Anda di halaman 1dari 14

PENATALAKSANAAN PERDARAHAN PASCA SALIN

Panduan Penatalaksanaan Pascasalin di Indonesia

Koordinator Sekretaris Anggota

: Johanes C. Mose : Udin Sabarudin : Hidayat Wijayanegara Firman F. Wirakusumah Sofie R. Krisnadi Jusuf S. Effendi Anita D. Anwar Budi Handono Setyorini Irianti Adhi Pribadi M. Alamsyah Mintareja Teguh Isharyah Sunarno Herlambang Khrismawan Donel S

I. Tujuan Pedoman ( baru, revisi, melengkapi, perbaharui )

Sesuai dengan rekomendasi POGI 2010 tentang perubahan format buku panduan, maka perlu dilakukan revisi terhadap Panduan Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Salin yang sudah ditetapkan oleh HKFM POGI yang berlaku sejak 2006.

II. Harapan Dan Ruang lingkup

Dengan disusunnya pedoman ini Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Salin

diharapkan didapatkan kesepahaman dalam baik dalam hal definisi, diagnosis, dan

penatalaksanaannya. Ruang lingkup bahasan : 1. Insiden 2. Definisi 3. Klasifikasi 4. Diagnosis 5. Penatalaksanaan

III. Pendahuluan Dan Latar Belakang

Perdarahan pasca salin merupakan penyebab kematian maternal yang penting meliputi hampir dari seluruh kematian meternal di seluruh dunia. Penyebab perdarahan pasca salin yang paling sering adalah uterus tidak dapat berkontraksi baik untuk menghentikan perdarahan dari bekas insersi plasenta ( tone ), trauma jalan lahir ( trauma ),sisa plasenta atau bekuan darah yang menghalangi kontraksi rahim yang adekuat ( tissue ), dan gangguan pembekuan ( thrombin ). Saat ini telah dikeluarkan rekomendasi untuk melaksanakan manajemen aktif persalinan kala III sebagai upaya pencegahan perdarahan pasca salin, akan tetapi masih terdapat beberapa permasalahan yang belum terselesaikan seperti kesepakatan langkah - langkah intervensi, metode - metode yang terbaik, dan syarat - syarat yang diperlukan untuk pemakaian langkah - langkah tersebut secara aman. Sebagai contoh kapan pemberian uterotonika yang paling tepat setelah persalinan? Obat mana yang direkomendasikan untuk keadaan yang berbeda? Bagaimanakah cara pemberian obat yang tepat? Apakah perlu dilakukan klem dan peregangan tali pusat dini? Apa makna dini pada perdarahan pasca salin ? Traksi pada tali pusat sebelum pelepasan plasenta dari uterus dapat meningkatkan risiko komplikasi maternal. Rekomendasi tersebut harus merupakan langkah - langkah yang dapat dikerjakan secara aman oleh seluruh tenaga kesehatan. Injeksi oksitosin telah direkomendasikan untuk pemakaian rutin pada manajemen aktif persalinan kala III, namun pemberian injeksi memerlukan keahlian dan peralatan steril untuk pemberian yang aman. Oksitosin dapat tidak aktif jika terpapar suhu tinggi. Misoprostol, suatu

prostaglandin analog dengan efek-efek uterotonika, dilaporkan lebih stabil dibandingkan oksitosin dan telah diberikan secara oral, sublingual dan rektal pada beberapa studi. Saran - saran telah dikemukakan untuk menyediakan tablet misoprostol pada saat tidak tersedia oksitosin pada tenaga medis yang tidak ahli dan untuk wanita itu sendiri untuk mencegah perdarahan pasca salin, namun ada risiko penyalahgunaan misoprostol yang dapat mengakibatkan meningkatnya morbiditas bahkan mortalitas maternal. Untuk memecahkan permasalahan ini, WHO telah melakukan Technical Consultation on The Prevention of Post Partum Haemorrhage di Genewa pada tanggal 18 - 20 Oktober 2006 untuk membahas berbagai hal yang berhubungan untuk pencegahan PPH dan untuk menyusun rekomendasi - rekomendasi.4 Selain mortalitas maternal, morbiditas maternal akibat kejadian perdarahan pasca salin juga cukup berat, sebagian bahkan menyebabkan cacat menetap berupa hilangnya uterus akibat histerektomi. Morbiditas lain diantaranya yaitu anemia, kelelahan, depresi, dan risiko tranfusi darah. Histerektomi menyebabkan hilangnya kesuburan pada usia yang masih relatif produktif sehingga dapat menimbulkan konsekuensi sosial dan psikologis. Selain itu di ketahui bahwa perdarahan pascasalin yang masif dapat mengakibatkan nekrosis lobus anterior hipofise yang menyebabkan Sindroma Sheehans.1,3 Trias keterlambatan sudah lama di ketahui menjadi penyebab terjadinya kematian maternal yaitu terlambat merujuk, terlambat mencapai tempat rujukan, dan terlambat mendapat pertolongan yang adekuat di tempat rujukan. Dua faktor yang pertama sering terjadi di negaranegara berkembang. Sedangkan faktor ketiga bisa terjadi baik di negara berkembang maupun di negara maju. The Confidential Enquiries menekankan bahwa kematian karena perdarahan pasca salin disebabkan too little done & too late , oleh karena itu perdarahan pasca salin yang merupakan komplikasi obstetri ini merupakan masalah yang sangat menantang bagi para klinisi.1

IV. Identifikasi Dan Asesment Berbasis Bukti V. Definisi - Definisi Dari Istilah Yang Dipakai ( sesuai dengan topik guideline )

1. Perdarahan pasca salin adalah perdarahan yang mencapai 500 ml atau lebih setelah

bayi lahir. 2. Perdarahan pasca salin primer (primary post partum haemorrhage ) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca salin. 3. Perdarahan pasca salin sekunder ( secondary post partum haemorrhage ) adalah perdarahan yang terjadi setelah periode 24 jam tersebut.1,6 Pada umumnya perdarahan pascasalin dini lebih berat dan lebih tinggi tingkat morbiditas dan mortalitasnya di bandingkan perdarahan pasca salin lanjut. 4. Perdarahan pasca salin bisa disebabkan oleh 4 faktor yaitu kelemahan tonus uterus, robekan jalan lahir ( dari perineum, vagina sampai uterus ), sisa jaringan konsepsi, dan gangguan faktor pembekuan. 5. Manajemen aktif kala III terdiri dari pemberian oksitosin 10 IU intramuskuler 1 menit setelah bayi lahir, melakukan peregangan tali pusat terkendali dengan melakukan traksi berlawanan setinggi os pubis, masase uterus, jika tidak terjadi penurunan plasenta traksi dihentikan dan tunggu kontraksi selanjutnya, dan setelah plasenta lahir masase fundus uteri setiap 15 menit selama 1 jam untuk merangsang kontraksi. 6. Masase fundus uteri adalah meletakkan telapak tangan pada fundus uteri, kemudian dengan lembut dan mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi setiap 15 menit. 7. Kompresi bimanual eksterna adalah meletakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri di atas simfisis pubis, kemudian letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri sejajar dengan dinding depan korpus uteri, setelah itu lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang agar pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. 8. Kompresi bimanual interna adalah mengepalkan tangan dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang, tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka ( bekas implantasi plasenta ) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.

VI. Keterbatasan Data Dalam Pedoman

VII. Keterangan Sesuai Evidens Based Medicine Practice


Tabel 1. Faktor risiko untuk perdarahan pascasalin Risiko PPH Penelitian retrospekti Penelitian prospektif Odds Ratio (rentang) Risiko relatif (99% CI) 2,9 8,4 2,8 4,5 2,2 5,0 3,5 7,6 2,9 5,5 2,4 4,4 1,6 4,7 3,0 3,0 3,1 2,7 2,7 1,5 4,5 (3,0 6,6) 1,2 (0,3-4,2) 1,7(1,2-2,5)

Faktor risiko

PPH sebelumnya Kehamilan ganda Preeklamsia Kala III memanjang Kala II memanjang (> 20 mnt) Fase aktif memanjang Episiotomi Usia ibu > 35 Anestesi umum Kegemukan Khorioamnionitis Seksio sesarea sebelumnya Multiparitas Abrupsio plasenta Plasenta previa Retensio plasenta Persalinan > 12 jam Demam saat persalinan > 38 Berat lahir > 4 kg Induksi persalinan

2,1 (1,4 3,1) 1,4 (1,0 2,0) 1,6 (1,2 2,2) 1,1 (0,6 2,1) 12,6 (7,6 20,9) 13,1 ( 7,5 23,0) 5,2 (3,4 7,9) 2,0 (1,4 2,9) 2,0 (1,03 4,0) 1,9 (1,4 2,6) 1,7 (1,7 3,0)

Tabel 2 Bentuk persalinan dan risiko PPH > 500 mL Bentuk persalinan Risiko relatif terhadap PPH (99% CI) Seksio sesarea tidak terencana dibandingkan elektif 2,2 (1,4 3,5) dibandingkan operasi pervaginam 3,7 (2,5 5,4) dibandingkan persalinan spontan 8,8 (6,74 11,6) Seksio sesarea elektif dibandingkan operasi pervaginam 1,7 (0,98 2,8) dibandingkan persalinan spontan 3,9 (2,5 6,2) Operasi pervaginam dibandingkan persalinan spontan 2,4 (1,6 3,5) Sumber : (5)

VIII. Intervensi ( medisinalis, operatif, termasuk informed consent )

Bila perdarahan pasca salin terjadi harus ditentukan dulu kausa perdarahan itu dan penatalaksanaannya dilakukan secara simultan meliputi perbaikan tonus uterus, evakuasi jaringan sisa, dan penjahitan luka terbuka disertai dengan persiapan koreksi faktor pembekuan. Tahapan penatalaksanaan perdarahan Pascasalin berikut ini dapat disingkat dengan istilah HAEMOSTASIS.1 a. Ask for HELP Segera meminta pertolongan, atau dirujuk ke rumah sakit bila persalinan di bidan / PKM.1,6 Kehadiran ahli obstetri, bidan, ahli anestesi dan hematologis sangat penting. Pendekatan multi disipliner dapat mengoptimalkan monitoring dan pemberian cairan. Monitoring elektrolit dan parameter koagulasi adalah data yang penting untuk penentuan tahap tindakan berikutnya. b. Assess and resuscitate Penting sekali untuk segera menilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin dan menentukan derajat perubahan hemodinamik. Lebih baik overestimate jumlah darah yang hilang dan bersikap proaktif daripada underestimate dan bersikap menunggu / pasif. Nilai tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah, dan bila fasilitas memungkinkan, saturasi oksigen harus dimonitor. Saat memasang jalur infus dengan abocath 14G - 16G, harus segera diambil spesimen darah untuk memeriksa hemoglobin, profil pembekuan darah, elektrolit dan penentuan golongan darah, serta crossmatch ( RIMOT = resusitasi, infus 2 jalur, monitoring keadaan umum , nadi dan tekanan darah, oksigen, team approach ). Diberikan cairan kristaloid dan koloid secara cepat sambil menunggu hasil crossmatch. c. Establish Aetiology, Ensure Availability of Blood Sambil melakukan resusitasi juga dilakukan upaya menentukan etiologi perdarahan pasca salin. Nilai kontraksi uterus, cari adanya cairan bebas di abdomen, bila ada risiko trauma ( bekas seksio sesarea, partus buatan yang sulit ) atau bila kondisi pasien lebih buruk daripada jumlah darah yang keluar. Harus dicek ulang kelengkapan plasenta dan selaput plasenta yang telah berhasil dikeluarkan. Bila perdarahan terjadi akibat morbidly adherent placentae saat seksio sesarea dapat diupayakan haemostatic sutures, ligasi arteri hipogastrika dan embolisasi arteri uterina. Morbidly adherent placentae sering terjadi pada kasus plasenta praevia pada bekas seksio sesarea. Bila hal ini sudah diketahui sebelumnya, dr. Sarah P. Brown dan Queen Charlotte Hospital ( Labour ward course ) menyarankan untuk tidak

berupaya melahirkan plasenta, tetapi ditinggalkan intrauterin dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian metotreksat seperti pada kasus kehamilan abdominal. Bila retensio plasenta / sisa plasenta terjadi setelah persalinan pervaginam, dapat digunakan tamponade uterus sementara menunggu kesiapan operasi / laparotomi. d. Massage the uterus Perdarahan banyak yang terjadi setelah plasenta lahir harus segera ditangani dengan masase uterus dan pemberian obat - obatan uterotonika. Bila uterus tetap lembek harus dilakukan kompresi bimanual interna dengan menggunakan kepalan tangan kanan di dalam uterus dan telapan tangan kiri melakukan masase di fundus uteri.

1. Medisinalis ( regimen - regimen ) a. Oxytocin infusion / ergometrin / prostaglandin Dapat diberikan oksitosin ( Syntocinon ) 40 unit dalam 500 cc normal salin dan dipasang dengan kecepatan 125 cc / jam. Hindari kelebihan cairan karena dapat menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak yang pada akhimya dapat menyebabkan kejang karena hiponatremia. Hal ini timbul karena efek antidiuretic hormone ( ADH ) - like effect dan oksitosin. Jadi monitoring ketat input dan output cairan sangat esensial dalam pemberian oksitosin dalam jumlah besar. Ergometrin dapat diberikan secara intramuskuler atau intravena dengan dosis awal 0,2 mg ( secara perlahan ). Dosis lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit bila masih diperlukan. Pemberian ergometrin dapat diulang setiap 2 - 4 jam bila masih diperlukan. Dosis maksimal adalah 1 mg atau 5 dosis per hari. Ergometrin tidak boleh diberikan / kontraindikasi pada preeklampsia, vitium cordis, dan hipertensi. Bila perdarahan pascasalin tidak berhasil dengan pemberian ergometrin atau oksitosin, dapat diberikan misoprostol per rektal 800 - 1000 ug. Selain resusitasi cairan dan pemberian obat-obat uterotonik pada perdarahan masif perlu diberikan transfusi darah, bahkan juga diperlukan pemberian fresh frozen plasma ( FFP ) untuk menggantikan faktor pembekuan yang turut hilang. Direkomendasikan pemberian 1 liter FFP ( 15 m1 / kg ) setiap 6 unit darah. Pertahankan trombosit di atas 50.000, bila perlu diberikan

transfusi trombosit. Cryopresipitat direkomendasikan bila terjadi DIC yang ditandai dengan kadar fibrinogen <1 gr/dl (10 gr/L). 2. Operatif ( prosedure teknis operatif ) a. Shift to theatre Bila perdarahan masif masih tetap terjadi, segera evakuasi pasien ke ruang operasi. Pastikan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya sisa plasenta atau selaput ketuban. Bila diduga ada sisa jaringan, segera lakukan tindakan kuretase. Kompresi bimanual dilakukan selama ibu dibawa ke ruang operasi. b. Tamponade intra uterine or uterine packing Pada keadaan perdarahan masih berlangsung setelah langkah - langkah di atas, pikirkan juga kemungkinan adanya koagulopati yang menyertai atonia yang refrakter. Tamponade uterus dapat membantu mengurangi perdarahan. Tindakan ini juga dapat memberi kesempatan koreksi faktor pembekuan. Segera libatkan tambahan tenaga dokter spesialis kebidanan dan hematologis, juga menyiapkan ruang ICU. Dapat dilakukan tamponade test dengan menggunakan Tube Sengstaken, yang mempunyai nilai prediksi positif 87% untuk menilai keberhasilan penanganan PPH. Bila pemasangan tube tersebut mampu menghentikan perdarahan berarti pasien tidak memerlukan tindakan bedah lebih lanjut. Akan tetapi bila setelah pemasangan tube perdarahan masih tetap masif maka pasien harus menjalani tindakan bedah. Pemasangan tamponade uterus dengan menggunakan baloon relatif mudah dilaksanakan dan hanya memerlukan waktu beberapa menit. Tindakan ini dapat menghentikan perdarahan, mencegah koagulopati karena perdarahan masif dan kebutuhan tindakan bedah. Hal ini perlu dilakukan pada pasien yang tidak membaik dengan terapi medis. Walaupun saat ini yang paling banyak dipakai adalah Sengstaken - Blakemore oesophageal catheter ( SBOC ), dapat juga dipakai Rush urological hydrostatic baloon dan Bakri SOS baloon. Biasanya dimasukkan 300 - 400 cc cairan untuk mencapai tekanan yang cukup adekuat sehingga perdarahan berhenti. Balon tamponade ini dilengkapi alat untuk membaca tekanan intrauterin sehingga dapat diupayakan mencapai tekanan mendekati tekanan sistolik untuk menghentikan perdarahan. Saat ini alat tersebut sedang dalam proses uji klinik setelah sukses dengan pemakaian balon SBOC.

c. Apply compression suture Harus selalu dipertimbangkan antara mempertahankan hidup dan keinginan mempertahankan fertilitas. Sebelum mencoba setiap prosedur bedah konservatif harus dinilai ulang keadaan pasien berdasarkan perkiraan jumlah darah yang keluar, perdarahan yang masih berlangsung, keadaan hemodinamik dan paritasnya. Keputusan untuk melakukan laparotomi harus cepat setelah melakukan informed consent terhadap segala kemungkinan tindakan yang akan dilakukan di ruang operasi. Ikatan kompresi, pertama kali diperkenalkan oleh Christopher B - Lynch sehingga tindakan tersebut dinamakan Ikatan B - Lynch ( B - Lynch suture ). Benang yang dapat dipakai adalah kromik catgut no.2, Vicryl 0 ( Ethicon ), chromic catgut 1 dan PDS 0 tanpa adanya komplikasi. Akan tetapi perlu diingat bahwa tindakan B - Lynch ini harus didahului test tamponade yaitu upaya menilai efektifitas tindakan B - Lynch dengan cara kompresi bimanual uterus secara langsung di meja operasi. Penting sekali kerjasama yang baik dengan ahli anestesi untuk menilai kemampuan pasien bertahan lebih lanjut dalam keadaan perdarahan bila upaya konservatif gagal. Khususnya di negara Indonesia, karena pasien seringkali datang ke tempat rujukan dalam keadaan sudah kehilangan banyak darah dan cadangan darah yang minim atau tidak ada. Dalam keadaan ini, lebih bijaksana bila klinisi langsung melakukan histerektomi, daripada melakukan upaya konservatif. Upaya bedah konservatif hanya dilakukan bila kondisi pasien stabil. d. Systemic Pelvic Devascularization a. Ligasi a. uterine. b. Ligasi a. hipogastrika. e. Subtotal or total abdominal hysterectomy

ALOGARITMA PENATALAKSANAAN PERDARAHAN PASCA SALIN

Penatalaksanaan aktif kala III : - Oksitosin pada saat atau setelah persalinan - Tarikan tali pusat terkendali - Masase uterus setelah plasenta lahir

Perdarahan masif Tekanan darah menurun Nadi meningkat

Kehilangan darah 500 ml Perdarahan pasca salin

Kompresi bimanual eksterna Oksitosin 20 IU dalam NaCl Infus kristaloid 500 ml selama 10 menit

Eksplorasi traktus genetalia bagian bawah dan uterus Evakuasi bekuan darah

Pemeriksaan plasenta

Observasi pembekuan darah

EMPAT T

Uterus lembek ( tonus )

Robekan jalan lahir Inversio ( trauma )

Retensio plasenta Jaringan ( tissue )

Gangguan pembekuan darah ( trombin )

Misoprostol 1000 mcg per rectal Metil ergometrin 0,2 mg IM Karboprost 0,25 mg IM

Jahit robekan Evakuasi hematom Koreksi inversion uteri

Manual plasenta Kuretase Metotreksat

Transfusi : - Fresh Frozen Plasma - Faktor rekombinan VIIA - Transfusi trombosit

Kehilangan darah > 1000 sampai 1500 ml Perdarahan aktif

RIMOT : RESUSITASI INFUS 2 jalur jarum ukuran besar MONITORING tekanan darah, nadi, produksi urin OKSIGEN TEAM APPROACH

Transfusi RBC, trombosit, dan faktor pembekuan darah Pemberian vasopressor, anestesi, hematologist, pembedahan, ICU, tampon uterus, embolisasi pembuluh darah, ligasi dan jahitan kompresi, histerektomi

III. Lain Lain

IV. Informed Consent

Pemberian informed concent secara komplit, jelas dan benar terutama mengenai tindakan yang akan terkahir yang akan dilakukan disertai dengan dampak yang akan terjadi di saat itu dan pada masa mendatang.

IX. Penjelasan - Penjelasan Sesuai Dengan Nilai - Nilai Evidensnya

X. Isu - Isu Yang Terkait Dengan Pedoman

XI. Standar Audit

Penegakan diagnose, persiapan pre op, urutan tindakan yang dilakukan pada saat itu / prosedur operasi, dan kelengkapan catatan medis.

XII. Manajemen Risiko ( medikolegal / pitt - fall )

1.Mengenal faktor resiko yang dapat menimbulkan perdarahan pasca salin antara lain : - Adanya riwayat perdarahan pasca salin sebelumnya - Kehamilan ganda - Preeklampsia - Kala III memanjang - Kala II memanjang ( > 20 menit ) - Fase aktif memanjang - Episiotomi - Usia ibu > 35 tahun - Anestesi umum - Kegemukan - Khorioamnionitis - Riwayat seksio sesarea sebelumnya - Multipara - Abruptio plasenta - Plasenta previa - Retensio plasenta - Persalinan > 12 jam - Demam saat persalinan 380C - Berat lahir > 4 kg - Induksi persalinan 2. Memasukkan ke dalam kelompok resiko tinggi dan observasi dengan ketat 3. Mempersiapkan penanggulangan bila resiko terjadi ( darah )

4. Pendekatan tim penanggulangnan kegawatdaruratan medis 5. Memberikan informed consent

XIII. Jadual revisi yang akan datang setiap 3 tahun oleh pengurus HKFM yang baru.

XIV. Kepustakaan

1. Chandraharan E, Arulkumaran S. Management Algorith for Atonic Postpartum Haemmorrhage. JPOG May/Jun 2005; (3 1)3: 106-12. 2. Schuurmans N, MacKinnon C, Lane C, Etches D. Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage. SOGC Clinical Practice Guidelines, J Soc Obstet Gynaecol Can 2000;22(4):271-81. 3. Roman A, Rebarber A, Seven Ways to control Postpartum Haemorrhage. Cont OB/Gyn 2003;48 (3):34-53,.Available at: 1/21/2006. 4. WHO Recommendation for the Prevention of Postpartum Haemorrhage. 5. NSW Pregnancy & Newborn Services Network. Framework for prevention, early recognition and management of postpartum haemorrhage (PPH). 7 November 2002. NSW Health Dept. Sydney 2002. 6. Schellenberg JC. Primary Postpartum Haemorrhage (PPH). Last edited. August 13,2003 Available at:http://www. gfmer.ch/Endo/ Lectures_09 / primary _postpartum_haemorrhage.htm. Retrieved at: 21/1/2006. 7. Naib JM, Siddiqui MI, Jehangir S. The Role of prostaglandin in the management of primary postpartum haemorrhage due to uterine atony/ hypotony and the impact of their use on the need for obstetrical hysterectomy. JPMI 2004; 18(2). 8. Smith Kl, Baskett TF. Uterine compressions sutures as an alternative to hysterectomy for severe postpartum hemorrhage. J Obstet Gynecol Can 2003; 25(3): 197-200. 9. Prendiville WJ, Elbourne D, McDonald D. Active versus expectant management in the third stage of labour. Cochrane Database syst.Rev. 2003,3: CD000057. 10. Rogers J, Wood J, McCandlish R, et al. Active versus expectant management of labor; the Hutchingbrooke trial. Lancet 1998; 35: 693-7. http:// geocities.com /rltmm; 4e/pph.html Last retrieved

11. Cameron MJ, Robson SC. Vital statistics: an overview. Dalam : Lynch CB, Keith LG, Lalonde AB, Karoshi M, penyunting: textbook of postpartum hemorrhage a comprehensive guide to evaluation, management and surgical intervention, edisi ke-1. Lancashire: Sapiens Publishing; 2006.h.17-30. 12. B-Lynch C, Chez R. B-Lynch for Control of Postpartum Hemmorrhage Contemporary Obstetrics and Gynecology. In: Magann E F, Lanneau G S. Third stage of Labour.

Obstet Gynecol Clin N Am 32 (2005) 323-332; P.321-32) 13. Tamizian O, Arulkumaran S. The Surgical Management of Postpartum Haemorrhage. In: Best Practice & Research Clinical Obstetric & Gynecology 2002, 16(1): 81-98.

Anda mungkin juga menyukai