Dimulainya aktifitas pembangunan bentang tengah Jembatan Suramadu ditandai dengan acara Start Up Ceremony Main Span Project of Suramadu Bridge yang dilaksanakan pada 19 November 2005, oleh Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto, didampingi oleh Duta Besar Republik Rakyat China, Lan Lijun, Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, serta dari pihak proyek yaitu A.G Ismail dari Induk Pelaksana Kegiatan Jembatan Suramadu dan dari CCC yang diwakili oleh Wang Jian. Dalam kesempatan itu Duta Besar China menegaskan bahwa Jembatan Suramadu adalah simbol persahabatan hubungan antara dua negara yaitu China dan Indonesia, sehingga pihaknya sangat mendukung agar jembatan ini dapat selesai tepat waktu yaitu pada tahun 2008.
PEMILIHAN LOKASI
Sementara di sisi lain, Pulau Madura yang menjadi bagian dari provinsi Jawa Timur, mengalami kondisi yang kurang menguntungkan. Laju pertumbuhan ekonomi lambat dan income perkapita tertinggal. Pergerakan jalur transportasi yang terhambat membuat pembangunan jembatan Suramadu dinilai penting sebagai pembuka awal. Dengan Jembatan Suramadu , yang akan menghubungkan Surabaya dengan Pulau Madura melalui jalan darat, diharapkan ketimpangan sosial dapat segera direduksi. Arus transportasi yang cepat dan efektif akan membuat perkembangan Madura segera melejit, bersaing dengan daerah-daerah lain. Tata wilayah dan tata guna lahan juga akan terbentuk secara proporsional.
Titik-titik Alternatif
Terpilih Titik Alternatif ke-3 Kita mungkin sering mendengar, mengapa Jembatan Suramadu dibangun di daerah Kenjeran Surabaya? Bukan di Perak, Sukolilo, atau Gresik? Dari hasil studi dan kajian yang dilakukan oleh BPPT pada saat studi awal, terdapat 4 pilihan lokasi Jembatan Suramadu, yaitu {mosimage} Dan akhirnya yang terpilih adalah alternatif 3, Kenjeran - Labang. Pertimbangannya antara lain:
Lintasan kapal relatif kecil, lebih kecil dari 2000 GRT (Gross Registered Tonnase). Tidak mengganggu kebutuhan manuver kapal serta jauh dari lintasan feri. Kedalaman laut rata-rata 17 meter dan kondisi geologi memungkinkan biaya konstruksi yang lebih rendah.
Kedua ujung jembatan merupakan daerah yang relatif datar dan terbuka, tidak banyak perumahan, dan dapat terhubung langsung dengan rencana jaringan jalan tol. Hasil studi amdal menunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan masih dapat dikendalikan dengan mengikuti rekomendasi RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) dan RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan). Di sisi Surabaya, ujung Jembatan Suramadu berlokasi di Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran dan pada sisi Madura terletak di
desa Sukolilo Barat, Kecamatan Labang, kabupaten Bangkalan. Di sisi Surabaya, ujung jembatan terletak pada daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0-3 meter di atas permukaan laut dan kemiringan 0-2%, dan kondisi lahan pasang surut.
Di sisi Madura, ujung jembatan berada pada daerah perbukitan dengan dengan ketinggian 2-17 meter di atas permukaan laut yang merupakan perbukitan dengan kemiringan 2-15%. Titik awal centerline jembatan di sisi Surabaya terletak pada koordinat 7 12' 28,72" LS dan 112 46' 40,47" BT dan titik awal di sisi Madura terletak pada koordinat 7 09' 31,82" LS dan 112 46'52,10" BT. Azimuth Jembatan sebesar 3 46' 23".
Feri-feri tersebut dikelola enam perusahaan, melalui tiga dermaga di masing-masing pelabuhan. Dengan jumlah feri dan penyeberang yang tak berimbang, menyebabkan waktu tunggu panjang. Dari survei yang dilakukan didapat volume lalu lintas feri per arah per hari di tahun 2002 adalah 315 buah kendaraan ringan, 1036 buah truk Kecil, 324 buah truk besar, 260 buah Bus dan 8128 buah sepeda motor. Kapasitas feri yang tersedia tersebut sudah jenuh yang diindikasikan dengan waktu tunggu rata-rata kendaraan yang terjadi di pelabuhan Ujung maupun Kamal adalah 30 menit. Kecuali untuk jenis sepeda motor yang lebih leluasa menembus antrean. Sedangkan waktu yang digunakan untuk menaikkan penumpang dari pelabuhan ke atas feri selama 15 menit. Waktu tempuh yang diperlukan untuk penyeberangan 30 menit, dan waktu untuk menurunkan.penumpang 15 menit. Total waktu dibutuhkan sekitar 60 menit atau satu jam. Waktu ini akan semakin panjang ketika akhir pekan atau musim liburan. Menjelang Lebaran dan Hari Besar Islam malah sering tak terkendali. Budaya "toron" (pulang kampung) bagi masyarakat Madura seakan menu wajib bagi mereka. Akibatnya, peningkatan mobilitas manusia dan barang tak dapat terhindarkan. Di lain segi kapasitas feri tidak bisa ditambah karena dapat mengganggu alur pelayaran yang ada. Keberadaan Jembatan Madura diperkirakan dapat mengurangi waktu tempuh sebesar 60 menit untuk kendaraan yang berasal dan menuju Kec. Kamal, Socah, dan Bangkalan, 110 menit untuk kendaraan yang tidak berasal dan menuju Kec. Kamal, Socah, dan Bangkalan. Pembangunan Jembatan Suramadu tidak hanya sekedar membangun jembatannya saja tetapi yang lebih penting adalah meningkatkan perekonomian Madura yang tertinggal dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur.
JAWA TIMUR kini tengah melaksanakan pekerjaan besar, pembangunan Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu). Jembatan modern yang nantinya bisa menjadi ikon serta landmark yang membanggakan. Jembatan Suramadu adalah jembatan yang menghubungkan Surabaya di Jawa dan kota Bangkalan di Madura. Keberadaan jembatan ini akan memperlancar lalu lintas barang dan jasa. Jembatan sepanjang 5,4 kilometer itu akan menjadi pembangkit perubahan bagi Madura. Bagaimana gagasan pembanganan Jembatan Suramadu bermula, kita perlu menengok sejarahnya.
Di tahun 1960-an, Prof. Dr. Sedyatmo (alm) mengusulkan sebuah ide mengenai hubungan langsung antara pulau Sumatera dan Jawa. Sebuah ide dan teroboson 'berani' di zaman itu. Ide itu ternyata mendapat respon. Sebagai tindak lanjut, tahun 1965 dibuatlah uji coba desain (jembatan Sumatera-Jawa (Jembatan Selat Sunda) yang dibuat di Institut Teknologi Bandung (ITB). Gagasan dan konsep-konsep pengembangan jembatan antar pulau selanjutnya disampaikanlah kepada Presiden RI Soeharto awal Juni 1986. Bulan Februari 1986, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bertemu dengan delegasi dari perusahaan perdagangan Jepang. Kemungkinan kerjasama proyek-proyek di Indonesia pun dibahas. Gayung pun bersambut. Para delegasi Jepang tersebut menyatakan memberi angin positif untuk kerjasama dalam proyek hubungan langsung Jawa-Sumatera-Bali. Pemerintah Indonesia juga semakin bersemangat melakukan persiapan. Atas dasar konsep-konsep dari Prof. Sedyatmo, Juni 1986, Presiden Soeharto menunjuk Menteri Negara Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) BJ Habibie. Kajian awal kemungkinan hubungan langsung antarpulau Sumatera-Jawa-Bali pun dilakukan. Proyek ini diberi nama Tri Nusa Bima Sakti. BPPT diberi tugas melakukan studi terkait dengan kondisi alam, sedangkan Departemen Pekerjaan Umum (DPU) melakukan studi tentang sosio-ekonomi dan implementasi. Di waktu yang sama, delegasi Jepang yang dipimpin Dr. Ibukiyama datang ke Indonesia untuk melakukan kajian awal. (JIF), sebuah forum kerjasama yang dibentuk perusahaan swasta Jepang dan BPPT mengusulkan untuk menyelanggarakan seminar di Jakarta sebagai usaha mempromosikan proyek Trinusa Bima Sakti. Seminar dengan judul "Japan-Indonesia Seminar on Large Scale Bridges and Under Sea Tunnel" dilaksanakan di Jakarta, 21-24 Japan-IndonesiaScience and Technoloy Forum September 1986. Seminar tersebut kemudian dilanjutkan dengan serangkaian studi pendahuluan hingga tahun 1989. Karena studi tersebut mencakup hubungan tiga pulau atau lebih, nama proyek disempurnakan menjadi "Proyek Tr i Nusa Bima S a k t i dan Penyeberangan Utama". Dari kajiankajian yang dilakukan, yang dianggap layak untuk segera diimplementasikan adalah hubungan langsung Jawa-Madura/ Bali. Waktu terus bergulir. Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dan BPPT, Desember 1986, secara terpisah menyampaikan proposal terkait proyek Tri Nusa Bima Sakti kepada Bappenas dan Sekretariat Kabinet (Setkab). Di saat yang sama, hasil kajian yang dipimpin oleh Dr. Ibukiyama juga dikirimkan ke Bappenas dan Setkab.
Tujuh bulan kemudian, dalam rapat tahunan JIF yang membahas kerjasama teknik, perwakilan dari Jepang menyetujui mengirimkan dua tenaga ahli, yaitu ahli Geologi dan ahli Vulkanologi. Mereka bertugas membantu BPPT melakukan kajian tentang kondisi alam. Sementara untuk studi sosio-ekonomi dan implementasi, DPU dibantu seorang ahli bidang Perencanaan Transportasi dan Rekayasa Jembatan/ Terowongan. Dalam perjalanan waktu, muncul kendala dalam pengadaan tanaga ahli Geologi untuk jangka panjang. Delegasi Jepang (Kementerian Trasportasi) mengusulkan pemikiran di mana survei geologi dilaksanakan setelah didapat hasil kajian tentang prospek perencanaan transportasi dan perencanaan konstruksi jembatan/ terowongan. Tindak lanjutnya, Juli 1988, Mr. Furuya Nobuaki, ahli transportasi dan rekayasa jembatan/ terowongan dari Badan Otorita Jembatan Honshu-Shikoku mulai berkantor di DPU. Kemudian bulan Oktober 1988, Mr. Kobayashi, ahli dari Perusahaan Umum Pembangunan Jaringan Kereta Api Jepang menginjakkan kaki di BPPT. Selanjutnya, Desember 1988, dilakukan kesepakatan antara DPU dan BPPT tentang kajian bagi proyek tersebut. DPU bertanggung jawab melaksanakan studi sosio-ekonomi, termasuk di dalamnya estimasi kebutuhan lalulintas, sambil melakukan kemitraan dengan instansi lain. Sedangkan BPPT bertugas melaksanakan studi pengembangan teknik dan kondisi alam. Dari kesepakatan itu, sebuah komite akan dibentuk agar pelaksanaan studistudi tersebut berjalan efektif. Perjalanan kemudian sampai di 9 Januari 1989, saat dibentuk untuk Proyek Tri Nusa Bima Sakti dan Penyeberangan Utama yang terdiri dari : Ketua
o o o
Menhankam, Menkeu, Men. PU, Menperin Menhub, Menparpostel, Mentamben, Menneg.PPN/Ketua Bappenas, Menpera,
1. Tim Pengarah
Ketua Tim Pengarah :
Menteri Negara Riset dan Teknologi/ Kepala PPT
Anggota :
Menneg.KLH, Panglima ABRI,KS TNI AL, Ketua BPN, Ketua BKPM, Koordinator Proyek.
2. Tim Pengawas
Ketua Tim Pengawas :
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur
Anggota TimPengawas :
Instansi-instansi terkait yang diangkat/ diberhentikan oleh Ketua TimPengawas.
3. Koordinator Proyek
Koordinator Proyek :MohammadNoer, yang dibantu oleh para pembantunya yang diangkat olehKoordinator Proyek Berdasarkan SK Menneg. Ristek/Ka. BPPT No: 283/M/BPPT/VI/91, telah ditunjuk PT Dhipa Madura Pradana (PT DMP) sebagai Pelaksana Proyek Pembangunan Jembatan Surabaya-Madura dan Pengembangan Wilayah bekerjasama dengan institusi terkait. Selanjutnya PT DMP membentuk Konsorsium Indonesia yang terdiri dari: PT Jasa Marga, BPIS, PT SIER, dan PT BUKAKA. Selain itu juga dibentuk Konsorsium Jepang yang terdiri dari: Mitshubishi Corp, Itochu, Shimizu, Long Term Credit Bank (LTCB). Rapat pertama tim pengarah yang dilaksanakan Maret 1991, memutuskan pembinaan koordinasi proyek ini dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. Agenda selanjutnya dibuat rencana kegiatan oleh pelaksana proyek. Terkait dengan tinggi bebas dan bentang bersih jembatan (clearance) jembatan, dikoordinasikan dengan Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan Departemen Perhubungan. Di rapat kedua, Maret 1992, tim pengarah meminta agar PT DMP segera menyelesaikan Feasibility Study dan Bankable Proposal. Rapat juga memutuskan agar BPPT membantu DPU dan PT DMP dalam melaksanakan studi teknis jembatan yang meliputi survei, engineering design dan pengujian. Dan di rapat ketiga tim pengarah, Maret 1994, DPU menyatakan kesiapannya untuk mendukung proyek ini dengan menyiapkan PSDPU (Prasarana dan Sarana Dukungan Pekerjaan Umum). Pihak PT DMP kemudian diminta segera menyelesaikan Action Program yang baku beserta studi lingkungan untuk pengembangan kawasan dan studi resettlement. Selain itu BUMNIS/ BUMD juga akan diikutsertakan dalam proyek ini sebagai pemegang saham.
Setelah memasuki rapat keempat, April 1995, Konsorsium Jepang diminta segera mengusahakan pendanaan. Sementara PT DMP diminta segera menyelesaikan pembebasan tanah untuk keperluan kawasan. Pelaksanaan proyek di lapangan selanjutnya dibawah tanggungjawab DPU.
ini direspon dan sambutan yang sangat baik dari masyarakat Madura. Mereka juga mengharap kesungguhan pemerintah pusat dalam rencana pembangunan Jembatan Suramadu. Selain itu Bupati / DPRD diharapkan mengantisipasi selesainya pembangunan jembatan ini dengan tata ruang, perencanaan ekonomi, serta rencana induk pembangunan Pulau Madura dengan tepat. Langkah pemerintah provinsi ini dijawab oleh Pemerintah Pusat melalui Surat Menteri Negara Ristek/ Kepala BPPT kepada Presiden RI, No: 07/M/I/2002, tanggal 23 Januari 2002, perihal Inisiasi Pelaksanaan Pembangunan Jembatan Suramadu, yang menyatakan dukungan penuh atas langkah nyata yang diambil oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Melalui surat tersebut juga dinyatakan perlunya diterbitkan Keputusan Presiden baru untuk menyatakan bahwa proyek Jembatan Suramadu adalah termasuk proyek prioritas dan sekaligus mencabut Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1990.
Titian Perjalanan Baru Kepres 79 / 2003 merupakan titian awal dimulainya kembali pembangunan Jembatan Suramadu
Seiring membaiknya situasi perekonomian, maka keluarlah Keputusan Presiden Nomor 79 tanggal 27 Oktober 2003 tentang pembangunan Jembatan Surabaya-Madura yang menyatakan bahwa pembangunan Jembatan Suramadu dapat dilanjutkannya kembali. Dalam Keputusan Presiden tersebut juga dinyatakan pembangunan Jembatan Suramadu dilaksanakan sebagai bagian dari pembangunan kawasan industri, perumahan dan sektor lainnya dalam wilayah kedua sisi ujung jembatan. Pelaksanaan pembangunan Jembatan Suramadu juga harus memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Timur dan Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK) Gersik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbang Kertosusila) serta Pamekasan, Sampang dan Sumenep. Dengan Jembatan Suramadu, yang akan menghubungkan Surabaya dengan Pulau Madura melalui jalan darat, diharapkan ketimpangan sosial dapat segera direduksi. Arus transportasi yang cepat dan efektif akan membuat perkembangan Madura segera melejit, bersaing dengan daerah-daerah lain. Tata wilayah dan tata guna lahan juga akan terbentuk secara proporsional. Proyek ini kelak diharapkan dapat mengukir sejarah baru dalam perkembangan transportasi di Indonesia karena untuk pertama kalinya dibangun jembatan yang menghubungkan antar dua pulau, sekaligus menjadi jembatan terpanjang di Indonesia. NOTE : Sejarah ini adalah sekelumit dari catatan perjalanan pembangunan Jembatan Suramadu yang telah kami dapatkan.(pada tahun 2005) Saat ini sedang dipersiapkan penyusunan sejarah lengkap pembangunan Jembatan Suramadu yang akan melibatkan semua unsur yang pernah terlibat, yang diharapkan rampung sebelum Jembatan ini selesai akhir 2008. Sumbang saran dan datadata sangat kami harapkan demi lengkapnya penulisan sejarah ini..
Meningkatnya jumlah penduduk akan merangsang naiknya permintaan barang dan jasa. Selanjutnya akan merangsang meningkatnya kegiatan perekonomian, berkembangnya usaha di sektor pertanian, industri, perdagangan, jasa dan meningkatnya arus barang masuk ke Pulau Madura.
Meningkatnya kebutuhan untuk kawasan pemukiman dan infrastruktur Meningkatkan PDRB dan kesejahteraan masyarakat. Di Madura, umumnya kegiatan ekonomi masih bertumpu pada sektor pertanian primer (tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan). Artinya pertanian atau sektor tradisional menjadi sektor andalan yang nampak dari perolehan PDRB terbesar dibandingkan sektor lain. Sektor lainnya adalah pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas, air bersih, bangunan, perdagangan, hotel, restoran, angkutan, pos, komunikasi, keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
Joomla 3.0
Amdal
Dari dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), kemudian ditindaklanjuti dengan pelaksanaan Andal. Studi Andal untuk Jembatan Suramadu telah dilakukan oleh BPPT tahun 1992. Seiring dengan penundaan waktu dan perubahan yang terjadi, selama waktu penundaan serta Peraturan Pemerintah No 27. Masalah lingkungan akan tetap kami perhatikan , dengan demikian akan dicapai manfaat pembangunan yang optimum dengan pengurangan dampak negatif. tahun 1999 tentang kegiatan yang berpotensi memberikan dampak lingkungan, maka studi tersebut perlu diulang (review) kembali. Studi ulang Andal tersebut dilakukan sejak tahun 2003 dengan pelaksanaannya bekerjasama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Tahap awal yang dilakukan adalah sosialisasi dan penyusunan Kerangka Acuan (KA)-Andal, dan dilanjutkan dengan penyusunan Andal, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Pelaksanaannya kembali bekerjasama dengan ITS. {mosimage} Seperti halnya proyek-proyek besar lainnya, pembangunan Jembatan Suramadu dan jalan aksesnya diperkirakan akan menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap lingkungan sekitar. Wilayah yang diperkirakan terkena dampak adalah Kecamatan Tambaksari, Bulak dan Kenjeran di Surabaya, Kecamatan Labang, Tragah dan Burneh di Kabupaten Bangkalan (Madura), serta alur Selat Madura yang merupakan sarana lalu- lintas dan sumber mata pencaharian nelayan. Karena itu analisis yang mendalam dan teliti sangat perlu dilakukan, sekaligus menyusun langkah antisipasinya.
Sosialisasi
Masalah tentang Kehadiran Jembatan Suramadu Sosialisasi atau pendekatan masyarakat yang terkait dengan masalah lingkungan perlu dilakukan untuk menghindari sudut pandang yang berbeda. Di tingkat propinsi telah dilakukan dengan mengundang seluruh komponen dan elemen masyarakat Madura dan Surabaya dalam Review Publik Amdal. Proses sosialisasi juga dilakukan hingga tingkat kecamatan, baik di sisi Madura maupun Surabaya. Secara umum dari hasil sosialisasi ini, masyarakat di kedua sisi menerima kehadiran pembangunan Jembatan Suramadu dan jalan aksesnya. Beberapa hal ekses negatif seperti dampak debu dan kebisingan akibat kegiatan konstruksi juga telah diantisipasi. Masalah nelayan sempat menjadi perhatian. Jumlah tangkapan yang menurun yang menjadi alasan pemicunya. Sebuah demo kecil bahkan sempat terjadi oleh nelayan di Tambak Wedi yang menuntut ganti rugi. Pihak pelaksana tidak menutup mata. Masalah ini menjadi perhatian dan dilakukan penyelesaian. Akhirnya kata sepakat bertemu. Ganti rugi tidak diwujudkan dalam bentuk materi kepada perorangan, tetapi berupa perbaikan fasilitas umum, seperti balai pertemuan nelayan. Setelah itu hubungan dengan masyarakat nelayan menjadi mencair dan harmonis. Dengan tahapan dan persiapan studi kelayakan yang terpadu dan keterlibatan masyarakat sekitar di dua sisi, membuat pembangunan Jembatan Suramadu ini dapat berjalan tanpa banyak benturan. Perhitungan teknis serta semangat turut merawat dan mengembangkan lingkungan dapat berjalan beriringan.(*)
Resistivitas air laut 20 ohm cm Rasistivitas dasar laut 150 ohm cm Suhu rata-rata air laut 29 C Umur Rencana 25 Tahun
Penempatan Anode Pemasangan anode harus didistribusikan agar tidak terjadi perbedaan potensial secara drastis terhadap keseluruhan tiang pancang dan untuk mendapatkan kelebihan perlindungan sesedikit mungkin. Proses korosi terjadi akibat reaksi elektrokimia, yang disebabkan perbedaan potensial pada permukaan besi/ baja. Kombinasi reaksi "oksidasi" dan "deduksi" disebut reaksi "REDOX" OKSIDASI: Fe+ ==> Fe 2+ + 2e
REDUKSI: 2H2 O + O2 + 4e ==> 4 OH2Fe + 2H2 O + O2 ==> 2Fe + 4 OH2Fe + 2H2 O + O2 ==> 2Fe (OH)2 (besi terkorosi) Al +3e + 3e (Sacrificial Anonda) 2Al + 3Fe (OH)2 ==> 3Fe + 2Al (OH)3 Bahan metal dalam hal ini pipa baja apabila terletak pada lingkungan bahan/ zat yang menyebabkan korosi. Sebagai contoh, oksigen, maka akan terjadi proses kimia antara baja tersebut dengan zat-zat penyebab korosi. Untuk menghindari proses terjadinya korosi salah satu caranya adalah dengan mengorbankan metal (Aluminium/ Al) yang mempunyai sifat lebih kuat pengikatannya terhadap zat-zat korosif tersebut. Dengan demikian maka pipa baja akan terlindungi selama aluminium tersebut masih melekat pada pipa baja (+ 25 tahun) dengan pemeriksaan berkala minimum 6 bulan sekali.
MILESTONE
Momen Penting dalam Perjalanan Suramadu
Pemancangan Pertama 20 Agustus 2003, Tanda dimulainya Pelaksanaan Pembangunan Jembatan Suramadu. Pemancangan Tiang Pancang Pertama CITA-CITA besar itu akhirnya ada di titian awal. Setelah tertunda hingga empat kali, tanggal 20 Agustus 2003, pukul 11.30, Megawati Soekarnoputri, Presiden Indonesia saat itu, menekan tombol sirine yang menandai peresmian pemancangan pertama tiang pancang Jembatan Surabaya - Madura (Suramadu). Semula pemancangan dijadwalkan dilakukan pada Juli 2002. Selanjutnya berturut-turut rencana pemancangan tiang pancang pertama ini kembali muncul dan batal. Masing-masing Agustus 2002, Oktober 2002, dan terakhir 14 Juli 2003. Seremoni pemancangan tiang pancang pertama dilakukan di Surabaya tepatnya di Tambakwedi, Kedung cowek. Selanjutnya, dengan sepasang Helikopter SA-330 Purna milik TNI -AU, rombongan presiden terbang ke Madura untuk meresmikan pemancangan disana yaitu di Desa Sekarbungo, Bangkalan, Madura. Mendampingi Megawati saat itu, Menkimpraswil Sunarto, Menko Perekonomian Dorojatun Kuntjoro Jekti, Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, dan Gubernur Jatim Imam Utomo. Dalam sambutan tanpa teksnya, Megawati meminta para bupati diwilayah Madura memperhatikan dan mewaspadai dampak yang kemungkinan timbul akibat pembangunan Jembatan Suramadu ini. Khususnya, dampak sosial akibat meningkatnya industrialisasi yang kemungkinan memicu migrasi penduduk ke Pulau Madura. "Saya tidak ingin setelah jembatan ini dibangun, masyarakat Madura malah terpinggirkan," kata Megawati. Sebab, tambahnya salah satu tujuan pembanguan Jembatan Suramadu ini adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Apalagi, lanjutnya, belakangan ini dia kerap menerima laporan banyak orang-orang di luar Madura yang mengincar lahan di pulau garam tersebut. "Karena itu saya minta para bupati memperhatikan hal ini dengan seksama. Awasi betul jangan sampai tanah masyarakat Madura lepas begitu saja,"katanya. Megawati juga menyatakan ,"Saya tidak akan merasa gembira jika kelak Madura tinggal pulaunya saja, sementara masyarakatnya tersingkir," Dalam kesempatan sebelumnya Sunarno, Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah saat itu menjelaskan Jembatan Suramadu ini adalah salah satu karya anak bangsa yang patut dibanggakan. Menurut Sunarno ide dan konsep teknis pembangunan jembatan ini sepenuhnya dilakukan oleh anak bangsa. "Ide dan konsep awal pembangunan jembatan ini dikemukakan oleh Prof. Dr Soedyatmo yang juga merupakan penemu konstruksi cakar ayam," papar Sunarno dengan bangga. Dan sejak 20 Agustus itulah tonggak awal pembangunan jembatan Suramadu sekaligus momentum untuk mendorong perkembangan di Madura. serta Jawa Timur pada umumnya serta membuka cakrawala baru transportasi antara pulau Jawa dan Madura.
PEMILIK PROYEK
Jul 19, 2013Written by rdevRead 107 times Joomla 3.0
Terlaksananya pembangunan jembatan antarpulau sebagai bagian dari sistem jaringan prasarana wilayah yang terpadu dalam menunjang kelancaran distribusi dan mobilitas orang, barang dan jasa yang efisien dan selaras dengan moda transportasi lain. Tercapainya profesionalisme, kemandirian dan akuntabilitas Pemerintah dalam pembangunan jembatan dan prasarana wilayah lainnya. Terciptanya peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam memelihara fungsi bangunan Jembatan Suramadu. Terwujudnya kualitas konstruksi dan program pemeliharaan jembatan Suramadu pasca konstruksi. Proyek Induk Pembangunan Jembatan Suramadu mempunyai tugas pokok:
Menyelenggarakan kegiatan survei, studi, penyusunan rencana induk pembangunan jembatan Suramadu untuk menunjang tercapainya kelancaran distribusi dan mobilitas orang, barang dan jasa yang efektif, efisien dan selaras dengan moda transportasi lainnya di Madura dan Surabaya.
Melaksanakan pembinaan SDM yang handal dalam menyelenggarakan pembangunan jembatan dengan teknologi tinggi. Melaksanakan koordinasi pengendalian pelaksanaan pembangunan Jembatan Suramadu. Melaksanakan koordinasi eksternal yang berkaitan dengan pembangunan, pemeliharaan dan pemanfaatan jembatan Suramadu. Selain Proyek Induk, di lingkungan proyek juga terdapat Proyek Pembangunan yang terdiri dari Proyek Pembangunan Jembatan Suramadu Sisi Surabaya dan Proyek Pembangunan Jembatan Suramadu Sisi Madura serta Proyek Pembinaan Pembangunan Jembatan Suramadu, dengan ruang lingkup tugas:
PROYEK PEMBANGUNAN
Menyiapkan program kerja proyek sesuai dengan jenis penanganannya (ROK) baik fisik maupun keuangan Menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk proses pengadaan barang/ jasa serta mengadakan proses pemilihan penyedia barang/ jasa Menyelenggarakan administrasi pelaksanaan proyek atau kontrak kerja Mengadakan pengujian pengujian dan pemeriksaan segala sesuatunya sebelum pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan dan diselesaikan Mendorong keikut sertaan lapisan masyarakatdalam proses pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan jembatan.
PROYEK PEMBINAAN :
Membantu proyek induk dalam penyusunan rencana induk pembangunan Jembatan Suramadu secara keseluruhan Menyiapkan program kegiatan pengawasan dan supervisi pelaksanaan proyek Melaksanakan evaluasi dan analisis terhadap kinerja pengawasan pelaksanaan proyek secara keseluruhan Menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk proses pengadaan jasa konsultansi serta mengadakan proses pemilihan penyedia jasa konsultan Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap penerapan desain jembatan dan bangunan pelengkapnya. Pada tahun 2005 nama Proyek Induk Jembatan Suramadu diganti menjadi Induk Pelaksana Kegiatan Jembatan Suramadu. Sedangkan istilah "Proyek" diubah menjadi Satuan Kerja. Sejak Tahun 2007, Pembangunan Jembatan Suramadu berada di dalam wilayah Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V, yang menggantikan Proyek Induk, yang teridiri dari 4 Satuan Kerja Sementara yatu : 1. SKS Pembinaan Teknik Pembangunan Jembatan Nasional Suramadu 2. SKS Pembangunan Jembatan Nasional Suramadu Sisi Surabaya 3. SKS Pemabngunan Jembatan Nasional Suramadu Sisi Madura 4. SKS Pembangunan Jembatan Nasional Suramadu Bentang Tengah