Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I

PENGUJIAN AKTIVITAS ANALGETIK NON-NARKOTIKA





Disusun oleh :
Siti Nur Amalia (10060309059)
Ayu Nur Rachmawati (10060309062)
Lukman Jiwandono (10060309063)
Annisa Khairat (10060309065)
Wildan Nawaludin (10060309066)
Kelompok B5
Hari/Tanggal Praktikum : Senin, 24 Oktober 2011
Hari/Tanggal Laporan : Senin, 31 Oktober 2011
Asisten : Fetri Lestari, S.Si.,M.Si.,Apt.

LABORATORIUM TERPADU FARMASI UNIT D
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2011

I. Tujuan Percobaan
a). Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgetik
suatu obat.
b). Memahami dasar dasar perbedaan efektivitas berbagai analgetika.
II. Teori Dasar
Nyeri merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan penderita sehingga
untuk mengurangi secara simtomatis diperlukan analgetika. Rasa nyeri hanya
merupakan suatu gejala yang berfungsi memberi tanda tentang adanya gangguan
gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri
disebabkan rangsangan mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik yang dapat
menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri
atau pengantar.
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walau pun
sering berfungsi untuk mengingatkan, melindungi dan sering memudahkan diagnosis,
pasien merasakannya sebagai hal yang tak mengenakkan, kebanyakan menyiksa dan
karena itu berusaha untuk bebas darinya. Seluruh kulit luar mukosa yang membatasi
jaringan dan juga banyak organ dalam bagian luar tubuh peka terhadap rasa nyeri,
tetapi ternyata terdapat juga organ yang tak mempunyai reseptor nyeri, seperti
misalnya otak. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia atau listrik
melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu
menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa nyeri.
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotrien
dan prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas
di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi
radang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organ
tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui
jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum-
belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus impuls kemudian
diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Mediator nyeri penting adalah amin histamine yang bertanggungjawab untuk
kebanyakan reaksi alergi (bronchokonstriksi, pengembangan mukosa, pruritus) dan
nyeri. Bradikinin adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari
protein plasma. Prostaglandin mirip strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk
dari asam arachidonat. Menurut perkiraan zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung-
saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator lainnya. Zat-zat
ini berkhasiat vasodilatasi kuat dan meningkatkan permeabilitas kapiler yang
mengakibatkan radang dan udema. Berhubung kerjanya serta inaktivasinya pesat dan
bersifat local, maka juga dinamakan hormon lokal. Mungkin sekali zat-zat ini juga
bekerja sebagai mediator demam.
Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan
berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa
nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada
tubuh umumnya dan jaringan khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini
umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai. Untuk mengurangi atau
meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan obat-obat analgetik
(seperti parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang bekerja dengan memblokir
pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak menerima rangsang nyeri.
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak enak yang berkaitan
dengan (ancaman) kerusakan jaringan.Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi dan
ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah
konstan yakni pada 44-45C. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya meruapakan
suatu gejala, yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai suatu
isyarat bahaya tentang adanya ganggguan di jaringan,seperti peradangan(rema,encok),
infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan
mekanis,kimiawi, atau fisis (kalor, listrik), dapat menimbulkan kerusakan pada
jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut
mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain mengakibatkan reaksi radang dan kejang-
kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa,
dan jarigan lainnya. Nociceptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh,
kecuali di system saraf pusat. Dari sini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan
yang hebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sinaps yang amat banyak melalui sum-sum
tulang belakang, sum-sum tulang lanjutan dan otak tengah. Dari thalamus impuls
diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Mediator nyeri yang lain, disebut juga sebagai autakoid antara lain serotonin,
histamine, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin 2. Bradikinin merupakan
polipeptida (rangkaian asam amino) yang diberikan dari protein plasma. Ambang
nyeri didefinisikan sebagai tingkatan (level) dimana nyeri dirasakan untuk yang
pertama kali.Jadi, intesitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri.
Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan.
Adapun jenis nyeri beserta terapinya, yaitu:
Nyeri ringan
Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus, nyeri haid,
keseleo.Pada nyeri dapat digunakan analgetik perifer seperti parasetamol, asetosal dan
glafenin.
Rasa nyeri menahun
Contohnya: rheumatic dan arthritis.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik anti-inflamasi, seperti: asetosal, ibuprofen
dan indometasin.
Nyeri hebat
Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu empedu.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa atropine, butilskopolamin
(bustopan), camylofen ( ascavan).
Nyeri hebat menahun
Contoh: kanker, rheumatic, neuralgia berat.
Pada nyeri ini digunakan analgetik narkotik, seperti fentanil, dekstromoramida,
bezitramida.
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa
cara,yakni:
a. Merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri pada perifer dengan
analgetika perifer.
b. Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris, misalnya dengan
anestetika local.
c. Blockade pusat nyeri di SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan
anestetika umum.
Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh
misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan
pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti brodikinin dan
prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan
diteruskan ke otak).
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok yaitu:
1. Analgetik Sentral (narkotik)
Analgetik narkotik dapat menghilangkan nyeri dari derajat sedangsampai hebat
(berat), seperti karena infark jantung, operasi (terpotong),viseral ( organ) dan nyeri
karena kanker.Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal
daritumbuhan Papaver somniferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik inidigunakan
untuk meredakan nyeri sedang sampai nyeri hebat dan nyeriyang bersumber dari
organ viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuaiaturan dapat
menimbulkantoleransi dan ketergantungan. Toleransi ialahadanya penurunan efek,
sehingga untuk mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatan dosis. Karena
dapat menimbulkan ketergantungan, obatgolongan ini penggunaannya diawasi secara
ketat dan hanya untuk nyeriyang tidak dapat diredakan oleh AINS. Nyeri minimal
disebabkan oleh dua hal, yaitu iritasi lokal( menstimuli saraf perifer) dan adanya
persepsi (pengenalan) nyeri olehSSP. Pengenalan nyeri bersifat psikologis terhadap
adanya nyeri lokal yangdisampaikan ke SSP. Analgetik narkotik mengurangi nyeri
denganmenurunkan persepsi nyeri atau menaikan nilai ambang rasa sakit.
Analgetik narkotik tidak memperngaruhi saraf perifer, nyeri tetap ada tetapidapat
diabaikan atau pasien dapat mentorerirnya. Untuk mendapatkan efek yang maksimal
analgetik narkotik harus diberikan sebelum tindakan bedah.Semua analgetik narkotik
dapat mengurangi nyeri yang hebat, tetapi potensionzet dan efek sampingnya berbeda-
beda secara kualitatif maupunkuantitatif. Efek samping yang paling sering adalah
mual, muntah,konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan
hipotensiserta depresi pernapasan.Morfin dan petidin merupakan analgetik narkotik
yang paling banyak dipakai untuk nyeri hebat walaupun menimbulkan mual
danmuntah. Obat ini di indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan masihmerupakan
standar yang digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotik lainnya. Selain
menghilangkan nyeri morfin dapat menimbulkaneuforia dan gangguan mental.
Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai sekarang masih digunakan di
Indonesia :
- Morfin HCl
- Kodein
- Fentanil HCl
- Petidin dan
- Tramadol
2. Analgetik Perifer (non narkotik)
Analgetik non narkotik berasal dari golongan antiinflamasi nonsteroid (AINS) yang
menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Disebut AINS karena selain sebagai
analgetik, sebagai anggotanya mempunyai efek antiinflamasi dan penurun panas
(antipiretik) dansecara kimiawi bukan steroid. Oleh karena itu, AINS sering
disebut(Analgetik, antipiretik dan antiinflamasi ) atau 3A.
Beberapa AINS hanya berefek analgetik dan antipiretik sedangkan yang lain ada yang
mempunyai efek analgetik, anti inflamasidan anti piretik. Hipotalamus merupakan
bagian dari otak yang berperan dalam mengatur nyeri dan temperatur. AINS secara
selektif dapat mempengaruhi hipotalamus menyebabkan penurunan suhu tubuhketika
demam.Mekanismenya kemungkinan menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang
menstimulasi SSP. PG dapat meningkatkanaliran darah ke perifer (vasodilatasi) dan
berkeringat sehingga panas banyak keluar dari tubuh. Efek analgetik timbul karena
mempengaruhi baik di hipotalamus atau ditempat cedera. Respon terhadap
cederaumumnya berupa inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin,
PG dan histamin. PG dan Brandikinin menstimulasi ujung saraf perifer dengan
membawa implus nyeri ke SSP. AINS dapatmenghambat sintesis PG dan brandikinin
sehingga menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Obat-obat yang
banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik adalah golongan salisilatdan
asetaminofen (parasetamol). Aspirin adalah penghambat sintesis PG paling efektif
dari golongan salisilat. Antipiretik yang banyak digunakan dan dianjurkan
adalah parasetamol, ibuprofen, dan aspirin (asetosal).
Obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAIDs)
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, dan beberapa obat memiliki
perbedaan secara kimia.Namun, obat-obat NSAID mempunyai banyak persamaan
dalam efek terapi dan efek sampingnya. Prototipe obat golongan ini adalah aspirin,
sehingga sering disebut juga sebagai aspirin like drugs. Efek terapi dan efek samping
dari obat golongan NSAIDs sebagian besar tergantung dari penghambatan biosintesis
prostaglandin.Namun, obat golongan NSAIDs secara umum tidak menghambat
biosintesis leukotrien yang berperan dalam peradangan.Golongan obat NSAIDs
bekerja dengan menghambat enzim siklo-oksigenase, sehingga dapat mengganggu
perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Setiap obat menghambat enzim
siklo-oksigenase dengan cara yang berbeda.
Parasetamol dapat menghambat biosintesis prostaglandin apabila
lingkungannya mempunyai kadar peroksida yang rendah seperti di hipotalamus,
sehingga parasetamol mempunyai efek anti-inflamasi yang rendah karena lokasi
peradangan biasanya mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh leukosit.
Aspirin dapat menghambat biosintesis prostaglandin dengan cara
mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim siklo-oksigenase. Thrombosit sangat rentan
terhadap penghambatan enzim siklo-oksigenase karena thrombosit tidak mampu
mengadakan regenerasi enzim siklo-oksigenase.
Semua obat golongan NSAIDs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-
inflamasi.Efek samping obat golongan NSAIDs didasari oleh hambatan pada sistem
biosintesis prostaglandin.Selain itu, sebagian besar obat bersifat asam sehingga lebih
banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam seperti di lambung, ginjal, dan
jaringan inflamasi. Efek samping lain diantaranya adalah gangguan fungsi thrombosit
akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 dengan akibat terjadinya
perpanjangan waktu perdarahan. Namun, efek ini telah dimanfaatkan untuk terapi
terhadap thrombo-emboli. Selain itu, efek samping lain diantaranya adalah ulkus
lambung dan perdarahan saluran cerna, hal ini disebabkan oleh adanya iritasi akibat
hambatan biosintesis prostaglandin PGE2 dan prostacyclin. PGE2 dan PGI2 banyak
ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi untuk menghambat sekresi asam
lambung dan merangsang sekresi mukus usus halus yang bersifat sitoprotektan.
Contoh obat analgesic dan antipiretik:
1.Aspirin/asam asetil salisilat
Indikasi : meringankan sakit kepala, pusing, sakit gigi, nyeri otot, menurunkan
demam.
Dosis : dewasa 500-600 mg/4 jam.sehari maksimum 4 gram. Anak-anak 2-3 tahun 80-
90 mg, 4-5 tahun 160-240 mg,6-8 tahun 240-320 mg, 9-10 tahun 320-400 mg, >11
tahun 400-480 mg. semua diberikan tiap 4 jam setelah makan.
Kontraindikasi : ulkus peptikum, kelainan perdarahan, asma.
Efek samping : gangguan gastrointestinal, pusing, reaksi hipersensitif.
2.Asam mefenamat
Sebagai analgetik, obat ini adalah satu-satunya yang mempunyaikerja yang baik pada
pusat sakit dan saraf perifer. Asam mefenamat cepat diserapdan konsentrasi puncak
dalam darah dicapai dalam 2 jam setelah pemberian, dan diekskresikan melalui urin.
Indikasi : untuk mengatasi rasa sakit dan nyeri yang ditimbulkan dari rematik akut dan
kronis,luka pada jaringan lunak, pegal pada otot dan sendi,dismonore, sakit kepala,
sakit gigi, setelah operasi dll.
Dosis : sebaiknya diberikan sewaktu makan, dan pemakaian tidak boleh lebih dari 7
hari. Anak-anak >6 bulan:3-6,5 mg/kgBB tiap 6 jam atau 4 kali perhari. Dewasa dan
anak >14 tahun:dosisi awal 500 mg,kemudian 250 mg setiap 6 jam.
Kontraindikasi : kepekaan terhadap asam mefenamat, radang atau tukak pada saluran
pencernaan.
Efek samping : dapat mengiritasi system pencernaan,dan mengakibatkan konstipasi
atau diare.
3. Parasetamol
Parasetamol diserap dengan cepat dan tanpa menimbulkan iritasi disaluran
pencernaan,methemoglobin,atau konstipasi.
Indikasi : menghilangkan demam dan rasa nyeri pada otot/sendi yang menyertai
influenza,vaksinasi dan akibat infelsi lain,sakit kepala,sakit gigi,dismonere,artritis,dan
rematik.
Dosis : tablet =anak-anak:0,5-1tab 3-4 kali perhari,dewasa:1-2tab 3-4 kali perhari
Sirup=bayi 0,25-0,5 sdt 3-4 kali perhari,anak-anak :2-5 tahun,1 sdt 3-4 kali perhari.6-
12 tahun, 2sdt 3-4 kali perhari.
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah
menggantikan penggunaan salisilat.Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak
digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik.Jika dosis
terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong. Dalam
sediaannya sering dikombinasi dengan cofein yang berfungsi meningkatkan
efektivitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.
III. Alat, Bahan dan Hewan
Alat
- Alat suntik 1 ml
- Sonde oral
- Stopwatch
- Timbangan mencit
- Bejana pengamatan

Bahan
- Asam asetat 0,7 % v/v
- Aspirin
- Parasetamol
- Asam mefenamat
- CMC
Hewan
- Mencit putih sekelamin
IV. Prosedur Percobaan
Prosedur
Hewan dibagi menjadi 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3 ekor mencit

Kelompok 1 : kontrol (diberi CMC)
Kelompok 2 : diberi aspirin
Kelompok 3 : diberi parasetamol
Kelompok 4 : diberi asam mefenamat

- Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya dengan
rute oral

- Setelah 30 menit mencit diinduksi nyeri dengan menggunakan asam asetat (i.p)
Setelah pemberian induktor nyeri, mencit ditempatkan didalam bejana pengamatan

Amati gerakan geliatnya

Jumlah geliat dicatat setiap 5 menit selama 60 menit

Data disajikan dalam bentuk table dan grafik

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi

- Hitunglah daya proteksi setiap sediaan uji terhadap rasa nyeri dengan persamaan sebagai
berikut :
%P = [(JG
U
/ JG
K
) x 100%]
Keterangan :
%P = daya proteksi dinyatakan dalam persenproteksi
JGu = jumlah geliat kelompok uji
JGk = jumlah geliat kelompok control

Hitunglah aktivitas analgetik, masing masing untuk parasetamol dan asam mefenamat,
dibandingkan terhadap aspirin dengan persamaan berikut :
%E = [(%P
U
/ %P
A
)] x 100%
Keterangan :
%E = efektivitas analgetik dinyatakan dalam persen efektivitas analgetik
P
U
= proteksi zat uji
P
A
= proteksi aspirin

V. Data Pengamatan
5.1 Penimbangan
- Mencit 1 35 gr
- Mencit 2 43 gr
5.2 Perhitungan Dosis Sediaan
Konversi dosis manusia ke dosis mencit :
Dosis manusia = 500 mg / 70 kg bb
Dosis mencit = 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg / 20 gram bobot mencit
Suspensi asam asetat yang tersedia = 2 mg/ml
- Mencit 1 (kontrol) = x 0,5 ml = 0,875 ml
= x = 0,4375 ml (dosis asam asetat)
- Mencit 2 (aspirin) = x 1,3 ml = 2,795 ml
= x = 1,3975 ml (dosis asam asetat)




5.3 Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Geliat Mencit
Kelompok Jumlah geliat mencit
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Kontrol 22 21 14 8 7 10 9 14 6 10 11 6
Aspirin 1 3 4 1 2 2 2 1 1 0 1 1
Parasetamol 0 5 14 15 19 16 15 11 10 4 3 1
As. Mefenamat 14 22 16 11 12 8 9 6 4 1 2 1
5.4 Grafik Geliat Mencit

5.5 Perhitungan Daya Proteksi & Efektifitas
Daya Proteksi Parasetamol
- Geliat Parasetamol: 113
- Geliat Kontrol: 138
% P = 100 - [(JG
U
/ JG
K
) x 100 %]
= 100 [(113 / 138) x 100 %]
= 100 81,8
= 18,2 %

Daya Proteksi Aspirin
- Geliat Aspirin: 19
- Geliat Kontrol: 138
% P = 100 - [(JG
U
/ JG
K
) x 100 %]
= 100 [(19 / 138) x 100 %]
= 100 13,7
= 86,3 %
Daya Proteksi Asam mefenamat
- Geliat Asam mefenamat: 106
- Geliat Kontrol: 138
% P = 100 - [(JG
U
/ JG
K
) x 100 %]
= 100 [(106 / 138) x 100 %]
= 100 76,8
= 23,2 %
Efektivitas Analgetik Aspirin & Parasetamol
% E = [(% P
U
/ % P
A
)] x 100 %
= [(18,2 / 86,3)] x 100 %
= 21 %
Efektivitas Analgetik Aspirin & Asam Mefenamat
% E = [(% P
U
/ % P
A
)] x 100 %
= [(23,2/ 86,3)] x 100 %
= 26, 8 %
VI. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu analgetik bertujuan untuk mengenal,
mempraktekkan dan membandingan daya analgetik Asetosal, Parasetamol
menggunakan metode rangsang kimia.
Bahan yang digunakan sebagai perangsang kimia adalah larutan steril Asam
Asetat glasial yang diberikan secara intra peritonial. Pada praktikum pemberian
larutan steril Asam Asetat glasial diberikan 30 menit setelah pemberian obat hal ini
diharapkan agar obat yang diberikan belum bekerja sehingga Asam Asetat langsung
berefek dan juga untuk mempermudah pengamatan onset dari obat itu.
Pada praktikum kali ini obat-obat analgetik yang diperbandingkan adalah
obat-obat analgetik golongan non narkotik/ perifer yaitu, Aspirin, Parasetamol dan
Asam Mefenamat.
Kelompok kontrol yang digunakan pada percobaan ini adalah CMC-Na,
sehingga hewan percobaan hanya diberikan CMC-Na pada awal percobaan dan
penginduksi asam asetat pada 30 menit setelah pemberian CMC-Na tanpa pemberian
sedian analgesik. Asam asetat merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam
tubuh, pemberian sediaan asam asetat terhadap hewan percobaan akan merangsang
prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau
inflamasi. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi
mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan
hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamine
merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata. Akibat dari adanya rasa nyeri
inilah hewan percobaan akan menggeliatkan kaki belakangnya saat efek dari
penginduksi ini bekerja. Pemberian sediaan asam asetat pada peritonial atau selaput
gastrointestinal hewan memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh
dan cepat memberikan efek.
Kelompok Jumlah geliat mencit
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Kontrol 22 21 14 8 7 10 9 14 6 10 11 6
Aspirin 1 3 4 1 2 2 2 1 1 0 1 1
Parasetamol 0 5 14 15 19 16 15 11 10 4 3 1
As. Mefenamat 14 22 16 11 12 8 9 6 4 1 2 1

Dari hasil pengamatan yang diperoleh, bahwa jumlah geliat mencit kontrol
lebih banyak daripada mencit yang diberikan obat. Hal ini disebabkan karena mencit
kontrol tidak memiliki perlindungan terhadap nyeri yang disebabkan karena
pemberian asam asetat sebagai penyebab terjadinya nyeri.
Dari hasil pengamatan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pada mencit yang
diberi aspirin memiliki daya analgetik paling kuat dari golongan analgetik non-
narkotika ini. Karena pada tabel hasil pengamatan menunjukan jumlah geliat yang
ditunjukan mencit sedikit dari pada mencit lain yang diberikan parasetamol dan
asam mefenamat. Karena disini aspirin menghambat biosintesis prostaglandin yang
menstimulasi SSP, sehingga dapat menghambat terjadinya perangsangan reseptor
nyeri. Prostaglandin akan dilepaskan oleh sel yang mengalami kerusakan.
Pembentukan prostaglandin dihambat dengan menghambat enzim siklooksigenase
yang bertugas mengubah asam arachidonat menjadi endoperoksida (PGG2/PGH).
PGH akan memproduksi prostaglandin, sehingga secara tidak langsung obat
analgesik menghambat pembentukan prostaglandin. Prostaglandin berperan pada
nyeri yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau inflamasi dan menyebabkan
sensitivitas reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.
Aspirin merupakan sediaan yang efektif terhadap nyeri dengan intensitas
rendah sampai sedang misalnya pada sakit kepala, mialgia, atralgia dan nyeri lain
yang berasal dari inegumen, sediaan ini juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan
dengan inflamasi. Efek analgetikanya jauh lebih lemah daripada efek analgetika
opiat tetapi sediaan ini tidak menimbulkan ketagihan efek samping sentral yang
merugikan. Aspirin bekerja dengan mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri,
tanpa mempengaruhi sensorik lain. Pemberian aspirin dalam kelompok ini juga akan
menunjukkan efek analgesik setelah diberi penginduksi asam asetat.
Sedangkan pada kelompok mencit yang diberi parasetamol, terlihat jumlah
geliat yang ditunjukan mencit cukup sedikit dibandingkan dengan kontrol. Karena
Mekanismenya kemungkinan menghambat sintesis prostaglandin (PG) yang
menstimulasi SSP. Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik di hipotalamus
atau ditempat cedera. Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem,
serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG dan histamin. PG dan Brandikinin
menstimulasi ujung saraf perifer dengan membawa implus nyeri ke SSP.
Parasetamol dapat menghambat sintesis PG dan brandikinin sehingga menghambat
terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Karena mempunyai mekanisme kerja
menghambat berbagai reaksi in-vitro.
Pada kelompok yang diberikan sediaan asam mefenamat, terlihat dari hasil
pengamatan bahwa jumlah geliat mencit cukup banyak dibandingkan dengan aspirin.
Karena asam mefenamat yang merupakan salah satu obat analgesik ini, tidak terlalu
bekerja dengan baik untuk menekan rasa sakit yang timbul, sehingga induksi dari
asam asetat setelah pemberian asam mefenamat masih terasa nyeri oleh mencit yang
ditunjukan dengan banyaknya geliat yang ditunjukan oleh mencit.
Setelah dilakukan perhitungan persentase daya proteksi pada obat analgetik
yang diberikan pada mencit, ternyata dapat dilihat bahwa besarnya daya proteksi
aspirin, lebih besar daripada parasetamol dan asam mefenamat yaitu 86, 3 %. Hal ini
kemungkinan dikarenakan efek analgesik yang ditimbulkan oleh aspirin lebih besar
daripada yang ditimbulkan oleh parasetamol dan asam mefenamat. Sedangkan
besarnya daya proteksi parasetamol lebih kecil dari besarnya daya proteksi aspirin.
Sehingga dalam perhitungan persentase efektifitasnya dapat dilihat bahwa efektifitas
analgetik parasetamol terhadap aspirin sebesar 21 % dan efektifitas analgetik asam
mefenamat terhadap aspirin sebesar 26,8 %.
VII. Kesimpulan
Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada
tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis.
Atas dasar kerja farmakologinya, analgetika dibagi dalam dua kelompok yaitu
analgetik dsentral (narkotik) dan analgetik perifer (non-narkotik).
Besarnya daya proteksi aspirin terhadap kontrol adalah sebesar 86,3 %.
Besarnya daya proteksi parasetamol terhadap kontrol adalah sebesar 18,2 %.
Besarnya daya proteksi asam mefenamat terhadap kontrol adalah sebesar 23,2
%.
Besarnya persen efektifitas parasetamol terhadap aspirin adalah sebesar 21 %.
Besarnya persen efektifitas asam mefenamat terhadap aspirin adalah sebesar
26,8 %.




DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ernerst, Mutschler. 1991. Dinamika Obat edisi kelima. Bandung. ITB.
Goodman& Gilman. 2003. Dasar Farmakologi Terapi vol 1.Jakarta. EGC.
Green. 2009. Analgetika. Available online at :
http://greenhati.blogspot.com/2009/05/obat-analgetik-dan
farmakodinamikanya.html (diakses pada tanggal 25 Oktober 2011).
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Medicafarma.2008.AnalgesikAntipiretikdanNSAID.http://medicafarma.blogspot.com/200
8/04/analgesik-antipiretik-dan-antiinflamasi.html (diakses pada tanggal 25
Oktober 2011).
Mutschler, Ernst. ed. V. Dinamika Obat , ITB 1999 Press : Jakarta
Tan, H. T. dan Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Tjay dan K.Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai