahih Al Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. telah bersabda:

‫ل‬َ ;َ- ،ٍ=>ْ ;ِ‫ ﺽ‬%ِ @َ ِ>ِ ْ ;َ‫َ; إَِ;( ﺱ‬7َِB


ْ ‫ ِ َأ‬C ْ ;َ>ِ %ُ Dَ 
َ ;َE‫ ا‬،َُ ‫ َد َم‬+ ِ ْ ‫ ا‬G
ِ َ 1
َ G H ‫ُآ‬
ُ ;
َ َ>Jَ ‫ َ ُ َو‬Kَ 7ْ ;8
َ ‫ك‬َ َ ; َ ،ِ;ِ ْ‫ي‬Nِ ;O ْ ‫ْ َوَأ َ;; َأ‬/;ِ ُ ;  Pِ)َ ‫'َ َم‬5
Q ;‫ ا‬2
‫ )ِإ‬:(َ;;>َ َ .‫ا‬
‫ْ; َ َِ; ِء‬D1
ِ %ٌ ;َْ)َ ‫ َو‬،ِTِ U ْ )ِ َ Dْ 1
ِ %ٌ 
َ ْ)َ :‫ن‬ ِ َ
َ ْ)َ ‫'َ ِم‬5 Q &ِ (ْ/&ِOْ ‫َا َ ُ ِ
ْ َأ‬8َ ‫َو‬
V
ِ 
ْ ِ ‫ ا‬4 ِ ْ ‫ ِ
ْ ِر‬. ِ ‫ َ ا‬Dْ 1 ِ Wُ 'َ Jْ ‫ َأ‬0ِ @ِ  5‫ ا‬0ِ )َ ‫ف‬ُ ْK&ُYَ َ‫ َو‬،ِQ‫َر‬

Artinya :
“Setiap amal yang dilakukan anak Adam adalah untuknya, dan satu kebaikan
dibalas sepuluh kali lipatnya bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ta’ala
berfirman: “Kecuali puasa, itu untuk-Ku Aku yang langsung membalasnya. Ia
telah meninggalkan syahwat, makan dan minumnya karena-Ku.” Orang yang
berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu kesenangan ketika berbuka
5

puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh, bau


mulut orang berpuasa lebih harum daripada aroma kasturi.”
Subhanallah, betapa besar makna yang terkandung dalam ibadah
puasa, betapa dekatnya jiwa orang yang berpuasa dengan Allah SWT, betapa
banyak bonus yang ditawarkan Allah bagi yang beramal soleh ketika sedang
berpuasa di bulan Ramadhan. Berbahagialah umat Islam yang berpuasa,
semoga termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bertaqwa, karena
orang yang beriman dan memenuhi seruan Allah untuk berpuasa, derajat
keimanannya akan terus meningkat dan mencapai derajat orang yang bertaqwa
(mutaqiin), sebagaimana harapan Allah dalam QS Al Baqarah 183:

öΝä3ª=yès9 öΝà6Î=ö7s% ÏΒ šÏ%©!$# ’n?tã |=ÏGä. $yϑx. ãΠ$u‹Å_Á9$# ãΝà6ø‹n=tæ |=ÏGä. (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ

tβθà)−Gs?
Artinya :
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS Al
Baqarah 183).

Dari uraian di atas muncul pertanyaan, siapakah di antara orang yang


menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, yang memiliki peluang besar
untuk memperoleh gelar muttaqiin? Jawabannya sederhana, tentu orang yang
lulus dalam diklat tersebut. Kriteria kelulusan dalam diklat tersebut, pada
hakikatnya hanya Allah yang mengetahui. Tetapi, secara lahiriyah kita bisa
memperkirakan berdasarkan renungan logis. Bahwa orang yang lulus dari diklat
memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Puasa yang dilakukan didasari keimanan, sehingga tidak sekedar
memperoleh haus dan lapar belaka.
2. Sedekah didasari rasa kasih sayang yang muncul dari lubuk hati paling
dalam, setelah menyadari bahwa dia mengalami lapar dan dahaga pada
batas-batas tertentu, sedangkan kaum dhuafa menderita lapar dan dahaga
tanpa batas yang jelas, bahkan mungkin sampai akhir hayatnya. Dengan
demikian, dari puasa yang dijalankannya muncul kepedulian, peduli kepada
sodaranya yang kurang beruntung.
3. Sholat yang ia lakukan, sholat dalam arti sebenarnya, bukan sekedar
melaksanakan, melainkan mendirikan. Dikatakan demikian, karena
melaksanakan sholat sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Sedangkan
sholat yang diharapkan adalah sholat yang akan mengkokohkan bangunan
agama (asholatu imaduddin), sehingga istilah yang tepat adalah mendirikan
sholat. Artinya, ibadah sholat tersebut diikuti dengan perilaku yang
semestinya, sehingga berdampak positif terhadap perilaku sehari-hari.
Sesuai dengan tujuan sholat, selain menunaikan perintah Allah juga untuk
mencegah dari perbuatan munkar. Dalam sholat, khususnya dalam Al
Fatihah, seseorang memohon agar ditunjukkan ke jalan yang lurus, hal ini
6

berimplikasi bahwa dalam kehidupan sehari-hari harus memilih jalan sesuai


dengan petunjuk Allah. Percumah, apabila dalam sholat mohon petunjuk ke
jalan yang lurus, sedangkan dalam kehidupan tidak memperdulikan aturan
Allah. Apalagi bagi yang biasa membaca do’a iftitah dengan menyelipkan
ikrar ”inna sholati, wanusuki, wa mahyaya, wa mamati, lillahi robbil ’alamiin”
(sesunggunnya solatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah
tuhan semesta alam), apabila dalam menjalani kehidupannya justru
bertentangan dengan kehendak Allah, berarti ia menghianati ikrarnya
sendiri.
4. Zakat yang dilakukan, baik zakat maal maupun zakat fitrah, benar-benar
zakat yang mampu mensucikan/membersihkan. Di samping itu, mampu
merubah sikap kikir menjadi dermawan, menghilangkan sifat serakah atau
tamak, dan hidup sederhana. Satu hal lagi yang tak kalah pentingnya, yaitu
kebiasaan baik di bulan ramadhan, menjadi kebiasaan di bulan-bulan yang
lain.
5. Kesabaran dalam menahan lapar dan dahaga harus mampu membentuk
kepribadian yang khas muslim. Pada saat berpuasa, seseorang dilatih untuk
menahan nafsunya, untuk memakan makanan halal saja tidak berani
sembarangan, apalagi memakan makanan haram. Kesabaran seperti ini
harus terus melekat ke dalam jiwa, sehingga membentuk kepribadian
muslim yang utuh, selain beriman dan taat beribadah, juga mampu
menghindarkan diri dari makanan-makanan yang haram. Dampak dari sikap
demikian, akan berhubungan erat dengan tata cara mencari nafkah untuk
diri dan keluarga, yang dilakukan tentu hanya pekerjaan-pekerjaan (usaha)
yang baik agar hasil yang diperoleh pun baik dan halal. Dampak yang lebih
luas, umat (masyarakat) akan terhindar dari kekacauan dan perilaku
menyimpang lainnya.
Satu hal yang ingin penulis sampaikan adalah pemahaman makna
puasa ramadhan dari dimensi lain. Dari sudut pandang tertentu, kebanyakan
orang menganggap bahwa bulan ramadhan adalah semacam finish dari
berbagai aktivitas kehidupan. Misalnya, sebelas bulan pra ramadhan
dipersiapkan untuk menghadapi ibadah di bulan ramadhan. Aktivitas usaha
diintensifkan selama sebelas bulan, hal ini dilakukan agar pada bulan
ramadhan dapat melakukan ibadah sepenuh hati. Ada juga yang beranggapan
bahwa bulan ramadhan merupakan bulan harapan, segala dosa dan kesalahan
baik kepada sesama manusia maupun kepada Allah, seseorang berharap
kembali suci/fitrah bagaikan bayi yang baru lahir setelah tamat puasa sebulan
penuh. Dampak sosial budaya dari cara pandang seperti ini, mudik, berbelanja,
menuntut THR, kenaikan harga sembako, dan kebiasaan lainnya mewarnai peri
kehidupan umat dewasa ini.
Tetapi, biarlah hal itu terus berlangsung dan semoga berubah dengan
sendirinya apabila pemahaman umat mulai berkembang ke arah yang lebih
baik. Pemahaman lain yang penulis maksudkan adalah jadikan Ramadhan
sebagai wahana diklat untuk menempa jiwa dan kepribadian muslim sejati.
Ketaatan, ketekunan, kesabaran, keikhlasan, kepedulian, kedisiplinan,
kedermawanan, kemuliaan, keluhuran jiwa, semangat, dan yang lainnya
7

jadikan bekal untuk menghadapi hidup sebelas bulan ke depan. Diibaratkan


seorang prajurit yang baru lulus dari pendidikan militer, maka ia sudah siap
menghadapi tantangan apa pun yang akan terjadi. Dengan demikian, kualitas
fisiknya, jiwanya, ilmunya, semangatnya meningkat dari tahun-tahun
sebelumnya. Dengan kata lain, puasa bulan ramadhan tidak sekedar menjadi
siklus ritual yang monoton. Tetapi terdapat tahapan-tahapan ke tingkat yang
lebih baik, dalam arti jika dipertemukan lagi dengan bulan ramadhan di tahun
depan, dosa yang ditanggung tidak sebanyak tahun lalu.
Hal ini merupakan kebalikan dari pandangan klasik, bahwa sebulan
(ramadhan) digunakan sebagai wahana pelebur dosa. Tanggal 1 syawal (Iedul
Fitri) diyakini kembali fitrah bagaikan bayi yang baru lahir, kemudian tanggal 2
syawal dan selanjutnya selama sebelas bulan kembali merengkuh hidup
merangkai dosa. Harapannya, ramadhan tahun depan seperti itu lagi, terus
berputar bagaikan lingkaran tak berujung. Mending jika umur sampai ke sana,
jika tidak ? Dan jika demikian selamanya, kapan terjadi peningkatan kualitas
hidup?
Untuk menambah pemahaman hal tersebut, penulis mencoba
mempelajari perilaku salah satu binatang ciptaan Allah yang ditakdirkan rajin
puasa. Tentunya kita sepakat bahwa ayat-ayat Allah tidak sekedar tersurat
dalam Kitabbullah (Al Quran), tetapi juga banyak yang tersirat di alam semesta
ini. Jika kita rajin merenung untuk memikirkannya, akan diperoleh pembelajaran
yang baik dan ahirnya memahami pesan Illahi yang dituliskan di alam semesta
tersebut. Binatang yang penulis maksud adalah ulat (anak kupu-kupu), yang
akan dibahas pada bab selanjutnya.

C. Pembelajaran Berharga dari Puasa Seekor Ulat


Maha Besar Allah, apa pun yang Dia ciptakan tidak ada yang sia-sia.
Namun masalahnya, maukah manusia merenungkan ciptaan Allah tersebut?
Sebab jika dikatakan tidak bisa rasanya mustahil, karena manusia telah
dianugerahi akal dan kemampuan berpikir, di pihak lain begitu banyak ayat-ayat
Al Quran yang menganjurkan manusia untuk berpikir menggunakan akalnya.
Salah satu ciri yang membuat manusia dianggap makhluk yang paling mulia di
muka bumi dibandingkan dengan makhluk lainnya adalah karena dianugerahi
akal dan kemampuan berpikir. Jika akal dan kemampuan berpikir tersebut
digunakan terus menerus disertai keimanan, maka manusia akan memiliki
sejumlah ilmu pengetahuan. Semakin banyak ilmu yang dimiliki, semakin
terangkat derajatnya sesuai dengan janji Allah dalam QS Al Mujadillah ayat 11,
sebagai berikut :

׎Î7yz tβθè=yϑ÷ès? $yϑÎ/ ª!$#uρ 4 ;M≈y_u‘yŠ zΟù=Ïèø9$# (#θè?ρé& tÏ%©!$#uρ öΝä3ΖÏΒ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# ª!$# Æìsùötƒ (
Artinya :
”...niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”
8

Kemudian, apabila manusia tidak mau menggunakan akal untuk berpikir,


memikirkan ayat-ayat Allah, di mana letak kemuliaannya? Apa yang
membedakan manusia dengan binatang? Sedangkan apabila dibandingkan
secara biologis, antara manusia dengan binatang banyak persamaannya.
Contoh, manusia makan, minum, bernafas, bergerak, kawin, berkembang biak,
lahir, tumbuh, beraktifitas, semakin tua, dan mati karena terdiri dari jasad dan
ruh, binatang juga demikian. Bahkan dalam hal mencari makan, manusia lebih
serakah dari binatang. Jika kambing mengambil memakan daun singkong yang
ditanam manusia, sekedar untuk mengisi perut, setelah kenyang akan pergi.
Tetapi manusia, mengambil harta orang lain membawa truk, bahkan bukan
sekali dua kali terjadi, hartanya dirampas dan pemiliknya dibunuh. Dengan
demikian, manusia yang tidak menggunakan akalnya untuk memikirkan ayat-
ayat Allah, derajatnya bisa lebih rendah dari binatang. Dari sisi lain bisa juga
kita pahami, pantas Allah mewajibkan manusia untuk mencari ilmu, karena
hanya dengan ilmulah manusia bisa membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk. Dengan akal dan ilmu pula, manusia bisa mengalahkan godaan
syaitan yang terkutuk, karena ilmu bisa menerangi gelapnya hati, bisa memilih
dan memilah.
Banyak hal yang bisa kita renungkan, jangan tanya jumlah karena tidak
terhitung. Alam semesta beserta isinya merupakan obyek perenungan yang
sangat kompleks, semuanya memiliki benang merah yang simpulnya terikat
kuat pada sang Maha Pencipta (Allah SWT). Sesuai dengan topik dalam
makalah ini, pembahasan kita fokuskan kepada makna puasa dari dimensi lain,
karena makna puasa secara umum sudah dibahas pada bab sebelumnya.
Untuk memulai renungan kita, mari kita jawab pertanyaan ini. Apakah
yang berpuasa hanya manusia? Tentu tidak, terdapat sejumlah binatang yang
terbiasa puasa. Hanya saja, kadarnya, lamanya, caranya, sarat dan rukunnya
berbeda. Binatang yang biasa puasa antara lain ayam betina ketika mengerami
telurnya, ular yang akan berganti kulit, dan ulat sebelum menjadi kupu-kupu.
Sekedar untuk ilustrasi dalam menggali hikmah dan makna dari lapar dan
dahaga dalam konteks puasa, penulis membatasi pembahasan kepada
puasanya ulat dan kupu-kupu, atau kupu-kupu dan ulat.
Subhanallaah, Allah Maha Kuasa. Allah menciptakan isi alam dengan
berbagai bentuk, baik di darat, di air, maupun di udara. Masing-masing sudah
ditentukan jalan hidup dan kehidupannya melalui sunattulloh, semuanya
merupakan obyek perenungan yang sarat akan nilai-nilai filosofi berkadar tinggi.
Sebelum mencermati kisah perjalanan hidup ulat yang ulet, kita
gambarkan dulu siklus perkembangbiakan ulat dan kupu-kupu secara garis
besar. Dulu, waktu penulis belajar di SD terdapat mata pelajaran ilmu hayat,
sampai sekarang masih ingat tentang siklus daur hidup kupu-kupu. Kita mulai
dari kupu-kupu dewasa, kupu-kupu dewasa betina bertelur, telur menetas
menjadi ulat kecil, ulat kecil tumbuh menjadi ulat dewasa, ulat dewasa
berubah menjadi kepompong, setelah beberapa waktu kepompong berubah
menjadi kupu-kupu, dan seterusnya. Pada umumnya kupu-kupu bertelur di atas
sehelai daun, daun yang dipilih sesuai dengan jenis kupu-kupu. Dasar
filosofinya, pada saat telur menetas menjadi ulat telah tersedia makanan.
9

Pembahasan, kita mulai dari ulat. Pertama kali tampak di dunia, mereka
berwujud sebutir telur. Ia belum bernyawa, sehingga belum berdampak apa-apa
terhadap sistem kehidupan lain. Namun setelah menetas dan beraktifitas
(makan), yang paling merasa terusik adalah manusia, sehingga manusia
menganggap ulat adalah musuh yang harus diberantas. Penyebabnya adalah
ulat memiliki sifat serakah. Bayangkan, pohon alpukat bisa gundul hanya dalam
beberapa hari dimakan ulat, atau tanaman sayuran bisa hilang seketika jika ulat
dibiarkan. Maka, petani sayuran dan tembakau sangat membenci ulat,
sehingga lahirlah racun pembunuh ulat yang sekaligus merupakan lambang
keserakahan manusia. Namun jika kita berada di pihak ulat, pandangan
tersebut akan berbeda. Ulat merupakan makhluk yang efektif dan efisien dalam
segi manajemen waktu. Ia tahu diri, waktu yang tersedia untuk tampil sebagai
ulat sangat terbatas, sebab fase berikutnya akan menjadi kepompong dengan
suasana yang berbeda. Ia bertindak proporsional, ia makan pada saat boleh
makan. Ia diam, pada saat harus diam (menjadi kepompong). Hal lain yang
tampak menurut pandangan manusia, penampilan fisik ulat menjijikkan, bahkan
menakutkan. Dari sejumlah manusia, hanya beberapa gelintir saja yang
menyukai ulat, yang lainnya melihat pun bergidig. Yang namanya ulat, berbulu
menakutkan, gundul juga sama saja, kebanyakan orang tidak menyukainya.
Dengan demikian, karakter ulat menurut pandangan manusia, sifatnya serakah,
penampilannya menakutkan, sehingga banyak orang tidak suka melihatnya.
Dikatakan serakah, karena selama hidup sebagai ulat pekerjaannya hanya
makan, bahkan makan sambil buang kotoran. Jika daun muda habis, ia makan
daun tua, daun tua habis, tangkai daun pun ia lahap juga.
Fase berikutnya menjadi kepompong, ulat harus puasa yang lamanya
hampir sama dengan waktu hidupnya menjadi ulat. Proses menjadi
kepompong berjalan pelan-pelan, semua dilakukan atas usaha dan kehendak
sendiri. Beberapa jenis ulat berusaha memasuki masa puasa dengan
membungkus dirinya tanpa bantuan pihak lain, sama artinya dengan menutup
diri dari pergaulan luar atas kesadaran sendiri. Kebiasaaan makan sekehendak
hati ia tinggalkan, keserakahan tak dikenal lagi, maka pelan-pelan wujudnya
pun berubah. Ia puasa, bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi
penglihatan, pendengaran, dan tuntuan lain ia hentikan. Sampai akhirnya tiba
menjadi kupu-kupu.

Pada saat ia keluar dari kepompong, ia membutuhkan perjuangan yang


luar biasa berat. Ia keluar dari lubang yang sempit, pelan-pelan sesuai
prosedur. Jika kita melihat secara seksama, akan merasa kasihan dan ingin
membantunya agar cepat keluar. Tetapi jika dibantu, justru akan mengacaukan
prosedur, karena sayap mudanya yang tipis dan halus sangat peka terhadap
sentuhan. Sayap keluar pelan-pelan dalam keadaan lemas, akan berkembang
pelan-pelan setelah terkena udara sampai akhirnya mengeras. Jika dipaksa,
sayap akan mengkerut, dan akhirnya tidak bisa terbang (prematur).

Fase terakhir, kembali ke titik awal ia menjadi kupu-kupu yang indah


mempesona. Orang yang melihat kupu-kupu akan lupa, bahwa ia semula
bersifat serakah dan penampilan fisiknya menjijikan. Orang pun akan lupa, dulu
10

ia adalah musuh manusia yang harus dibasmi. Tetapi sekarang, berubah 180
derajat. Apa penyebannya? Mari kita amati dengan cermat.

Secara fisik, wujud kupu-kupu sangat berbeda dengan ulat. Ia indah,


sayapnya berwarna-warni, tua muda bahkan anak-anak sangat menyukainya.
Sering terjadi, anak-anak melupakan mainan yang lain demi mengejar kupu-
kupu yang indah, dan orang tua banyak yang mengkoleksi kupu-kupu sebagai
hiasan. Kemudian dilihat dari kemampuannya, jauh berbeda dengan ulat. Dulu
ketika ia menjadi ulat, hanya berada di satu tempat dengan aktifitas yang
terbatas, efek dari aktifitasnya malah manusia merasa dirugikan. Tetapi
sekarang, ia bisa terbang ke mana saja ia suka. Aktifitasnya bermanfaat,
karena ketika hinggap di suatu bunga, mendatangkan manfaat dengan
terjadinya penyerbukan, dan bunga yang dihinggapinya tidak pernah rusak.
Keunggulan lain, dulu ketika ia menjadi ulat, makan sebanyak-banyaknya
sehingga kotorannya pun banyak mengakibatkan kotor dan jijik. Sekarang
setelah menjadi kupu-kupu, ia hanya makan sari bunga yang manis, sedikit
tetapi bergizi. Karena makannya yang berkualitas, maka kotorannya pun tak
pernah menjadi gangguan. Jarang ada orang mengetahui, seperti apa kotoran
kupu-kupu? Berbeda dengan ulat, malihat sepintas saja orang sudah tahu.

Jadi, betapa Agungnya Allah sang Maha Pencipta yang telah


memberikan perumpamaan kepada manusia. Tampak adanya nilai
pembelajaran tingkat tinggi pada siklus hidup kupu-kupu. Ulat dan kupu-kupu
merupakan satu rangkaian yang tak terpisahkan, karena ulat merupakan anak
kupu-kupu, tetapi memperlihatkan karakter yang sangat berbeda, pemisahnya
adalah setelah melalui proses puasa. Hal ini memberikan isyarat kepada kita,
bahwa proses ibadah puasa yang ditempuh harus memberikan efek terhadap
peningkatan kualitas hidup. Perubahan yang diharapkan terjadi pada diri orang
Islam yang telah menjalankan ibadah puasa antara lain yang semula kadang-
kadang memakan makanan haram atau tidak jelas haram-halalnya, sekarang
berusaha hanya memilih makanan halal saja. Semula memakan apa saja yang
diinginkan, sekarang hanya memilih makanan yang bergizi dan halal. Semula
kurang peduli terhadap kaum dhu’afa, sekarang lebih memperhatikan. Semula
bakhil/pelit, sekarang menjadi dermawan. Semula kurang sabar dan disiplin,
sekarang lebih sabar dan disiplin. Semula hanya mementingkan diri sendiri,
sekarang berusaha agar hidup lebih bermanfaat bagi orang lain, dan
seterusnya. Pada intinya semua berubah semakin baik, baik dalam perkataan,
perbuatan, makan-minum, beribadah, maupun dalam tata cara mencari nafkah
dan bergaul dengan sesama.

D. Kesimpulan
Hidup ini penuh liku-liku, selama di perjalanan begitu banyak tantangan
dan rintangan. Hanya orang yang sabar dan uletlah yang mampu mengarungi
hidup dengan penuh makna. Hari demi hari, dijejaki dengan penuh asa, asa
disertai dengan do’a, do’a dan tawwakal menyertai hidupnya. Terdapat suatu
falsafah klasik yang masih relevan untuk digunakan saat ini, yakni berusaha
11

agar hari ini lebih baik dari kemarin, besok lebih baik dari hari ini. Dalam
melakukan perubahan, kita pertahankan nilai-nilai lama yang baik dan
padukan dengan nilai-nilai sekarang yang lebih baik.
Hidup ini penuh dengan perjuangan, kurang bijaksana apabila
mengharap kebahagiaan abadi di dunia ini, karena masalah demi masalah
akan selalu muncul sejalan dengan aktifitas manusia. Susah senang, sedih dan
gembira, akan datang silih berganti ikut mewarnai perjalanan hidup manusia.
Hal terpenting yang perlu kita cermati, bagaimana mensikapi setiap masalah
yang dihadapi? Bagaimana merubah tantangan menjadi peluang? Bagaimana
mengelola kekurangan menjadi keunggulan? Kunci jawaban ada pada diri kita
masing-masing. Caranya, integrasikan pikiran, kemampuan fisik, dan emosi
serta jadikan kecerdasan spiritual sebagai pedoman. Renungkan dan cermati
filosofi lingkaran obat nyamuk bakar, kita tetap berada dalam siklus kehidupan
secara alami, tetapi pada setiap putaran terdapat pengembangan, tidak hanya
berputar di garis yang sama. Artinya siklus kedua harus lebih baik dari siklus
pertama, dan seterusnya. Apabila kita kaitkan dengan pembahasan makalah
ini, kualitas hidup pasca puasa tahun ini harus lebih baik dari puasa tahun lalu.

Wallahu ‘alam.
Sumedang, 09-09-09

Anda mungkin juga menyukai