Primer
merupakan
kebutuhan
dari
alam
secara
langsung,seperti:pertambangan,perkebunan,kelautan,kehutanan.
2. Industri Sekunder:mengolah hasil indusrti primer seperti:makanan,industri
tekstil,industri kertas,dan industri logam
3. Industri Tersier:menghasilkan jasa atau pelayanan seperti:informasi dan
komunikasi,transportasi.
Untuk tipe daya lenting dibagi menjadi 2 (dua) yaitu secara biologis dan sosial
A. Biologis
Daya Lenting Biologis adalah melihat kemampuan dari terumbu karang itu sendiri
untuk bertahan/pulih kembali dari gangguan yang ada disekitarnya. ada beberapa
syarat yang diperlukan oleh terumbu karang untuk memiliki daya lenting secara
biologis yaitu pada saat rekrutmen atau saat tumbuh kembali. Rekrutmen adalah
saat suatu karang yang mati karena gangguan tumbuh kembali dalam proses
rekrutmen yaitu tumbuh di tempat lain (berbeda dengan tempat sebelumnya).
Diperlukan kriteria-kriteria yang dapat menjamin proses rekrutmen terumbu
karang bisa berjalan dengan baik seperti adanya ketersediaan substrat baru untuk
larva karang baru menempel dan kemudian tumbuh. Kualitas air yang baik juga
diperlukan seperti tersedianya suplai makanan, arus yang tidak terlalu kencang,
sampainya cahaya matahari yang berarti perairan tersebut tidak keruh. Terakhir
adalah adanya biota herbivora disekitar wilayah Rekrutmen tersebut untuk
mengontrol jumlah alga yang tumbuh diwilayah tersebut karena alga merupakan
kompetitor karang dalam proses rekrutmen. Sedangkan untuk tumbuh kembali,
Untuk melihat apakah disuatu ekosistem terumbua karang tersebut proses daya
lenting berjalan dengan baik dapat dilihat dari perhitungan Tutupan Karang Keras
yang tinggi, Keanekaragaman Tinggi, Rendahnya gangguan serta penyakit, serta
rentang (ukurang) koloni karang yang luas/lebar.
B. Sosial
Daya Lenting secara Sosial berarti adanya jaminan dari penduduk atau masyarakat
sekitar untuk tidak adanya gangguan dari faktor manusia yang dapat menganggu
ekosistem terumbu karang pada saat proses daya lenting berjalan untuk ekosistem
tersebut kembali menjadi normal. Apablila faktor gangguan dari manusia dapat
ditekan seminimal mungkin maka akan mengurangi tekanan dari terumbu karang
itu sendiri sehingga persentase untuk Resistance danRecovery kembali akan lebih
tinggi.
2. Wilayah Kritis
Lokasi yang strategis untuk suatu ekosistem/habitat dimana dilokasi tersebut
diketahui sebagai lokasi pemijahan atau refugia pemijahan dimana apabila
wilayah tersebut terjaga maka sumber larva akan tersedia.
3. Konektivitas
Faktor pendukung kehidupan ekosistem/habitat (oseanografi). mengetahui aliran
arus sebagai transport nutrien, upwelling, kecerahan di suatu daerah yang saling
berkaitan antara suatu tempat dengan tempat lainnya.
4. Pengelolaan
Mengontrol ancaman dan mengurangi tekanan dari manusia merupakan faktor
penting untuk menjamin karang sehat menghadapi perubahan iklim. Terjaminnya
terumbu karang dari ancaman serta tekanan tersebut akan meningkatkan
persentase/jumlah rekrutmen serta pemulihan dari terumbu karang itu. Elemenelemen yang dibutuhkan dalam proses pengelolaan agar dapat berjalan dengan
baik seperti:
a. Komunikasi yang sepaham dengan masyarakat, menemukan solusi dari masalah
yang ada dan apa yang diinginkan oleh masyarakat
b. Evaluasi dari tiap program yang sudah dilaksanakan untuk pembelajaran
masyarakat kedepannya
c. Pengelolaan disesuaikan dengan keadaan suatu wilayah dimana faktor kearifan
lokal juga harus diperhatikan dalam penentapan suatu program/peraturan
d. Pendekatan personal atau kepada kelompok masyarakat untuk merangkul
seluruh masyarakat dan mensosialisasi suatu program kepada masyarakat agar
tidak terjadi kesalahpahaman yang bisa berujung konflik/penolakan.
Herbivor
Keberadaan biota-biota herbivor di suatu ekosistem terumbu karang penting
adanya sebagai pengontrol pertumbuhan alga. beberapa herbivora terumbu karang
yang terkenal seperti parrotfish (Family Scaridae), surgeonfish (Acanturidae),
2. Biologi
Perbedaan Genetik
Ada 3 faktor genetika yang berpengaruh terhadap daya lenting suatu karang yaitu:
a. Jaringan Pigmen Fluorescent: jaringan ini bermanfaat sebagai filter dari sinar
UVC yang bermanfaat sebagai sistem pertahanan dari perubahan suhu yang bisa
mengakibatkan pemutihan. semakin banyak jumlah jaringan ini dalam suatu
karang maka akan meningkatkan ketahanan dirinya.
b. Integrasi antar koloni: kerapatan antar koloni satu dengan yang lainnya juga
berpengaruh, apabila jarak antar koloni berdekatan maka apabila suatu koloni
mengalami gangguan/penyakit akan menyebar lebih cepat ke koloni lainnya
dibandingkan dengan karang dengan jarak antar koloni yang renggang, maka
penyebaran penyakit antar koloni akan lebih lambat
c.
Ketebalan
Jaringan:
Jaringan
yang
lebih
tebal
akan
Perbedaan Spesies
Perbedaan antar spesies karang berpengaruh terhadap daya toleran suatu karang
terhadap perubahan suhu atau gangguan. genus karang seperti Porites,
Favia dan Goniastrea yang memiliki bentuk pertumbuhan massive akan lebih
kuat
bertahan
terhadap
perubahan
suhu
dibandingkan
3.Faktor Fisik
Pendinginan
Pendinginan berasal dari pencampuran dinginnya air di perairan dalam dengan
panasnya air permukaan. daerah-daerah tempat pencampuran ini akan
mempengaruhi kesuburan wilayah tersebut dilihat dari faktor fisik untuk terumbu
karang.
Keteduhan
Daerah yang memiliki bukit tinggi seperti patch-patch dimana ada terumbu karang
dibawahnya akan terlindung dari sinar matahari langsung sehingga tidak terekspos
lama oleh sinar matahari. Keteduhan suatu wilayah akan membantu terumbu
karang dari bahaya pemutihan.
Penyaringan
Banyaknya partikel yang berada dikolom air membantu untuk menangkal bahaya
radiasi dari cahaya matahari sehingga membantu terumbu karang dari ancaman
pemutihan. partikel-partikel tersebut bermanafaat sebagai penyaring cahaya
matahari.
DAFTAR ACUAN:
Reef Resilience And Climate Change Training Workshop, Juni 2012, BaliIndonesia
Maynard J, Wilson J, Campbell S, Mangubhai S, Setiasih N, Sartin J,Ardiwijaya
R, Obura D, Marshall P, Salm R, Heron S, and Goldberg J. 2012. Assessing coral
resilience and bleaching impacts in the Indonesian archipelago. Technical Report
to The Nature Conservancy with contributions from Wildlife Conservation
Society and Reef Check Indonesia. 62 pp.