Anda di halaman 1dari 16

PENILAIAN STATUS KOGNITIF PADA LANJUT USIA

Title: PENILAIAN STATUS KOGNITIF PADA LANJUT USIA


Posted by:robin perdana saputra
Published :2013-10-20T06:30:00-07:00
Rating: 4.5
Reviewer: 7 Reviews
PENILAIAN STATUS KOGNITIF PADA LANJUT USIA
Pada beberapa dekade terakhir, kemajuan ilmu kedokteran sangat berpengaruh pada perawatan
kesehatan dan akan mempengaruhi pertumbuhan populasi lanjut usia. Di Indonesia, jumlah jiwa
anggota keluarga umur 60 tahun ke atas, secara nasional tahun 2009 diperkirakan sebanyak
15.504.089 jiwa atau 6,8% dari seluruh jiwa dalam keluarga (BKKBN,2009). Menurut Lembaga
Demografi Universitas Indonesia, persentase jumlah penduduk berusia lanjut pada tahun 1985
adalah 3,4% dari total penduduk dan pada tahun 2000 mencapai 7,4%. Data Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa peningkatan warga berusia lanjut di Indonesia
merupakan yang tertinggi di dunia, yaitu 414% hanya dalam waktu 35 tahun (1990-2025),
sedangkan tahun 2020 mencapai 25,5 juta jiwa (Soejono,2006).
Akibat populasi usia lanjut yang meningkat maka akan terjadi transisi epidemiologi yaitu
bergesernya pola penyakit dari penyakit infeksi dan gangguan gizi menjadi penyakit-penyakit
degeneratif, diabetes, hipertensi, neoplasma, dan penyakit jantung koroner. Konsekuensi dari
peningkatan warga usia lanjut adalah meningkatnya jumlah pasien geriatri dengan
kerakteristiknya yang berbeda dengan warga usia lanjut atau dewasa muda. Karakteristik pasien
geriatrik adalah multipatologi, menurunnya daya cadangan faali, berubahnya gejala dan tanda
penyakit dari yang klasik, terganggunya status fungsional pasien geriatri, dan kerap terdapat
gangguan nutrisi, gizi kurang atau buruk (Soejono,2006).
Jika karena sesuatu hal pasien geriatri mengalami kondisi akut seperti infeksi, maka
seringkali akan timbul gangguan fungsi kognitif, depresi, imobilisasi, instabilisasi, dan
inkontinensia (atau lazim disebut sebagai geriatric giants). Keadaan akan semakin rumit jika
secara psikososial terdapat hendaya seperti neglected atau miskin (finansial). Sehingga
pendekatan untuk pasien geriatri harus bersifat holistik dan paripurna, yaitu bio-psiko-sosial,
juga dari sisi kuratif, reehabilitatif , preventif, dan promotif (Soejono,2006). Pendekatan klinis
yang lazim dikerjakan seperti anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang ditambah pengkajian
untuk mendeteksi gangguan yang terutama sering terdapat pada usia lanjut yaitu fungsi kognitif
dan afek, mobilitas, gait, keseimbangan, kontinens, nutrisi, penglihatan dan pendengaran.
Pengkajian status fungsional untuk mengatasi hendaya menjadi penting karena sering hal ini
yang menjadi skala prioritas penyelesaian masalah (Supartondo,2001).

Penilaian status kognitif
Definisi kognisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan atau
proses
Tinjauan Kepustakaan Departemen-SMF Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSU dr. Soetomo, Surabaya 2010
memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dsb) atau usaha mengenali sesuatu
melalui pengalaman sendiri atau hasil pemerolehan pengetahuan. Gangguan kognitif pada
penderita dewasa dihubungkan dengan penurunan fungsi aktifitas sehari-hari, peningkatan risiko
cedera sendiri, adanya kebutuhan terhadap orang yang merawat, dan meningkatkan risiko
mortalitas (Weisskopf,2004).
Sebagai pengguna utama layanan kesehatan primer, para lanjut usia harus dinilai aspek
kognitifnya terutama terkait dengan kemampuan menjalankan tugas sehari-hari. Dokter sering
membuat prediksi yang salah terhadap fungsi kognitif pasien berdasarkan evaluasi non kognitif
saja. Penilaian kognitif merupakan kemampuan klinis dan dapat untuk mendiagnosis kelainan
berpikir, yang membuat estimasi kelainan fungsional lebih akurat. Penilaian kognisi dapat
memprediksi mortalitas selama perawatan di rumah sakit. Penilaian kognitif digunakan untuk
skrining kelainan kognitif, diagnosis banding faktor penyebab, dan derajat beratnya kelainan,
atau monitoring laju penyakit (Brown,2003).
Faal kognitif yang paling sering terganggu pada pasien geriatri yang dirawat inap antara
lain memori segera dan jangka pendek, persepsi, proses pikir dan fungsi eksekutif. Gangguan
tersebut dapat menyulitkan dokter dalam pengambilan data anamnesis, demikian pula dalam
pengobatan dan tindak lanjut adanya gangguan tetntu akan mempengaruhi kepatuhan dan
kemampuan pasien untuk melaksanakan program yang telah direncakan.
Gangguan faal kognitif bisa timbul mulai derajat yang ringan sampai yang berat. Hal
tersebut memerlukan pendekatan diagnosis dan terapi tersendiri. Berbagai instrumen untuk
mendiagnosis telah dikembangkan dengan variasi yang luas. Variasi tersebut mulai dari
instrumen yang singkat dan dapat dikerjakan <1 akan="" beberapa="" dan="" dapat=""
diagnosis.="" digunakan="" gangguan="" i="" instrumen="" jam.="" kognitif=""
membutuhkan="" mengevaluasi="" menit="" menurut="" neuropsikologi="" pada=""
pemilihan="" penilaian="" sampai="" sistem="" skor="" tergantung="" tersedia="" tujuan=""
untuk="" waktu="" yang="">Abbreviated Mental Test
(AMT) yang memuat sepuluh pertanyaan dan dapat digunakan sebagai penapis. Untuk
mendapatkan gambaran yang lebih rinci dapat digunakan Mini Mental State Examination
(MMSE). Evaluasi depresi mengacu kepada Diagnostic and Statistical Manual, third edition,
Revised (DSM-III-R), untuk penapisan dapat digunakan Back Depression Inventory (BDI)
(Supartondo,2001). .
Makalah ini berisi teknik yang digunakan untuk mengevaluasi kognisi, terutama
menggunakan the Mini Mental State Examination (MMSE), dan the Abbreviated Mental Test
(AMT) yang biasa digunakan dalam penilaian fungsi kognisi pada pengkajian paripurna pasien
lanjut usia.

The Mini Mental State Examination (MMSE)

Di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris, psikogeriatris menggunakan the Mini Mental
State Examination (MMSE) sebagai instrumen untuk menilai kognitif pasien. Tes ini meski
paling sering digunakan, memiliki kelemahan pada waktu yang dibutuhkan untuk tes tersebut.
MMSE menggunakan instrumen penilaian 30 poin. Instrumen ini pertama dikembangkan sebagai
skrining kelainan kognitif untuk membedakan antara kelainan organik dan non organik
(misalnya schizophrenia). Pada saat ini, MMSE merupakan metode untuk skrining dan
monitoring perkembangan demensia dan delirium. MMSE berkorelasi baik dengan skor tes
skrining kognitif yang lain. Waktu yang dibutuhkan rata-rata 8 menit dengan rentang 4-21 menit.
Skor pada MMSE bisa bias karena pengaruh tingkat pendidikan, perbedaan bahasa, dan
hambatan budaya. Pasien dengan tingkat pendidikan lebih rendah dapat keliru diklasifikasikan
sebagai gila, dan pada pasien dengan tingkat pendidikan tinggi bisa tidak terdeteksi. Skor MMSE
umumnya menurun dengan bertambahnya usia. Beberapa penulis menyarankan untuk
menurunkan batas pada usia lanjut, yaitu <20 adanya="" angalos="" dapat="" demensia=""
disebabkan="" indikasi="" ini="" kelainan.="" kelompok="" lanjut="" meskipun="" o:p=""
pada="" parker="" prevalensi="" rata-rata="" rendah="" skor="" tingginya="" untuk="" usia=""
yang="">
Skor 30 tidak selalu berarti fungsi kognitif normal dan skor nol bukan berarti tidak ada
kognisi secara absolut. Tes ini tidak punya kapasitas mencukupi untuk tes fungsi frontal/
eksekutif atau fungsi visuospasial (khususnya parietal kanan). Tugas segilima pada MMSE
memerintahkan pasien menirukan gambar dan tidak menilai kemampuan merencanakan. Sebagai
akibatnya tes ini mempunyai keterbatasan untuk mendeteksi demensia non Alzheimer, seperti
kelainan kognitif pasca stroke, dan demensia frontotemporal atau subkortikal pada fase awal
(Tangalos,1996).
Untuk mengurangi bias atau kelemahan MMSE, dikembangkan beberapa tes lain seperti
Standardized Mini-Mental State Examination (SMMSE) diperkenalkan sebagai upaya
menurunkan variasi skor inter rater (Parker,2004). The Abbreviated Mental Test (AMT), Mini-
Cog (dapat dikerjakan dalam 3 menit) dan Six-Item Screener (SIS) (mempunyai 6 pertanyaan)
sehingga lebih memungkinkan penggunaan tes ini secara rutin pada pasien usia lanjut di rumah
sakit yang sibuk atau di UGD. Clock Drawing Test (CDT) mempunyai keuntungan relatif
terhindar dari bias karena faktor tingkat intelektual, bahasa, dan budaya. The General
Practitioner Assessment of Cognition (GPCOG) digunakan untuk menguji memori kejadian yang
baru terjadi dan orientasi. Six-Item Cognitive Impairment Test (6CIT) menggunakan beban skor
yang berbeda pada masing-masing item (Holmes,1996; Tangalos,1996; Swain,1999).


Nama Responden : Nama Pewawancara :


Umur Responden : Tanggal Wawancara :


Pendidikan

: Jam mulai

:


MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)

Nilai
Maksimum
Nilai
Responden



ORIENTASI

5

Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan musim apa?

5

Sekarang kita berada di mana?

(Nama rumah sakit atau instansi)

(Instansi, jalan, nomor rumah, kota, kabupaten, propinsi)



REGISTRASI

3

Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, misalnya: (bola,
kursi, sepatu). Satu detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah
responden mengulang ketiga nama benda tersebut.

Berilah nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar, bila masih salah
ulangi penyebutan ketiga nama tersebut sampai responden dapat
mengatakannya dengan benar:

Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah : ______ kali



ATENSI DAN KALKULASI

5

Hitunglah berturut-turut selang 7 angka mulai dari 100 ke bawah.
Berhenti setelah 5 kali hitungan (93-86-79-72-65). Kemungkinan
lain ejaan kata dengan lima huruf, misalnya 'DUNIA' dari akhir ke
awal/ dari kanan ke kiri :'AINUD'

Satu (1) nilai untuk setiap jawaban benar.



MENGINGAT

3

Tanyakan kembali nama ketiga benda yang telah disebut di atas.

Berikan nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar



BAHASA

9

a. Apakah nama benda ini? Perlihatkan pensil dan arloji (2 nilai)
b. Ulangi kalimat berikut :"JIKA TIDAK, DAN ATAU
TAPI" (1 nilai)
c. Laksanakan 3 perintah ini :


Peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu,
lipatlah kertas itu pada pertengahan dan letakkan di
lantai (3 nilai)

d. Bacalah dan laksanakan perintah berikut


"PEJAMKAN MATA ANDA" (1 nilai)

e. Tulislah sebuah kalimat ! (1 nilai)

f. Tirulah gambar ini ! (1 nilai)












Jam
selesai :

Tempat
wawancara :


Gambar 1. Mini Mental State Examination (MMSE) (Setiati,2007).

Teknik pemakaian dan penilaian MMSE
MMSE menggunakan instrumen berbentuk berbagai pertanyaan. Daftar pertanyaan terdapat pada
gambar 1. Cara penggunaannya adalah sebagai berikut (Folstein, 1975; Setiati,2007):
Penilaian Orientasi (10 poin)
Pemeriksa menanyakan tanggal, kemudian pertanyaan dapat lebih spesifik jika ada bagian yang
lupa (misalnya :Dapatkah anda juga memberitahukan sekarang musim apa?). Tiap pertanyaan
yang benar mendapatkan 1 (satu) poin. Pertanyaan kemudian diganti dengan ,Dapatkah anda
menyebutkan nama rumah sakit ini (kota, kabupaten, dll) ?. Tiap pertanyaan yang benar
mendapatkan 1 (satu poin).

Penilaian Registrasi (3 poin).
Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda yang tidak berhubungan dengan jelas dan lambat. Setelah
itu pasien diperintahkan untuk mengulanginya. Jumlah benda yang dapat disebutkan pasien pada
kesempatan pertama dicatat dan diberikan skor (0-3). Jika pasien tidak dapat menyebutkan ketiga
nama benda tersebut pada kesempatan pertama, lanjutkan dengan mengucapkan namanya sampai
pasien dapat mengulang semuanya, sampai 6 kali percobaan. Catat jumlah percobaan yang
digunakan pasien untuk mempelajari kata-kata tersebut. Jika pasien tetap tidak dapat mengulangi
ketiga kata tersebut, berarti pemeriksa harus menguji ingatan pasien tersebut. Setelah
menyelesaikan tugas tersebut, pemeriksa memberitahukan kepada pasien agar mengingat ketiga
kata tersebut, karena akan ditanyakan sebentar lagi.

Perhatian dan kalkulasi (5poin)
Pasien diperintahkan untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisih 7. hentikan setelah 5
angka. Skor berdasarkan jumlah angka yang benar. Jika pasien tidak dapat atau tidak dapat
mengerjakan tugas tersebut, maka dapat digantikan dengan mengeja kata DUNIA dari
belakang. Cara menilainya adalah menghitung kata yang benar. Contohnya jika menjawab
AINUD maka diberi nilai 5, tetapi jika menjawab AINDU diberi nilai 3.

Ingatan (3poin)
Pasien diperintahkan untuk mengucapkan 3 kata yang diberikan sebelumnya kepada pasien dan
disuruh mengingatnya. Pemberian skor dihitung berdasarkan jumlah jawaban yang benar.

Bahasa dan praktek (9 poin)
Penamaan : Pasien ditunjukkan arloji dan diminta menyebutkannya. Ulangi dengan
menggunakan pensil. Skor 1 poin setiap nama benda yang benar (0-2).
Repetisi (pengulangan) : Pasien diminta untuk mengulangi sebuah kalimat yang diucapkan oleh
penguji pada hanya sekali kesempatan. Skor 0 atau 1.
Perintah 3 tahap : pasien diberikan selembar kertas kosong, dan diperintahkan, Taruh kertas ini
pada tangan kanan anda, lipat menjadi 2 bagian, dan taruh di lantai. Skor 1 poin diberikan pada
setiap perintah yang dapat dikerjakan dengan baik (0-3).
Membaca : Pasien diberikan kertas yang bertuliskan Tutup mata anda (hurufnya harus cukup
besar dan terbaca jelas oleh pasien. Pasien diminta untuk membaca dan melakukan apa yang
tertulis. Skor 1 diberikan jika pasien dapat melakukan apa yang diperintahkan. Tes ini bukan
penilaian memori, sehingga penguji dapat mendorong pasien dengan mengatakan silakan
melakukan apa yang tertulis setelah pasien membaca kalimat tersebut.
Menulis : Pasien diberikan kertas kosong dan diminta menuliskan suatu kalimat. Jangan
mendikte kalimat tersebut, biarkan pasien menulis spontan. Kalimat yang ditulis harus
mengandung subjek, kata kerja dan membentuk suatu kalimat. Tata bahasa dan tanda baca dapat
diabaikan.
Menirukan : pasien ditunjukkan gambar segilima yang berpotongan, dan diminta untuk
menggambarnya semirip mungkin. Kesepuluh sudut harus ada dan ada 2 sudut yang berpotongan
unruk mendapatkan skor 1 poin. Tremor dan rotasi dapat diabaikan.


Interpretasi penilaian MMSE

Setelah dilakukan penilaian, skor dijumlahkan dan didapatkan hasil akhir. Hasil yang
didapatkan diintrepetasikan sebagai dasar diagnosis. Ada beberapa interpretasi yang bisa
digunakan. Metode yang pertama hanya menggunakan single cutoff, yaitu abnormalitas fungsi
kognitif jika skor <24 .="" lain="" lang="SV" menggunakan="" metode="" range.=""
span="">Jika skor <21 akan="" demensia="" jika="" kemungkinan="" meningkat=""
sedangkan="" skor="">25 kecil kemungkinan demensia.
Interpretasi lainnya memperhitungkan tingkat pendidikan pasien. Pada pasien dengan
tingkat pendidikan rendah (di bawah SMP) ambang batas abnormal diturunkan menjadi 21, pada
tingkat pendidikan setingkat SMA abnormal jika skor <23 abnormal="" jika="" o:p="" pada=""
perguruan="" skor="" tinggi="" tingkat="">
Berat ringannya gangguan kognitif dapat diperkirakan dengan MMSE. Skor 24-30
menunjukkan tidak didapatkan kelainan kognitif. Skor 18-23 menunjukkan kelainan kognitif
ringan. Skor 0-17 menunjukkan kelainan kognitif yang berat (Folstein, 1975).

Tabel 1. Interpretasi MMSE (Folstein, 1975).

Metode Skor Interpretasi
Single Cutoff <24 p=""> Abnormal
Range <21 p="">
>25
Kemungkinan demesia lebih besar
Kemungkinan demesia lebih kecil
Pendidikan 21
<23 p="">
<24 p="">
Abnormal pada tingkat pendidikan kelas 2 SMP
Abnormal pada tingkat pendidikan SMA
Abnormal pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi
Keparahan 24-30
18-23
0-17
Tidak ada kelainan kognitif
Kelainan kognitif ringan
Kelainan kognitif berat

Abbreviated Mental Test Score (AMT)
Perkiraan penggunaan waktu pelaksanaan harus diperhatikan, karena waktu penilaian
lebih panjang pada penderita dengan kelainan kognitif daripada yang tidak. Oleh sebab itu,
dikembangkan beberapa instrumen untuk menilai fungsi kognitif pada penderita lanjut usia
dengan waktu yang lebih pendek daripada MMSE. Salah satu instrumen yang dikembangkan
adalah Abbreviated Mental Test Score (AMT) (MacKenzie,1996; Tangalos,1996). AMT
mempunyai sensitifitas dan spesivisitas yang lebih rendah dalam mendeteksi adanya kelainan
kognitif daripada MMSE. AMT tampaknya kurang menyenangkan, meskipun lebih mudah dan
cepat untuk digunakan. (Tombaugh,1992; MacKenzie,1996). Interpretasi skor pada AMT adalah
jika skor AMT <6 adanya="" demensia.="" menunjukkan="" o:p="">
The Abbreviated Mental Test (AMT) lebih singkat, terdiri dari 10 soal yang digunakan
untuk skrining kelainan. Tes ini terdiri dari 10 pertanyaan yang diseleksi berdasarkan nilai
diskriminatif dari Mental Test Score yang lebih panjang. AMT termasuk komponen-komponen
yang mengikuti memori baru dan lama, atensi, dan orientasi. Skor <8 batas="" beratnya=""
berhubungan="" bermakna.="" cepat="" defisit="" delirium.="" dengan="" dibandingkan=""
ini="" kognisi="" kognitif="" lebih="" mampu="" mendeteksi="" menunjukkan=""
merupakan="" operatif="" pada="" panjang.="" pasca="" penilaian="" penyakit=""
perkembangan="" perubahan="" secara="" span="" tes="" yang="">Pada pasien usia lanjut, tes
ini dapat dikerjakan dalam 3 menit.
Terdapat versi 4 pertanyaan AMT (AMT4), dengan pertanyaan tentang umur, tanggal
lahir, tempat, dan tahun saja. Tes ini lebih cepat, lebih mudah digunakan, dan lebih mudah
diingat oleh pemeriksa. Sehingga lebih meningkatkan kemungkinan penggunaan tes ini secara
rutin pada pasien usia lanjut di rumah sakit yang sibuk atau di UGD.


SETIAP JAWABAN BENAR MENDAPAT SKOR SATU POIN
1. Umur
2. Waktu (jam)
3. Alamat lengkap (pertanyaan diulang saat akhir wawancara)
4. Tahun
5. Nama rumah sakit, institusi atau alamat rumah (tergantung tempat wawancara)
6. Mengenal 2 orang (misalnya dokter, perawat, istri, dll)
7. Tanggal lahir
8. Tahun Perang Dunia I mulai
9. Nama raja sekarang
10. Menghitung mundur dari 20 ke 1
Total skor
SKOR KURANG DARI 6 MENUNJUKKAN ADANYA DEMENSIA

Gambar 2. Daftar pertanyaan pada AMT


MMSE versi yang diperluas
Keterbatasan pada penilaian kognitif pada MMSE, membuat beberapa peneliti
membuatnya lebih lengkap. Beberapa peneliti menganjurkan untuk mengkombinasikan dengan
CDT dan MMSE untuk skrining demensia yang ditunjukkan dengan instrumen berikut.
Addenbrookes Cognitive Examination (ACE).
ACE mempunyai skala 100 poin yang awalnya dikembangkan untuk membedakan AD
dan frontotemporal dementia (FTD). Instrumen ini mempunyai komponen lebih detil untuk
memeriksa memori dan fungsi frontal/ eksekutif. Tes ini menggunakan rangkaian gambar. Skor
<87 ace="" ad="" adanya="" baik="" begitu="" bermakna.="" dan="" daripada="" demensia.=""
demensia="" depan.="" di="" dilaporkan="" diragukan="" ftd="" indikasi="" individu="" ini=""
kelainan="" kemampuan="" klinis="" lebih="" masa="" masih="" membedakan=""
mempunyai="" mendeteksi="" merupakan="" meskipun="" mmse="" othlind="" p="" pada=""
perkembangan="" prediksi="" rendah="" sindroma="" skor="" subkortikal="" tanda="" tes=""
tidak="" untuk="" yang="">

Modified Mini Mental Status Examination (3MS)
3MS merupakan pengembangan MMSE, dengan penambahan kelancaran verbal, dan
pengujian memori, yang membuat skor tidak 100. tes ini mempunyai sensitivitas 88% dan
spesifisitas 90% untuk mendeteksi demensia pada sampel dengan umur > 65 tahun, dan
menggunakan batas <78 .="" 3ms="" 77="" 86="" 87="" besar="" dan="" dengan=""
dibandingkan="" lebih="" mempunyai="" mmse="" ombaugh="" p="" pada="" saat=""
sampel="" sensitivitas="" spesifisitas="" yang="">

Cognitive Abilities Screening I nstrument (CASI)
Pada CASI terdapat pertanyaan dari MMSE dan 3MS. Tes ini juga mempunyai skor
tidak sampai 100, dan diperkirakan selesai dalam 15-20 menit. CASI mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang sedikit lebih baik pada populasi terbatas jika dibandingkan dengan MMSE yang
lebih pendek (Tombaugh,1992).

Cambridge Cognitive Examination (CAMCOG)
The Cambridge Mental Disorders of the Elderly Examination (CAMDEX) tersusun
pada waktu penilaian kognitif pada usia lanjut, termasuk riwayat yang diambil dari penderita
atau informan, pemeriksaan, dan penilaian status mental (CAMCOG). Pemeriksaan lengkap
membutuhkan waktu sekitar 80 menit. Secara keseluruhan, CAMDEX tidak hanya mendeteksi
masalah yang ada, tetapi juga mengidentifikasi penyebab dan derajat keparahannya
(Athey,2005)..
Pada CAMCOG terdapat komponen MMSE, juga terdapat tes tambahan untuk aspek
kognitif (kegiatan sehari-hari, pemikiran abstrak, dan persepsi) total skor diatas 107, dengan
batas <80 30="" amt="" atau="" baik="" camcog="" dan="" demensia="" dengan=""
dibandingkan="" didiagnosis="" diperkirakan="" kelainan="" kognitif.="" kognitif="" lebih=""
membutuhkan="" mempunyai="" mendeteksi="" menit="" menyelesaikannya.="" mmse.=""
pada="" pasien="" sampel="" sensitivitas="" span="" spesifitas="" suspek="" terseleksi=""
untuk="" waktu="" yang="">Tes ini mempunyai sensitivitas 92% dan spesifisitas 96% untuk
mendeteksi kelainan mental organik (MMSE 94% dan 85% pada sampel yang sama
(Athey,2005).

Middlesex Elderly Assessment Memory Score (MEAMS)
MEAMS saat ini lebih sering digunakan oleh seorang terapis daripada dokter. Skornya
mencapai 47, semakin rendah skor menunjukkan kelainan kognitif yang makin berat. MMSE
mempunyai komponen yang dirancang untuk menilai fungsi lobus frontalis dan parietal kanan
(kelancaran verbal, motorik dan persepsi huruf yang terfragmentasi). Tes ini membutuhkan kartu
gambar serial khusus. MEAMS dibandingkan dengan MMSE pada beberapa pasien psikiatri
dengan rentang diagnosa yang berbeda. Pada umumnya kedua tes ini sama baiknya, tetapi
MEAMS mempunyai keunggulan pada kemampuan deteksi non demensia, dan isolated
cognitive impairments (Rothlind,1993).

Derajat keparahan gangguan, dan pemantauan perkembangan penyakit
Beberapa skala penilaian memberikan nilai numerik derajat keparahan yang berguna bagi
penilaian perkembangan penyakit daripada kesimpulan dengan skala biner 'ada' atau 'tidak ada'.
Sehingga mempengaruhi pemilihan tes. Pada AD biasanya terjadi penurunan MMSE tahunan 3-4
poin, sehingga menjadikan MMSE dapat digunakan untuk memantau perkembangan penyakit
dalam kondisi tertentu. MMSE juga telah diusulkan sebagai alat untuk menentukan tingkat
keparahan gangguan kognitif. Skor antara 23 - 18 digolongkan ringan, skor < 17 digolongkan
berat. Skala kualitatif yang lebih panjang dapat memberikan kepekaan lebih besar untuk
mendeteksi perubahan kognitif. Namun, terjadinya kerusakan fungsional tampaknya lebih
relevan dengan pasien dan perawat mereka daripada skor numerik sederhana. Kemampuan
menggunakan alat sehari-hari, misalnya penggunaan telepon, alat transportasi, mengambil obat
sendiri dan penanganan keuangan, berkorelasi baik dengan kerusakan kognitif. Meskipun pada
orang dengan ko-morbiditas, mungkin sulit untuk membedakan secara khusus efek penurunan
fungsi kognitif (Graham,1997).

Kesimpulan
Penilaian fungsi kognitif pada lanjut usia penting karena dengan bertambahnya umur,
terjadi perubahan pada otak yang memicu perubahan proses berpikir dan perilaku. Perbedaan
tersebut mempunyai bentuk yang berbeda-beda pada tahap awal proses, yang dipengaruhi oleh
fungsi sosial dan aktifitas pekerjaan.
Salah satu instrumen yang dapat digunakan adalah The Mini Mental State Examination
(MMSE) dan Abbreviated Mental Test Score (AMT). MMSE menilai orientasi, registrasi,
perhatian dan kalkulasi, ingatan, bahasa dan praktek, dan menirukan. Interpretasi penilaian
MMSE adalah kelainan kognitif didapatkan pada skor < 24. AMT merupakan instrumen untuk
menilai fungsi kognitif pada lanjut usia dengan waktu yang lebih singkat dan sederhana daripada
MMSE. Sensitifitas dan spesifisitas AMT lebih rendah daripada MMSE. AMT menilai memori
baru dan lama, atensi, dan orientasi. Skor <8 adanya="" bermakna.="" defisit="" kognitif=""
menunjukkan="" o:p="" yang="">

Anda mungkin juga menyukai