Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG TELUK LAMPUNG

TERHADAP BUDIDAYA IKAN NAPOLEON DI KERAMBA JARING APUNG


(Tugas Makalah Budidaya Air Laut dan Payau)





OLEH
UTAMI WIJAYA
1114111056











JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Teluk lampung terletak antara 104
0
56 105
0
45 BT dan 5
0
25 5
0
59 LS. Teluk
lampung berhadapan langsung dengan selat sunda dan merupakan salah satu
teluk yang berada di ujung pulau sumatera yang terletak di ujung paling selatan.
Teluk lampung memiliki sumber daya perairan yang telah banyak dimanfaatkan
untuk kegiatan ekonomi masyarakat salah satunya budidaya keramba jaring
apung (Dishidros TNI-AL, 1998). Budidaya keramba jaring apung merupakan
budidaya yang dilakukan di suatu wadah berbentuk segi empat atau silindris
yang diapungkan dipermukaan air menggunakan pelampung, kayu atau bambu
dengan menggunakan sistem penjangkaran. Lokasi yang dipilih bagi usaha
pemeliharaan ikan dalam KJA relatif tenang, terhindar dari badai dan mudah
dijangkau. Ikan yang dipelihara bervariasi salah satunya adalah ikan napoleon
(Abdulkadir, 2010).
Ikan napoleon merupakan salah satu ikan yang telah masuk Daftar Merah Ikan
Terancam Punah oleh IUNC (Kelompok Konservasi Dunia). Ikan napoleon
merupakan hewan yang memiliki produktivitas yang rendah dan beresiko tinggi
terhadap kepunahan pada eksploitasi yang berlebihan. Spesies ini dimasukkan
dalam daftar karena melihat kemerosotan jumlah di berbagai wilayah dunia
terutama sepuluh tahun terakhir, sebagaimana perkiraan permintaan mendatang
sesuai dengan pertumbuhan perdagangan ikan karang hidup (LRFT/ Life Reef
Food Fish Trade). Penjualan ikan ini sendiri menyadari dalam ukuran yang besar
ini menjadi langka, yang diikuti dengan meningkatnya proposi ikan napoleon
berukuran kecil pada pasar perdagangan ikan karang hidup (Sandovy dan
Vincent, 2002).
Berdasarkan undang-undang No. 23 tahun 1997, daya dukung lingkungan hidup
memiliki definisi yaitu kemampuan lingkungan untuk menyerap bahan, energi
dan/atau komponen lainya yang memasuki atau dibuang ke dalamnya.
Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau
dimasukkan kedalamnya. Menurut Dhot (1988), konsep daya dukung yang
realistik tidak dapat dijelaskan hanya dengan kurva pertumbuhan loggistik yang
mengabaikan sifat-sifat alami seperti adanya migrasi spesies dari waktu ke waktu
dan sifat stokastik alam. Apabila suatu ekosistem telah mengalami gejala over-
population maka akan sulit untuk ekosistem tersebut dapat pulih kembali.
Pemanfaatan teluk lampung yang secara terus menerus dilakukan tanpa adanya
pengistirahatan maka akan terjadi penurunan daya lingkungan. Penurunan daya
dukung lingkungan suatu perairan suatu akan mempengaruhi tingkat kapasitas
tangkar dari suatu budidaya yang akan dilakukan. Hal ini juga akan
mempengaruhi tingkat produksi perikanan yang akan diperoleh.
1.2. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang
pemanfaatan daya tampung dan daya tangkar yang dimiliki suatu perairan laut
yang digunakan sebagai tempat untuk berbudidaya dengan menggunakan
keramba jaring apung (KJA).
II. PEMBAHASAN
Lokasi budidaya keramba jaring apung dengan komoditas ikan napoleon berada
di teluk lampung. Berikut perhitungan daya dukung dan daya tangkar wilayah
yang akan dijadikan lokasi budidaya keramba jaring apung untuk komoditas ikan
napoleon di salah satu wilayah teluk lampung dengan menggunakan aplikasi
CADS_TOOL:

Gambar 1. Site Classification dan Site selection pada keramba di Teluk
Lampung.

Dapat dilihat pada gambar 1, kondisi perairan teluk lampung yang menjadi
wilayah budidaya keramba jaring apung memiliki kualitas periran yang baik,
kualitas substrat yang baik, hydrometerology yang cukup baik dan keadaan
sosial ekonomi yang baik.

Gambar 2. Holding Capacity (Simplified MOM) dan Holding Capacity (Tookwinas
et al)

Hasil taksiran biomassa ikan napoleon yang dapat ditampung di wilayah teluk
lampung diperoleh dari hasil perhitungan yang dilakukan yang terlihat pada
gambar 2 adalah sebesar 193.498 ton.


Gambar 4. Holding Capacity (Hanafi et al) dan (Pulatsu et al)

Berikut biomassa ikan napoleon yang dapat ditampung dalam wilayah teluk
lampung yang dijadikan lokasi wilayah budidaya keramba jaring apung adalah
sebesar 1062.4227 ton/tahun.

Penentuan lokasi budidaya dilakukan tidak dengan menempati suatu wilayah lalu
langsung membangun keramba dan melakukan aktivitas budidaya. Banyak faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi wilayah budidaya. Beberapa
pihak yang dapat dilihat sudut pandangnya adalah sebagai berikut:

a. Pengusaha
Sebagai pengusaha yang akan dilakukan apabila kondisi suatu wilayah
yang akan dijadikan lokasi budidaya memiliki daya dukung yang rendah
dan daya tangkar yang tinggi sebaiknya tidak melakukan kegiatan
budidaya di wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan menurut Dhont (1988),
apabila suatu wilayah ekosistem telah mengalami gejala over-population,
maka akan sulit ekosistem tersebut untuk kembali pulih. Sehingga perlu
dilakukannya pengistirahatan pada wilayah tersebut dalam jangka waktu
yang lama serta diperlukannya usaha untuk membantu pemulihan
ekosistem sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan kembali.
Agar budidaya yang dilakukan tidak memberikan dampak yang terlalu
besar pada daya dukung wilayah yang dijadikan wilayah budidaya adalah
dengan mengurangi penggunaan obat-obatan kimia serta pemanfaatan
limbah budidaya sehingga tidak mencemari dan menurunkan daya
dukung wilayah tersebut. Sebagai pengusaha perlu mempertimbangkan
beberapa pendapat dari beberapa pihak seperti ilmuwan dan masyarakat
dalam penentuan lokasi budidaya karena daya dukung dan daya tangkar
dari wilayah tersebut harus diketahui agar tidak terjadinya kerugian yang
besar. Selain itu dilakukan beberapa kegiatan yang mendukung untuk
menjaga daya dukung wilayah tersebut.

b. Ilmuwan
Yang dapat dilakukan ilmuwan apabila kondisi berada di bawah daya
dukung daengan daya tangkar yang tinggi maka dapat dicarikan solusi
dengan mencarikan suatu alternatif untuk membantu usaha
mengembalikan ekosistem. Sehingga tidak diperlukan waktu yang lama
dalam pemulihan ekosistem sehingga wilayah tersebut dapat
dimanfaatkan kembali. Dengan melakukan penelitian dan pengumpulan
data dari wilayah tersebut sehingga dapat diketahui bagaimana solusi
yang dapat diberikan dan selanjutnya dapat di publikasikan ke pengusaha
dan masyarakat. Apabila daya dukung lebih tinggi dengan daya tangkar
rendah maka yang dapat dilakukan adalah melakukan penelitian agar
daya dukung wilayah tersebut dapat di jaga dan diusahakan tidak
mengalami penurunan yang begitu besar meskipun wilayah budidaya
dapat dimanfaatkan.

c. Birokrat
Yang dapat dilakukan birokrat apabila kondisi berada di bawah daya
dukung dengan daya tangkar yang tinggi adalah dengan memberikan
larangan kepada pengusaha maupun masyarakat untuk menggunakan
lahan tersebut dan melakukan suatu usaha untuk mendukung
peningkatan daya dukung dengan menggerakkan ilmuwan, pengusaha
serta masyarakat. Sehingga wilayah tersebut kualitasnya tidak mengalami
kerusakan yang permanen. Sedangkan jika daya dukung tinggi dengan
daya tangkar yang rendah maka birokrat harus memberikan batasan bagi
pengusaha yang akan memanfaatkan wilayah tersebut sehingga
penurunan daya dukung tidak terjadi terlalu cepat. Selain itu,
pemanfaatan wilayah dapat lebih terkontrol dan pemberian ketegasan
kepada pengusaha yang melakukan pelanggaran baik dalam
pemanfaatan wilayah budidaya maupun dalam penanganan limbah.
III. KESIMPULAN

Dapat disimpulkan dari pembahasan diatas adalah perlunya peranan baik dari
pengusaha, ilmuwan dan birokrat sehingga keadaan lingkungan yang dijadikan
wilayah budidaya tidak mengalami penurunan daya lingkungan yang begitu
drastis. Selain itu dapat dilakukannya usaha perbaikan daya lingkungan
sehingga wilayah terssebut dapat dimanfaatkan kembali. Selain itu, daya dukung
lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi suatu budidaya
yang dilakukan di wilayah yang dijadikan tempat budidaya.













DAFTAR PUSTAKA


Dhont, A. 1988. Carrying Capacity: A confusing concept. Acta Oecologia (9): 337
346.

Dishidros-AL. 1998. Daftar Arus Pasang Surut, Dinas Hidro-Oseanografi. TNI-AL.
Jakarta. 130 pp.

Sadovi Y.J dan Vincent A.C.J, 2002. Coral Reef Fishes Dinamic and Diversity in
a Complex Ecosystem. Academic Press. San Diego.

Anda mungkin juga menyukai