Anda di halaman 1dari 4

Review Dampak Hipoksia pada Ikan Perairan bervegetasi dan Ikan Laut Tugas terstruktur untuk memenuhi matakuliah

Manajemen Ekosistem Perairan

Oleh : Tiara Ayu Pratiwi 105090100111004

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

Review Literatur Dampak hipoksia pada ikan Hipoksia merupakan keadaan dimana konsentrasi okigen terlarut dalam air (DO) kurang dari 5 mg/L (Killgore dan Hoover, 2001). Hipoksia telah menyebabkan kematian yang akut terhadap ikan di area laut maupun di perairan tawar yang bervegetasi. Hipoksia pada perairan tawar yang bervegetasi dapat disebabkan oleh fotorespirasi dan naungan dari mokrofita yang hidup di sekitar perairan, dan akibat dari berbagai macam proses fisiologis, biokimia dan perilaku ikan. Hipoksia dapat menyebabkan kematian pada ikan jika ikan tidak dapat berpindah ke area perairan dengan level DO yang lebih tinggi sehingga dapat mengubah komposisi komunitas ikan pada perairan tersebut (Killgore dan Hoover, 2001). Ikan tuna memiliki rata-rata konsumsi oksigen yang melampaui konsumsi ikan laut lainnya, sehingga diasumsikan tuna sensitif terhadap hipoksia. Namun, lautan tidak bersifat homogen dan pengurangan oksigen terlarut yang signifikan terjadi pada kedalaman laut yang sering dikunjungi oleh tuna, sehingga terdapat beberapa jenis tuna yang dapat beradaptasi dengan kondisi DO yang rendah (Fitzgibbon dkk. 2010). Dampak hipoksia pada ikan di perairan danau bervegetasi Pada penelitian Killgore dan Hoover (2001), air danau Mercer, Arkansas yang digunakan sebagai lokasi penelitian memiliki beberapa karakteristik sifat fisika dan kimia seperti: turbiditas rendah (115,4 NTUs), DO antara 0,2 7,5 mg/L, terjadi stratifikasi vertikal suhu dan DO pada area yang lebih dalam (>1,5 m), hipoksia terjadi di daerah downstream selama May dan Agustus karena air yang dalam dan tenang/tidak mengalir dan permukaan air nyaris ternaungi secara keseluruhan oleh tumbuhan mengambang. Tumbuhan akuatik beraneka ragam dan melimpah di sepanjang danau. Taksa yang dominan adalah pohon Cypress (Taxodium distichium (L.) Rich.), Willows (Salix sp.) dan oaks (Quercus sp.), Lemna minor L., dan Nelumbo lutea. Terdapat 45 spesies ikan yang berhasil disampling. Ada 11 spesies ikan yang tersampling pada konsentrasi DO < 1 mg/L. Spesies ikan topwater merupakan spesies yang paling sering tersampling pada air dengan DO < 0,5 mg/L, meliputi golden topminnow (Fundulus chrysotus (Gnther)) dan mosquitofish (Gambusia affinis (Baird and Girard)). Spesies ikan yang tersampling pada air hipoksia merupakan spesies yang sudah beradaptasi secara morfologi dan perilaku terhadap hipoksia. Toleransi terhadap hipoksia mengindikasikan bahwa konsentrasi DO antara 0,5 1 mg/L merupakan level lethal untuk kebanyakan ikan ikan, dan ikan harus menggunakan bentukan respirasi alternatif (aerial atau anaerobik) untuk dapat bertahan hidup, jika tidak maka ikan akan menunjukkan peilaku penolakan atau bahkan mati. Kelimpahan ikan pada stasiun dengan kondisi hipoksia ekstrem (DO < 0,5 mg/L) jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kelimpahan ikan di stasiun dengan kondisi hipoksia sedang (DO 0,5 5 mg/L) dan stasiun dengan kondisi normal. Konsentrasi DO yang rendah berkontribusi dalam menurunkan kekayaan spesies dan kelimpahan ikan di riverine backwaters, river channel, dan danau. Tumbuhan-tumbuhan yang rimbun mengurangi siklus hydraulic dan meningkatkan kebutuhan akan BO. Namun, struktur komunitas tumbuhan akutik tersebut mengganti kerugian dampak negatif dari hipoksia yang ditimbulkan dengan menyediakan makanan dan refugia bagi ikan-ikan yang lebih muda dan kecil.

Dampak hipoksia pada ikan tuna Diasumsikan ikan tuna sensitif terhadap hipoksia karena memiliki rata-rata konsumsi oksigen yang melampaui konsumsi ikan laut lainnya, namun, beberapa jenis tuna yang dapat beradaptasi dengan kondisi DO yang rendah. Hal ini menjadikan kondisi DO dapat digunakan sebagai faktor dalam menentukan habitat dari ikan tuna, tetapi nilai batas dari faktor-faktor penentu dapat berbeda dari 1 populasi atau region denga region lainnya. Gooding dan Neill (1978) meneliti dampak dari konsentrasi DO yang rendah pada skipjack tuna (Katsuwonus pelamis (L)). Skipjack tuna yang dipelihara pada tank terbuka dengan air laut yang diberi sirkulasi udara sehingga DO = 6,4 ppm, dipindah ke tank-tank dengan air laut yang sudah diatur memiliki DO yang menurun hingga 1,4 ppm dengan suhu 23 - 24C. Hasilnya adalah pada konsentrasi DO 4 ppm, skipjack tuna menunjukkan gejala stress hipoksia, seperti perubahan perilaku dan kecepatan renang. Hanya terdapat 1 dari 6 ikan yang dapat bertahan hidup dalam waktu 4 jam pada konsentrasi DO 3,5 ppm dan tidak ada yang bertahan hidup selama 2 jam dibawah 3,5 ppm. Hasil dari penelitian laboratorium tersebut menghasilkan hipotesis bahwa habitat skipjack tuna berada di central dan eastern Samudra Pasifik, dimana memiliki suhu 18C atau lebih hangat dan konsentrasi DO minimal 5 ppm. Skipjack tuna meninggalkan northern Pacific ke eastern Pacific ketika telah mencapai ukuran tubuh tertentu. Untuk menemukan perairan yang lebih dingin dan memiliki konsentrasi DO yang lebih baik, skipjack tuna berenang menuju ke daerah dengan latitude yang lebih tinggi. Sama seperti skipjack tuna, bluefin tuna (Thunnus maccoyii) juga menunjukkan perubahan perilaku dan kecepatan renang pada air dengan konsentrasi DO rendah. Dalam penelitian Fitzgibbon dkk. (2010), bluefin tuna berenang lebih cepat pada air hipoksia sedang (< 5 mg/L). Berenang dengan kecepatan yang lebih membutuhkan peningkatan volume ventilasi sebagai respon berkurangnya ketersediaan oksigen. Ikan yang obligate ramventilating, seperti tuna, harus meningkatkan kecepatan dan/atau lebar pembukaan mulut (mouth gape) untuk meningkatkan volume ventilasi. Namun, peningkatan kecepatan renang juga meningkatkan kebutuhan oksigen. Meningkatkan kecepatan renang yang dikombinasikan dengan peningkatan pembukaan mulut efektif untuk meningkatkan penyaluran oksigen dalam tubuh, atau sebagai respon escape dari kekurangan oksigen. Semua ikan mampu mengekstrak cukup oksigen untuk memaintain fungsi metabolisme minimal pada kisaran kondisi hipoksia. Yang ikan tuna lakukan adalah dengan meningktakan volume ventilasi. Namun, jika berada di perairan di bawah level kritis oksigen, ikan akan melakukan usaha metabolisme anaerobik. Bluefin tuna dapat bertahan hidup pada air dengan konsentrasi DO 2,49 mg/L, tetapi pada level 1,57 mg/L, bluefin tuna mati dalam beberapa jam, yang menunjukkan bahwa level 1,57 mg/L itu di bawah level kritis oksigen mereka. Level kritis oksigen pada bluefin tuna berada di dalam rentangan ikan laut lainnya, yaitu pada rentang 1,5 2,5 mg/L. Toleransi bluefin tuna terhadap hipoksia mirip dengan yellowfin tuna (Thunnus albacares) dan bigeye tuna (Thunnus obesus). Bigeye tuna dihipotesiskan lebih toleran terhadap hipoksia dibandingkan spesies tuna lainnya karena affinitas oksigen dalam darah yang lebih rendah. Adaptasi pengambilan dan penyaluran oksigen yang mendukung metabolisme pada tuna menjadi keuntungan tuna untuk hidup pada perairan yang hipoksia.

Kesimpulan Hipoksia telah menyebabkan kematian yang akut terhadap ikan di area laut maupun di perairan tawar yang bervegetasi. Hipoksia pada perairan tawar yang bervegetasi dapat disebabkan oleh fotorespirasi dan naungan dari mokrofita yang hidup di sekitar perairan sehingga mengurangi siklus hydraulic dan meningkatkan kebutuhan akan BO. Perairan hipoksia memberikan dampak berkurangnya kekayaan spesies dan kelimpahan jenis dan jumlah ikan sehingga dapat mengubah komposisi komunitas ikan pada perairan tersebut. Selain itu hipoksia menyebabkan perubahan morfologi maupun perilaku pada spesies ikan guna beradaptasi dengan keadaan hipoksia. Perubahan perilaku ini juga terjadi pada ikan laut yang mengalami hipoksia, contohnya ikan tuna, dimana tuna akan berenang lebih cepat pada air yang hipoksia dan memperlebar pembukaan mulut guna meningkatkan asupan oksigen. Ikan, baik tawar maupun laut, akan menggunakan bentukan respirasi alternatif (aerial atau anaerobik) dan usaha metabolisme anaerobik untuk dapat bertahan hidup saat berada berada di perairan di bawah level kritis oksigen. Perairan dengan konsentrasi DO < 5 mg/L sudah termasuk dalam kondisi hipoksia, dan level kritis oksigen pada ikan tuna berada di dalam rentangan ikan laut lainnya, yaitu pada rentang 1,5 2,5 mg/L.

Daftar Pustaka Fitzgibbon, Q.P., Seymour R.S., Buchanan J., Musgrove R., Carragher J., 2010. Effects of hypoxia on oxygen consumption, swimming velocity and gut evacuation in southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii). Environ Biol Fish 89:5969 Gooding R.M., Neill W.H., Barkley R.A., 1978. Skipjack tuna, Katsuwonus pelamzs, habitat based on temperature and oxygen requirements. FISHERY BIJI.I.ETIN 76:3 (653662) Killgore K.J. dan Hoover J.J. 2001. Effects of Hypoxia on Fish Assemblages in a Vegetated Waterbody. J. Aquat. Plant Manage.39: 40-44

Anda mungkin juga menyukai