Anda di halaman 1dari 5

Aktifitas Fisik Berat Menyebabkan Degenerasi Sel Hepatosit melalui Mekanisme Stres Oksidatif

Strenuous Physical Activity Cause Degeneration of Hepatocytes through Oxidative Stress


Mechanisms

Hairrudin1, Dina Helianti2, Yulestrina Widiastuti3


1
Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Jember
2
Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember
3
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Jember

ABSTRAK
Hepar mempunyai peranan yang penting dalam mempertahankan homeostasis metabolisme tubuh. Stres oksidatif akibat
aktifitas fisik berat dapat meningkatkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) yang kemudian menyebabkan kondisi
patologis pada sel hepatosit, ditandai dengan perubahan struktur dan fungsinya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dampak stres oksidatif akibat aktifitas fisik berat terhadap kerusakan sel hepatosit. Penelitian ini
menggunakan 16 ekor tikus putih Wistar jantan yang berumur 3 bulan, dengan berat badan antara 150 s.d. 200 gram yang
dibagi ke dalam kelompok kontrol dan perlakuan. Aktifitas fisik berat yang berupa renang dengan beban dan intensitas
maksimal diberikan pada kelompok kontrol, dilakukan setiap pagi selama 30 hari. Penilaian stres oksidatif ditentukan
melalui pengukuran kadar MDA serum menggunakan teknik Thiobarbituric Acid Reactive Substance (TBARS). Perubahan
histopatologi sel hepatosit berupa degenerasi sel dinilai berdasarkan klasifikasi sistem skoring NAFLD dari the Pathology
Committee of the NASH Clinical Research Network. Rerata kadar MDA pada kelompok kontrol sebesar 42,38 nmol/ml,
sedangkan pada kelompok perlakuan sebesar 89,63 nmol/ml. Pada pengamatan histopatologi hepar menunjukkan
adanya proses degenerasi sel. Dapat disimpulkan bahwa aktifitas fisik berat dapat menyebabkan degenerasi sel hepatosit
melalui mekanisme stres oksidatif.
Kata Kunci: Aktifitas fisik berat, degenerasi, sel hepatosit, stres oksidatif

ABSTRACT
Liver has important role for maintaining metabolic homeostasis. The damage can be caused by various factors, including
oxidative stress. Oxidative stress can occur due to strenuous physical activity that increase the production of ROS. Inducing
pathological reaction of hepatocyte resulted in change its structure and function. The purpose of this research was to
determine the impact of oxidative stress due to strenuous physical activity on hepatocyte damage. This research used 16
male Wistar aged 3 months, 150-200 gram body weight and divided into 2 groups. Strenuous physical activity, swimming
with maximum burden and intensity, was performed every morning for 30 days in treatment group. Oxidative stress was
assessed through the measurements of serum MDA level, using Thiobarbituric Acid Reactive Substance (TBARS) technique.
The change of hepatocyte histopathological could be seen through degeneration that occurred and assessed based on the
classification of NAFLD scoring system from the Pathology Committee of the NASH Clinical Research Network. The results
of measurements of serum MDA levels after treatment showed the average in the control group was 42,38 nmol/ml while
in the treatment group was 89,63 nmol/ml. The liver histopathological feature shown the process of degeneration. It can
be concluded that oxidative stress due to strenuous physical activity will induce hepatocyte damage.
Keywords: Degeneration, hepatocytes, oxidative stress, strenuous physical activity
Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 27, No. 2, Agustus 2012; Korespondensi: Hairrudin. Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran
Universitas Jember Kampus Bumi Tegal Boto Jember, Jl. Kalimantan No.37 Jember Tel. (0331) 337877 Email: biokimpspd@yahoo.com

61
Aktifitas Fisik Berat Menyebabkan... 62

PENDAHULUAN pengaruhnya terhadap sel hepatosit dilakukan dengan


Hepar merupakan organ viseral terbesar dalam tubuh. mengamati adanya degenerasi atau kerusakan pada sel
hepatosit. Hipotesis pada penelitian ini adalah aktifitas
Massa hepar beratnya sekitar 1,5 kg pada orang dewasa
fisik berat dapat menyebabkan degenerasi sel hepatosit
normal atau 2,5% dari total massa tubuh. Hepar
mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan melalui mekanisme stres oksidatif.
homeostasis metabolisme tubuh antara lain pada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, termasuk METODE
dalam sintesis protein (seperti albumin, fibrinogen, dan Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental
globulin), lipid serta lipoprotein. Hepar juga berperan dengan menggunakan model rancangan postest-only
pada mekanisme pengendalian kadar gula darah, control group design. Penelitian dilaksanakan di
hormon, serta detoksifikasi dan ekskresi limbah produk Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas
endogen atau xenobiotik polutan. Oleh karena itu jika Jember, sedangkan pembuatan preparat histopatologi
hepar mengalami kerusakan, akan memberikan dampak hepar tikus putih dilakukan di Laboratorium Patologi
negatif yang besar pada tubuh (1,2). Anatomi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.
Hepar dilengkapi dengan berbagai macam jaringan untuk Penelitian ini menggunakan 16 ekor tikus putih jantan
melindunginya dari kerusakan dan memiliki kemampuan strain Wistar berumur sekitar 3 bulan, dengan berat badan
untuk beregenerasi, namun, tetap saja hepar dapat antara 150 s.d. 200 gram yang dibagi ke dalam 2 kelompok,
mengalami kerusakan. Hepar yang rusak tidak dapat yaitu Kelompok Kontrol (K) dan Perlakuan (P). Teknik
melakukan fungsinya dengan baik, sehingga pada pembagian kelompok atau pengambilan sampel yang
akhirnya akan mengganggu proses homeostasis. digunakan adalah simple random sampling yang dilakukan
Prevalensi kerusakan hepar di Amerika mencapai 10-20 berdasarkan variasi berat badan tikus. Kelompok K adalah
persen, Jepang 14 persen, sedangkan di Indonesia kelompok tikus putih yang tidak diberi stresor fisik.
khususnya Jakarta, sebesar 30 persen. Angka tersebut Kelompok P adalah kelompok tikus putih yang diberi
meningkat tajam hingga tiga kali lipat pada penderita stresor fisik, sehingga diharapkan mengalami stres
obesitas (2,3). oksidatif.
Faktor penyebab kerusakan hepar antara lain infeksi, Stres oksidatif pada penelitian ini ditimbulkan dengan
gangguan metabolisme, toksin, obesitas, diet tinggi memberi perlakuan aktivitas berat berupa renang dengan
kolesterol, diabetes, dan kondisi stres oksidatif. Stres beban. Beban yang digunakan dibuat dari logam dan
oksidatif menyebabkan gangguan keseimbangan kadar diikatkan pada ekor tikus dengan berat sebesar 6% dari
oksidan dan antioksidan dalam tubuh. Kondisi tersebut berat badan tikus putih (7,8). Intensitas renang yang
disebabkan karena jumlah senyawa oksidan meningkat berperan sebagai variabel bebas diberikan secara
atau kapasitas antioksidan tubuh yang menurun, sehingga maksimal, yaitu menggunakan waktu maksimal
menyebabkan efek patologis antara senyawa oksidan kemampuan berenang tikus putih. Waktu maksimal
dengan molekul biologis tubuh, yang kemudian merubah ditentukan sejak tikus mulai berenang sampai tenggelam.
struktur dan fungsi molekul biologis tubuh, termasuk sel Tikus dinyatakan tenggelam setelah tidak mampu muncul
hepatosit (4,5). kepermukaan air, meskipun telah diberi rangsangan pada
punggungnya. Perlakuan diberikan setiap pagi selama 30
Salah satu sumber oksidan yang potensial adalah stres hari.
fisik, terutama olahraga yang berlebihan (4,6). Bagi
sebagian kelompok masyarakat tertentu seperti buruh Kondisi stres oksidatif dinilai melalui pengukuran kadar
tani, nelayan, pekerja bangunan, tentara dan bahkan MDA serum. MDA serum diukur menggunakan teknik
olahragawan, aktifitas fisik berat merupakan aktifitas yang Thiobarbituric Acid Reactive Substance (TBARS) dari
harus dijalani secara rutin. Persepsi umum menyatakan Flower yang dimodifikasi. Prinsip metode ini adalah
bahwa aktifitas fisik termasuk olahraga akan memberikan mereaksikan MDA dengan TBA pada suasana asam (pH 2-
dampak positif antara lain: memperbaiki fungsi 3) dan temperatur 97-100C, sehingga membentuk warna
kardiovaskuler, menurunkan tekanan darah pada pink. Perubahan warna yang terjadi diukur dengan
penderita hipertensi, mengurangi resiko kegemukan, dan spektrofotometer pada panjang gelombang 531,6 nm (9).
meningkatkan daya tahan terhadap infeksi. Aktifitas fisik Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah gambaran
yang berlebihan (stres fisik) dapat menyebabkan histopatologi hepar. Pemilihan gambaran histopatologi
peningkatan oksidan, termasuk di dalamnya radikal bebas hepar sabagai variabel tergantung pada penelitian ini
seperti ion superoksida, hidrogen peroksida, radikal karena dapat memberikan gambaran tingkat keparahan
peroksil, dan radikal hidroksil. Oksidan-oksidan tersebut dari dampak stres oksidatif terhadap sel hepar.
termasuk ke dalam kelompok Reactive Oxygen Species Pengamatan perubahan histopatologi didapatkan dengan
(ROS) (6). tahapan: melakukan pembedahan pada rongga abdomen
tikus, organ hepar diambil, dan segera difiksasi dengan
Stres oksidatif yang ditandai dengan adanya peningkatan larutan formalin 10% setelah itu baru dilakukan pemilihan
ROS dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai untuk menentukan bagian hepar yang dipotong dan
macam sel, seperti: sel sperma, sel leydig, dan sel sertoli diproses menjadi sediaan histologi dengan pewarnaan
(7). Penelitian yang mengungkap kondisi patologi sel hematoksilin eosin (HE). Sediaan histologis kemudian
hepatosit akibat stres oksidatif belum mampu diperiksa menggunakan mikroskop cahaya dengan
menjelaskan mekanismenya. Penelitian ini diharapkan pembesaran 100x dan 400x. Pengamatan dilakukan pada
akan dapat mengetahui dampak stres oksidatif akibat seluruh lapangan pandang pada preparat hepar.
aktifitas fisik berat terhadap kerusakan sel hepatosit. Perubahan yang diamati adalah tanda-tanda degenerasi
Penilaian stres oksidatif dilakukan melalui pemeriksaan sel hepatosit berdasarkan klasifikasi sistem skoring Non
biokimia dengan mengukur kadar MDA, sedangkan Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) dari the Pathology
Aktifitas Fisik Berat Menyebabkan... 63

Committee of the NASH (Non Alcoholic Steatohepatitis) tanda-tanda kelainan. Jika dibandingkan dengan
Clinical Research Network. gambaran histopatologi hepar pada kelompok perlakuan
Sistem skoring NAFLD mengklasifikasikan degenerasi sel (Gambar 1B), pada Gambar 1B menunjukkan adanya
dengan mengamati beberapa kriteria, yaitu: 1) steatosis dilatasi sinusoid (tanda panah).
(low to medium power evaluation of parenchymal
involvement); 2) Lobuler inflammation (jumlah fokus
inflmasi yang diamati per 200 lapangan pandang); 3) ada A B
tidaknya hepatocyte balloning (10). Pembuatan preparat,
pengamatan dan pembacaan hasil dilakukan di VS 1
Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Gigi 2 2

Universitas Jember dengan teknik double blind . VS 1


Pengamatan dilakukan oleh guru besar Patologi Anatomi
VS 1
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Data yang 3
VS
diperoleh dianalisis menggunakan two sample
independent t-test untuk membuktikan adanya
perbedaan kondisi stres oksidatif antara kelompok kontrol Gambar 2. Gambaran histopatologi hepar kelompok kontrol (A)
dan perlakuan dengan menganalisis kadar MDAnya. dan perlakuan (B) (H&E, 400x)
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang Keterangan:
A = sinusoid, vena sentral (vs), dan hepatocyte plate tampak teratur
tikus, peralatan makan dan minum, logam sebagai beban,
B = 1: hepatocyte plate irregular ; 2: dilatasi sinusoid; 3. dilatasi vena
bak air besar dengan diameter 40 cm dan tinggi 55 cm, sentral
stop watch, timbangan tikus, peralatan bedah, mikroskop
cahaya, kamera digital, object glass dan cover glass, water
bath dan mikrotom. Bahan yang digunakan dalam Untuk melihat gambaran yang lebih jelas dapat digunakan
penelitian ini adalah air bersih, PZ, buffer formalin 10%, pembesaran yang lebih besar (400x), seperti pada Gambar
alkohol, xylol, parafin, albumin, aquadest, dan larutan 2B. Dari gambar tersebut terlihat hepatocyt plate irreguler
mayer hematoksilin. (panah 1), terdapat dilatasi sinusoid dengan sitoplasma
memadat (panah 2) dan dan dilatasi vena sentral (panah
HASIL 3).
Setelah 30 hari perlakuan, dilakukan pengukuran kadar
DISKUSI
MDA serum dan pengamatan histopatologi sel hepatosit
pada semua sampel. Hasil menunjukkan rata-rata kadar Bentuk perlakuan yang digunakan untuk memicu
MDA serum pada kelompok kontrol adalah 42,38 timbulnya stres oksidatif pada penelitian ini adalah renang
nmol/ml, sedangkan pada kelompok perlakuan adalah dengan beban (swimming stress). Pemilihan ini didasarkan
89,63 nmol/ml. Hasil uji statistik menggunakan fakta bahwa renang memiliki beberapa kelebihan,
independent t-test menunjukkan bahwa perbedaan diantaranya mudah dilakukan dan ekonomis. Energi yang
tersebut signifikan (p=0,00). Hal ini berarti aktifitas fisik dibutuhkan dalam renang empat kali lebih besar dibanding
berat yang diberikan pada kelompok perlakuan telah olahraga lari pada jarak yang sama. Dalam renang banyak
mengakibatkan stres oksidatif. energi yang harus dikeluarkan untuk mempertahankan
daya apung dan untuk menghasilkan gerakan horizontal.
Makin besar energi yang dibutuhkan makin berat pula
A
stres oksidatif yang ditimbulkan (6).
B
1
Hubungan antara aktifitas fisik, kebutuhan energi dan stres
VS
1 oksidatif dapat dijelaskan sebagai berikut. Aktifitas fisik
VS
400x
dapat meningkatkan metabolisme (11) dan konsumsi
oksigen jaringan (12). Selama aktifitas fisik, konsumsi
VS oksigen tubuh dapat meningkat sampai 20 kali, sedangkan
di otot dapat meningkat sampai 100 kali (7,11). Oksigen
diangkut oleh hemoglobin (Hb) dan dilepaskan ke jaringan.
VS 100x 100x 100x Pada keadaan normal, sekitar 1-3% dari oksigen yang
dikonsumsi mengalami reduksi univalen dari O2 menjadi
Gambar 1. Gambaran histopatologi hepar kelompok kontrol (A) O2 (ion superoksida) oleh hemoglobin. Ion superoksida
dan perlakuan (B) (H&E, 100 X) merupakan radikal bebas kelompok ROS (reactive oxygen
Keterangan: species). Peningkatan konsumsi O2 akan meningkatkan
vs = vena sentral produksi O2 (11). Makin banyak oksigen yang dikonsumsi,
1 = dilatasi sinusoid makin banyak pula oksigen yang akan mengalami reduksi
A. = sinusoid, dan vena sentral normal.
B. = terjadi dilatasi sinusoid dan vena sentral (tanda panah) univalen, sehingga produksi radikal bebas meningkat (6,8).
Pada penelitian ini aktifitas fisik yang diberikan
membutuhkan energi yang lebih besar. Pembentukan
Hasil pengamatan di bawah mikroskop pada kelompok energi tersebut juga akan menghasilkan O2 yang lebih
kontrol dapat kita lihat seperti pada Gambar 1A. Terlihat besar, dan memicu pembentukan jenis ROS yang lain.
struktur jaringan hepar yang tersusun dari lobulus-lobulus Peningkatan produksi ROS secara terus menerus pada
dengan vena sentral (vs) dan hepatocyte plate yang penelitian ini yang dilakukan selama 30 hari, dapat
teratur. Sinusoid, arteri, dan vena porta tidak menunjukan mengakibatkan sistem antioksidan tikus tidak mampu
Aktifitas Fisik Berat Menyebabkan... 64

menetralisirnya. Kondisi inilah yang disebut dengan stres radikal basa yang dapat mengganggu fungsi replikasi,
oksidatif. Pada kondisi demikian ROS yang tidak transkripsi maupun perbaikan. Senyawa hasil peroksidasi
ternetralisir akan menyerang berbagai komponen di lipid dapat merusak struktur DNA melalui ikatan silang
dalam tubuh termasuk lipid yang menghasilkan berbagai dengan DNA. Fakta ini dapat mengganggu kemampuan
produk, diantaranya MDA. MDA yang dihasilkan akan regenerasi dari hepatosit (5,6,9).
dilepaskan ke darah sehingga bisa terdeteksi di dalam Pengaruh stres oksidatif terhadap DNA juga dapat terjadi
serum. Penelitian ini mendapatkan hasil yang sesuai secara langsung yang mengakibatkan kerusakan molekul
dengan pernyataan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil DNA. Kerusakan molekul DNA dapat menyebabkan
pengukuran kadar MDA serum dari kelompok perlakuan gangguan fungsi replikasi dan transkripsi. Bila jumlah DNA
yang lebih besar yaitu 89,63 nmol/ml dibandingkan yang rusak sangat banyak maka akan terjadi aktifitas yang
kelompok kontrol (42,38 nmol/ml). Nilai tersebut berbeda sangat tinggi dari enzim perbaikan DNA (DNA repair
secara bermakna dengan p=0,00 (melalui two sample system) antara lain enzim poli-ADP-ribose-polimerase
independent t-test). Hasil ini membuktikan bahwa stresor (PARP). Enzim ini menggunakan NAD+ untuk memperbaiki
fisik yang diberikan telah mengakibatkan kondisi stres DNA. Aktifitas yang sangat tinggi dari enzim ini dapat
oksidatif. menguras cadangan NAD+ dalam tubuh yang juga
Pada kondisi stres oksidatif, ROS yang tidak ternetralisir diperlukan dalam proses pembentukan ATP sehingga
akan menyerang sel-sel disekitarnya, termasuk sel pembentukan ATP dapat terganggu atau terhenti, pada hal
hepatosit. Aktifitas fisik yang sama telah terbukti dapat aktifitas fisik berat membutuhkan ATP yang lebih besar.
merusak sel sperma, sel sertoli dan sel leydig (7). Hepar Gangguan proses pembentukan ATP dapat mengganggu
memiliki sistem pertahanan yang baik, termasuk terhadap fungsi, menyebabkan kematian sel, dan bahkan
serangan ROS, tetapi tentunya kemampuan ini terbatas. mengganggu proses regenerasi hepatosit. Keadaan ini
Penelitian ini dapat memberikan gambaran keterbatasan memperbanyak hepatocyte plate yang irreguler (14,15).
tersebut. Stres oksidatif akan mengakibatkan peroksidasi Jalur yang ketiga dapat terjadi melalui serangan terhadap
lipid membran, degradasi enzim-enzim penting di hepar, lipid. Peningkatan produksi ROS yang terjadi selama
serta kerusakan DNA. Kerusakan pada hepar dapat perlakuan akan mengakibatkan jumlah dan kemampuan
mengakibatkan influks sel-sel radang akut dan kronik atau antioksidan endogen menurun. Walaupun pada penelitian
yang disebut dengan hepatitis. Adanya Influks sel-sel ini tidak dilakukan pembuktian secara langsung, tetapi
radang ditandai dengan adanya lobuler inflamation pada peningkatan MDA serum yang terjadi membuktikan
gambaran histopatologi sel hepatosit (gambar 1 dan 2). kebenaran dugaan tersebut. Serangan ROS terhadap lipid
Terjadinya inflamasi dapat merupakan onset dari adanya akan menghasilkan produk-produk diantaranya MDA dan
nekrosis (5,13). 4-hydroxynonenal (HNE). Kondisi tersebut dapat terjadi
Dampak kondisi stres oksidatif terhadap sel hepatosit pula pada sel hepatosit. MDA dan HNE menyebabkan
dapat melalui berbagai jalur. Salah satu jalur dapat aktivasi sel stellate hepar. Sel stellate ini berperan dalam
melalui serangan terhadap protein, baik secara primer mensintesis kolagen. Kondisi ini mengakibatkan sintesis
maupun sekunder. Dampak primer terjadi sebagai akibat kolagen pada hepar meningkat yang pada akhirnya
gangguan langsung dari kerusakan protein fungsional mengakibatkan fibrosis. Selain itu, HNE mempunyai
hepar seperti enzim, reseptor, sistem transpor ion, dan aktifitas kemotaktik terhadap netrofil. Fakta-fakta
sitoskeleton. Dampak sekunder peristiwa stres oksidatif tersebut, ditambah kenyataan bahwa ROS juga mampu
pada protein antara lain adalah terjadinya perubahan sifat menginduksi terbentuknya sitokin-sitokin proinflamasi
protein misalnya protein teroksidasi dapat bersifat memicu terjadinya inflamasi (14,16). Pada penelitian ini
antigenik serta lebih mudah atau lebih sukar didegradasi. ditunjukan dengan tanda-tanda radang di daerah portal
Gangguan fungsi enzim dapat mengganggu proses pada hepar kelompok perlakuan.
metabolisme dan pembentukan ATP serta menghambat ROS yang terbentuk selama aktifitas fisik berat dapat
proses perbaikan molekul teroksidasi, sedangkan mengganggu oksidasi beta peroxisomal dan mitokondrial.
kerusakan protein sitoskeleton dapat mengganggu Oksidasi beta peroxisomal yang terganggu mengakibatkan
integritas membran sel. Adanya gangguan integritas acyl-coenzyme A (asil-KoA) tidak termatabolisme atau
membran ditunjukan dengan gambaran hepatocyte plate tidak teroksidasi. Asil-KoA tersebut akhirnya dapat
yang irreguler. Gangguan tersebut pada akhirnya akan berfungsi sebagai PPAR ligand. PPAR adalah reseptor
menyebabkan kematian sel. Keadaan ini dapat nuklear yang mengatur ekspresi dari gen yang terlibat
mengakibatkan gangguan fungsi hepar dan homeostasis dalam metabolisme lipid dan homeostasis glukosa.
metabolisme (5,6,13). Aktivasi PPAR menyebabkan induksi dari fatty acid
Jalur yang kedua stress oksidatif dapat terjadi melalui oxidative systems (10,15). PPAR berfungsi sebagai sensor
serangan terhadap DNA, baik secara tidak langsung asam lemak (lipid sensor), dan ketidak efektifan sensor
maupun langsung. Kerusakan DNA secara tidak langsung PPAR dapat mengarah ke penurunan pembakaran energi
akibat kondisi stres oksidatif dapat terjadi antara lain yang kemudian menyebabkan steatosis hepar dan
karena kenaikan kadar kalsium sitosol serta ikatan dengan steatohepatitis (17). Pada penelitian ini ditunjukkan
senyawa hasil peroksidasi lipid. Kenaikan kadar kalsium dengan adanya pembentukan makrovesikuler lemak pada
bisa disebabkan diantaranya akibat terjadi kerusakan sitoplasma hepatosit hingga mengakibatkan clear
pada pompa kalsium. Kondisi stres oksidatif dapat citoplasm inti terdesak ke tepi pada hepatosit kelompok
perlakuan.
merusak pompa kalsium. Kenaikan kadar kalsium pada
sitosol dapat mengaktivasi enzim endonuklease sehingga Gangguan pada oksidasi beta mitokondrial dipercaya
pemotongan DNA meningkat. Protein radikal yang sebagai penyebab kerusakan utama pada sel hepatosit.
terbentuk akibat peristiwa stres oksidatif pada Gangguan tersebut dapat melalui tiga mekanisme, yaitu;
nukleoprotein dapat mengadakan ikatan silang dengan peroksidasi lipid, induksi sitokin, dan induksi dari Fas
Aktifitas Fisik Berat Menyebabkan... 65

ligand. Peroksidasi lipid dapat menyebabkan apoptosis Degenerasi sel hepatosit akan mengakibatkan gangguan
dan nekrosis dari sel hepatosit, dengan pelepasan produk fungsi hepar. Mengingat gangguan fungsi hepar
seperti malondialdehid (MDA) dan 4-hydroxynonenal insidensinya cukup tinggi, hasil penelitian ini perlu
(HNE) yang menyebabkan inflamasi dan mekanisme jejas mendapatkan perhatian khusus karena menunjukkan
hepatosit terkait sistem imun karena aktivasi langsung bahwa aktifitas fisik berat bisa menjadi salah satu faktor
dari sel stellate hepatic. Induksi sitokin makin penyebab gangguan fungsi hepar. Masalahnya, banyak
memperparah terjadinya proses inflamasi, sedangkan masyarakat yang tidak bisa menghindari aktifitas fisik yang
induksi Fas ligand dapat menginduksi terjadinya termasuk berat karena sudah menjadi pekerjaannya. Jika
apoptosis (10). diekstrapolasi pada manusia, penelitian ini identik dengan
aktifitas fisik yang mempunyai intensitas maksimal, yaitu
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aktifitas fisik aktifitas dengan besaran kinerja lebih dari 80 persen VO2
berat dapat mengakibatkan degenerasi pada sel hepatosit max atau denyut nadi maksimal. Diperlukan penelitian
melalui mekanisme stres oksidatif. Degenerasi tersebut lebih lanjut untuk mengetahui batasan aktifitas fisik
dapat dibuktikan melalui pemeriksaan histopatologi yang seperti apa yang dapat menyebabkan gangguan pada
menunjukkan komponen yang mengalami degenerasi. hepar dan bagaimana mengatasinya.

DAFTAR PUSTAKA Correlation with Malondialdehyde in Schyzophernic


Patients. Indian Journal of Clinical Biochemistry. 2004;
1. Martini FH and Nath JL. Fundamental of Anatomy and 19(2): 114-118.
Physiology. 7th Edition. San Fransisco: Pearson
Education Inc.; 2006. 10. Chevion S, Moran DS, and Heled Y. Serum Antioxidant
Stress and Cell Injury after Strenuous Physical Exercise.
2. Adams LA and Angulo P. Treatment of Non-Alcoholic Proceeding of The National Academy of Sciences of
Fatty Liver Disease. Postgraduate Medical Journal. the United States of America. 2003; 100(9): 5119-
2006; 82: 315-322 5123.
3. Amirudin R. Fisiologi dan Biokimia Hepar. Di dalam: 11. Harjanto. Petanda Biologis dan Faktor yang
Sudoyo WA (Ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Mempengaruhi Derajat Stres Oksidatif pada Latihan
Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Olahraga Aerobik Sesaat. [Disertasi]. Universitas
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006; hal. Airlangga, Surabaya. 2003.
415-419.
12. Mcavoy NC, Ferguson JW, Campbell IW, and Hayes PC.
4. Maneesh M and Jayalekshmi H. Role of Reactive Non-Alcoholic Fatty Liver Disease: Natural History,
Oxygen Species and Antioxidant on Pathophysiology Pathogenesis and Treatment. The British Journal of
of Male Reproduction. Indian Journal of Clinical Diabetes and Vascular Disease. 2006; 6(6): 251-260.
Biochemistry. 2006; 21(2): 80-89.
13. Goodman ZD. Grading and Staging Systems for
5. Suryohudoyo P. Oxidant and Antioxidant Defense in Inflammation and Fibrosis in Chronic Liver Diseases.
Health and Diseases. [Tesis]. Universitas Airlangga, Journal of Hepatology. 2007; 47(4): 598607.
Surabaya. 2005.
14. Angulo P. Nonalcoholic Fatty Liver Disease. Canadian
6. Harjanto. Pemulihan Stres Oksidatif Pada Latihan Medical Association Journal. 2005; 172(7): 899-905.
Olahraga. Jurnal Kedokteran YARSI. 2004; 12(3): 81-
87. 15. Malnick SD, Beergabel M, and Knobler H. Non-
alcoholic Fatty Liver: A Common Manifestation of a
7. Helianti D dan Hairrudin. Efek Propolis dalam Metabolic Disorder. Oxford Journal. 2003; 96(10):
Mencegah Infertilitas Akibat Radikal Bebas pada 699-709.
Tikus Putih (Rattus novergicus) yang Diberi Stresor.
Jurnal Bahan Alam Indonesia. 2011; 7(5): 239-243. 16. Eroschenko VP. Atlas Histologi de Fiorre dengan
Korelasi Fungsional. Edisi 9. Jakarta: Encourage
8. Hairrudin, Helianti D, dan Tyas MFN. Potensi Propolis Creativity; 2003.
dalam Mencegah Penurunan Jumlah Sel Leydig dan
Sertoli Akibat Latihan Fisik Berat Pada Tikus Putih. 17. Reddy JK and Rao MS. Lipid Metabolism and Lipid
Majalah Ilmu Faal Indonesia. 2008; 8(1): 51-55. Inflammation. II Fatty liver Disease and Fatty Liver
Oxidation. American Journal of Physiology-
9. Rukmini, MS, Beneticta D, and Vivian D. Superoxide Gastrointestinal and Liver Physiology. 2006: 290(5);
Dismutase and Catalase Activities and Their G852-858.

Anda mungkin juga menyukai