Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan. Suhu tubuh manusia setiap saat berubah-ubah, bisa dipengaruhi lingkungan luar, latihan fisisk, maupun efek sakit (seperti saat demam). Pengaturan suhu tubuh dikendalikan oleh keseimbanan antara pembentukan panas dan kehilangan panas. Bila laju pembentukan panas di dalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya panas, panas akan timbul di dalam tubuh dan suhu tubuh akan meningkat. Sebaliknya, jika kehilangan suhu tubuh lebih besar, panas dalam tubuh akan menurun. Pembentukan panas merupakan produk utama metabolisme tubuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain: 1. Laju metabolisme basal semua sel tubuh 2. Laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh aktivitas otot, termasuk kontraksi otot yang disebabkan oleh menggigil 3. Metabolisme tambahan yang disebabkan pengaruh tiroksin (sebagian hormone pertumbuhan dan hormone testoteron) terhadap sel 4. Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh epinefrin, neropinefrin, dan perangsangan simpatis terhadap sel 5. Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri, terutama bila suhu masing-masing meningkat 6. Metabolisme tambahan yang diperlukan untuk pencernaan, absorpsi, dan penyimpanan makanan (efek terminogenik makanan) Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan panas tubuh, anatar lain: 1. Seberapa cepat panas yang dapat dikonduksi dari tempat asal panas dihasilkan, yaitu dari dalam inti tubuh kulit 2. Seberapa cepat panas kemudian dapat dihantarkan dari kulit ke lingkungan Suhu tubuh manusia diatur oleh hipotalamus yang merupakan bagian utama dari sistem limbik. Fungsi pengaturan suhu tbuh oleh hipotalamus merupakan fungsi internal yang disebut juga dengan fungsi vegetative otak. (Guyton, 2007) Hipotalamuis yang berfungsi mengatur suhu tubuh adalah bagian anterior khususnya pada bagian area preoptik yang berhungan dengan pengaturan suhu tubuh. Peningkatan suhu darah yang mengalir melewati area ini meningkatkan aktivitas neuron- neuron peka suhu, sedangkan penurunan suhu akan menurunkan aktivitasnya. Sebaliknya, neuron-neuron tersebut mengatur mekanisme yang dipakai untuk meningkatkan atau menurunkan suhu tubuh. Apabila pusat suhu hipotalamus mendeteksi bahwa suhu tubuh terlalu panas atau terlalu dingin, hipotalamus akan memberikan prosedur penurunan atau peningkatan suhu yang sesuai. Sistem pengaturan suhu menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan panas tubuh ketika suhu tubuh menjadi tinggi, antara lain sebagai berikut: 1. Vasodilatasi pembuluh darah kulit Hampir di semua area tubuh, pembuluh darah kulit berdilatasi dengan kuat, karena hambatan pusat simpatis di hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokontraksi. Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke kulit sebanyak delapan kali lipat. 2. Berkeringat Adanya peningkatan yang tajam pada kecepatan kehilangan panas melalui evaporasi, dimana peningkatan suhu tubuh tambahan sebesar 1 0 C menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak banyak untuk membuang 10 kali kecepatan pembentukan panas tubuh basal. 3. Penurunan pembentukan panas Mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas yang berlebihan, seperti menggigil dan termogenesis kimia, dihambat dengan kuat. Sementara ketikan tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan suhu mengadakan prosedur yang berlawanan dengan mekanisme penurunan suhu ketika tubuh terlalu panas karena konsepnya juga berbeda. Mekanisme peningkatan suhu ketika tubuh terlalu dingin terbagi menjadi tiga cara, yaitu: 1. Vasokontriksi kulit diseluruh tubuh 2. Piloreksi Rangsangan simpatis menyebabkan otot arektor pili yang melekat ke folikel rambut berkontraksi, yang menyebabkan rambut berdiri tegak. 3. Peningkatan termogenesis (pembentukan panas) Pembentukan panas oleh sistem metabolisme meningkat dengan memicu terjadinya menggigil, rangsangan saraf simpatis untuk pembentukan panas dan sekresi tiroksin.
Sumber: Guyton, Arthur C, John E. Hall. 2007. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC