DISERTASI
EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS
(Garcinia mangostana L.) DAN PELATIHAN FISIK
MENURUNKAN STRES OKSIDATIF PADA TIKUS
WISTAR (Rattus norvegicus) SELAMA
AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL
I NYOMAN ARSANA
NIM: 1090271004
PROGRAMDOKTOR
PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN
PROGRAM PASCASARJANA
2014
ix
ABSTRAK
EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DAN
PELATIHAN FISIK MENURUNKAN STRES OKSIDATIF PADA TIKUS
WISTAR (Rattus norvegicus) SELAMA AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL
Stres oksidatif merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara produksi
radikal bebas atau Reactive oxygen species (ROS) dengan antioksidan, di mana
kadar radikal bebas lebih tinggi dibandingkan antioksidan. Salah satu penyebab
stres oksidatif adalah aktivitas fisik maksimal. Stres oksidatif dapat dikurangi
dengan pemberian antioksidan. Salah satu sumber antioksidan adalah kulit buah
manggis (Garcinia mangostana L). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
peran ekstrak kulit buah manggis dan pelatihan fisik dalam menurunkan
Malondialdehyde (MDA), meningkatkan Superoxide dismutase (SOD), dan
Glutathione Peroxidase (GPx) pada tikus Wistar (Rattus norvegicus) selama
aktivitas fisik maksimal.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan
Faktorial 6 x 2 dengan empat kali ulangan sehingga terdapat 48 unit penelitian.
Setiap unit terdiri atas satu sampel sehingga diperlukan 48 ekor tikus. Perlakuan
pertama adalah ekstrak kulit buah manggis dengan dosis: 0; 50; 100; 200; 300,
dan 400 mg/kgbb/hari selama empat minggu. Perlakuan kedua adalah pelatihan
fisik yaitu; tanpa pelatihan fisik dan dengan pelatihan fisik. Pada akhir penelitian
dilakukan pengukuran terhadap kadar MDA, SOD dan GPx darah. Data dianalisis
dengan Generalized Linear Model (GLZ), regresi kuadratik, dan analisis jalur.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Universitas Hindu Indonesia,
Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Udayana, dan di Laboratorium Pangan-Gizi Pusat Antar Universitas, UGM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar MDA, SOD, dan GPx
berbeda secara signifikan (p<0,05) setelah pemberian ekstrak maupun setelah
pelatihan fisik. Ekstrak dan pelatihan fisik secara bersama-sama juga
menunjukkan pengaruh yang signifikan (p<0,05). Namun demikian, pada dosis 0
sampai dengan 300 mg/kg bb, MDA tercatat lebih tinggi sementara SOD dan GPx
lebih rendah secara signifikan (p<0,05) pada pelatihan fisik dibandingkan tanpa
pelatihan. Sedangkan pada dosis 400 mg/kg bb MDA tercatat lebih rendah
(p>0,05), sementara SOD dan GPx terdeteksi lebih tinggi secara signifikan
(p<0,05) pada pelatihan fisik dibandingkan tanpa pelatihan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelatihan fisik dengan ekstrak kulit
buah manggis dapat menurunkan stres oksidatif melalui penurunan MDA, serta
peningkatan baik SOD dan GPx.
Kata Kunci: Garcinia mangostana L, Pelatihan fisik, Stres oksidatif, MDA,
SOD, dan GPx.
x
ABSTRACTS
MANGOSTEEN (Garcinia mangostana L.) RIND EXTRACT AND
PHYSICAL TRAINING REDUCE OXIDATIVE STRESS IN WISTAR
RATS (Rattus norvegicus) DURING MAXIMUMPHYSICAL ACTIVITY
Oxidative stress is a condition caused by the imbalance between the
production of free radicals or ROS and the antioxidants; the level of free radicals
is higher than the antioxidants. The maximum physical activity is one of the
causes of this oxidative stress. However, it can be reduced by antioxidants found
is mangosteen rind (Garcinia mangostana L). Therefore, due to this concern, this
study aims at investigating the role of the extract of mangosteen rind and the
physical training in reducing MDA, increasing SOD and GPx during a maximum
physical activity.
In this study, a randomized block design was utilized with 6 x 2 factorial
patterns in four times of repetitions, as the result, there were 48 research units.
Every unit consisted of one sample so that overall there were 48 rats as research
subjects. The first experiment was the treatments using the extract of the
mangosteen rind by determining the following dosages; 0, 50, 100; 200; 300, and
400 mg/kg of bodyweight/day for four weeks. The second was the treatments by
the physical training; without and with the physical training. In the end of the
research, the assessment to the contents of MDA, SOD and GPx of blood was
conducted. The data then was analyzed by utilizing the Generalized Linear Model
(GLZ), quadratic regression and path analysis. The experiment was conducted at
the Biology Laboratory of Hindu Indonesia University, the Agricultural Product
Technology Laboratory of Udayana University, and Center of Inter-University
Food-Nutrition Laboratory of UGM.
As a results, it was found that the average level of MDA, SOD and GPx
contents differ significantly (p<0.05) after the extracts has been given as well as
after the physical training. The extracts and the physical training concurrently
showed a significant effect (p<0.05). Nonetheless, from 0 to 300 mg/kg of
bodyweight dosages it was recorded that MDA is in the higher level while SOD
and GPx are in the lower level significantly (p<0.05) if with physical training than
without physical training. However, by giving 400 mg/kg of bodyweight dosages,
it was recorded MDA is lower (p>0.05), while SOD and GPx are higher
significantly (p<0.05) if with physical training than if without physical training.
In general, it could be concluded that the physical training combined with
the extract of mangosteen rind reduce oxidative stress by the reduction of MDA
and the increasing of SOD and GPx.
Keywords: Garcinia mangostana L, Physical Training, Oxidative Stress, MDA,
SOD, and GPx.
RINGKASAN
EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) DAN
PELATIHAN FISIK MENURUNKAN STRES OKSIDATIF PADA TIKUS
WISTAR (Rattus norvegicus) SELAMA AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL
Stres oksidatif merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara produksi
radikal bebas atau ROS dengan antioksidan, di mana kadar radikal bebas lebih
tinggi dibandingkan antioksidan. Radikal bebas dapat berasal dari luar tubuh,
dapat juga terbentuk di dalam tubuh sebagai bagian integral dari proses fisiologis
seperti saat pembentukan energi dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi.
Sumber utama ROS dari dalam tubuh adalah oksidasi fosforilasi akibat melakukan
aktivitas fisik maksimal. Selama aktivitas fisik, ROS terbentuk sebagai produk
samping reaksi oksidasi fosforilasi untuk membentuk energi dalam bentuk
Adenosine TriPhosphate (ATP) dalam rantai transport elektron pada mitokondria.
Proses tersebut membutuhkan O
2
, tetapi tidak semua O
2
berikatan dengan
hidrogen untuk membentuk air, sekitar 4% s.d. 5% dari oksigen yang dikonsumsi
berubah menjadi ROS.
Reactive oxygen species dapat diredam dengan pemberian antioksidan,
namun demikian, pemberian antioksidan dalam olah raga masih belum mampu
meningkatkan prestasi atlit. Antioksidan sintetis juga telah diyakini mempunyai
efek yang luas, sehingga saat ini ada kecenderungan masyarakat beralih
menggunakan bahan alami untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran fisiknya
dan akibatnya eksplorasi bahan alami yang mempunyai kemampuan sebagai
antioksidan banyak dilakukan. Salah satu sumber antioksidan adalah kulit buah
manggis (Garcinia mangostana L). Namum demikian, penelitian secara invivo
khususnya penggunaan ekstrak kulit buah manggis dalam olahraga masih relatif
kurang. Kulit buah manggis yang berpotensi sebagai sumber antioksidan alami
belum dimanfaatkan secara optimal tetapi terbuang sebagai limbah pertanian. Jika
limbah tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal maka akan memberikan nilai
tambah produk pertanian tersebut. Oleh karena itu, penggunaan ekstrak kulit buah
manggis sebagai sumber antioksidan dalam olahraga masih perlu diteliti lebih
lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ekstrak kulit buah
manggis dan pelatihan fisik dalam menurunkan MDA, meningkatkan SOD, dan
GPx pada tikus Wistar selama aktivitas fisik maksimal.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan
Faktorial 6 x 2 dengan empat kali ulangan sehingga terdapat 48 unit penelitian.
Perlakuan pertama berupa ekstrak kulit buah manggis dengan dosis; 0; 50; 100;
200; 300, dan 400 mg/kgbb/hari selama empat minggu. Perlakuan kedua adalah
pelatihan fisik yaitu tanpa pelatihan fisik dan pelatihan fisik berupa renang 30
menit, lima kali per minggu, selama empat minggu. Sampel berupa tikus wistar
jantan umur 12 minggu dengan berat 216g s.d. 258g masing-masing satu ekor
pada setiap unit penelitian. Variabel yang diamati yaitu MDA, SOD, dan GPx
darah yang diambil pada akhir penelitian. Data yang diperoleh dianalisis dengan
analisis GLZ, regresi kuadratik, dan analisis jalur. Penelitian dilaksanakan di
xii
Laboratorium Biologi Universitas Hindu Indonesia, Laboratorium Analisi Hasil
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, dan Laboratorium
Pangan-Gizi Pusat Antar Universitas, UGM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kulit manggis dosis; 0; 50; 100;
200; 300, dan 400 mg/kgbb/hari selama empat minggu menurunkan MDA,
meningkatkan SOD, dan GPx secara signifikan (P<0,05). Rata-rata MDA
berturut-turut 8,500,30; 7,500,26; 4,770,17; 3,910,14; 3,490,12, dan
2,780,10 nmol/ml. Sedangkan, SOD berturut-turut 52,400,39; 57,620,42;
63,900,47; 71,980,53; 75,900,56, dan 81,350,60%. Sementara itu, GPx
berturut-turut 14,620,11; 16,410,12; 25,810,19; 29,100,21; 31,040,23, dan
34,970,25 U/ml. Kondisi tersebut terjadi karena senyawa yang terkandung dalam
ekstrak kulit buah manggis, disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara
mendonorkan elektronnya kepada radikal bebas, juga dapat bekerja sebagai
inducer yang akan memicu ekspresi gen penyandi antioksidan melalui aktivasi
Nrf2. Pelatihan meningkatkan MDA, menurunkan SOD, dan GPx secara
signifikan (P<0,05). MDA meningkat dari 3,850,08 menjadi 5,880,12
nmol/ml, SOD menurun dari 72,090,31 menjadi 61,170,26%, dan GPx
menurun dari 29,870,13 menjadi 19,430,08 U/ml. Ada indikasi bahwa takaran
pelatihan yang tidak tepat, di mana intensitas pelatihan berlebih sementara durasi
kurang sehingga perlakuan tersebut lebih menyerupai olahraga akut yang
meningkatkan produksi radikal bebas. Kondisi tersebut tidak dapat dijadikan
sebagai mekanisme adaptasi untuk memicu ekspresi gen penyandi antioksidan
melalui aktivasi Nrf2. Ekstrak kulit buah manggis dan pelatihan fisik menurunkan
MDA, meningkatkan SOD, dan GPx secara signifikan (P<0,05). Namun
demikian, pada dosis 0 mg/kg bb sampai 300 mg/kg bb, MDA tercatat lebih tinggi
(P<0,05) pada pelatihan fisik dibandingkan dengan tanpa pelatihan fisik,
sedangkan pada dosis 400 mg/kg bb MDA tercatat lebih rendah pada pelatihan
fisik dibandingkan dengan tanpa pelatihan fisik (P>0,05). Sementara itu, ekstrak
dosis 0 mg/kg bb sampai 300 mg/kg bb menyebabkan SOD dan GPx lebih rendah
(P<0,05) pada pelatihan fisik dibandingkan dengan tanpa pelatihan fisik, namun
pada dosis 400 mg/kg bb SOD dan GPx terdeteksi lebih tinggi (P<0,05) pada
pelatihan fisik dibandingkan dengan tanpa pelatihan fisik. Hal ini
mengindikasikan bahwa terjadi interaksi antara pelatihan fisik dengan ekstrak
kulit buah manggis untuk menimbulkan efek bersama yang menguntungkan
yaitu menurunkan stres oksidatif melalui penurunan kadar MDA, peningkatan
baik SOD maupun GPx, di mana peran ekstrak lebih besar dibandingkan
pelatihan fisik.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelatihan fisik disertai pemberian
ekstrak kulit buah manggis dapat menurunkan stres oksidatif melalui penurunan
MDA, serta peningkatan baik SOD maupun GPx.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ii
PRASYARAT GELAR. iii
LEMBAR PENGESAHAN iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI . v
UCAPAN TERIMAKASIH... vii
ABSTRAK.. ix
ABSTRACTx
RINGKASAN. xi
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABELxvi
DAFTAR GAMBAR.. xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG xix
DAFTAR LAMPIRAN.. xxi
BAB I PENDAHULUAN.1
1.1 Latar Belakang.. 1
1.2 Rumusan Masalah.. 9
1.3 Tujuan Penelitian...10
1.3.1 Tujuan umum10
1.3.2 Tujuan khusus... 10
1.4 Manfaat Penelitian......... 11
1.4.1 Manfaat teoritis......... 11
1.4.2 Manfaat praktis......... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA. 12
2.1 Pelatihan Fisik....12
2.1.1 Metabolisme energi dalam olahraga..18
2.1.2 Manfaat olahraga bagi kesehatan ..20
2.2 Stres Oksidatif .. 21
2.2.1 Reactive Oxygen Species (ROS).... 22
2.2.2 Antioksidan27
xiv
2.2.2.1 Superoxide dismutase ... 27
2.2.2.2 Glutathione peroxidase.28
2.3 Tinjauan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.).29
2.3.1 Aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah manggis.. 35
2.4 Mekanisme Aktivasi Gen Penyandi Antioksidan.. 39
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN... 48
3.1 Kerangka Berpikir..48
3.2 Konsep Penelitian ..... 50
3.3 Hipotesis Penelitian... 50
BAB IV METODE PENELITIAN... 52
4.1 Rancangan Penelitian.52
4.2 Populasi, Sampel, dan Unit Penelitian... 52
4.2.1 Populasi.... 52
4.2.2 Kriteria sampel..52
4.2.3 Unit penelitian ..53
4.3 Variabel Penelitian.....54
4.3.1 Variabel bebas ................. 54
4.3.2 Variabel tergantung . 54
4.3.3 Variabel kendali54
4.3.4 Hubungan antar variabel.. 55
4.3.5 Definisi operasional variabel55
4.4 Bahan Penelitian57
4.5 Alat Penelitian57
4.6 Tempat Penelitian.. 57
4.7 Prosedur Penelitian58
4.8 Alur Penelitian... 62
4.9 Analisis Data.. 62
BAB V HASIL PENELITIAN... 65
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian. 65
xv
5.2 Kadar MDA, SOD, dan GPx Darah Tikus Wistar Setelah Perlakuan
Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). 65
5.3 Kadar MDA, SOD, dan GPx Darah Tikus Wistar
Setelah Pelatihan Fisik. 67
5.4 Kadar MDA, SOD, dan GPx Darah Tikus
Wistar Setelah Perlakuan Ekstrak Kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L.) dan Pelatihan Fisik. 67
5.5 Analisis Jalur Kadar MDA, SOD, dan GPx Darah Tikus Wistar
Setelah Perlakuan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.) dan Pelatihan Fisik 72
BAB VI PEMBAHASAN.. 76
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian 76
6.2 Kadar MDA, SOD, dan GPx Darah Tikus Wistar
Setelah Perlakuan Ekstrak Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.)... 78
6.3 Kadar MDA, SOD, dan GPx Darah Tikus Wistar
Setelah Pelatihan Fisik. 83
6.4 Kadar MDA, SOD, dan GPx Darah Tikus Wistar
Setelah Perlakuan Ekstrak Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.) dan Pelatihan Fisik. 88
6.5 Analisis Jalur Kadar MDA, SOD, dan GPx Darah Tikus Wistar
Setelah Suplementasi Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.) dan Pelatihan Fisik 91
6.6 Kebaharuan Penelitian (Novelty). 93
6.7 Keterbatasan Penelitian 94
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. 95
7.1 Simpulan... 95
7.2 Saran-Saran... 97
DAFTAR PUSTAKA 98
LAMPIRAN107
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Xanthon yang Diisolasi dari Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana L). 34
2.2 Kelompok Inducer dan Mekanisme Kerja ... 41
5.1 Pengaruh Ekstrak Kulit Buah Manggis dan Pelatihan
Fisik Terhadap MDA, SOD, dan GPx Darah Tikus Wistar.............. 66
5.2 Rata-rata Kadar MDA, SOD, dan GPx Darah Tikus Wistar
Setelah Perlakuan Ekstrak Kulit Buah Manggis... 66
5.3 Rata-rata Kadar MDA, SOD, dan GPx Darah Tikus Wistar
Setelah Pelatihan Fisik.. 67
5.4 Rata-rata Kadar MDA, SOD, dan GPx Setelah Perlakuan Ekstrak
Kulit Buah Manggis dan Pelatihan Fisik68
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1. Tiga Sistim Pembentukan Energi dalam Otot.. 19
2.2. Oksidasi Fosforilasi.. 24
2.3. Mekanisme Pembentukan ROS dalam Mitokondria 25
2.4. Perubahan Hydrogen Peroxide Menjadi Air yang
Dikatalisis oleh GPx 28
2.5. Inti Xanthone dan Beberapa Golongan Xanthone... 33
2.6. Mekanisme Aktivasi Nrf2/ARE oleh Senyawa Fitokimia.. 43
2.7. Mekanisme Aktivasi Nrf2/ARE oleh ROS.. 43
2.8. Struktur Domain Nrf2 .. 45
2.9. Struktur Domain Keap1.. 46
3.1. Konsep Penelitian... 50
4.1. Rancangan Penelitian53
4.2. Hubungan antar Variabel Penelitian 55
4.3. Alur Penelitian...62
5.1. Perkembangan Berat Badan Subjek Selama Penelitian.. 65
5.2. Garis Regresi Kuadratik Ekstrak Kulit Buah Manggis dalam
Menurunkan Kadar MDA Darah Tikus Wistar dalam Kondisi
Tanpa Pelatihan Fisik 69
5.3. Garis Regresi Kuadratik Ekstrak Kulit Buah Manggis dalam
Meningkatkan Kadar SOD Darah Tikus Wistar dalam Kondisi
Tanpa Pelatihan Fisik . 69
5.4. Garis Regresi Kuadratik Ekstrak Kulit Buah Manggis dalam
Meningkatkan Kadar GPx Darah Tikus Wistar dalam Kondisi
Tanpa Pelatihan Fisik . 70
5.5. Garis Regresi Kuadratik Ekstrak Kulit Buah Manggis
dalam Menurunkan Kadar MDA Darah Tikus Wistar dalam Kondisi
Pelatihan Fisik. 70
xviii
5.6. Garis Regresi Kuadratik Ekstrak Kulit Buah Manggis dalam
Meningkatkan Kadar SOD Darah Tikus Wistar dalam Kondisi
Pelatihan Fisik. 70
5.7. Garis Regresi Kuadratik Ekstrak Kulit Buah Manggis
dalam Meningkatkan Kadar GPx Darah Tikus Wistar dalam Kondisi
Pelatihan Fisik.. 71
5.8. Hasil Analisi Jalur Pengaruh Ekstrak Kulit Buah Manggis dan
Pelatihan Fisik Terhadap Kadar MDA, SOD, dan GPx
Darah Tikus Wistar. 73
5.9. Nilai t
hitung
Hasil Analisi Jalur Pengaruh Ekstrak Kulit Buah Manggis
dan Pelatihan Fisik Terhadap Kadar MDA, SOD, dan GPx
Darah Tikus Wistar...... 74
xix
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
ADP : Adenosine Diphosphate
ARE : Antioxidant Response Element
ATP : Adenosine TriPhosphate.
BHA : Butil Hidroksi Anisol
BHT : Butil Hidroksi Toluen
BKM : Batas Kemampuan Maksimal
DNA : Deoxyribo Nucleic Acid
DPPH : 1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazyl
ERK : Extracellular Signal-Regulated Protein Kinase
FADH : Reduced Flavine Adenine Dinucleotide
FMN : Flavine Mononucleotide
GAE : Galic Acid Equivalent
GPx : Glutathione Peroxidase
GSSG : Glutathione disulfide (Glutathione teroksidasi)
GSH : Reduced glutathione (Glutathione tereduksi )
HO-1 : Heme Oxygenase-1
IC
50
: Inhibition Concentration 50%
JNK : c-jun N-terminal kinase
Keap1 : Kelch-like ECH-associated protein-1
MAPK : Mitogen-Activated Protein Kinase
MDA : Malondialdehyde
NAD : Nicotinamide Adenine Dinucleotide
NADH : Reduced Nicotinamide Adenine Dinucleotide
Nrf2 : Nuclear factor-erythroid 2-related factor 2.
PI3K : Phosphatidylinositol-3-kinase
PKC : Protein Kinase C
Prx-1 : Peroxyredoxin-1
RNS : Reactive Nitrogen Species
ROS : Reactive Oxygen Species
xx
SOD : Superoxide dismutase
TAC : Total Antioxidant Capacity
TBARS : Thiobarbituric Acid Reactive Substances
TBHQ : Tert-Butil Hidroksi Quinon
Trx-1 : Thioredoxin-1
TOS : Total Oksidative Status
xCT : Cystineglutamate Anionic Amino Acid Transporter
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Karakteritik Berat Badan Tikus Penelitian. 107
2. Data Hasil Tes Pendahuluan Kemampuan Renang Maksimal
Subjek Penelitian 109
3. Data Hasil Pengukuran Kadar MDA Darah Tikus Wistar Setelah
Perlakuan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
dan Pelatihan Fisik 110
4. Data Hasil Pengukuran Kadar SOD Darah Tikus Wistar Setelah
Perlakuan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
dan Pelatihan Fisik. 111
5. Data Hasil Pengukuran Kadar GPx Darah Tikus Wistar Setelah
Perlakuan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
dan Pelatihan Fisik... 112
6. Hasil Analisis Statistik Kadar MDA Darah Tikus Wistar Setelah
Perlakuan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
dan Pelatihan Fisik.. 113
7. Hasil Analisis Statistik Kadar SOD Darah Tikus Wistar Setelah
Perlakuan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
dan Pelatihan Fisik.. 120
8. Hasil Analisis Statistik Kadar GPx Darah Tikus Wistar Setelah
Perlakuan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
dan Pelatihan Fisik.. 127
9. Hasil Analasis Regresi Kuadratik Rata-rata Kadar MDA, SOD,
dan GPx darah Tikus Wistar Setelah Perlakuan Ekstrak Kulit
Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dalam Kondisi
Tanpa pelatihan Fisik. 134
10. Hasil Analisis Regresi Kuadratik Rata-rata Kadar MDA, SOD,
dan GPx Darah Tikus Wistar Setelah Perlakuan Ekstrak Kulit
Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dalam Kondisi
Pelatihan Fisik 137
xxii
11. Hasil Analisis Path Kadar MDA, SOD, dan GPx Darah
Tikus Wistar Setelah Perlakuan Ekstrak Kulit Buah
Manggis (Garcinia mangostana L.) dan Pelatihan Fisik 140
12. Dokumentasi Penelitian142
13. Keterangan Kelaikan Etik145
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stres oksidatif merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara produksi
radikal bebas atau Reactive oxygen species (ROS) dengan antioksidan, di mana
kadar radikal bebas lebih tinggi dibandingkan antioksidan (Kurkcu et al., 2010).
Radikal bebas telah diyakini menimbulkan terjadinya peroksidasi lipid membran
sel (Ngurah, 2007; Setiawan dan Suhartono, 2007; Golden, 2009; Khotari et al.,
2010), apoptosis, dan kerusakan deoxyribo nucleic acid (DNA) (Khotari et al.,
2010). Kondisi ini pada akhirnya akan berdampak sangat luas pada tubuh seperti
terjadinya kanker dan penyakit-penyakit kronis lainnya (Waris dan Ahsan, 2006).
Radikal bebas dapat berasal dari luar tubuh, dapat juga terbentuk di dalam
tubuh sebagai bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan
energi dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi. Sumber utama ROS dari
dalam tubuh adalah oksidasi fosforilasi akibat melakukan aktivitas fisik maksimal.
Selama aktivitas fisik, ROS terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi (ATP) dalam rantai transport elektron pada
mitokondria. Proses tersebut membutuhkan O
2
, tetapi tidak semua O
2
berikatan
dengan hidrogen untuk membentuk air, sekitar 4% s.d. 5% dari oksigen yang
dikonsumsi berubah menjadi ROS (Ngurah, 2007; Figueiredo et al., 2008;
Marciniak et al., 2009).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar radikal bebas meningkat
setelah melakukan aktivitas fisik atau olahraga. Misalnya, pada pegulat muda
tampak terjadi peningkatan radikal bebas yang ditandai dengan terjadinya
2
peningkatan lipid hidroperoksida setelah mengikuti pelatihan (Kurkcu et al.,
2010). Pada olahraga dengan intensitas tinggi (80% s.d. 95% maksmimum
repetisi) terbentuk MDA yang lebih banyak dibandingkan dengan olahraga
intensitas rendah (20% s.d. 35% maksimum repetisi) (Guzel et al., 2007). George
dan Osharechiren (2009) juga melaporkan terjadinya peningkatan stres oksidatif
pada olahraga berat, yang ditandai dengan peningkatan lipid hidroperoksida
secara signifikan. Sementara itu, pada pemain hanball yang dilatih dalam waktu
pendek tampak menunjukan adanya stres oksidatif yang ditandai dengan adanya
peningkatan total oksidative status (TOS) dan penurunan total antioxidant
capacity (TAC) secara nyata (Kurkcu, 2010). Naik sepeda gunung sejauh 171 km
yang ditempuh dalam waktu rata-rata 270 menit telah menyebabkan terjadinya
stres oksidatif yang ditandai dengan peningkatan Glutathione disulfide (GSSG)
darah dan asam urat serum serta pola perubahan antioksidan enzimatis dalam
eritrosit (Aguil et al., 2005). Pinho et al. (2012) juga menunjukan adanya
peningkatan thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) dengan semakin
tingginya intensitas olahraga pada tikus wistar.
Pelatihan fisik secara rutin diduga dapat mengurangi terbentuknya radikal
bebas, tetapi hasil penelitian tersebut belum konsisten. Misalnya, pada
olahragawan yang berlatih secara rutin menunjukan kadar MDA lebih rendah dari
pada non olahragawan (Valado et al., 2007). Pelatihan treadmill lima kali per
minggu dengan intensitas 50% s.d. 60% dari kemampuan maksimum selama 13
minggu, mengakibatkan perubahan status oksidatif otot soleus baik pada tikus
muda maupun tikus tua. Pada tikus muda, pelatihan mengakibatkan meningkatkan
3
kadar TBARS 2,9 kali, tetapi kondisi ini diikuti oleh peningkatan aktivitas enzim
catalase dan GPx sebesar 26%, total SOD sebesar 16%, dan Manganese-SOD
(Mn-SOD) sebesar 2,3 kali. Sedangkan pada tikus tua, pelatihan tidak
meningkatkan aktivitas enzim-enzim tersebut, tetapi dapat menurunkan TBARS
sebesar 81%, sehingga disimpulkan bahwa pelatihan dapat menurunkan stres
oksidatif secara signifikan dan mendukung rekomendasi bahwa pelatihan dapat
mencegah sarcopenia dan meningkatkan kualitas hidup pada orang tua
(Lambertucci et al., 2007). Penelitian Silva et al. (2009) juga menunjukkan bahwa
mencit yang dilatih dengan treadmill dengan kecepatan 13 meter per menit selama
45 menit, lima kali per minggu selama delapan minggu menunjukkan adanya
penurunan kadar MDA jaringan otot quadrisep. Namun demikian, penelitian
Morikawa et al. (2004) menunjukkan bahwa, pelatihan yang dilakukan oleh klub
sepakbola sekolah selama tiga bulan (enam hari per minggu, dan dua jam per hari)
tidak menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap ekspresi Mn-SOD mRNA
dan Cu/Zn-SOD mRNA. Penelitian Rahnama et al. (2007) juga menunjukkan
bahwa, pelatihan aerobik yang dilakukan oleh pelajar laki-laki usia 23 tahun
dengan intensitas 75% s.d. 80% maximal Heart Rate (HR
max
) tiga hari per minggu
selama delapan minggu tidak menyebabkan perubahan kadar MDA dan carbonyl
protein, yang mengindikasikan tidak ada perubahan pada status stres oksidatif.
Sementara itu, Mallikarjuna et al. (2009) menunjukkan adanya peningkatan kadar
MDA jaringan hati tikus wistar setelah pelatihan treadmill dengan kecepatan 23 m
per menit selama 30 menit, lima kali seminggu, selama dua bulan dibandingkan
kontrol. Namun demikian, penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa pelatihan
4
mampu menurunkan kadar MDA pada tikus yang mengalami stres oksidatif akibat
diinduksi alkohol. Reddy et al. (2009) juga melaporkan terjadinya peningkatan
MDA jaringan otak tikus wistar yang menjalani pelatihan treadmill kecepatan 23
meter per menit selama 30 menit, lima kali seminggu, selama dua bulan.
Tubuh sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menetralisir radikal bebas
dengan cara membentuk antioksidan endogen seperti GPx, catalase, dan SOD,
tetapi jika produksi radikal bebas melebihi kemampuan antioksidan untuk
menetralisirnya maka akan terjadi stres oksidatif (Prangdimurti, 2007; Winarsi,
2007). Dengan kata lain bahwa stres oksidatif merupakan suatu kondisi
ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan antioksidan (Kurkcu et
al., 2010). Efektivitas sistim antioksidan dalam mengimbangi produksi radikal
bebas mencapai kondisi jenuh pada aktivitas fisik dengan beban 70% dari denyut
jantung maksimal (Castro et al., 2009), karena olahraga dengan intensitas lebih
tinggi (80% s.d. 95% maksmimum repetisi) akan memproduksi radikal bebas
lebih banyak (Gzel et al., 2007).
Radikal bebas juga dapat diredam dengan memberikan tambahan antioksidan
dari luar tubuh. Namun demikian, penggunaan antioksidan dalam olah raga masih
belum mampu meningkatkan prestasi atlit (Harjanto, 2006). Beberapa penelitian
tentang penggunaan antioksidan menunjukkan hasil yang berbeda. Misalnya,
penggunaan vitamin E dengan dosis 450 mg per hari selama delapan minggu tidak
menurunkan radikal bebas secara signifikan yang ditandai dengan tidak ada
perubahan terhadap kadar MDA, carbonyl protein dan creatin kinase (CK), serta
performance selama aktivitas fisik (Gaeini et al., 2006). Sementara itu, hasil
5
penelitian Traber (2006) menunjukkan bahwa pemberian vitamin E 300
mg/hari dan vitamin C 1000 mg/hari selama enam minggu sebelum lomba lari
marathon (50 km) dan selama satu minggu setelah lomba dapat mencegah
peningkatan peroksidasi lipid yang diamati dari F2-isoprostan darah, tetapi tidak
dapat mencegah inflamasi, kerusakan DNA dan kerusakan otot. Sedangkan,
pemberian allopurinol dengan dosis 300 mg dua hari sebelum lomba lari marathon
dapat mencegah peningkatan peroksidasi lipid secara signifikan. Allopurinol
merupakan inhibitor xanthine oxidase yang terlibat dalam pembentukan radikal
bebas selama olahraga (Gomes-Cabrera et al., 2006). Penelitian yang dilakukan
pada tikus dengan pemberian tambahan antioksidan -lipoic acid 100 mg/kg
selama masa pelatihan (lima hari per minggu selama enam minggu) dapat
menurunkan kadar MDA darah dan hati tikus Sprague-Dawley secara signifikan
sehingga disimpulkan bahwa -lipoic acid dapat menurunkan kerusakan jaringan
akibat olahraga (Kim dan Chae, 2006).
Masyarakat saat ini cenderung kembali beralih menggunakan bahan-bahan
alami yang mempunyai kemampuan sebagai antioksidan untuk meningkatkan
kesehatan dan kebugaran fisiknya sehingga eksplorasi bahan alami tersebut
banyak dilakukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa, peptida yang berasal
dari fermentasi kacang kedelai mampu meredam radikal superoksida dan
hidroperoksida serta mengurangi kelelahan pada mencit (Yu et al., 2008). Ekstrak
biji broccoli yang diberikan pada tikus dapat menginduksi pembentukan
antioksidan dan gen sitoprotektif melalui aktivasi Nuclear factor-erythroid
2-related factor-2 (Nrf2) (McWalter et al., 2004). Senyawa polifenol yang
6
berasal dari teh hijau juga mempunyai kemampuan untuk meredam radikal
hidroksil serta mengatasi kelelahan pada tikus (Liudong et al., 2011). Pemberian
proantosianidin yang diekstrak dari biji anggur pada mencit dengan dosis 200
mg/kg/hari selama dua minggu dapat menurunkan kadar MDA dan meningkatkan
aktivitas SOD dan GPx secara signifikan serta dapat mengurangi kelelahan
setelah melakukan aktivitas fisik (Shan et al., 2010). Belviranli et al. (2012) juga
menggunakan ekstrak biji anggur 100 mg/kg per hari selama enam minggu pada
tikus SpragueDawley yang dilatih dengan treadmill dengan kecepatan
25 m/menit, 45 menit per hari, lima kali seminggu, selama enam minggu mampu
menurunkan kadar MDA, meningkatkan SOD dan GPx secara signifikan.
Penggunaan daging buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) mampu
mengurangi peroksidasi lipid yang diukur dari F2-Isoprostan urin pada tikus
putih jantan setelah aktivitas fisik berlebih (Lainiwati, 2011). Pemberian ekstrak
maupun sirup umbi ubi jalar ungu mampu menurunkan kadar MDA darah dan hati
mencit setelah pemberian beban fisik maksimal (Jawi et al., 2008).
Buah manggis (Garcinia mangostana L.) juga diduga berpotensi sebagai
antioksidan alami. Beberapa penelitian invitro telah menunjukkan bahwa ekstrak
kulit buah manggis mempunyai kemampuan sebagai antioksidan (Jung et al.,
2006; Weecharangsan et al., 2006; Kosem et al., 2007; Zarena dan Sankar, 2009;
Ngawhirunpat et al., 2010; Palakawong et al., 2010). Sifat antioksidan buah
manggis dikaitkan dengan adanya senyawa xanthone. Di antara senyawa
xanthone, -mangostin, dan -mangostin merupakan komponen terbesar serta
memiliki kemampuan sebagai antioksidan kuat (Jung et al., 2006).
7
Beberapa penelitian invitro menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis
mampu meredam radikal bebas. Misalnya, penelitian dengan menggunakan
1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) sebagai radikal bebas menunjukkan bahwa
ekstrak kulit buah manggis mampu meredam radikal bebas dengan Inhibition
Concentration 50% (IC
50
) sebesar 5,94 m/ml (Palakawong et al., 2010),
sementara penelitian Zarena dan Sankar (2009) menguji aktivitas ektrak ethyl
asetat dan aseton kulit buah manggis dengan menggunakan DPPH sebagai sumber
radikal bebas didapatkan IC
50
masing-masing sebesar 30,01 g/ml dan
33,32 g/ml, yang mengindikasikan sebagai sumber antioksidan yang baik dengan
cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk membentuk produk stabil
sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai.
Penelitian secara invivo khususnya penggunaan ekstrak kulit buah manggis
dalam olahraga masih relatif kurang. Kulit buah manggis yang berpotensi sebagai
sumber antioksidan alami belum dimanfaatkan secara optimal dan terbuang
sebagai limbah pertanian, padahal produksi buah manggis Indonesia mencapai
108.675 ton pada tahun 2010 (Dirjen Hortikultura, 2011). Jika limbah tersebut
dapat dimanfaatkan secara optimal maka akan memberikan nilai tambah produk
pertanian tersebut. Oleh karena itu, penggunaan ekstrak kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L) sebagai sumber antioksidan dalam olahraga masih perlu
diteliti lebih lanjut.
Senyawa yang terdapat dalam ekstrak kulit buah manggis diduga bekerja
sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal bebas
sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi,
8
propagasi, maupun pada tahap terminasi (Middleton Jr. et al., 2000), atau
bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi Nrf2 yang terikat pada Kelch-like
ECH-associated protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami
disosiasi dan translokasi menuju nukleus. Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada
bagian promoter gen yang disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga
memicu ekspresi gen penyandi antioksidan.
Pelatihan fisik yang dirancang dengan intensitas, volume, dan frequensi
sedang juga diduga dapat mengurangi terjadinya stres oksidatif karena olahraga
dengan intensitas sedang akan bertindak sebagai antioksidan
(Gomez-Cabrera et al., 2008), dan olahraga yang dianggap baik jika antara
aktivitas dan waktu pemulihan berjalan seimbang (Nala, 2011). Pelatihan fisik
tampaknya merupakan stres terhadap tubuh dan menjadikannya sebagai sinyal
untuk memunculkan respon berulang sehingga meningkatkan kemampuan
adaptasi, di mana responnya akan menjadi lebih baik apabila sinyal tersebut
muncul kembali. Hal ini terjadi karena radikal bebas dapat berfungsi sebagai
sinyal yang memicu ekspresi gen penyandi antioksidan melalui aktivasi Nrf2.
Pelatihan fisik intensitas sedang dan ekstrak kulit buah manggis (Garcinia
mangostana L.) diduga dapat meningkatkan kemampuan adaptasi tubuh melalui
pembentukan antioksidan endogen sehingga akan mengurangi terjadinya stres
oksidatif. Dengan dasar pemikiran tersebut maka pelatihan fisik yang disertai
pemberian ekstrak kulit buah manggis masih perlu diteliti lebih lanjut.
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yaitu untuk membuktikan
bahwa ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dan pelatihan fisik
dapat mengurangi stres oksidatif, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian
sebagai berikut :
1. Apakah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat
menurunkan kadar MDA darah tikus Wistar (Rattus norvegicus) selama
aktivitas fisik maksimal?
2. Apakah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat
meningkatkan kadar enzim SOD dan GPx darah tikus Wistar (Rattus
norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal?
3. Apakah pelatihan fisik intensitas 70% dari aktivitas fisik maksimal, lima kali
per minggu, selama empat minggu, dapat menurunkan kadar MDA darah tikus
Wistar (Rattus norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal?
4. Apakah pelatihan fisik intensitas 70% dari aktivitas fisik maksimal, lima kali
per minggu, selama empat minggu, dapat meningkatkan kadar enzim SOD dan
GPx darah tikus Wistar (Rattus norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal?
5. Apakah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dan pelatihan
fisik intensitas 70% dari aktivitas fisik maksimal, lima kali per minggu, selama
empat minggu, dapat menurunkan kadar MDA darah tikus Wistar (Rattus
norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal?
6. Apakah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dan pelatihan
fisik intensitas 70% dari aktivitas fisik maksimal, lima kali per minggu, selama
10
empat minggu, dapat meningkatkan kadar enzim SOD dan GPx darah tikus
Wistar (Rattus norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal?
7. Berapakah dosis optimum ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana
L.) dalam menurunkan kadar MDA, serta meningkatkan kadar enzim SOD dan
GPx darah tikus Wistar (Rattus norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekstrak kulit buah
manggis (Garcinia mangostana L.) dan pelatihan fisik dalam menurunkan stres
oksidatif pada tikus Wistar (Rattus norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal.
1.3.2 Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat menurunkan kadar
MDA darah tikus Wistar (Rattus norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal.
2. Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat meningkatkan
kadar enzim SOD dan GPx darah tikus Wistar (Rattus norvegicus) selama
aktivitas fisik maksimal.
3. Pelatihan fisik intensitas 70% dari aktivitas fisik maksimal, lima kali per
minggu, selama empat minggu, dapat menurunkan kadar MDA darah tikus
Wistar (Rattus norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal.
4. Pelatihan fisik intensitas 70% dari aktivitas fisik maksimal, lima kali per
minggu, selama empat minggu, dapat meningkatkan kadar enzim SOD dan
GPx darah tikus Wistar (Rattus norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal.
11
5. Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dan pelatihan fisik
intensitas 70% dari aktivitas fisik maksimal, lima kali per minggu, selama
empat minggu, dapat menurunkan kadar MDA darah tikus Wistar (Rattus
norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal.
6. Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dan pelatihan fisik
intensitas 70% dari aktivitas fisik maksimal, lima kali per minggu, selama
empat minggu, dapat meningkatkan kadar enzim SOD dan GPx darah tikus
Wistar (Rattus norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal.
7. Dosis optimum ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dalam
menurunkan kadar MDA, serta meningkatkan kadar enzim SOD dan GPx
darah tikus Wistar (Rattus norvegicus) selama aktivitas fisik maksimal.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Apabila penelitian dapat membuktikan bahwa ekstrak kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L.) dan pelatihan fisik dapat menurunkan stres oksidatif,
maka hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan pengetahuan tentang
mekanisme dalam menghadapi stres oksidatif.
1.4.2 Manfaat praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai rujukan dalam
mengembangkan olahraga kesehatan. Olahraga yang hanya memperhatikan aspek
prestasi justru akan merugikan atlit sendiri karena menimbulkan trauma
berkepanjangan pasca pelatihan dan akan memerlukan pemulihan jangka panjang.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pelatihan Fisik
Pelatihan fisik merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang
dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitif) dalam jangka waktu
(durasi) lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan
individual, yang bertujuan untuk memperbaiki sistim serta fungsi fisiologis tubuh
agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang
optimal (Nala, 2011).
Aktivitas fisik yang dilakukan mengakibatkan perubahan-perubahan terhadap
karakter anatomi, fisiologi, biokimia dan psikologi atlit. Namun demikian
perubahan-perubahan tersebut sangat tergantung pada komponen pelatihan yakni;
volume, intensitas dan densitas pelatihan yang dilakukan (Bompa, 1994).
Salah satu tujuan pelatihan adalah mengembangkan komponen fisik umum
atau multilateral, dalam hal ini adalah peningkatan kemampuan komponen
biomotorik. Komponen biomotorik merupakan kemampuan dasar gerak fisik atau
aktivitas fisik dari tubuh manusia dan sebagian besar bersifat genetik (Nala, 2011)
yang meliputi:
1. Kekuatan (strength) yaitu kemampuan otot skeletal tubuh untuk melakukan
kontraksi atau tegangan maksimal dalam menerima beban sewaktu
melakukan aktivitas. Kekuatan otot banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, terutama untuk tungkai yang harus menahan berat badan.
13
2. Daya tahan (endurance) yaitu kemampuan tubuh dalam melakukan aktivitas
terus-menerus yang berlangsung cukup lama. Daya tahan dibagi atas dua
bagian yaitu:
(1). Daya tahan umum (respiration-cardiovasculer endurance) yaitu kemampuan
tubuh untuk melakukan aktivitas terus menerus dalam jangka waktu yang
lama dan dalam keadaan aerob. Daya tahan ini sering disebut sebagai daya
tahan respiration-cardiovasculer, karena sistem pernapasan, jantung dan
pembuluh darah ditingkatkan kemampuannya untuk memasok oksigen ke
otot untuk menghasilkan tenaga kemudian mengeluarkan sisa metabolisme ke
luar tubuh.
(2). Daya tahan lokal (daya tahan otot) yaitu Kemampuan otot skeletal untuk
melakukan kontraksi atau gerakan berulang-ulang dalam jangka waktu yang
lama dengan beban tertentu.
3. Daya ledak (muscular power atau explosive strength) adalah kemampuan
untuk melakukan aktivitas secara tiba-tiba dan cepat dengan mengerahkan
seluruh kekuatan dalam waktu yang singkat.
4. Kecepatan (speed) adalah kemampuan untuk mengerjakan suatu aktivitas
berulang yang sama serta berkesinambungan dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya.
5. Kelentukkan (flexibility) adalah kesanggupan tubuh atau anggota gerak tubuh
untuk melakukan gerakan pada sebuah atau beberapa sendi seluas-luasnya.
6. Kelincahan (agility) adalah kemampuan tubuh atau bagian tubuh untuk
mengubah arah gerakan secara mendadak dengan kecepatan tinggi.
14
7. Ketepatan (Accuracy) adalah kemampuan tubuh untuk mengendalikan
gerakan bebas menuju ke suatu sasaran tertentu.
8. Reaksi (reaction) adalah kemampuan tubuh atau anggota tubuh untuk
bereaksi secepat mungkin ketika ada rangsangan yang diterima oleh reseptor
somatik, kinestik, atau vestibular. Biasanya komponen reaksi ini lebih
dikenal dengan sebutan kecepatan reaksi, waktu reaksi atau reaction time
yakni waktu yang dibutuhkan oleh otot skeletal untuk mengadakan reaksi
akibat adanya rangsangan yang diterima oleh reseptor atau panca indera.
9. Keseimbangan (balance) adalah kemampuan tubuh untuk melakukan reaksi
atas setiap perubahan posisi tubuh sehingga tubuh tetap stabil terkendali.
Komponen keseimbangan ini terdiri atas; keseimbangan statik (tubuh dalam
posisi diam), dan keseimbangan dinamik (tubuh dalam posisi bergerak).
10. Koordinasi (Coordination) adalah kemampuan tubuh untuk mengintegrasikan
berbagai gerakan yang berbeda menjadi gerakan tunggal yang harmonis dan
efektif.
Efektivitas pelatihan untuk mencapai hasil maksimum sesuai sasaran yang
ditetapkan serta tidak menimbulkan dampak negatif perlu dilakukan secara
terencana dan dengan menerapkan tipe dan takaran yang tepat, sebab sesuai
konsep hormesis bahwa dosis rendah mempunyai efek merangsang sementara
dosis tinggi bersifat toksik (Son et al., 2008). Oleh karena itu, pelatihan yang
dilakukan secara berlebihan akan berdampak buruk terhadap tubuh karena
terbentuknya radikal bebas atau ROS. Takaran dalam pengertian sehari-hari
berarti ukuran isi atau alat untuk mengukur isi. Sedangkan dalam olahraga takaran
15
disamakan dengan dosis yakni ukuran atau takaran pemakaian obat, sehingga
dalam hal ini takaran berarti suatu ukuran untuk menentukan isi dari kuantitas dan
kualitas pelatihan (Nala, 2011).
Secara umum tipe dan takaran pelatihan terdiri atas Frekuensi, Intensitas,
Time (waktu), dan Tipe yang sering disingkat dengan FITT (Nala, 2011).
1. Frekuensi
Frekuensi pelatihan menunjukkan kekerapan dari suatu seri rangsangan per
satuan waktu yang terjadi pada atlit ketika sedang berlatih. Frekuensi
menunjukkan hubungan antara fase aktivitas yang dilakukan dengan waktu
istirahat atau fase pemulihan. Dengan kata lain berapa kali aktivitas fisik
dilakukan dalam satu satuan waktu tertentu misalnya tiga s.d. lima kali per
minggu. Suatu pelatihan yang frekuensinya sesuai tidak akan menyebabkan
kelelahan berlebihan, sebaliknya pelatihan yang terlalu padat atau terlalu sering
akan menyebabkan kelelahan. Frekuensi dianggap baik apabila antara aktivitas
dan istirahat berjalan seimbang. Keseimbangan ini bertujuan untuk mencapai
rasio yang optimal antara rangsangan dan pemulihan yang terjadi di dalam
tubuh (Nala, 2011).
Frequensi pelatihan sangat tergantung pada tipe olahraga dan komponen
biomotorik yang akan dikembangkan. Jika ingin mengembangkan kekuatan otot,
frequensi pelatihan dua s.d. tiga kali per minggu dianggap cukup baik. Daya
tahan kardiovaskuler maka frequensi pelatihannya empat s.d. lima kali per
minggu, dengan selingan istirahat maksimal selama 48 jam, atau tidak lebih dari
dua hari berturutan. Untuk mengembangkan kemampuan aerobik atau daya tahan
16
(endurance) maka memerlukan frequensi pelatihan enam s.d. tujuh kali per
minggu. Sedangkan, mengembangkan kemampuan anaerobik memerlukan
pelatihan cukup tiga kali per minggu dengan durasi selama delapan s.d.
sepuluh minggu (Nala, 2011).
2. Intensitas
Intensitas berkaitan dengan beban pelatihan yang akan dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan komponen biomotorik. Intensitas ini dapat ditentukan
dengan menghitung persentase dari batas kemampuan maksimal (BKM).
Intensitas yang berkaitan dengan kekuatan atau kecepatan terdiri atas; intensitas
rendah (30% s.d. 50 % BKM), intermediet (50% s.d. 70% BKM), medium (70%
s.d. 80% BKM), submaksimal (80% s.d. 90% BKM), maksimal (90% s.d. 100%
BKM) dan supermaksimal (100%s.d. 105% BKM) (Bompa, 1994).
Batas kemampuan maksimal merupakan batas kemampuan seseorang untuk
menunjukkan kemampuan maksimalnya. Terdiri atas dua yakni batas kemampuan
maksimal psikologi dan fisiologi. Kondisi psikologi atau motivasi seseorang
sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan maksimalnya. Jika motivasi
seseorang tinggi maka akan menunjukkan kemampuannya secara maksimal dan
sebaliknya akan rendah jika motivasinya rendah. Sedangkan, kemampuan
fisiologis merupakan kemampuan sebenarnya yang ditentukan oleh kondisi
fisiologis tubuhnya. Jika seseorang melakukan aktivitas melebihi kemampuan
fisiologinya akan sangat berbahaya karena telah melampaui zone aman
(Giriwijoyo dan Ali, 2005).
17
Sementara intensitas yang berkaitan dengan denyut nadi terdiri atas; rendah
(120 s.d. 150 denyut/menit), medium (150 s.d. 170 denyut/menit), tinggi (170 s.d.
185 denyut/menit), dan maksimal (> 185 denyut/menit) (Nala, 2011). Denyut nadi
maksimal dalam olahraga juga tergantung umur dan dapat dihitung secara
sederhana yaitu 220 - umur (Adiputra, 2010). Jika seorang berumur 70 tahun
maka denyut nadi maksimalnya adalah 220 -70 = 150 denyut/menit. Dengan
demikian maka seseorang yang berumur 70 tahun tidak boleh berolahraga sampai
melewati denyut nadi maksimum yakni 150 per menit.
3. Time (waktu)
Time atau waktu merupakan bagian dari volume pelatihan yang menunjukkan
durasi atau lama waktu pelatihan, bisa dalam detik, menit, jam, hari, minggu,
bulan, atau bahkan tahun. Volume itu sendiri menunjukkan jumlah seluruh
aktivitas yang dilakukan selama pelatihan. Selain time (waktu), volume juga
meliputi; jarak yang dapat ditempuh (meter) atau berat beban (kg) atau jumlah
angkatan yang dapat diangkat dalam satu satuan waktu (kg/menit); dan set, jumlah
repetisi atau ulangan yaitu berapa kali aktivitas yang sama dapat dilakukan dalam
satu satuan waktu (Nala, 2011).
4. Tipe
Sebelum menetapkan takaran pelatihan yang berupa frekuensi, intensitas, dan
time (waktu) terlebih dahulu ditentukan jenis atau tipe pelatihan yang tepat. Tipe
pelatihan akan berbeda tergantung kepada komponen biomotorik yang akan
dikembangkan. Misalnya pelatihan untuk meningkatkan daya tahan umum maka
tipe pelatihannya dapat berupa lari, bersepeda atau berenang (Nala, 2011).
18
2.1.1 Metabolisme energi dalam olahraga
Sumber utama energi untuk berbagai aktivitas tubuh berasal dari karbohidrat
dan lemak, sedangkan protein dan asam amino hanya memasok 5% s.d.10%
energi (Blomstrand dan Saltin, 1999). Energi yang diperlukan selama aktivitas
tersebut dibebaskan melalui proses metabolisme aerob maupun anaerob.
Metabolisme anaerob berasal dari sistem fosfokreatin atau kreatin posfat atau
sistem phospagen dan sistem laktat. Sedangkan metabolisme aerob berasal dari
pembakaran glikogen otot oleh oksigen melalui proses glikogenolisis, glikolisis
dan siklus krebs (Giriwijoyo dan Ali, 2005; Guyton dan Hall, 2007).
Fosfokreatin merupakan senyawa berenergi tinggi yang tersimpan dalam sel
otot. Senyawa ini dapat dipecah menjadi kreatin dan ion fosfat serta
membebaskan energi sebesar 10,3 kkal untuk tiap 1 mol. Ion fosfat (Pi) yang
dihasilkan melalui proses fosforilasi dapat mengikat molekul ADP (adenosine
diphospate) untuk kemudian kembali membentuk molekul ATP. Walaupun
fosfokreatin dalam sel otot lebih banyak dibandingkan ATP tetapi penyediaan
energi melalui fosfokreatin sangat cepat sehingga akan habis dalam waktu delapan
s.d. sepuluh detik. Dengan demikian, sistim fosfokreatin merupakan sistem
penyedian energi untuk aktivitas yang singkat seperti lari 100 meter, yang
memerlukan waktu sekitar 10 detik (Guyton dan Hall, 2007).
Sistim laktat menyediakan energi yang lebih lambat dibandingkan sistim
fosfokreatin tetapi lebih cepat dibandingkan dengan sistim aerob. Dalam sistim ini
sumber energinya berasal dari pemecahan glikogen yang tersimpan dalam otot
menjadi glukosa. Melalui proses glikolisis setiap molekul glukosa akan dipecah
19
menjadi dua molekul asam pivurat dan empat molekul ATP. Asam piruvat
kemudian masuk ke dalam mitokondria dan bereaksi dengan oksigen untuk
membentuk lebih banyak ATP. Akan tetapi, jika tidak tersedia cukup oksigen
maka asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat dan ke luar dari sel otot
menuju cairan interstitial dan darah. Asam laktat akan menurunkan pH jaringan
sehingga akan berbahaya (Guyton dan Hall, 2007 ).
Pembebasan energi dalam sistim aerob meliputi beberapa tahap yakni
glikolisis untuk memecah glukosa menjadi asam piruvat, siklus asam sitrat dan
transpor elektron dalam serangkaian reaksi fosfolisasi oksidatif dengan oksigen
sebagai oksidator terakhir sehingga dapat dibebaskan sejumlah besar energi dalam
bentuk ATP. Sistim aerob akan menyedikan energi yang paling lambat di antara
sistim lainnya, tetapi energi akan tersedia secara terus menerus selama oksigen
masih tersedia. Dengan demikian energi yang disediakan oleh sistim ini
diperuntukan pada jenis-jenis olahraga yang bersifat ketahanan (endurance)
seperti lari marathon atau bersepeda jarak jauh (road cycling)
(Guyton dan Hall, 2007). Proses pembebasan energi melalui jalur aerob dan
anaerob secara umum digambarkan pada Gambar 2.1
Gambar 2.1.
Tiga Sistim Pembentukan Energi Dalam Otot (Baker et al., 2010)
20
2.1.2 Manfaat olahraga bagi kesehatan
Penelitian yang dilakukan pada tikus menunjukkan bahwa olahraga teratur
mempunyai efek yang menguntungkan terhadap profil lipid, tetapi olahraga
secara berlebih menimbulkan terjadinya dislipidemi serta meningkatkan
terjadinya stres oksidatif (Burneiko et al., 2004). Sementara itu, penelitian
yang dilakukan terhadap 44 orang laki-laki paruh baya (40 tahun s.d. 45 tahun)
menunjukkan bahwa olahraga teratur yang dilakukan tiga kali perminggu
selama delapan minggu dapat menurunkan serum trigliserid dari 1,54 mmol/l
menjadi 1,27 mmol/l, sementara kolesterol HDL meningkat dari 1,27 mmol/l
menjadi 1,47 mmol/l (Akakoyun, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Yoshioka et al. (2001) menunjukkan
bahwa pada kelompok yang melakukan olahraga secara teratur tampak
mempunyai prosentase lemak lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
yang tidak melakukan olahraga. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kemampuan untuk memanfaatkan lemak sebagi sumber energi memberikan
keuntungan yang jauh lebih besar untuk mencegah aterosklerosis dan coronary
artery disease (CAD) (Sharkey, 2003).
Keuntungan lain yang didapatkan dari aktivitas fisik atau olahraga, seperti
menurunkan resiko penyakit jantung, hypertensi, stroke, penyakit kronis (kanker
dan diabetes), penyakit arthritis, osteoporosis, low back pain, serta menunda
proses penuaan. Resiko penyakit jantung berbanding terbalik dengan aktivitas
fisik secara teratur. Hal ini karena aktivitas secara teratur mengurangi beban
kerja jantung akibat adanya perubahan pada otot jantung sehingga denyut
21
jantung menjadi lebih rendah. Volume jantung menjadi lebih besar sehingga
stroke volume menjadi lebih besar. Diameter dari arteri coroner meningkat
sehingga memperkecil peluang terbentuknya plak. Elastisitas pembuluh
darah meningkat sehingga tekanan darah menurun dan mengurangi beban
kerja jantung (Sharkey, 2003).
2.2 Stres Oksidatif
Stres oksidatif merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara produksi
radikal bebas dengan antioksidan, di mana kadar radikal bebas lebih tinggi
dibandingkan antioksidan (Kurkcu et al., 2010). Kondisi tersebut dipengaruhi oleh
faktor internal seperti genetik, umur, oksidasi fosforilasi, proses patofisiologi, dan
faktor eksternal seperti olahraga berlebih, asupan makanan, patogen, sinar
ultraviolet, dan bahan kimia (Waris dan Ahsan, 2006).
Faktor internatl utama yang menimbulkan stres oksidatif adalah oksidasi
fosforilasi akibat melakukan aktivitas fisik maksimal. Selama akvifitas fisik,
terbentuk radikal bebas bersamaan dengan reaksi oksidasi fosforilasi untuk
membentuk energi (ATP) dalam mitokondria. Dalam reaksi tersebut dibutuhkan
oksigen di mana oksigen akan bereaksi dengan hidrogen untuk membentuk air,
tetapi sejumlah oksigen dapat berubah menjadi radikal bebas. Dengan demikian
maka semakin berat aktivitas fisik maka dibutuhkan semakin banyak ATP, juga
semakin banyak radikal bebas yang dihasilkan sebagai produk samping.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa olahraga secara berlebih
menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Misalnya, pada olahraga dengan
intensitas tinggi (80% s.d. 95% maksmimum repetisi) terbentuk MDA yang lebih
22
banyak dibandingkan dengan olahraga intensitas rendah (20% s.d. 35%
maksimum repetisi) (Guzel et al., 2007). George dan Osharechiren (2009) juga
melaporkan terjadinya peningkatan stres oksidatif pada olahraga berat, yang
ditandai dengan peningkatan lipid hidroperoksida secara signifikan.
2.2.1 Reactive Oxygen Species (ROS)
Sering kali pengertian radikal bebas disamakan dengan oksidan karena
keduanya memiliki kemiripan sifat yakni agresivitas untuk menarik elektron di
sekelilingnya. Setiap radikal bebas adalah oksidan, tetapi tidak setiap oksidan
adalah radikal bebas. Oksidan adalah senyawa penerima elektron atau suatu
senyawa yang dapat menarik elektron (electron acceptor) seperti ion ferri yang
berubah menjadi ferro (Fe
3+
+ e
-
Fe
2+
) (Winarsi, 2007). Sedangkan, radikal
bebas merupakan atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron
yang tidak berpasangan. Molekul ini sangat reaktif dan akan menyerang molekul
stabil di dekatnya sehingga menjadi radikal bebas (Kothari et al., 2010). Dengan
demikian maka radikal bebas akan memicu terjadinya reaksi berantai.
Ada dua bentuk umum dari radikal bebas yaitu ROS dan reactive nitrogen
species (RNS). Termasuk ROS di antaranya ion superoxide (O
2
), hydrogen
peroxide (H
2
O
2
), hydroxyl radical (OH
). Sementara
RNS sering dianggap sebagai subklas dari ROS, di antaranya nitic oxide (NO),
nitrous oxide (N
2
O), peroxynitrite (NO3
+ OH
+ 2H
+ SOD
H
2
O
2
+ O
2
Kelas enzim SOD yang lain di antaranya Fe-SOD dan NiSOD. FeSOD
umumnya ditemukan pada prokaryota, algae dan beberapa tumbuhan tinggi,
sedangkan NiSOD ditemukan dalam Streptomyces (Scandalios, 2005).
2.2.2.2 Glutathione peroxidase
Glutathione peroxidase merupakan enzim scavenger terhadap hydrogen
peroxide, terdapat terutama dalam mitokondria. Glutathione peroxidase
memerlukan glutathione sebagai substrat, terdapat dalam dua bentuk yaitu
glutathione tereduksi (reduced glutathione atau GSH) dan glutathione teroksidasi
(glutathione disulfide atau GSSG). Ketika mengkatalisis perubahan hydrogen
peroxide (H
2
O
2
) menjadi H
2
O, GSH dioksidasi menjadi GSSG, dan GSSG
dapat direduksi kembali oleh NADPH untuk mendapatkan kembali GSH
(Marciniak et al., 2009).
Gambar 2.4.
Perubahan Hydrogen Peroxide Menjadi Air yang Dikatalisis oleh GPx
(Prangdimurti, 2007).
Glutathione peroxidase berpotensi mengubah molekul hidrogen peroksida
dengan cara mengoksidasi GSH menjadi GSSG. Glutathione bentuk tereduksi
mencegah lipid membran dan unsur-unsur sel lainnya dari kerusakan oksidasi
29
dengan cara merusak molekul hydrogen peroksida dan lipid peroksida
(Winarsi, 2007).
2.3 Tinjauan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk dalam famili Guttiferae. Buah
berwarna merah sampai ungu gelap, bagian yang dapat dimakan berwarna putih
yang disebut aril, lembut dan banyak air (juicy), rasanya manis dengan sedikit
asam serta aroma menyenangkan (Jung et al., 2006). Buah manggis sering
mendapat julukan Queen of Fruit karena dianggap salah satu buah tropis dengan
cita rasa terbaik di dunia (Moongkarndi et al., 2004; Pedraza-Chaverri et al.,
2008). Nama binomial Garcinia mangostana L. diberikan oleh Carolus Linnaeus
berdasarkan specimen yang diterima dari Laurentius Garcin, seorang naturalis
yang bekerja untuk Linnaeus di India-Belanda (Indonesia), dan mendapatkan
specimen buah manggis dari kepulauan Maluku, Indonesia, di mana penduduk
lokal menyebutnya dengan nama mangostan, kemudian oleh Carolus Linnaeus
diberi nama Garcinia mangostana L. (Sobir dan Poerwanto, 2007).
Buah manggis juga mengandung mineral yang bermanfaat bagi tubuh.
Kandungan mineral buah manggis di antaranya adalah; Na 1,1 mg/100 g,
K 101,3 mg/100 g, Mg 13,2 mg/100 g, Ca 12,3 mg/100 g, Fe 512,6 g/100 g,
Mn 112,6 g/100 g, Zn 31,6 g/100 g dan Cu 8.7 g/100 g berat basah
(Haruenkit et al., 2007).
Ekstrak kulit buah manggis juga diketahui relatif aman. Penelitian tentang
toksisitas ekstrak 95% ethanol kulit buah manggis pada tikus Sprague-Dawley,
baik dosis akut (dosis 2; 3, dan 5 g/kg bb) maupun dosis subakut (dosis 0; 50;
30
500, dan 1000 mg/kg bb selama 28 hari) tidak menunjukan mortalitas maupun
tanda-tanda abnormalitas klinis organ paru, jantung, hati, limfa, adrenal, ginjal,
testis dan ovarium, maupun parameter biokimia lainnya (Jujun et al., 2008).
Penelitian toksisitas akut pada tikus Swiss albino (Mus musculus) yang diberikan
ekstrak hydroethanol kulit buah manggis dosis 2g dan 5g/kg bb tidak
menunjukkan tanda-tanda toksisitas selama 14 hari pengamatan. Demikian juga
toksisitas subkronis pada tikus Wistar menunjukan bahwa ekstrak hydroethanol
kulit buah manggis dosis 400; 600, dan 1200 mg/kg bb selama 12 minggu tidak
mempengaruhi perilaku, makan, minum, pertumbuhan, status kesehatan tikus
maupun tanda-tanda abnormalitas dari histopatologi organ-organ internal, tetapi
dari parameter biokimia darah terlihat adanya peningkatan direct bilirubin hanya
pada tikus jantan yang menandakan adanya hepatitis akut dan cholestasis
(Hutadilok-Towatana et al., 2010). Chivapat et al. (2011) meneliti pemberian
ekstrak etanol kulit buah manggis dengan dosis 0 ; 10; 100 ; 500, dan
1000mg/kgbb/hari selama enam bulan pada tikus Wistar menyimpulkan bahwa,
walaupun pemakain dosis sampai 1000mg/kg bb selama enam bulan tidak
menunjukan tanda-tanda farmakotoksik dan abnormalitas yang jelas, namun
demikian pemakaian dosis 500 mg/kg bb dalam waktu lama tidak disarankan
karena menyebabkan peningkatan alanine transminase, blood urea nitrogen dan
creatinin yang merupakan indikasi terjadinya gangguan fungsi hati dan ginjal.
Penelitian juga menyebutkan bahwa ekstrak kulit buah manggis mempunyai
kemampuan sebagai antioksidan (Jung et al., 2006; Weecharangsan et al., 2006;
Kosem et al., 2007; Zarena dan Sankar, 2009; Ngawhirunpat et al., 2010;
31
Palakawong et al., 2010). Di samping itu, juga berperan sebagai antimikroba
(Palakawong et al., 2010), sitoprotektif (Kosem et al., 2007; Ngawhirunpat et al.,
2010), antiinflamasi (Chomnawang et al., 2007), antikanker (Moongkarndi et al.,
2004; Akao et al., 2008), antitumor (Chang et al., 2010), antimalaria
(Mahabusarakam et al., 2006), anti-acne (Pothitirat et al., 2010), antituberculosis
(Suksamrarn et al., 2003), neuroprotektif (Weecharangsan et al., 2006),
antiproliferasi (Matsumoto et al., 2003).
Sifat antioksidan kulit buah manggis dikaitkan dengan adanya bahan aktif
terutama dari kulit buah. Bahan aktif yang telah berhasil diidentifikasi dari kulit
buah manggis berupa sejumlah besar senyawa xanthone, di antaranya adalah
8-hydroxycudraxanthone G, mangostingone [7-methoxy-2-(3-methyl-2-butenyl)-8-
(3-methyl-2-oxo-3-butenyl)-1,3,6-trihydroxyxanthone, cudraxanthone G,
8-deoxygartanin, garcimangosone B, garcinone D, garcinone E, gartanin, 1-
isomangostin, -mangostin, -mangostin, mangostinone, smeathxanthone A, dan
tovophyllin A. Di antara senyawa xanthone, -mangostin dan -mangostin
merupakan komponen terbesar. Uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan
peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-hydroxycudraxanthone G,
gartanin, -mangostin, -mangostin dan smeathxanthone A merupakan komponen
yang memilki aktivitas antioksidan terbesar (Jung et al., 2006).
Kadar xanthone berbeda tergantung pada kualitas buah, di mana kadar
terbesar didapatkan pada buah dengan kulit burik atau kasar yakni sebesar 23,544
g/g ekstrak, sedangkan pada buah besar dengan kulit mulus mengandung kadar
xanthone sebesar 18,502 g/g ekstrak, buah kecil sebesar 20,434 g/g dan buah
32
dengan kulit mengandung getah kuning 15,289 g/g ekstrak. Buah dengan kulit
burik terjadi akibat adanya serangan hama atau akibat kerusakan fisik. Dalam
kondisi tersebut xanthone berperan sebagai mekanisme pertahanan dalam
mencegah terjadinya stres akibat serangan hama tersebut atau kerusakan fisik.
Namun demikian, sifat sebagai antioksidan yang diuji dengan menggunakan
DPPH sebagai sumber radikal bebas, ekstrak methanol kulit buah manggis
tidak menunjukan perbedaan yang signifikan antar kualitas buah
(Kurniawati et al., 2010).
Xanthone termasuk ke dalam golongan senyawa flavonoid. Senyawa ini
memiliki dua cincin benzene dan satu cincin piran. Inti xanthone dikenal sebagai
9-xanthenone atau dibenzo-c-pyrone. Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam
lima kelompok yaitu; oxygenated xanthone, xanthone glycoside, prenylated
xanthone, xanthonolignoid, dan miscellaneous Xanthone. Saat ini sekitar 1000
xanthone berbeda telah diketahui (Pedraza-Chaverri et al., 2008).
Xanthone telah diisolasi dari seluruh bagian tumbuhan manggis (Garcinia
mangostana L), terutama kulit buah, seluruh buah, kulit batang, serta daun. Di
antara senyawa xanthone tersebut, -, -, dan mangostin, garcinone E,
8-deoxygartanin, dan gartanin paling banyak dipelajari. Di samping itu, xanthone
sintetik juga telah digunakan pada beberapa penelitian. Inti xanthone dan
beberapa golongan xanthone lainnya ditampilkan pada Gambar 2.5, sedangkan
xanthone yang diisolasi dari kulit buah manggis ditampilkan pada Tabel 2.1
(Pedraza-Chaverri et al., 2008).
33
Gambar 2.5
Inti Xanthone dan Beberapa Golongan Xanthone (Pedraza-Chaverri et al., 2008).
Ekstrak kulit buah manggis dengan ethanol 95 % dengan cara maserasi,
perkolasi, ultrasonik, dan magnetic stirrer, serta ethanol 50%, 70 %, dan 95 %
dengan menggunakan soxhlet, didapatkan kadar -mangostin lebih besar pada
ekstrak ethanol 95% dengan cara maserasi dan dengan menggunakan soxhlet
masing-masing sebesar 13,32% w/w dan 13,51% w/w (Pothitirat et al., 2010).
Sementara Kosem et al. (207) mendapatkan kadar -mangostin dari ekstrak
methanol kulit buah manggis sebesar 25,19g/100g ekstrak. Ngawhirunpat et al.
(2010) mengekstrak kulit buah manggis dengan air, methanol, serta hexane, dan
didapatkan kadar -mangostin dari ekstrak hexane sebesar 28,7% w/w, dari
ekstrak methanol 15,5% w/w, sedangkan dari ekstrak air tidak terdeteksi adanya
bahan aktif tersebut.
34
Tabel 2.1.
Xanthone yang Diisolasi dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L)
(Pedraza-Chaverri et al., 2008).
No Nama Senyawa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
-Mangostin
-Mangostin
-Mangostin
Mangostanol
Mangostenol
1-Isomangostin
1-Isomangostin hydrate
3-Isomangostin
3-Isomangostin hydrate
1,6-Dihydroxy-7-methoxy-8-isoprenyl-60,60-dimethylpyrano(20,30:3,2)xanthone
Toxyloxanthone A (trapezifolixanthone)
Calabaxanthone
Demethylcalabaxanthone
Caloxanthone A
Macluraxanthone
1,7-dihydroxyxanthone)
Euxanthone
Cudraxanthone
8-hydroxycudraxanthone G
Esmeatxanthone A
BR-xanthone A
BR-xanthone B
Mangostanin
Mangostenone A
Mangostenone B
Mangostinone Asai
Gartanin
8-Deoxygartanin
Garcinone A
Garcinone B
Garcinone C
Garcinone D
Garcinone E
Garcimangosone A
Garcimangosone B
Garcimangosone C
Garcimangosone D
Tovophyllin A
Tovophyllin B
1,5-dihydroxy-2-isoprenyl-3-methoxyxanthone
Mangostingone [7-methoxy-2-(3- isoprenyl)-8-(3-methyl-2-oxo-3-buthenyl)-1,3,6-
trihydroxyxanthone
5,9-Dihydroxy-2,2-dimethyl-8-methoxy-7-isoprenyl-2H,6H-pyrano [3,2-b] xanthen-6-one
2-(,-Dimethylallyl)-1,7-dihydroxy-3-methoxyxanthone
2,8-Bis(c, c-dimethylallyl)-1,3,7-trihydroxyxanthone
1,3,7-Trihydroxy-2,8-di-(3-methylbut-2-enyl) xanthone
1,7-Dihydroxy-2-isoprenyl-3-methoxyxanthone
2,7-Diisoprenyl-1,3,8-trihydroxy 4-methylxanthone
2,8-Diisoprenyl-7-carboxy-1,3 dihydroxyxanthone
2-Isoprenyl-1,7-dihydroxy-3 methoxyxanthone
1,3,6,7-Tetrahydroxy-8-(3 methyl-2-buthenyl)-9H-xanthon-9-one
35
2.3.1 Aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah manggis
Aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L)
telah diuji menggunakan metode DPPH (Weecharangsan et al., 2006;
Chomnawang et al., 2007; Haruenkit et al., 2007; Kosem et al., 2007; Pothitirat et
al., 2010; Zarena dan Sankar, 2009; Ngawhirunpat et al., 2010; Palakawong et al.,
2010). Metode DPPH pada prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh
DPPH dari senyawa antioksidan. Derajat penurunan warna ungu merah DPPH
menjadi DPPH dalam bentuk tereduksi (DPPHH) yang berwarna kuning
mengindikasikan kemampuan peredaman senyawa tersebut sebagai
antiradikal bebas dan dilakukan secara spektrofotometri pada panjang
gelombang 517 nm (Kosem et al., 2007).
Weecharangsan et al. (2006) mempelajari sifat antioksidan dan
neuroprotektif dari empat jenis ekstrak kulit buah manggis (ekstrak air, ethanol
50%, ethanol 95%, dan ethyl acetate). Kapasitas antioksidan tersebut diuji
dengan metode DPPH dengan konsentrasi 1; 10; 50 and 100 g/mL pada masing-
masing ekstrak. Ekstrak air dan ethanol 50% menunjukan kapasitas antioksidan
paling tinggi yaitu dengan IC
50
masing-masing 34,98 dan 30,76 g/mL. Kapasitas
antioksidan ekstrak tersebut kemudian diuji pada sel neuroblastoma (NG108-15)
yang terpapar hidrogen peroksida (H
2
O
2
), kedua ekstrak tersebut (ekstrak air dan
ethanol 50%) menunjukan kemampuan sebagai neuroprotektif pada konsentrasi
50 g/mL, dan ekstrak ethanol 50 % mempunyai kemampuan lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak air. Penelitian Chomnawang et al. (2007) dengan
menggunakan metode DPPH juga menunjukan bahwa ekstrak ethanol Kulit buah
36
manggis mempunyai kemampuan sebagai antioksidan yang signifikan dengan
IC
50
sebesar 6.13 g/mL. Di samping itu ekstrak tersebut dapat menurunkan
produksi ROS secara signifikan pada sel polymorphonuclear leucocyte (PML)
dengan inhibition ratio 77,8% pada anion superoxide.
Haruenkit et al. (2007) menunjukkan aktivitas antioksidan manggis dengan
metode DPPH and ABTS assays, dan mendapatkan nilai masing-masing sebesar
79,1 dan 1268,6 M trolox equivalent/100 g berat basah. Pada penelitian tersebut,
tikus Wistar betina yang diberi makan standar dan tambahan 1% kolesterol serta
5% ekstrak manggis, menunjukkan mampu menghambat peningkatan lipid plasma
dan penurunan aktivitas antioksidan. Kosem et al. (2007) juga meneliti aktivitas
antioksidan ekstrak methanol kulit buah manggis dengan menggunakan metode
DPPH dan didapatkan nilai IC
50
sebesar 20,50 g/ml. Di samping itu ekstrak
tersebut juga mempunyai kemampuannya meredam ion radikal seperti; Hydroxyl
radical dengan IC
50
sebesar 47 g/ml, superoxide dengan IC
50
25 g/ml, nitric
oxide dengan IC
50
55,61 g/ml, juga menghambat terjadinya peroksidasi lipid
dengan IC
50
9,43 g/ml.
Pothitirat et al. (2010) mengekstrak kulit buah manggis dengan ethanol
95% dengan cara maserasi, perkolasi, ultrasonik, dan magnetic stirrer, serta
ethanol 50%, 70%, dan 95% dengan menggunakan soxhlet. Aktivitas antioksidan
ekstraks tersebut yang diuji dengan menggunakan metode DPPH dan diketahui
bahwa ekstrak ethanol 95% dengan cara maserasi dan soxhlet mempunyai
aktivitas antioksidan yang baik masing masing dengan EC
50
sebesar 14,24 g/ml
dan 14,88 g/ml, namun demikian ekstrak 50% ethanol dengan menggunakan
37
soxhlet menunjukan aktivitas antioksidan yang terbaik yakni dengan EC
50
sebesar
12,84 g/ml dan ekstrak dengan cara ini juga menghasilkan kandungan fenol dan
tannin yang maksimum yakni masing-masing 26,96 gallic acid equivalent/100 g
ekstrak kering dan 46,83 g tannic acid equivalent/100 g ekstrak kering.
Sementara penelitian Zarena dan Sankar (2009) menguji aktivitas
antioksidan ekstrak kulit buah manggis yang diekstrak dengan berbagai macam
pelarut dengan menggunakan metode DPPH. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa ekstrak ethyl asetat dan aseton didapatkan IC
50
masing-
masing sebesar 30,01 g/ml dan 33,32 g/ml, yang mengindikasikan sebagai
sumber antioksidan yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal
bebas untuk membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi
berantai. Ngawhirunpat et al. (2010) juga menguji aktivitas antioksidan kulit buah
manggis yang diekstrak dengan air, methanol, dan hexane dengan menggunakan
metode DPPH dan diketahui bahwa ekstrak air mempunyai aktivitas yang lebih
baik dibandingkan dengan ekstrak methanol maupun hexane masing-masing
dengan IC
50
11,0 g/ml, 14,7 g/ml, dan 41,2 g/ml. Disamping itu ekstrak
tersebut juga diuji kemampuannya dalam meredam radikal hidroksil dan
peroksidasi lipid, dimana ekstrak air menunjukan kemampuan yang lebih baik
dibanding kedua ekstrak lainnya. Ekstrak tersebut kemudian diuji kemampuannya
melindungi kerusakan sel keratinocyte yang terpapar dengan H
2
O
2
dengan
konsentrasi 200 M, dan diketahui bahwa ekstrak air dapat meningkatkan
viabilitas sel keratinocyte sedangkan ekstrak methanol dan hexane tidak, bahkan
38
pada konsentrasi tinggi ekstrak methanol (50 sd 500 g/ml) dan hexane (100 s.d.
500 g/ml) justru menurunkan viabilitas sel keratinocyte.
Palakawong et al. (2010) menguji aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah,
daun, dan kulit batang manggis dengan menggunakan metode DPPH, dan
didapatkan IC
50
masing-masing 5,94 g/ml, 9,44 g/ml, dan 4,46 g/ml.
Sementara Moongkarndi et al. (2004) menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah
manggis secara signifikan mampu mengurangi produksi ROS pada human breast
cancer (SKBR3), yang diukur dengan menggunakan metode 2,7-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA). Metode yang sama juga digunakan
oleh Kosem et al. (2007) pada human umbilical vein endothelial cell ECV304.
Penelitian aktivitas antioksidan ekstrak manggis maupun bahan aktifnya
secara invivo belum banyak dilakukan. Kondo et al. (2009) melakukan penelitian
tentang pemberian suplemen mangosteen plus, yang kaya xanthone, serta
mengandung aloe vera, teh hijau, dan multivitamin kepada responden sebanyak
59 mL kemudian mengamatinya dalam darah setelah 1; 2; 4, dan 6 jam
pemberian. Ada peningkatan kadar -mangostin yang signifikan dalam plasma.
Kadar maksimum sebesar 3,12 ng/mL terdeteksi setelah 1 jam pemberian,
kemudian menurun sepertiganya empat jam setelah pemberian dan level ini
bertahan sampai enam jam setelah pemberian. Kadar vitamin B2 dan B5 juga
terdeteksi dalam plasma dengan kadar maksimum masing-masing 7,52 dan 48,9
ng/mL tercapai setelah dua jam pemberian. Pengamatan juga dilakukan terhadap
kapasitas antioksidan plasma dan menunjukan bahwa pemberian suplemen
tersebut meningkatkan kapasitas antioksidan plasma lebih dari 16% setelah 1 jam
39
pemberian dan mencapai 18 % setelah dua jam dan level ini bertahan sampai
akhir pengamatan (6 jam). Walaupun penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
peningkatan aktivitas antioksidan plasma bukan semata-mata diakibatkan oleh
peningkatan kadar -mangostin, namun pemberian suplemen mangsoteen plus
dengan mineral esensial telah meningkatkan level antioksidan plasma sehingga
akan memberikan perlindungan terhadap penyakit kronis. Penelitian lain
menyebutkan bahwa pemberian 60 mL jus manggis yang mengandung
5,3 mmol/L total xanthone kepada responden dengan sarapan tinggi lemak,
kemudian xanthone diamati dalam serum dan urin selama 24 jam. Konsentrasi
xanthone dalam serum bervariasi antara 762 nmol/L s.d. 4030 nmol/L selama 24
jam pengamatan, di mana konsentrasi sebesar 113 nmol/L tercapai setelah 3,7
jam. Sementara dalam urin, kadar xanthone berkisar antara 0,9 mol s.d.
11,1 mol dan hanya mencapai 2% dari kadar yang diberikan, sehingga
disimpulkan bahwa xanthone yang ada dalam jus manggis diserap bersama-sama
dengan makanan kaya lemak, walaupun pelepasan xanthone dari kulit manggis
selama pencernaan mungkin terbatas, dan tidak ada perbedaan antara laki-laki
dengan perempuan (Chitchumroonchokchai et al., 2012).
2.4 Mekanisme Aktivasi Gen Penyandi Antioksidan
Berbagai macam senyawa kimia baik alami maupun sintetis dapat bertindak
sebagai inducer terhadap ekspresi gen penyandi antioksidan. Inducer dapat
dikelompokkan ke dalam 10 katagori utama yaitu; diphenol, phenylenediamine,
dan quinone; Michael acceptor; isothiocyanate, thiocarbamate, dan senyawa
terkait lainnya yang mengandung sulfur; 1,2-dithiol-3-thiones, oxathiolene oxide,
40
alk(en)yl (poly)sulfide; hydroperoxide; senyawa-senyawa arsenic trivalen; ion-ion
logam berat (Cd, Co, Cu, Au, Hg, Pb); dimercaptan; carotenoid dan senyawa
yang serupa; senyawa-senyawa yang mengandung selenium (terutama diselenide
dan selenol). Kelompok inducer dan mekanisme kerjanya dicantumkan pada
Tabel 2.2 (Tkachev et al., 2011).
Salah satu inducer tersebut adalah golongan fenol. Senyawa fenol merupakan
kelompok zat kimia yang ditemukan sangat luas pada tanaman. Senyawa ini telah
dieksploitasi secara intensif karena berbagai fungsi biologis seperti antimutagenik,
antikarsinogenik, antipenuaan, dan juga antioksidan (Kosem et al., 2007).
Senyawa fenol seperti flavonoid banyak ditemukan dalam buah-buahan, sayuran,
kacang-kacangan, biji, bunga, dan juga teh dan anggur merah (Middleton Jr. et al.,
2000). Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa ada korelasi sangat kuat
antara aktivitas antioksidan dengan total fenol dari ekstrak buah-buahan, sehingga
disimpulkan senyawa fenol berperan sebagai antioksidan pada buah-buahan
(Mahattanatawee et al., 2006; Isabelle et al., 2010; Nurliyana et al., 2010).
Inducer lainya adalah ROS seperti H
2
O
2
. Dalam kondisi normal, ROS dihasilkan
sebagai produk samping dari metabolisme aerobik untuk membentk ATP dalam
mitokondria. Dalam reaksi tersebut dibutuhkan oksigen di mana oksigen akan
bereaksi dengan hidrogen untuk membentuk air, tetapi sejumlah kecil oksigen
dapat berubah menjadi radikal bebas.
41
Tabel 2.2.
Kelompok Inducer dan Mekanisme Kerja (Tkachev et al., 2011).
Group of
agents
Members Mechanism of action
Xenobiotics and their
metabolites
Endogenous
compounds
Diphenols,
quinones,
and
phenylene-
diamines
Michael
acceptors
Isothiocya-
nates
1,2-Dithio-
3-thiones
Hydropero-
xides
Compounds
of trivalent
arsenic
Heavy
metal ions
Vicinal
dimercap-
tans
Carotenoids
Selenium-
containing
compounds
tBHQ, BHT, BHA,
curcumin, resveratrol,
quercetin, ethoxyquin,
probucol, epigallocatechin-
3-gallate
EPA, DHA, crotonic
aldehyde,
methyl acrylate, methyl
propionate,
methyl vinyl sulfone
sulforaphane, 3-
morpholinopropyl
isothiocyanate
1,2-dithiolthione, oltipraz,
5-(para-methoxyphenyl)-
1,2-dithiol-3-thione
Tert-butyl hydroperoxide,
cumol
hydroperoxide,
2
O
2
As
2
O
3
, AsO
2
-
, As
3+
,
phenylarsine oxide,
CH
3
As(OH)
2
Cd
2+
, Co
2+
, Cu
2+
, Au
1+
,
Hg
2+
, Pb
2+
()-2,3-dimercapto-1-
propanol,
1,2-ethane dithiol
3-hydroxy--damascone,
lycopene
ebselen, dialkyl diselenides,
seleninic acids, phenyl
selenol
dopamine,
4-hydroxyestrol,
2-hydroxyestradiol,
4-hydroxyestradiol,
estradiol-3,4-quinone
acrolein, 4-hydroxy-
2,3-nonenal, PGA2,
15d-PGJ2,
J2-isoprostane
2
O
2
, lipid
hydroperoxides
oxidize or bind to
SH-groups in Keap1 and
increase of intracellular
2
O
2
production
binding to SH-groups of
Keap1
binding to SH-groups of
Keap1
increase of
2
O
2
intracellular
production
oxidation of SH-groups
in Keap1
binding to SH-groups
of Keap1, increase
of intracellular
2
O
2
production
increase of intracellular
2
O
2
production
not determined
not determined,
preliminary oxidation of
compounds is required
not determined
Keterangan : tBHQ (tert-butylhydroquinone), BHT (butylhydroxytoluene),
BHA (butylhydroxyanisole), EPA (eicosapentaenoic acid), DHA (docosa hexaenoic
acid), PGA2 (prostaglandin A2), 15d-PGJ2 (15-deoxy-prostaglandin J2).
42
Antioksidan dapat mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap
inisiasi, propagasi maupun pada tahap terminasi. Pada tahap inisiasi, peroksidasi
lipid dapat dicegah oleh peredam radikal bebas. Sementara pada tahap propagasi
diputus oleh peredam radikal peroksi seperti antioksidan flavonoid
(LOO
) dan radikal
alkoksil (LO
/L
/LO
+ A-OH LOOH/LH/LOH + AO
) (Figueiredo
et al., 2008). Rantai transpor elektron mengkonsumsi lebih dari 90% dari oksigen
yang diambil oleh sel, dan sekitar 5% dari oksigen tersebut dikonversi menjadi
radikal bebas (Ngurah, 2007; Figueiredo et al., 2008; Marciniak et al., 2009).
Sebenarnya tubuh telah mempunyai kemampuan untuk menetralisir radikal
bebas dengan cara membentuk antioksidan endogen seperti SOD dan GPx.
Superoxide dismutase merupakan kelompok enzim yang dapat ditemukan dalam
sel (sitosol dan mitokondria) maupun dalam plasma yang berfungsi untuk
mengkatalisis perubahan anion superoxide (O
2