197 CME Dispepsia
197 CME Dispepsia
Dispepsia
Murdani Abdullah, Jeffri Gunawan
Divisi Gastroenterologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK Dispepsia fungsional adalah sindrom yang mencakup salah satu atau lebih gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis. Dispepsia terbagi menjadi dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia fungsional diklasifikasikan kembali menjadi postprandial distress syndrome dan epigastric pain syndrome (Kriteria Roma III). Selain itu juga dibagi menjadi ulcer-like dyspepsia dan dysmotilitylike dyspepsia. Penelitian-penelitian patomekanisme dispepsia berfokus pada mekanisme patofisiologi abnormalitas fungsi motorik lambung, infeksi Helicobacter pylori, dan faktor-faktor psikososial, khususnya terkait gangguan cemas dan depresi. Diagnosis dispepsia hendaknya lebih ditekankan pada upaya mengeksklusi penyakit-penyakit serius atau penyebab spesifik organik yang mungkin, bukan pada karakteristik detail gejala-gejala dispepsia. Diagnosis dispepsia fungsional dilakukan berdasarkan Kriteria Roma III. Penting mendeteksi tanda-tanda bahaya (alarming features) pada pasien dengan keluhan dispepsia agar segera dirujuk. Kata kunci: dispepsia fungsional, Helicobacter pylori, ulcer-like dyspepsia
ABSTRACT Functional dyspepsia is a syndrome with symptoms of stomach fullness and heartburn during the last 3 months, with onset at least 6 months before diagnosis. It can be divided into organic and functional type; functional dyspepsia is further classified to postprandial distress syndrome dan epigastric pain syndrome (Rome Criteria III). It also can be classified to ulcer-like dyspepsia and dysmotility-like dyspepsia. Research on pathomechanism focus on gastric motoric function, H. pylori infection and pscyhosocial factors, particularly on anxiety and depression. Diagnosis is based on Rome Criteria III, stressed on exclusion of organic causes. It is important to detect alarming features and referred accordingly to more complete facilities. Murdani Abdullah, Jeffri Gunawan. Dyspepsia. Key words: functional dyspepsia, Helicobacter pylori, ulcer-like dyspepsia
BATASAN DAN EPIDEMIOLOGI Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan -peptein (pencernaan).1 Berdasarkan konsensus International Panel of Clinical Investigators, dispepsia didefinisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di daerah perut bagian atas,2 sedangkan menurut Kriteria Roma III terbaru,3,4 dispepsia fungsional didefinisikan sebagai sindrom yang mencakup satu atau lebih dari gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis.
Dispepsia merupakan keluhan klinis yang sering dijumpai dalam praktik klinis seharihari.5 Menurut studi berbasiskan populasi pada tahun 2007, ditemukan peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dari 1,9% pada tahun 1988 menjadi 3,3% pada tahun 2003.6 Istilah dispepsia sendiri mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 1980-an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, tentunya termasuk juga di dalamnya
penyakit yang mengenai lambung, atau yang lebih dikenal sebagai penyakit maag.5 Dispepsia fungsional, pada tahun 2010, dilaporkan memiliki tingkat prevalensi tinggi, yakni 5% dari seluruh kunjungan ke sarana layanan kesehatan primer.7 Bahkan, sebuah studi tahun 2011 di Denmark mengungkapkan bahwa 1 dari 5 pasien yang datang dengan dispepsia ternyata telah terinfeksi H. pylori yang terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan.8 KLASIFIKASI Dispepsia terbagi atas dua subklasifikasi, yakni dispepsia organik dan dispepsia fungsional,
647
9/14/2012 10:11:02 AM
juk lokasi di perut yang terasa paling nyeri; dengan lokalisasi ini, kedua entitas tersebut dapat didiferensiasi.10,16 Quigley et al. mengemukakan sebuah pendekatan baru, yaitu dengan menyatakan IBS dan dispepsia fungsional sebagai bagian dari spektrum penyakit fungsional saluran cerna.10 DIAGNOSIS BANDING Diagnosis dispepsia fungsional ditegakkan setelah penyebab lain dispepsia berhasil dieksklusi.17 Karena itu, upaya diagnosis ditekankan pada upaya mengeksklusi penyakitpenyakit serius atau penyebab spesifik organik yang mungkin, bukan menggali karakteristik detail dan mendalam dari gejala-gejala dispepsia yang dikeluhkan pasien.18
saat endoskopi saluran cerna bagian atas [SCBA]) * Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis. a. Postprandial distress syndrome Kriteria diagnostik* terpenuhi bila 2 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi: 1. 2. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi setelah makan dengan porsi biasa, sedikitnya terjadi Perasaan cepat kenyang yang membuat tidak mampu menghabiskan porsi makan biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu beberapa kali seminggu * Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis. Kriteria penunjang 1. 2. Adanya rasa kembung di daerah perut bagian atas atau mual setelah makan atau bersendawa yang berlebihan Dapat timbul bersamaan dengan sindrom nyeri epigastrium.
b. Epigastric pain syndrome Kriteria diagnostik* terpenuhi bila 5 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi: 1. 2. 3. 4. 5. Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah epigastrium dengan tingkat keparahan moderat/sedang, Nyeri timbul berulang Tidak menjalar atau terlokalisasi di daerah perut atau dada selain daerah perut bagian atas/epigastrium Tidak berkurang dengan BAB atau buang angin Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria diagnosis kelainan kandung empedu dan sfingter Oddi paling sedikit terjadi sekali dalam seminggu
* Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis. Kriteria penunjang 1. 2. 3. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun tanpa menjalar ke daerah retrosternal Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan, namun mungkin timbul saat puasa Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distres setelah makan.
4
648
CDK-197_vol39_no9_th2012 ok.indd 648
9/14/2012 10:11:02 AM
Diagnosis banding Dispepsia fungsional (nonulkus) Ulkus peptikum Esofagitis refluks Kanker esofageal atau kanker lambung Kanker organ-organ perut, terutama kanker pankreas Penyakit traktus biliaris Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, sorbitol, fruktosa, manitol) Gastroparesis Hepatoma Penyakit-penyakit infiltratif pada saluran pencernaan (Crohns disease atau sarkoidosis) Parasit usus (Giardia spp, Strongyloides spp) Penyakit iskemik usus Dispepsia imbas obat (contoh: OAINS, eritromisin, steroid) Gangguan metabolik (hiperkalsemia, hiperkalemia) Pankreatitis Gangguan sistemik (diabetes melitus, gangguan tiroid and paratiroid, gangguan jaringan ikat)
Prevalensi* mencapai 70% 15-25% 5-15% <2 % Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang
*Berdasarkan penelitian yang didasarkan pada temuan endoskopis pada pasien dengan keluhan dispepsia.
649
9/14/2012 10:11:04 AM
650
CDK-197_vol39_no9_th2012 ok.indd 650
9/14/2012 10:11:06 AM
postprandial distress syndrome dan epigastric pain syndrome (Kriteria Roma III). Selain itu, juga dibagi menjadi ulcer-like dyspepsia dan dysmotility-like dyspepsia.
Usia < 55 th. tanpa tandatanda bahaya*
EGD
Prevalensi Hp <10%
Prevalensi Hp >10%
Bila gagal
Terapi test and treat untuk Hp
Bila gagal
Terapi percobaan dengan PPI
Hingga tahun 2012, penelitian-penelitian mengenai patomekanisme dispepsia berfokus pada upaya mengurai mekanisme patofisiologis yang disebabkan abnormalitas fungsi motorik lambung, infeksi Helicobacter pylori, dan faktor-faktor psikososial, khususnya terkait gangguan cemas dan depresi. Diagnosis dispepsia hendaknya lebih ditekankan pada upaya mengeksklusi penyakit-penyakit serius atau penyebab spesifik organik yang mungkin, bukan menggali karakteristik detail gejalagejala dispepsia yang dikemukakan pasien. Diagnosis dispepsia fungsional dilakukan berdasarkan Kriteria Roma III. American College of Gastroenterology Guidelines for the Management of Dyspepsia (2005) mengemukakan pentingnya mendeteksi tanda-tanda bahaya (alarming features) pada pasien dengan keluhan dispepsia, yang penting untuk menentukan pengelolaan selanjutnya. Segera rujuk apabila didapatkan tanda-tanda bahaya tersebut atau terdapat tanda-tanda yang mengarah pada gangguan jantung.
Bila gagal
Bila gagal
Pertimbangkan EGD
Pertimbangkan EGD
Skema 2 Algoritma pengelolaan pasien dengan dispepsia11, 14 EGD: esofagogastroduodenoskopi, PPI: proton-pump inhibitor, Hp: Helicobacter pylori
*
DAFTAR PUSTAKA 1. Bonner GF. Upper gastrointestinal evaluation related to the pelvic floor. In: Davila GW, Ghoniem GM, Wexner SD, editors. Pelvic Floor Dysfunction. 1st ed. Springer-Verlag London Limited; 2006. p. 67-8. 2. 3. 4. 5. Talley NJ, Colin-Jones D, Koch KL, Koch M, Nyren O, Stanghellini V. Functional dyspepsia: a classification with guidelines for diagnosis and management. Gastroenterol Int. 1991;4:145. Talley NJ, Stanghellini V, Heading RC, Koch KL, Malagelada JR, Tytgat GN. Functional gastroduodenal disorders. Gastroenterology. 2006;130:1466-79. Appendix B: Rome III Diagnostic criteria for functional gastrointestinal disorders. Am J Gastroenterol. 2010;105:798801. Djojodiningrat D. Dispepsia fungsional. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 354-6. 6. Halder SL, Locke GR 3rd, Schleck CD, Zinsmeister AR, Melton LJ 3rd, Talley NJ. Natural history of functional gastrointestinal disorders: a 12-year longitudinal population-based study. Gastroenterology. 2007;133:799-807. 7. 8. Lacy BE, Talley NJ, Camilleri M. Functional dyspepsia: Time to change clinical trial design. Am J Gastroenterol. 2010;105:2525-9. Dahlerup S, Andersen RC, Nielsen BS, Schjdt I, Christensen LA, Gerdes LU, et al. First-time urea breath tests performed at home by 36,629 patients: a study of Helicobacter pylori prevalence in primary care. Helicobacter. 2011;16(6):468-74. 9. Montalto M, Santoro L, Vastola M, Curigliano V, Cammarota G, Manna R, et al. Functional dyspepsia: definition, classification, clinical and therapeutic management. [Article in Italian]. Ann Ital Med Int. 2004 Apr-Jun;19(2):84-9. 10. Quigley EM, Keohane J. Dyspepsia. Curr Opin Gastroenterol. 2008; 24:692-7. 11. El-Serag HB, Talley NJ. Systematic review: the prevalence and clinical course of functional dyspepsia. Aliment Pharmacol Ther. 2004;19:643-54. 12. Talley NJ, Haque M, Wyeth JW, Stace NH, Tytgat GN, Stanghellini V, et al. Development of a new dyspepsia impact scale: the Nepean Dyspepsia Index. Ailment Pharmacol Ther. 1999;13(2):225-35. 13. Tian XP. Translation and validation of the Nepean Dyspepsia Index for functional dyspepsia in China. World J Gastroenterol. 2009; 15(25): 3173-7. 14. Talley NJ, Vakil N, and the Practice Parameters Committee of the American College of Gastroenterology. Guidelines for the management of dyspepsia. Am J Gastroenterol 2005;100:232437. 15. Tack J, Bisschops R, Sarnelli G. Pathophysiology and treatment of functional dyspepsia. Gastroenterology. 2004;127:1239-55. 16. Kaji M, Fujiwara Y, Shiba M, Kohata Y, Yamagami H, Tanigawa T, et al. Prevalence of overlaps between GERD, FD and IBS and impact on health-related quality of life. J Gastroenterol Hepatol. 2010;25(6):1151-6.
651
9/12/2012 10:47:59 AM