Anda di halaman 1dari 14

REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK

PENATALAKSANAAN TERKINI
LEPTOSPIROSIS









Disusun oleh :
Mutiara Lasmaroida Pakpahan
0761050066

Dokter pembimbing :
dr. Ida Bagus Eka Sp.A

ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 19 DESEMBER 2011 18 FEBRUARI 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2012
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat kepada saya sehingga berkat karuniaNya penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul Penatalaksanaan terkini Leptospirosis .
Penulisan referat ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak.
Dalam penulisan referat ini, penulis merasa masih banyk kekurangan kekurangan,
baik pada teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki oleh
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan referat ini.
Dalam penyusunan referat ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas referat ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat ini. Dan tidak lupa juga saya ucapkan
terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing saya yaitu dr. Ida Bagus Eka
U, Sp.A.
Dalam penyusunan referat ini penulis berharap semoga apa yang dibahas di dalam
referat ini dapat berguna bagi penulis sendiri, maupun kepada pembaca umumnya.





Penulis







1

BAB I
PENDAHULUAN

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen yang dikenal dengan nama Leptosira Interrogans. Penyakit ini pertama kali
dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886 sebagai penyakit yang berbeda dengan penyakit lain
yang juga ditandai oleh ikterus.

Gejala penyakit ini sangat bervariasi mulai dari gejala infeksi ringan sampai dengan
gejala infeksi berat dan fatal. Dalam bentuk ringan, leptospirosis dapat menampilkan gejala
seperti influenza disertai nyeri kepala dan mialgia. Dalam bentuk parah (disebut sebagai
Weils syndrome), leptospirosis secara khas menampilkan gejala ikterus, disfungsi renal, dan
diatesis hemoragika.

Diagnosis leptospirosis seringkali terlewatkan sebab gejala klinis penyakit ini tidak
spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Dalam dekade
belakangan ini, kejadian luar biasa leptospirosis di beberapa negara, seperti Asia, Amerika
Selatan dan Tengah, serta Amerika Serikat menjadikan penyakit ini termasuk dalam the
emerging infectious diseases.
Terapi pilihan (drug of choice) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah penilicin
G parenteral 6-8 juta u/m
2
/ 24 jam, terbagi dalam 6 dosis selama 7 hari. Pada penderita yang
alergi terhadap penisilin, Tetrasiklin (10-20 mg/kg/ 24jam) harus diberikan secara
oral/intravena terbagi dalam 4 dosis selama 7 hari.
















2




LEPTOSPIROSIS

I. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun
hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis.
Leptospirosis pada manusia mempunyai beberapa nama yang berbeda seperti Weils
Disease, Mud Fever, Haemorragic Jaundice, Trench fever, Swineherds Disease.

II. ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies
yaitu : L. intterogans yang patogen dan L. Biflexa yang hidup bebas (non patogen atau
saprofit).
Kuman Leptospira bersifat aquatic micro-organism dan slow growing anaerobes,
bentuknya berpilin seperti spiral, tipis, organisme yang dapat bergerak cepat dengan kait
diujungnya dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke jaringan. Panjangnya 6-
20 m dan lebar 0,1 m. Kuman ini sangat halus tapi dapat dilihat dengan mikroskop
lapangan gelap dan pewarnaan perak.
Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama kurang lebih 1 bulan. Tetapi dalam
air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Kuman leptospira
hidup dan berkembang biak ditubuh hewan. Semua hewan bias terjangkiti. Paling banyak
tikus dan hewan pengerat lainnya, selain hewan ternak, hewan peliharaan dan hewan liar
pun dapat terjangkiti.

III. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang tersebar di seluruh dunia,
disemua benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan
leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira.
Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus
merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada
manusia. Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta
3

berkembang biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui
urin saat berkemih. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai
Negara dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas.

IV. CARA PENULARAN
Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan
langsung dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung
kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan
penyakit akibat pekerjaan; dan dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan tidak
langsung terjadi melalui kontak dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air
dan lumpur yang telah tercemar urin binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut
terjadi jika terdapat luka / erosi pada kulit atau selaput lendir. Terpapar lama pada
genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang utuh juga dapat menularkan
leptospira. Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup
berbulan-bulan, maka air memang peranaa penting sebagai alat transmisi.

V. PATOGENESIS
Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu melalui luka abrasi pada kulit,
konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus dan dapat
masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski
jarang, pernah dilaporkan peneterasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama
terendam air saat banjir.
Kuman leptorpira merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan
vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang
penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas seluler.
Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang
berbeda dengan endotoksin bakteri gram (-) dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi
perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit
disertai trombositopenia.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Didalam ginjal
kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada
leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan
permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia.
4

Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler merupakan salah satu
penyebab gagal ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah
dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai
berkurangnya sekresi bilirubin.
Leptospira dapat dijumpai didalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah
infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat
dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap
dari dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,
mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria
berlangsing 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenesa leptospirosis, yaitu : invasi bakteri
langsung, faktor inflamasi non-spesifik, dan rekasi imunologi.

Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva,
Selaput mukosa utuh

Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah

Kerusakan endotel pembuluh darah kecil :
ekstravasasi Sel dan perdarahan

Perubahan patologi di organ/jaringan
- Ginjal : nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan.
- Hati : gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai
hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer.
- Paru : inflamasi interstitial sampai perdarahan paru
- Otot lurik : nekrosis fokal
- Jantung : petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik
5

VI. MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 20 hari, biasanya 7 - 12 hari dan rata-rata
2 - 20 hari.
Gambaran klinik pada leptospirosis :
Yang sering: demam, menggigil, sakit kepala,anoreksia, mialgia, Konjungtivitis, mual,
muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia.
Yang jarang: pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,
gagal ginjal,asites, miokarditis.

Leptospirosis anikterik
Mulai fase awal / septikemia mendadak, dengan demam, mengigil kedinginan, nyeri
kepala berat, malaise, mual, muntah, dan sering nyeri otot hebat yang melemahkan. Kolaps
sirkulasi tidak bisa, tetapi beberapa penderita menderita bradikardi dan hipotensi. Khas, anak
lesu, dengan deheidrasi ringan smapai sedang. Tanda-tanda fisik tambahan meliputi nyeri
otot ekstrim, yang paling mencolok di tungkai bawah, spina lumbosacral dan perut.
Manifestasi yang jarang adalah faringitis, pneumonitis, artritis, karditis, koless\istitis dan
orkitis.
Fase kedua atau fase imun dapat menyertai masa singkat tidak bergejala dan ditandai
dengan demam berulang. Meningitis septik ini merupakan tanda utama dari fase imun.
Walaupun profil CSS abnormal pada 80 % anak terinfeksi, hanya 50 % mempunyai
manifestasi meningeal. Gejala-gejala yang dapat dihubungkan dengan SSS sembuh secara
spontan dalam satu minggu / lebih. Uveitis dapat terjadi selama fase ini, uveitis ini dapat
bilateral / unilateral dan biasanya sembuh sendiri, jarang menyebabkan gangguan penglihatan
permanen.




- Mata : dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis.
6

Leptospirosis ikterik (Penyakit Weil / Weil Disease)
Bentuk leptospirosis berat ini terjadi pada < 10 % anak yang terkena. Manifestasi awal
serupa dengan manifestasi awal yang digambarkan pada leptospirosis anikterik. Namun, fase
imun, berbeda, ditandai dengan bukti adanya disfungsi hati dan ginjal secara klinis dan
laboratorium. Pada kasus yang mendadak berat, fenomen hemorragik dan kolaps
kardiovaskular juga terjadi. Kelainan hati meliputi nyeri kuadran atas, hepatomegali,
hiperbilirubinemia direk dan indirek, dan kenaikan sedang enzim hati serum. Demam
biasanya menetap antara fase septikemia dan fase imun. Demam pada fase imun lebih tinggi
dan lebih lama daripada demam leptospirosis anikterik. Ikterus tampak mulai hari ke-3 atau
mulai pada minggu ke -2. Kadar bilirubin dapat mencapai 60-80 mg/dl, tapi sebagian besar
kurang dari 20 mg/dl.
Manifestasi ginjal lazim ada, dapat mendominasi gambaran klinis, dan merupakan
penyebab utama kematian pada kasus yang mematikan, semua penderita mempunyai tanda-
tanda kelainan pada analisis urin (hematuria, proteinuria dan silinder ) dan azotemia sering
ada, disertai dengan oligouria dan anuria.

VII. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis penderita
harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien, serta jangan lupa menanyakan ada
riwayat kontak langsung dengan binatang atau dengan tanah atau air yang terkontaminasi
dengan kencing binatang. Keluhan-keluhan khas yang dapat ditemukan, yaitu ; demam
mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun, dan
merasa mata makin lama makin bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis
dan paha.
Pemeriksaan Fisik
- Gejala klinik menonjol : ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival
suffusion.
- Gejala klinis yang paling sering ditemukan : conjungtival suffusion dan mialgia.
- Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral dipalpebra pada hari ketiga
selambatnya hari ke-7 terasansakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva
unilateral ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan infeksi faring, faring terlihat
merah dan bercak-bercak.
7

- Mialgia dapat snagat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat
dan hiperestesi kulit.


Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium :
a) Pemeriksaan darah : leukosit normal atau menurun, peningkatan netrofil,
trombositopenia ringan, LED meninggi, pada kasus berat ditemukan anemia
hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stadium lanjut
perjalanan penyakit.
b) Pemeriksaan fungsi hati : jika tidaka ada gejala ikterik : fungsi hati normal,
gangguan fungsi hati, SGOT, SGPT dapat meningkat.
c) Pemeriksaan laboratorium khusus : pemeriksaan bakteriologis dan serologis.
Pemeriksaan bakteriologis, dilakukan dengan cara : bahan biakan / kultur
leptospira degan medium kultur Stuart, Fletcher, dan Korthof. Diagnosa dapat
ditegakkan dalam waktu 2-4 minggu terdapat leptospira dalam kultur.

- Gold standard pemeriksaan serologis adalah MAT (Mikroskopik Aglutination
Test), suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer
antibody aglutinasi dan dapat mengidentifikasi jenis resevoar. Pemeriksaan
serologis ini dilakukan pada fase ke-2 (hari ke-6-12). Dengan diagnosis
leptospirosis didapatkan jika titer antibody > 1:100 dengan gejala klinis yang
mendukung.

- IgM elisa merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosa secara dini, tes akan
positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin tidak khas. Tes ini
sangat sensitive dan efektif (93%). Tes penyaring yang sering dilakukan di
Indonesia adalah lepto Dipstik asay, lepto tekanan dridot dan lepto tekanan lateral
flow.

Diagnosa Banding
- Leptospirosis anikterik : influenza, DBD, malaria, demam tifoid, pielonefritis
8

- Leptospirosis ikterik : malaria falciparum berat, hepatitis virus, demam tifoid
dengan komplikasi berat.



Komplikasi
I. Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut pada leptospirosis disebut sindroma pseudohepatorenal. Selama
periode demam ditemukan albuminuria, piuria, hematuria, azotemia, bilirubinuria,
urobilinuria.
Manifestasi klinik gagal ginjal akut pada leptospirosis ada 2 tipe, yaitu gagal ginjal
akut oliguri dan gagal ginjal akut non-oliguri dengan tipe katabolic, dimana produksi
ureum > 60 mg% / 24 jam gagal ginjal oliguri bila produksi urin <500 ml/24 jam, dan
disebut bila produksi urin <100 ml/24 jam. Prognosis gagal ginjal akut non-oliguri
lebih baik disbanding gagal ginjal non-oliguri

II. Perdarahan Paru
Kelainan paru berupa hemorrhagic pneumonitis, diduga akibat dari endotoksin
langsung yang kemudian menyebabkan kerusakan kapiler. Hemoptisis terjadi pada
awal septicemia. Perdarahan terjadi pada pleura alveoli, trakeo bronchial, kelainan
berupa : kongesti septum paru, perdarahan alveoli yang multifocal, imfitrasi sel
mononuclear. Manisfestasi klinis : bauk, blood tinget sputum sampai terjadi
hemoptisis masif sehingga menyebabkan asfiksia.

III. Liver Failure
Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6 dapat terjadi pada hari ke 2 atau ke 9. Pada hati
terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel kufer. Terjadi ikterik pada
leptospirosis disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
1. Kerusakan sel hati
2. Gangguan fungsi ginjal yang akan menurunkan sekresi bilirubin, sehingga
meningkatkan kadar biliburin.
3. Terjadinya perdarahan pada jaringan dan hemolisis intravaskuler akan
meningkatkan kadar bilirubin.
9

4. Proliferasi sel kupfer sehingga terjadi kolestatik intrahepatik.

IV. Perdarahan gastrointestinal
Perdarahan terjadi adanya lesi endotel kapiler


V. Shock
Infeksi akan menyebabkan terjadinya perubahan homeostasis tubuh yang mempunyai
peran pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan ini adalah hipovolemia,
hiperviskositas koagulasi. Hipovolemia terjadi akibat intake cairan yang kurang,
meningkatnya permeabilitas kapiler oleh efek dari bahan-bahan mediator yang dilepaskan
sebagai respon adanya infeksi. Hiperviskositas, akibat dari peleasan bahan-bahan
mediator terjadi permeabilitas kapiler meningkat, keadaan ini menyebabkan hipoperfisi
jaringan sehingga menyokong terjadinya disfungsi organ.
VI. Miokarditis
Komplikasi pada kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem
konduksi, miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi klinis
miokarditis sangat bervariasi dari tanpa keluhan sampai bentuk yang berat berupa gagal
jantung kongestif yang fatal. Keadaan ini diduga sehubungan dengan kerentanan secara
genetik yang berbeda-beda pada setiap penderita.
Manifestasi klinik miokarditis jarang didapatkan pada saat puncak infeksi karena akan
tertutup oleh manifestasi penyakit infeksi sistemik dan baru jelas saat fase pemulihan.
Sebagian akan berlanjur menjadi bentuk kardiomiopati kongesif / dilated. Juga akan
menjadi penyebab aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung yang secara struktural
dianggap normal.
VII.Encepalopathy
Didapatkan gejala meningitis atau meningoenchepalitis, nyeri kepala, pada cairan
cerebrospinalis (LCS) didapatkan pleositosis, santokrom, hitung sel leukosit 10-100/mm
3
,
sel terbanyak sel leukosit neutrofil atau sel mononuclear, glukosa dapat normal atau
rendah, protein meningkat (dapat mencapai 100mg%). Kadang-kadang didapatkan tanda-
10

tanda meningismus tanpa ada kelainan LCS, sindroma Gullian Barre. Pada pemeriksaan
patologi didapatkan: infiltrasi leukosit pada selaput otak dan LCS yang pleositosis.
Terapi
- Kuratif
Terapi pilihan (drug of choice) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah
penilicin G parenteral 6-8 juta u/m
2
/ 24 jam, terbagi dalam 6 dosis selama 7 hari.
Pada penderita yang alergi terhadap penisilin, tetrasiklin (10-20 mg/kg/24 jam) harus
diberikan secara oral/intravena terbagi dalam 4 dosis selama 7 hari. Selain itu hal yang
perlu diperhatikan adalah perawatan suportif. Pemasukan cairan dan balans elektrolit
harus diperhatikan.
Keadaan seperti gagal ginjal akut, dehidrasi dan kegagalan sirkulasi memerlukan
penanganan yang spesifik dan cermat
Antibiotik sebaiknya diberikan sebelum organisme merusak endotel pembuluh
darah dari berbagai organ atau jaringan. Leptospira merupakan penyakit self limiting
dengan prognosis yang cukup baik. Bahkan pasien dengan leptospirosis ikterus yang
berat sembuh tanpa pengobatan spesifik. Beberapa peneliti menunjukkan tak jelasnya
efek antibiotik terhadap beratnya penyakit atau pencegahan terjadinya gangguan
susunan saraf pusat, hati, ginjal atau penyulit perdarahan. Juga dibuktikan bahwa
lamanya leptospiremia dan adanya organisme dalam cairan serebrospinal tidak
terpengaruh oleh pengobatan.

Tabel 1. Pilihan antibiotik pada terapi Leptospirosis


Leptospirosis Anikterik Leptospirosis Ikterik
Antibiotik
Pilihan pertama
- Ampisilin 75 100
mg/kgBB/hari.
-Amoksisilin 50mg/kgBB/hari,
oral, tiap 6-8 jam, selama 7 hari
- Penisilin G 100,000 U/kgBB/hari,
intravena, tiap 6 jam,
- Ampisilin 200mg/kgBB/hari,
intravena, tiap 6 jam
-Amoksisilin 200mg/kgBB/hari,
intravena, tiap 6 jam
Pilihan kedua -Doksisiklin 40mg/kgBB/hari,
oral, dua kali
-Eritromisin 50 mg/kgBB/hari,
intravena
11

Alergi Penisilin -Doksisiklin
40mg/kgBB/hari,oral,2x sehari,
selama 7 hari (tidak
direkomendasikan untuk umur
dibawah 8 tahun)
- Eritromisin 50 mg /kgBB/hari,
intravena (data penelitian in-vitro)

- Penanganan khusus
1. Hiperkalemia : diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin (10-20 u
regular insulin dalam infuse dextrose 40%)
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan cardiac
arrest.
2. Asidosis metabolic : diberikan natrium bikarbonat dengan dosis (0,3 x kgBB x
deficit HC0
3

plasma dalam MEq/L)
3. Hipertensi : diberikan antihipertensi
4. Gagal jantung : pembatasan cairan, digitalis dan diuretic
5. Kejang
Dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi ensefalopati dan
sirkulasi. Penting untuk menangani kausa primernya, mempertahankan
oksigenasi/sirkulasi darah ke otak, dan pemberian obat anti konvulsi.
6. Perdarahan : transfuse
Perdarahan terjadi akibat timbunan bahan-bahan toksik dan akibat trombositopeni
7. Gagal ginjal akut : hidrasi cairan dan elektrolit, dopamine, diuretic, dialysis.


12

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumarmo, Herry, Sri Rejeki, etal. 2008. Leptospirosis. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis edisi kedua hal. 364-369. Ikatan dokter Anak Indonesia.
2. Arvin, et al. infeksi spiroketa. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, vol. 2. Hal :
1055-1057. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Zein Umar. 2006. Leptospirosis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4.
FK UI : Jakarta. Hal 1845-1848.
4. Hadinegoro. S. R. et.al. 2007. Leptospirosis Ikterik, manisfestasi berat infkesi
Leptospira. Diagnosa dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. FK.UI :
Jakarta. Hal : 78-86.

Anda mungkin juga menyukai