Anda di halaman 1dari 7

METODOLOGI PENELITIAN

Materi Kuliah Pertemuan-1


Oleh: Dr. Gatot Sugeng Purwono, M.S.

Cara Berfikir Ilmiah
Cara berpikir ilmiah selalu ditekankan dan diwajibkan bagi para mahasiswa tidak hanya
terkait dalam kegiatan penelitian, atau ketika mengikuti perkuliahan, melainkan juga dalam
segala tindakannya sehari-hari. Oleh karenanya masyarakat umum menyebut orang kampus
sebagai masyarakat ilmiah, karena cara berpikirnya mengikuti cara berpikir ilmiah.
Berpikir merupakan kegiatan (akal) untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berfikir
dilakukan manusia dalam upaya memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Berfikir ilmiah
merupakan berfikir dengan langkah-langkah atau metode ilmiah mulai dari merumuskan
masalah, menarik kesimpulan teoritis atau hipotesis, mengkaji literatur, menguji hipotesis,
sampai menarik kesimpulan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan (akal) yang menggabungkan
induksi dan deduksi (Jujun S. Suriasumantri, 2003). Oleh karenanya, berfikir ilmiah harus
didukung dengan alat/sarana yang baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang
dilakukan mendapatkan kesimpulan yang akurat.
Definisi dan Ciri Berfikir Ilmiah
Berfikir ilmiah adalah berfikir logis dan empiris. Logis artinya masuk akal, dan empiris
dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung
jawabkan (Hillway,1956). Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan
pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian (Kartono 1996). Berfikir
ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat (Jujun S.
Suria Sumantri, 1984)
Ada empat ciri berpikir ilmiah;
1. Harus obyektif; Seorang ilmuwan dituntut mampu berpikir obyektif atau apa adanya.
Seorang yang berpikir obyektif selalu menggunakan data yang benar. Artinya, diperoleh
dari sumber dan cara yang benar. Data yang benar adalah data yang benar-benar sesuai
dengan kenyataan yang ada, tidak kurang dan tidak lebih. Seorang ilmuwan harus mampu
membedakan antara data yang benar itu dari data yang palsu. Banyak orang berpikir
salah, oleh karena mendasarkan pada data yang salah atau bahkan data palsu. Oleh
karenanya seorang yang berpikir ilmiah harus hati-hati terhadap data yang tersedia.
2. Rasional atau secara sederhana orang menyebut masuk akal; Seorang berpikir ilmiah
harus mampu menggunakan logika yang benar. Bisa mengenali kejadian atau peristiwai
mulai apa yang menjadi sebab dan apa pula akibatnya. Segala sesuatu selalu mengikuti
hukum sebab dan akibat. Sesuatu itu ada, pasti ada yang mengadakan. Sesuatu menjadi
berkembang, karena ada kekuatan yang mengembangkan. Seseorang menjadi marah
oleh karena ada yang menyebabkan menjadikannya marah. Apabila sebab itu tidak ada,
tetapi tetap marah, maka orang dimaksud dianggap di luar kebiasaan, atau tidak masuk
akal.
Orang berikir ilmiah tidak akan terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak masuk
akal. Informasi, pendapat atau pandangan baru bagi seseorang yang selalu berikir ilmiah
tidak segera diterimanya. Orang tersebut akan mencari tahu sumbernya, siapa yang
membawa, dan kalau perlu diuji terlebih dahulu atas kebenarannya. Begitu pula tatkala
menghadapi pandangan atau pendapat, maka seorang yang berpikir ilmiah akan berusaha
mendapatkan alasan atau dasar-dasar yang digunakan hingga muncul pandangan atau
pendapat itu. Atas sikapnya seperti itu, maka seorang yang berpkir ilmiah dianggap kritis.
3. Terbuka; Seorang berfikir ilmiah selalu memposisikan diri bagaikan gelas yang terbuka
dan masih bisa diisi kembali. Seorang yang terbuka adalah selalu siap mendapatkan
masukan, baik berupa pikiran, pandangan, pendapat dan bahkan juga data atau informasi
baru dari manapun asal atau sumbernya. Tidak segera menutup diri, bahwa hanya
pendapatnya sendiri saja yang benar dan selalu mengabaikan lainnya dari mana pun
asalnya. Seseorang yang berpikir ilmiah tidak akan tertutup dan apalagi menutup diri.
4. Berorientasi pada kebenaran, dan bukan pada kalah dan menang. Seorang berpikir ilmiah
sanggup merasa kalah tatkala buah pikirannya memang salah. Kekalahan itu tidak
dirasakan sebagai sesuatu yang mengecewakan dan menjadikan dirinya merasa rendah.
Seorang yang berpikir ilmiah lebih mengedepankan kebenaran daripada sekedar
kemenangan. Kebenaran menjadi tujuan utamanya. Seorang yang berpikir ilmiah, dalam
suasana apapun mampu mengendalikan diri, tidak bersikap emosional, subyektif, dan
tertutup.
Keempat ciri itulah setidaknya yang harus disandang oleh warga kampus yang biasa disebut
mampu berpikir ilmiah. Walllahu alam
Cara Berfikir Ilmiah
Berfikir merupakan ciri utama manusia. Berfikir disebut juga sebagai proses bekerjanya akal.
Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara berfikir alamiah dan berfikir ilmiah.
Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kehidupan sehari-hari dari
pengaruh alam sekelilingnya. Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana
tertentu secara teratur dan cermat. Setiap orang mempunyai kebutuhan untuk berpikir serta
menggunakan akalnya semaksimal mungkin.
Seseorang yang tidak berpikir, berada sangat jauh dari kebenaran dan menjalani sebuah
kehidupan yang penuh kepalsuan dan kesesatan. Akibatnya tidak akan mengetahui tujuan
penciptaan alam, dan arti keberadaan dirinya di dunia. Banyak yang beranggapan bahwa
untuk berpikir secara mendalam, seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak
tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala
urusan yang ada. Mereka menganggap berpikir secara mendalam sebagai sesuatu yang
memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk
kalangan filosof.
Bagi seorang ilmuan penguasaan sarana berfikir ilmiah merupakan suatu keharusan, karena
tanpa adanya penguasaan sarana ilmiah, maka tidak akan dapat melaksanakan kegiatan
ilmiah dengan baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat untuk membantu kegiatan
ilmiah dengan berbagai langkah yang harus ditempuh.
Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya ada tiga, yaitu; bahasa ilmiah, logika dan matematika,
logika dan statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan
jalan fikiran seluruh proses berfikir ilmiah. Logika dan matematika mempunyai peranan
penting dalam berfikir deduktif sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali
kebenarannya. Sedang logika dan statistika mempunyai peranan penting dalam berfikir
induktif dan mencari konsep-konsep yang berlaku umum
Ditinjau dari pola berfikirnya, ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan
berfikir induktif. Penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan
logika induktif. Penalaran ilmiah mengharuskan dikiuasainya metode penelitian ilmiah yang
hakekatnya adalah pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang
diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana
berfikir dengan baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui
dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir
ilmiah tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan
sarana berupa bahasa, logika, matematika dan statistik.
Ilmu Pengetahuan Dan Pendekatan Ilmiah
Sejak abad ke-18, ilmu pengetahuan berkembang pesat dan melahirkan teknologi canggih
yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan telah
mengubah sejarah peradaban manusia menjadi lebih modern. Para ilmuan berhasil
mengembangkan ilmu pengetahuan karena bekerja secara sistematis, jujur dan disiplin serta
mengembangkan semua keterampilan yang dimiliki. Seseorang yang ingin mempelajari sains
diharapkan dapat menggunakan dan melatih keterampilan proses yang dimilikinya, sehingga
akan terbentuk suatu sikap ilmiah dalam menjawab berbagai pertanyaan-pertanyaan di alam.
Metode ilmiah adalah langkah-langkah sistematis dan teratur yang digunakan dalam rangka
mencari kebenaran ilmu pengetahuan. Metode ilmiah diperlukan dalam melakukan suatu
penelitian. Penelitian dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan rasa ingin tahu
manusia terhadap suatu kejadian atau gejala alam tertentu. Ilmu pengetahuan terus
berkembang karena para ilmuan tak berhenti mencari tahu dan meneliti mengenai gejala-
gejala alam yang terjadi.
Pendekatan ilmiah merupakan bentuk sistematis yang khusus dari seluruh pemikiran dan
telaah reflektif. Pendekatan ilmiah adalah mekanisme atau cara mendapatkan pengetahuan
dengan prosedur yang didasarkan pada suatu struktur logis yang terdiri atas tahapan kerja;
(1) adanya kebutuhan objektif, (2) perumusan masalah, (3) pengumpulan teori, (4)
perumusan hipotesis, (5) pengumpulan data/ informasi/ fakta, analisis data, dan penarikan
kesimpulan. Sifat pendekatan ilmiah meliputi; efisien dalam penggunaan sumber daya
(tenaga, biaya, dan waktu), terbuka (dapat dipakai oleh siapa saja), dan teruji (prosedurnya
logis dalam memperoleh keputusan). Pola pikir pendekatan ilmiah; (1). Iduktif, yaitu
pengambilan kesimpulan dari kasus yang bersifat khusus menjadi kesimpulan yang bersifat
umum, dan (2). Deduktif, yaitu pengambilan kesimpulan dari yang bersifat umum menjadi
kasus yang bersifat khusus.
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif




Etika Dalam Penelitian
Mendengar kata penelitian, pertanyaan awalnya adalah mengapa orang melakukan
penelitian?. Pertanyaan sederhana dan mendasar ini tidak lepas dari sifat dasar manusia yang
serba ingin tahu terhadap sesuatu yang mengusiknya. Minimal ada empat sebab yang melatar
belakangi orang melakukan penelitian;
Pertama, karena pengetahuan, pemahaman dan kemampuan manusia sangat terbatas
dibandingkan dengan lingkungannya yang begitu luas. Banyak hal yang tidak diketahui,
dipahami, tidak jelas dan menimbulkan keraguan serta pertanyaan bagi dirinya.
Ketidaktahuan, ketidakpahaman, dan ketidakjelasan seringkali menimbulkan rasa takut dan
rasa terancam.
Kedua, manusia memiliki dorongan untuk mengetahui atau cariousity. Manusia selalu
bertanya, apa itu, bagaimana itu, mengapa begitu dan sebagainya. Bagi kebanyakan orang,
jawaban-jawaban sepintas dan sederhana mungkin sudah memberikan kepuasan, tetapi bagi
orang-orang tertentu, para ilmuwan, peneliti dan para pemimpin dibutuhkan jawaban yang
lebih mendalam, lebih rinci dan lebih komrehensif.
Ketiga, manusia di dalam kehidupannya selalu dihadapkan kepada masalah, tantangan,
ancaman, kesulitan baik di dalam dirinya, keluarganya, masyarakat sekitarnya serta
dilingkungan kerjanya. Masalah, tantangan dan kesulitan tersebut membutuhkan penjelasan,
pemecahan dan penyelesaian. Tidak semua masalah dan kesulitan dapat segera dipecahkan.
Masalah-masalah yang pelik, sulit dan kompleks membutuhkan penelitian untuk pemecahan
dan penyelesaiannya.
Keempat, manusia merasa tidak puas dengan apa yang telah dicapai, dikuasai, dan
dimilikinya, ia selalu ingin yang lebih baik, lebih sempurna, lebih memberikan kemudahan,
selalu ingin menambah dan meningkatkan kekayaan dan fasilitas hidupnya Sukmadinata
(2008)
Pada prinsipnya orang melakukan kegiatan penelitian selain untuk memenuhi rasa ingin tahu
terhadap sebuah gejala atau peristiwa, juga untuk memecahkan masalah secara ilmiah dan
dapat diterima dengan logika kemanusiaan. Dari hasil penelitian itu pula maka manusia
dapat mengembangkan pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan ilmiah maupun
kehidupan sosial. Untuk itulah, dalam kerangka menjaga kemurnian hasil penelitian yang
dilakukan serta untuk menjaga timbulnya berbagai persoalan dari hasil penelitian yang
dilakukan maka persoalan etika menjadi sebuah keniscayaan yang harus diperhatikan dalam
penelitian. Etika yang dimaksud, baik berupa etika sosial maupun etika ilmiah yang
berkaitan langsung dengan aspek penelitian.
Makna Etika
Istilah etika sering disamakan dengan moral. Etika berasal dari bahasa yunani ethos,
ethikos. Dalam bahasa latin istilah ethos, ethikos disebut mos atau moralitas. Baik
ethos maupun moral artinya : adat istiadat, kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia kedua-duanya
diterjemahkan dengan kesusilaan (Frans von Magnis, 1975). Tetapi antara kedua istilah
tersebut terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut menurut J. Verkuyl (1979 : 15) yaitu dalam
pemakaian di kalangan ilmu pengetahuan kata etika itu telah mendapat arti yang lebih dalam
dari pada kata moral. Kata moral telah mendangkal artinya. Kadang-kadang moral dan
mos atau mores hanya kelakuan lahir saja, tetapi senantiasa menyinggung juga kaidah
dan motif-motif perbuatan seseorang yang lebih dalam. Dari beberapa penulis filsafat
mengatakan bahwa atika adalah filsafat moral.
Istilah moral biasanya dipergunakan untuk memberikan penilaian atau predikat terhadap
tingkah laku manusia. Karena itu, untuk memahami pengertian moral sangat erat
hubungannya dengan etika. Etika adalah suatu ilmu cabang filsafat yang objek kajiannya
adalah tingkah laku manusia ditinjau dari nilai baik atau buruknya.
Berkenaan dengan hal diatas, dalam ranah kegiatan penelitian etika dijadikan ukuran
kepatutan tentang boleh atau tidaknya, baik atau buruknya sebuah aspek-aspek tertentu
dalam kegiatan penelitian. Hal ini diperlukan karena bagaimanapun juga esensi penelitian
adalah untuk mencari kebenaran dari sebuah gejala yang muncul. Kebenaran yang dihasilkan
dalam sebuah penelitian adalah kebenaran empirik dan kebenaran logis. Ford dalam Lincoln
dan Guba (1985 : 14) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebenaran empirik yaitu
apabila konsisten dengan alam, dalam bentuk menerima atau menolak hipotesis atau
prediksi. Sedangkan kebenaran logis yaitu apabila hipotesis atau prediksi konsisten atau
sesuai secara logis dengan hipotesis atau prediksi terdahulu yang sudah dinyatakan benar.
Untuk itu, dalam rangka melahirkan sebuah kebenaran empirik dan logis sebagai hasil
penelitian yang sitematis dan logis pula maka dibutuhkan etika sebagai piranti sekaligus
rambu bagi peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian. Berikut etika penelitian yang
dimaksud:
1. Penelitian sebagai Pencarian Ilmiah yang berpola
Tujuan akhir dari suatu penelitian adalah mengembangkan dan menguji teori. Oleh
karena itu, penelitian harus dilandaskan pada teori-teori yang relevan dengan masalah
penelitan yang diangkat. McMilan dan Schumacher mengutip pendapat Walberg (1986),
mengatakan bahwa ada lima langkah pengembangan pengetahuan melalui penelitian,
yaitu: (1) mengidentifikasi masalah penelitian, (2) melakukan studi empiris, (3)
melakukan replikasi atau pengulangan, (4) menyatukan (sistesis) dan mereviu, (5)
menggunakan dan mengevaluasi oleh pelaksana.
Suatu teori dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena alamiah. Dari
perilaku atau kegiatan-kegiatan terlepas yang dilakukan oleh siswa atau guru
umpamanya, peneliti dapat memberikan penjelasan umum tentang hubungan diantara
perilaku atau kegiatan pembelajaran. Dari penjelasan-penjelasan umum tersebut terbentuk
prinsip-prinsip dasar, dalil konstruk, proposisi yang kesemuanya akan membentuk teori.
Mengenai teori ini, lebih jauh Fred N Kerlinger (1986) mengemukakan bahwa . a
theory as a set of interrelated constructs and proposition that specify relations among
variables to explain and predict phenomena. Dalam rumusan Kerlinger tersebut ada tiga
hal penting dalam suatu teori yaitu: (1) suatu teori dibangun oleh seperangkat proposisi
dan kontruk, (2) teori menegaskan hubungan di antara sejumlah variabel, (3) teori
menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena.
Pencarian Ilmiah
Pencarian ilmiah (scintific inquiry) adalah suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan
dengan menggunakan metode-metode yang diorganisasikan secara sistematis, dalam
mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data. Pengertian ilmiah berbeda
dengan ilmu. Ilmu merupakan struktur atau batang tubuh pengetahuan yang telah
tersusun, sedang ilmiah adalah cara mengembangkan pengetahuan.
Metode ilmiah merupakan suatu cara pengkajian yang berisi proses dengan langkah-
langkah tertentu. MicMilan dan Schumacher (2001) membaginya atas empat langkah
yaitu: (1) define a problem, (2) state the hypotthesis to be tested, (3) colect and analyze
data, and (4) interprete the results and draw conclusions obout the problem. Hampir sama
dengan McMilan dan Schumacher, John Dewey membagi langkah-langkah pencarian
ilmiah yang disebutnya sebagai reflective thinking, atas lima langkah yaitu: (1)
mengedentifkasi masalah, (2) merumuskan dan membatasi masalah, (3) menyusun
hiotesis, (4) mengumpulkan dan menganalisis data, (5) menguji hipotesis dan menarik
kesimpulan.
Pencarian Berpola
Pencarian berpola (disiplined inquiry), merupakan suatu prosedur pencarian dan
pelaporan dengan menggunakan cara-cara dan sistemtika tertentu, disertai penjelasan dan
alasan yang kuat. Pencarian berpola bukan merupakan suatu pencarian yang bersifat
sempit dan mekanistis, tetapi mengikuti prosedur formal yang telah standar. Prosedur
pencarian ini pada tahap awalnya bersifat spekulatif, mencoba menggabungkan de-ide
dan metode-metode, kemudian menuangkan ide-ide dan metode tersebut dalam suatu
prosedur yang baku. Laporan dari pencarian berpola berisi perpaduan antara argumen-
argumen yang didukung oleh data dengan proses nalar, yang disusun dan dipadatkan
menghasilkan kesimpulan berbobot.
Pencarian berpola terutama dalam ilmu sosial termasuk pendidikan, bukan hanya
menunjukkan pengkajian yang sistematik, tetapi juga pengkajian yang sesuai dengan
disiplin ilmunya.
2. Objektivitas
Penelitian harus memiliki objektiviatas (objektivity) baik dalam karakteristik maupun
prosedurnya. Objektivitas dicapai melalui keterbukaan, terhindar dari bias dan
subjektivitas. Dalam prosedurnya, penelitian menggunakan tekhnik pengumpulan dan
analisis data yang memungkinkan dibuat interpretasi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Objetivitas juga menunjukkan kualitas data yang dihasilkan dari prosedur yang digunakan
yang dikontrol dari bias dan subjektivitas.
3. Ketepatan
Penelitian juga harus memiliki tingkat ketepatan (precision), secara tekhnis instrumen
pengumpulan datanya harus memimiliki validitas dan reliabilitas yang memadai, desain
penelitian, pengambilan sampel dan tekhnik analisis datanya tepat. Dalam penelitian
kuantitatif, hasilnya dapat dilang dan diperluas, dalam penelitian kualitatif memiliki sifat
reflektif dan tingkat komparasi yang konstan.
4. Verifikasi
Penelitian dapat diverifikasi, dalam arti dapat dikonfirmasikan, direvisi dan diulang
dengn cara yang sama atau berbeda. Verifikasi dalam penelitian kualitatif berbeda dengan
kuantitatif. Penelitian kualitatif memberikan interpretasi deskriptif, verifikasi berupa
perluasan, pengembangan tetapi bukan pengulangan.
5. Empiris
Penelitian ditandai oleh sikap dan dan pendekatan empiris yang kuat. Secara umum
empiris berarti berdasarkan pengalaman praktis. Dalam penelitian empiris kesimpulan
didasarkan atas kenyataan-kenyataan yang diperoleh dengan menggunakan metode
penelitian yang sistematik, bukan berdasarkan pendapat atau kekuasaan. Sikap empiris
umumnya menuntut penghilangan pengalaman dan sikap pribadi. Kritis dalam penelitian
berarti membuat interpretasi berdasarkan kenyataan dan nalar yang didasarkan atas
kenyataan-kenyataan (evidensi). Evidensi adalah data yang diperoleh dari penelitian,
berdasarkan hasil analisis data tersebut interpretasi dibuat.
6. Penjelasan Ringkas
Penelitian mencoba memberikan penjelasan tentang hubungan antar fenomena dan
menyederhanakannya menjadi penjelasan yang ringkas. Tujuan akhir dari sebuah
penelitian adalah mereduksi realita yang kompleks kedalam penjelasan yang singkat.
Dalam penelitian kuantitatif penjelasan singkat tersebut berbentuk generalisasi, tetapi
dalam penelitian kualitatif berbentuk deskriptif tentang hal-hal yang esensial atau pokok.
7. Penalaran Logis
Semua kegiatan penelitian menuntut penalaran logis. Penalaran merupakan proses
berpikir, menggunakan prinsip-prinsip logika deduktif atau induktif. Penalaran deduktif,
penarikan kesimpulan dari umum ke khusus. Dalam penalaran deduktif, bila premisnya
benar maka kesimpulannya otomatis benar. Logika deduktif dapat mengidenfikasi
hubunganhubungan baru dalam pengetahuan yang ada. Dalam penalaran induktif.
Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan hasil sejumlah pengamatan kasus-kasus
(individual, situasi, peristiwa), kemudian peneliti membuat kesimpulan yang bersifat
umum.
8. Kesimpulan Kondisional
Kesimpulan hasil penelitian tidak bersifat absolut. Penelitian perilaku dan juga ilmu
kealaman, tidak menghasilkan kepastian, sekalipun kepastian relatif. Semua yang
dihasilkan adalah pengetahuan probabilistik. Penelitian boleh dikatakan hanya mereduksi
ketidaktentuan. Oleh karena demikian, baik kesimpulan kualitatif maupun kuantitatif,
bersifat kondisional. Para peneliti seringkali menekankan/menuliskan bahwa hasil
penelitiannya cenderung menunjukkan atau memberikan kecenderungan.
Pada bagian lain, berkenaan dengan etika sosial, Kemmis dan Taggart dalam
Hopkins(1993 : 221-223) menjelaskan bahwa terdapat beberapa etika/pedoman yang
harus ditaati sebelum, selama dan sesudah penelitian dilakukan sebagai berikut :
a. Meminta kepada orang-orang, panitia, atau yang berwenang persetujuan dan ijin.
b. Ajaklah kawan-kawan sejawat terlibat dan berpartisipasi dalam penelitian.
c. Terhadap yang tidak langsung terlibat, perhatikan pendapat mereka.
d. Penelitian berlangsung terbuka dan transparan, saran-saran diperhatikan, dan
kawan sejawat dperbolehkan mengajukan protes.
e. Meminta iizin eksplisit, untuk mengobservasi dan mencatat kegiatan mitra
peneliti, tidak termasuk izin dari siswa apabila penelitian bertujuan meningkatkan
pembelajaran.
f. Minta izin untuk membuka dan mempelajari catatan resmi, surat menyurat dan
dokumen. Membuat fotokopi hanya diperkenankan apabila di ijinkan.
g. Catatan dan deskripsi kegiatan hendaknya relevan, akurat dan adil.
h. Wawancara, pertemuan atau tukar pendapat tertulis hendaknya memperhatikan
pandangan lain, relevan, akurat dan adil.
i. Rujukan langsung, rujukan observasi, rekaman, keputusan, kesimpulan, atau
rekomendasi hendaknya mendapat izin atau otorisasi kutipan.
j. Laporan disusun untuk kepentingan yang berbeda, seperti laporan verbal pada
pertemuan staf jurusan, tertulis untuk jurnal, surat kabar, orang tua murid dan
lain-lain.
k. Tanggung jawab untuk hal-hal atau pribadi-pribadi yang sifatnya konfidensial.
l. Semua mitra penelitian mengetahui dan menyetujui prinsip-prinsip kerja di atas,
sebelum penelitian berlangsung.
m. Hak melaporkan kegiatan dan hasil penelitian, apabila sudah disetujui oleh para
mitra peneliti, dan laporan tidak bersifat melecehkan siapapun yang terlibat,
maka laporan tidak boleh diveto atau dilarang karena alasan kerahasiaan.
Penutup
Etika dalam penelitian merupakan sebuah keniscayaan untuk dijadikan sebagai piranti
sekaligus pedoman untuk menghindari kegagalan dalam penelitian. Etika yang dimaksud
baik yang berkenaan dengan etika ilmiah maupun etika sosial. Mengedepankan etika sebagai
sumber kepatutan dalam penelitian tidak lepas dari esensi kegiatan penelitian itu sendiri
yaitu untuk menemukan kebenaran dan kemudian mengkontruks kebenaran itu menjadi
sebuah teori. Jadi, kebenaran tercapai setelah persetujuan melalui diskusi kritis (Skiner, 1985
: 128-131). Diskusi yang dimaksud dalam konteks penelitian adalah memenuhi kaidah-
kaidah etika yang ada dan menjadi kesepakatan tidak tertulis guna memperoleh kebenaran
yang bersifat probabilistik.

Anda mungkin juga menyukai